Anda di halaman 1dari 3

SSJ Definisi Sindrom Stevens-Johnson (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme

mayor, eritema bulosa maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. Etiologi Etiologi pasti sindrom Stevens-Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik, di antaranya penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya: derivat salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi, dan makanan. Manifestasi Klinis Sindrom ini umumnya terdapat pada anak dan dewasa, jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah. Keadaan umumnya bervariasi dari baik sampai buruk di mana kesadarannya sopor sampai koma. Berawal sebagai penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok. Trias SSJ adalah: a. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Purpura dapat terjadi dan prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan berat kelainannya generalisata. b. Kelainan selaput lendir orifisium, yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%), orifisium genitala eksterna (50%), lubang hidung (8%), dan anus (4%). Lesi awal berupa vesikel di bibir, lidah, dan mukosa bukal yang kemudian pecah membentuk erosi, ekskoriasi, eksudasi, krusta kehitaman, dan pembentukan pseudomembran. Biasanya juga terjadi hipersalivasi dan lesi dapat berulserasi. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal akibat ekskoriasi. Kelainan di mukosa terdapat di faring, saluran napas bagian atas, dan esofagus. Kelainan di mulut yang hebat dan terbentuknya pseudomembran berwarna putih atau keabuan di faring dapat menyebabkan kesulitan menelan, sedangkan kelainan di saluran pernapasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas. c. Kelainan mata (80%), yang tersering konjungtivitis kataralis. Dapat terjadi konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. Selain kelainan tersebut dapat terjadi kelainan lain, misalnya nefritis dan onikolisis.

Komplikasi Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Bila terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Bila terdapat leukositosis kemungkinan penyebabnya infeksi dan dapat dilakukan kultur darah.

Bila gambaran klinis meragukan dapat dilakukan biopsi dan pemeriksaan histopatologi untuk membedakan dengan eksantema fikstum multipel (EFM) dan nekrolisis epidermal toksik (NET). Diagnosis Banding Eksantema fikstum multipel generalisata. Pada penyakit ini lesi timbul pada tempat yang sama dan biasanya tidak menyeluruh. Jika sembuh meninggalkan bercak hiperpigmentasi menetap. Nekrolisis epidermal toksik. Pada penyakit ini terdapat epidermolisis yang menyeluruh (tanda Nikolsky positif) dan keadaan umum lebih buruk. Penatalaksanaan Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednison 3040 mg sehari. Narnun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan life-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa krisis diatasi dalam beberapa hari. Pasien Stevens-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6 x 5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, dan lesi lama mengalami involusi, dosis segera diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednison, yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari; sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Total lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah dimulai pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na, dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCl 3 x 500 mg/hari per oral dan diet rendah garam bila terjadi hipernatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein atau anabolik seperti nandroloks dekanoat dan nandrolon fenilpropionat dengan dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis obat untuk anak tergantung berat badan). Antibiotika Untuk mencegah terjadinya infeksi, misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektnun luas, dan bersifat bakterisidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Infus dan Transfusi Darah Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan tenggorok serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus, misalnya berupa glukosa 5% dan larutan Darrow.

Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut; khususnya pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik Topikal Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sofratulle atau krim sulfadiazin perak. Prognosis Prognosis lebih buruk bila terdapat purpura. Penanganan yang tepat dan cepat memberikan prognosis cukup memuaskan. Pada keadaan umum buruk dan terdapat bronkopneumonia, penyakit ini dapat mendatangkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai