Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN Latar Belakang Sehubungan dengan kasus yang kami dapat merupakan

randomisasi atau melalui proses pengacakan dari pihak Puskesmas, maka kami tidak mempunyai latar belakang yang spesifik untuk dituliskan dalam laporan ini. Pada saat kami melakukan kegiatan PPK ini, kami diberi kesempatan untuk dihadapkan dengan pasien penderita Diabetes Mellitus, maka untuk Tugas Laporan ini kami beri judul Diabetes Mellitus. Untuk angka kejadian Diabetes Mellitus di sekitar Puskesmas Salam ini, kami tidak mendapatkan data yang valid, namun menurut Price dan Wilson (2006), diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetic paling sedikit 21/2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes. Tujuh puluh persen pasien diabetes meninggal karena penyakit vaskuler. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus intra-uterin pada ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat. Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi financial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Suyono (2009) mengatakan bahwa pola penyakit dapat dipahami secara transisi epidemiologi. Baik di Indonesia maupun di Negara-negara berkembang telah dikenal 3 periode transisi epidemiologi. Periode I. Era pestilence dan kelaparan. Pada era ini banyak timbul penyakit menular yang dibawa oleh orang-orang barat. Periode II. Pandemik berkurang pada akhir abad ke-19 sehingga angka morbiditas dan mortalitas menurun.

Periode III. Periode ini merupakan era penyakit degeneratif dan pencemaran. Hal ini terjadi karena perubahan pola hidup yang menuju ke pola hidup orang barat. Penyakt yang sering timbul adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus. Perserikatan bangsa-bangsa (WHO) memperkirakan pada tahun

2000 jumlah pengidap diabetes diatas usia 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian pada tahun 2025, jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus khususnya di beberapa Negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di Negara bersangkutan, serta perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar (Suyono : 2009).

II.

PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT 1. Faktor Resiko Menurut Khardori (2011), faktor resiko pada penyakit diabetes mellitus tipe 2 meliputi : Usia diatas 45 tahun Berat badan diatas 120% dari berat ideal atau berat normal tubuh Riwayat keluarga penderita DM tipe 2 Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu, atau glukosa puasa terganggu. Hipertensi (>140/90 mm Hg) atau dislipidemia (HDL < 40 mg/dL atau trigliserida > 150 mg/dL) Riwayat Diabetes Gestasional atau melahirkan bayi dengan berat > 4 kg Sindrom ovarium polikistik (yang menyebabkan resistensi insulin).

2. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2 ditandai oleh kombinasi resistensi insulin perifer dan sekresi insulin yang tidak memadai oleh sel beta pancreas. Resistensi insulin yang dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma menyebabkan penurunan transport glukosa ke dalam sel otot, peningkatan produksi glukosa hati, dan meningkatnya penguraian lemak. Semua individu yang memiliki kelebihan berat badan memiliki resistensi insulin, tetapi penyakit diabetes berkembang hanya pada individu yang tidak dapat meningkatkan insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin. Disfungsi sel beta merupakan factor utama terjadinya pra-diabetes untuk menjadi diabetes. Dalam perkembangannya, dari toleransi glukosa normal menjadi toleransi glukosa yang abnormal, kenaikan pertama kadar glukosa darah postprandial, lalu mnjadi hiperglikemia yang menyebabkan kegagalan glukoneogenesis hepatic. Selama induksi resistensi insulin seperti yang terlihat setelah diet tinggi kalori, administrasi steroid, atau aktivitas fisik, tingkat peningkatan kadar glucagon dan glukosa insulonotropik polipeptida menyertai intoleransi glukosa, namun respon postpandrial peptide glucagon tidak berubah. Kelompok mobilitas tinggi protein A1 adalah pengaturan gen resepor insulin. Varian fungsional gen protein A1 (HMGA1) dikaitkan dengan peningkatan resiko diabetes. Meskipun patofisiologi antara jenis penyakit diabetes berbeda, namun komplikasi yang terjadi sama. Tampaknya hiperglikemia menjadi penentu komplikasi mikrovaskuler dan metabolism penyakit

makrovaskuler. Resistensi insulin dengan kelainan lipid dan kelainan

trombolitik (peningkatan plasminogen activator inhibitor tipe 1, fibrinogen tinggi), serta factor resiko aterosklerosis menentukan resiko

kardiovaskuler. Berberapa jenis obat (fenitoin, glukokortikoid, estrogen) atau penyakit yang menyebabkan kerusakan pancreas seperti hemakromatosis, pancreatitis, fibrosis kistik, dan kanker pancreas atau akromegali dan sindrom Cushing yang menimbulkan resistensi insulin juga dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus sekunder (Khardori :2011). 3. Komplikasi Menurut Price dan Wilson (2006), komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi komplikasi metabolic akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang. Komplikasi Metabolik Akut Hiperglikemia, hiperosmolar koma nonketotik (HHNK) merupakan komplikasi metabolic akut pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di usia lanjut. Hiperglikemi berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dL menyebabkan hiperosmolaritas, dieresis osmotic, dan dehidrasi berat. Pasien bisa menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Pengobatan HHNK adalah dengan rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular. Komplikasi metabolic lainnya adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Hipoglikemia terjadi apabila penderita menerima insulin dengan jumlah lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Hipoglikrmia disebabkan oleh pelepasan epinefrin juga akibat kekurangan glukosa dalam otak dan hal ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian. Penatalaksanaannya adalah dengan memberikan karbohidrat baik secara oral maupun intravena, atau diberikan glucagon.

Komplikasi Vaskuler Jangka Panjang Mikroangiopati lesi spesifik diabetes yang menyerang arteriola

retina (retinopati diabetic), glomerulis ginjal (nefropati diabetic) dan sarafsaraf perifer (neuropati diabetic), otot-otot serta kulit. Keadaan ini ditandai dengan meningkatnya penimbunan glikoprotein. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sekuler yang kecil) dari arteriola retina, akibatnya perdarahan,

neovaskularisasi, dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Pengobatan yang paling berhasil adalah dengan fotokoagulasi. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuri, dan hipertensi. Pasien juga dapat mengalami insufisiensi ginjal dan uremia, pasien mungkin akan memerlukan dialysis atau transplantasi ginjal. Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan III. TINDAKAN PENCEGAHAN Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV IV. LAPORAN KASUS a. Identitas Pasien Nama Alamat Umur Agama Pekerjaan : Ny. Yustina Ramini : Gulon, Magelang : 62 tahun : Katholik : Ibu Rumah Tangga

Tangal Pemeriksaan : 31 Mei 2011 No. RM b. Anamnesis KU RPS : Lemah, letih, lesu : Ny. Ramini kadang kadang sering mengalami lemah, letih dan lesu. Gejala tersebut juga terkadang sering menimbulkan rasa ngantuk dan pasien tidak ingat kapan gejala ini mulai muncul. Seiring gejala tersebut muncul, pandangan pasien terasa semakin kabur dan berat badan pasien yang awalnya 65 kg menjadi 45kg. Pasien juga mengeluhkan sering buang air kecil 3 4 kali pada malam hari yang menyebabkan waktu tidur pasien terganggu. Selain itu terdapat kekakuan di jari-jari tangan pasien. Pasien juga bercerita, dulu sekitar 3 tahun yang lalu pernah terdiagnosis DM yang hingga sekarang harus tetap kontrol dengan rajin. Menurut pengakuan Pasien, sekarang sedang tidak kambuh. Anamnesis Sistem : Cerebrospinal Kardiovaskuler Respirasi Digestive Uropoetika Integumentum : Pusing (-), demam (-), mata kabur (+) : tidak ada keluhan : tidak ada keluhan : tidak ada keluhan : Poliuria dan 3-4 pada waktu tidur : tidak ada keluhan :-

Muskuloskeletal : kaku jari tangan

RPD -

3 tahun yang lau, pasien mengalami pembengkakan di kakinya, lalu pasien membawa dirinya ke rumah sakit di Sleman dan oleh dokter didiagnosis Diabetes Mellitus dengan GDS sekitar 600. Pasien akhirnya dirawat selama 20 hari dan harus mendapat suntikan insulin sebanyak 4 kali secara berkala. Pada saat itu, pasien mengalami gejala

sering lemah, sering mengantuk, sering haus, sering sekali pipis dan mata mulai kabur. Pasien punya riwayat hipertensi :

RPK -

Ayah pasien meninggal karena penyakit gula :

Kebiasaan dan lingkungan -

Pada saat sebelum terdiagnosis Diabetes Mellitus, pasien mengaku bahwa beliau adalah seorang yang aktif berolahraga, namun kegiatan tersebut terhenti karena suaminya mengalami stroke.

Pasien kurang dapat menjaga makanan. Suami pasien merupakan seorang perokok Pasien tidak merokok apalagi minum alcohol Sumber air minum beliau adalah air sumur. Setelah terdiagnosis Diabetes, pasien mulai mengurangi konsumsi makanan yang mengandung gula, namun tetap banyak makan nasi.

Lingkungan rumah pasien bersih.

c. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Vital Sign TD Nadi Respirasi Suhu Kepala Leher : Baik, kesadaran Compos Mentis dan responsif : : 140/100 : 68x/menit : 18x/menit : 36,5 C : konjungtiva anemis (-), : JVP 5+2 Inspeksi Palpasi Auskultasi : tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa : tidak ada bising

Thorax

: Inspeksi : Ictus cordis terlihat di bagian apeks

Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen :

: ictus cordis teraba lemah angkat : batas jantung normal : suara jantung 1 2 normal, tanpa bising

Inspeksi Auskultasi

:Tidak ada bekas operasi, kemerahan, edem. : Arteri normal, peristaltic usus sangat terdengar sebanyak 9x dalam 1 menit

Perkusi

: suara tymphany di semua region Hepar dan lien dalam batas normal

Palpasi

: nyeri tekan (-), Nyeri lepas tekan (-), Palpasi hepar tidak teraba, Palpasi Lien tidak teraba.

Pemeriksaan Khusus : tidak dilakukan Ekstremitas : t.a.k.

d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang kami lakukan adalah GDS dan urin rutin. GDS : 120 mg/dl Urin Rutin : (n : 75 115 mg/dl) - pH : 6,0 - BJ : 1, 015 - sedimen : penuh leukosit, eritrosi 1-5 - urin kuning agak keruh

V.

PEMBAHASAN a. Interpretasi Identitas Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan kini sudah berumur 63 tahun yang tentu saja sudah masuk ke kategori lanjut usia. Miller mengatakan bahwa proses menua atau menjadi tua mengubah seorang dewasa yang sehat menjadi orang tua yang rapuh atau frail, yang mengalami penurunan dari hampir semua proses fisiologis tubuh.

Penurunan ini akan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit dan kahirnya akan menyebabkan menginggal dunia. Pada usia 60 tahun, proses menua berjalan lebih cepat, sehingga menunjukan proses penurunan fisik yang progresif. Menua, secara karakteristik, ditandai oleh kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis terhadap suatu stress walaupun stress tersebut masih dalam batas-batas fisiologis. Kegagalan mempertahankan homeostasis akan meurunkan

ketahanan tubuh untuk hidup dan mengakibatkan menigkatnya kemudahan kerusakan pada diri individu tersebut. b. Interpretasi Hasil Anamnesis Keluhan Utama Keluhan utama yang diderita oleh pasien adalah letih, lemah dan lesu. Keadaan ini harus dibedakan antara lemah yang disebabkan karena diabetes mellitus dan anemia. Pada anemia, letih dan lemah yang biasanya dirasakan oleh pasien berhubungan dengan keadaan sel darah merah selaku pembawa oksigen. Oksigen tersebut sangat berguna sebagai sumber tenaga bagi sel-sel tubuh. Ketika sel darah merah mengalami gangguan atau mengalami defisiensi, pasokan oksigen ke dalam sel tubuh pun menjadi tidak adekuat. Hal ini akan bermanifestasi lemah letih yang disebabkan karena tidak adanya ATP yang dihasilkan, serta pucat atau konjungtiva anemis pada pemeriksaan kepala. Sedangkan pada penderita diabetes mellitus, lemah diakibatkan karena glukosa yang seharusnya bisa dimetabolisme oleh tubuh

mengalami gangguan, sehingga glukosa seolah-olah tidak terpakai oleh tubuh. Metabolisme glukosa sendiri sangat berguna bagi pembentukan energi. Oleh karena itu, jika metabolisme glukosa ini terganggu, akan berdampak letih, lemah dan lesu. Letih lemah dan lesu pada penderita diabetes tidak diiringi dengan konjungtiva anemis.

Riwayat Penyakit Sekarang Setelah kami anamnesis, gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien adalah letih, lemah dan lesu yang juga bisa mengakibatkan rasa ngantuk.Seperti yang sudah dijelaskan di atas, gejala-gejala tersebut terjadi karena malfungsi dari metabolisme glukosa pada tubuh, sehingga energi dan kalori pun berkurang. Hal ini menyebabkan pasien merasa lemas walaupun sudah banyak makan. Pasien juga merasa bahwa terdapat gejala sering haus dan adanya penurunan berat badan yang semula 65kg menjadi 45kg. Dari gejala-gejala tersebut, kemungkinan penyakit pasien mengarah pada Diabetes Mellitus. Adapun gejala khas dari DM adalah poli uria atau banyaknya pipis, yang lama-kelamaan akan mebuat pasien merasa haus atau yang disebut dengan polidipsi. Selain itu, gejala khas lain dari DM ini adalah adanya penurunan berat badan.

Anamnesis System 1. Cerebrospinal Pasien tidak menderita demam, kemungkinan tidak ada infeksi sistemik maupun reaksi peradangan yang berat. Pasien mengalami lemah letih dan dan mudah mengantuk, kemungkinan bisa terdapat anemia, defisiensi zat besi, defisiensi B12 atau bisa juga pasien terkena gejala Diabetes Melitus ( Polidipsy, Poliphagi, Poliuri ). Pasien mengaku bahwa penglihatannya mulai kabur. Kemungkinan jika pasien ini benar-benar mengalami Diabetes Mellitus, maka penyakitnya tersebut sudah berkomplikasi ke arah neuropati diabetik yang menimbulkan katarak atau kelainan pada lensa. Kaitan atau hubungan antara Diabetes Mellitus dan katarak ini disebabkan oleh gangguan jalur poliol (yang didalamnya terjadi proses perubahan dari glukosa menjadi sorbitol, lalu sorbitol menjadi fruktosa) akibat kekurangan insulin. Kejadian ini akan mengakibatkan

10

terjadinya penimbunan sorbitol pada lensa dan akhirnya terjadi katarak (biasanya pasien merasakan pandangan menjadi kabur) bahkan kebutaan. 2. Kardiovaskuler Menurut pengakuan pasien tidak ada keluhan pada sistem ini, baik berdebar debar maupun sakit dada. 3. Respirasi Menurut pengakuan pasien tdak ada keluhan pada sistem ini dari segi sesak nafas. 4. Digestive Menurut pengakuan pasien tidak ada keluhan pada sistem ini. 5. Uropoetika Pasien merasa sering sekali BAK, bahkan di sela-sela tidur pun pasien bisa BAK 3-4 kali. Hal ini kemungkinan terkait dengan salah satu gejala khas dari Diabetes Mellitus yaitu Poliuri. Pasien-pasien diabetes mellitus biasanya mengalami defisiensi insulin. Hal ini akan menyebabkan pasien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma agar tetap normal apalaagi setelah makan karbohidrat. Jika keadaan ini dibiarkan maka akan terjadi hiperglikemia atau kadar glukosa pada darah akan semakin tinggi. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang batas normal ginjal maka timbul glukosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik (seperti yang kita ketahui bahwa glukosa ini mempunyai sifat mudah menarik air) yang akhirnya meningkatkan pengeluaran urin. 6. Integumentum Tidak ada keluhan dari pasien mengenai keadaan integumentum. 7. Muskuloskeletal Seiring dengan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien, beliau juga merasakan adanya kekakuan pada sendi-sendi di jari-jari

11

tangannya. Kekauan tersebut juga disertai dengan bengkak.Hubungan antara Diabetes Mellitus dan kaku sendi masih tidak adapenjelasan yang jelas.

Riwayat Penyakit Dahulu Menurut pengakuan pasien, 3 tahun yang lalu pernah mengalami bengkak pad kakinya. Bengkak juga dirasakan sakit dan makin lama makin membesar disertai cairan di bawah kulitnya. Pasien dibawa kerumah sakit dan dikeahui bahwa pasien mengalami diabetes melitus, pasien di rawat dirumah sakit selama 20 hari dan mendapatkan pengobatan insulin secra injeksi sebanyak empat kali. Tingginya kadar glukosa dalam darah mengakibatkan terjadinga penumpukan glukosa pada cairan tubuh. Hal ini lalu dapat menimbulkan bengkak terutama pada bagian ekstremitas. Keadaan ini juga memacu proses peradangan sehingga pasien akan merasakan nyeri pada daerah tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan pada keadaan ini adalah dengan mengeluarkan cairan yang tertimbun dengan cara merobek kulit. Setelah terjadinya bengkak tersebut, pasien sebenarnya sudah mengalami gejala-gejala khas dari Diabetes Mellitus seperti polidipsi, poliuria, poliphagi dan penurunan berat badan, namun pasien sama sekali mengacuhkan keadaan tersebut. Selain dari gejala-gejala tersebut, pasien juga menderita hipertensi. Namun kami bingung apakah keadaan hipertensi tersebut didapat sebelum atau sesudah pasien terdiagnosis Diabetes Mellitus. Namun kaitan antara Hipertensi yang terjadi setelah Diabetes Mellitus dapat dijelaskan lebih mudah. Tingginya kadar glukosa pada darah mengakibatkan gangguan homeostasis pada tubuh serta menyebabkan peningkatan nilai viskositas darah yang selanjutnya akan menyebabkan Hipertensi. Riwayat Penyakit Keluarga

12

Ayah dari pasien meninggal karena penyakit gula. Banyak litertur yang menjelaskan bahwa penyakit Diabetes Mellitus ini juga dapat diturunkan atau dapat bersifat herediter. Namun, proses penurunan ini masih belum menemukan kejelasan. Beberapa kemungkinan faktor Diabetes Mellitus yang herediter ini adalah kerusakan pada sel beta ( sehingga insulin tidak tersintesis ) dan kerusakan reseptor insulin pada sel (sehingga resisten terhadap insulin)

Lingkungan dan Kebiasaan Menurut pengakuan pasien, sewaktu muda, beliau sangat aktif berolah raga, namun sekarang sudah tidak lagi karena mengurusi suami yang mengalami stroke. Pasien juga terkadang sangat sulit untuk mengontrol asupan makanan. Kedua hal tersebut kemungkinan bisa menyebabkan dislipidemia pada pasien dan dapat beresiko lebih besar terhadap penyakit Diabetes Mellitus. Lingkungan rumah pasien bersih, namun suami pasien adalah seorang perokok. Selain itu, sumber air minum yang digunakan oleh pasien adalah air sumur.

c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Masih baik, responsive (kesadaran compos mentis). Alhamdulillah saat diperiksa, pasien sedang tidak mengalami rasa mengantuk atau somnolen. Tanda Vital Tekanan darah pasien 140/100 mmHg air raksa yang masuk ke dalam kategori hipertensi grade I. Nadi, suhu dan respirasi masih dalam batas normal. Sehingga tidak menunjukkan adanya tanda-tanda terkena infeksi. Kepala

13

Tidak terdapat tanda anemis. Hal ini menunjukan bahwa lemah, letih dan lesu yang ditimbulkan bukan disebabkan karena anemia, melainkan proporsi lebih kepada Diabetes Mellitus. Leher JVP masih dalam batas normal tidak ada kelainan kardiovaskuler yang menyertai. Abdomen 1. Inspeksi :

Tidak ditemukan adanya bekas operasi, berarti kemungkinan tidak ada penyakit yang disebabkan pasca operasi. Tidak ditemukan adanya kemerahan dan oedem, berarti tidak ada inflamasi dari luar dan tidak ada keterkaitan dengan trauma yang disebabkan benda tumpul.

Tinggi dada dan tinggi perut sejajar, berarti tidak ada kelainan pada morfologi paru-paru maupun ascites.

2. Auskultasi : Aorta abdominalis, arteri renalis dan arteri iliaca tidak terdengar adanya bruit. Peristaltic usus normal, berarti tidak ada gangguan pada saluran pencernaan bagian bawah. 3. Perkusi Perkusi area abdomen timpani, berarti tidak ada kecurigaan yang mengarah ke ascites atau adanya massa. 4. Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan disemua regio abdomen Tidak terdapat nyeri tekan lepas di semua region abdomen. Nyeri tekan lepas itu sendiri biasanya terdapat pada apendisitis, peritonitis, maupun perforasi dari organ saluran cerna. Pada palpasi atau perabaan tidak teraba hepar ataupun lien, berarti tidak terdapat perbesaran pada kedua organ ini.

14

d. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Penunjang Setelah kami melakukan pemeriksaan fisik, kami juga berkesempatan untuk memeriksa kadar gula darah sewaktu dan urin rutin dari pasien. GDS Kadar GDS atau gula darah sewaktu pada pasien yaitu : 120 mg/dl dengan nilai baku pada puskesmas Salam yaitu 75115mg/dl. Kadar GDS pasien ini sedikit meningkat. Kemungkinan terjadi gangguan terhadap toleransi glukosa atau positi Diabetes Mellitus. Urin Rutin Pada pemeriksaan urin rutin yang kami lakukan, semuanya normal, namun terdapat leukoitosis, kemungkinan pasien

mengalami infeksi saluran kemih bagian bawah. e. Alasan Diagnosis Banding dan Diagnosis Akhir

15

Dari proses keseluruhan anamnesis yang kami lakukan, akhirnya diagnosis banding kami adalah Diabetes Mellitus, hipertensi dan infesksi saluran kemih bagian bawah. 1. Diabetes Mellitus tipe 2 Yang pertama kami lakukan adalah menyingkirkan kemungkinan antara diabetes melitus dan pesaingnya diabetes insipidus, karena keduanya biasanya menimbulkan gejala yang sama seperti lemah, letih dan lesu, adanya poliuria dan rasa haus yang berlebih. Untuk dapat membedakan keduanya, harus melalui pemeriksaan penunjang. Pada diabetes mellitus, GDS dan GDP akan meningkat dan juga akan terdapat glukosuria. Sedangkan pada diabetes insipidus, kadar gula darah akan tetap pada ambang batas normal. Hal ini dikarenakan, pada Diabetes Mellitus terjadi gangguan dalam metabolisme glukosa yang biasanya berhubungan dengan faktor insulin yang seharusnya bekerja untuk menjadi alat pembawa glukosa untuk dserahkan ke dalam sel yang selanjutnya akan dipakai untuk pembentukan energi. Sedangkan pada Diabetes Insipidus, gangguan atau kelainan terjadi pada hormon pengatur Diuresis yang disebut ADH atau anti diuretic hormone.ADH ini bekerja untuk mereabsorbsi air pada tubulus ginjal sehingga air tidak serta merta dikeluarkan oleh tubuh dan menghindari kekurangan cairan. Jika ADH ini mengalami defisiensi atau bahkan tidak disintesis, maka pengaturan air ini akan hilang, dan akibatnya cairan akan hilang melalui urin.

2. Hipertensi Keadaan hipertensi yang dialami oleh pasien sudah cukup parah, karena keadaan diastole-nya yang cukup tinggi yaitu 100mmHg 3. Infeksi Saluran Kemih bagian bawah Diagnosis ini terbukti karena adanya leukositosis pada pemeriksaan urin rutin. Semula kami mengira bahwa pasien sedang mengalami

16

keputihan, namun riwayat keputihan disangkal. Ada salah satu faktor yang juga membingungkan kami adalah tidak adanya demam atau rasa tidak enak badan yang dirasakan oleh pasien.

f. Pemeriksaan Lanjutan Kami merasa bahwa pasien ini tidak bisa langsung dilepas begitu saja namun harus ada pemeriksaan lanjutan baik bersifat rutin atau membantu penyembuhan. 1. Untuk Pandangan yang kabur. Karena pasien merasa pandangannya semakin kabur yang disebabkan karena katarak, maka kami menganjurkan pasien untuk memeriksakan matanya ke dokter spesialis mata agar mendapatkan penanganan yang lebih khusus dan yang lebih optimal sebelum katarak yang dideritanya meninmbulkan kebutaan. 2. Untuk Poliuria Karena pasien mengalami gejala poliuria, sebaiknya pasien

memeriksakan kesehatan ginjalnya dengan memeriksa faal ginjal yang terdiri dari pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin. g. Edukasi 1. Untuk Diabetes Mellitus Agar kadar glukosa tubuh tidak terlalu meningkat, pasien harus dapat menjaga asupan gula, lalu perbanyak makan sayur. Pasien juga diminta agar rajin olah raga kembali Pasien diminta agar sedapat mungkin menghindari stress.

2. Untuk Hipertensi Mengurangi asupan garam Menghindari stress Istirahat yang cukup

3. Untuk ISK

17

Pasien diminta untuk memperbanyak minum dan tidak menahan pipis. Sehingga mekanisme washout pasien lebih bagus dan dapat membantu penyembuhan dari ISK yang dialami pasien.

Pasien diminta untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaannya agar tidak memperparah keadaan ISK.

h. Terapi dan alasan pemilihan terapi 1. Untuk Diabetes Mellitus Karena pasien sudah usia lanjut, maka kami menggunakan alfaglukosidase inhibitor atau biguanide (metformin) Obat ini bekerja dengan menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan glikogen sintase. Pada umumnya dipakai pada saat bersama dengan waktu makan. Dosis penggunaan : Alfa-glukosidase inhibitor 100-300 mg/hari

Biguanide(Metformin) 250-3000 mg / hari

2. Untuk Hipertensi Untuk hipertensi, biasanya digunakan obat penghambat sistem reninangiotensin atau ACE inhibitor seperti captopril. Dosis penggunaan : 1 tablet 50mg, diminum 3x sehari. 3. Untuk ISK Setelah terbukti adanya ISK dengan adanya leukositosis, maka dapat diobati dengan antibiotik spektrum luas terlebih dahulu seperti amoxicylin. Dosis penggunaan : 1 tablet 500mg setiap 8 jam, selama 3-5 hari. Harus tepat waktu dan harus dihabiskan.

18

VI. VII. PENUTUP Kesimpulan Diabetes Mellitus merupakan penyakit atau kelainan pada metabolisme glukosa dimana glukosa yang sudah masuk dalam tubuh tidak dioksidasi untuk menjadi energi yang dikarenakan adanya kekurangan atau defisiensi dari hormon pankreatik atau insulin. Penumpukan glukosa yang terjadi di pembuluh darah

mengakibatkan hiperglikemia, setelah itu dapat juga terjadi pemunmpukan di urin. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah rasa haus yang berlebih, penurunan berat badan, produksi urin yang berlebih, juga nafsu makan yang meningkat. Pada PPK kali ini, kelompok kami berkesempatan untuk melakukan pemeriksaan kepada pasien penderita Diabetes Mellitus yaitu ibu YR. Beliau sudah mengalami gejala DM sekitar 3 tahun yang lalu tetapi dengan pola hidup yang baik, gejala sudah mulai menurun walaupun masih ada beberapa gejala yang sering kambuh seperti buang air kecil yang terus menerus hingga mengganggu waktu tidurnya. Selain itu, seiring dengan perjalanan gejalanya tersebut, pasien juga merasa pandangannya mulai kabur. Beliau sudah sempat

memeriksakan keluhan tersebut dan ternyata beliau mengalami katarak yang merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus. Saat pemeriksaan, hampir seluruhnya menunjukan normalitas karena pasien sendiri juga mengaku bahwa penyakitnya sedang tidak kambuh. Pada saat pemeriksaan fisik, ternyata dapat ditemukan beberapa penyakit penyerta pada pasien seperti Hipertensi. Pada PPK kali ini pun kami berkesempatan untuk memeriksa gula darah sewaktu pasien dan hasilnya memamng sedinkit mengalami

19

peningkatan yaitu 120 mg/dl dengan nilai normal baku puskesmas sebesar 115mg/dl. Selain pemeriksaan gula darah sewaktu, kami juga memeriksa urin rutin pasien dan dari pemeriksaan tersebut ditemukan adanya leukositosis. Kemungkinan pasien ini juga mengalami infeksi di saluran kemih bagian bawah. Terapi untuk pasien ini ditujukan untuk Diabetes Mellitus, hipertensi dan ISK yang diderita pasien.

Saran Menurut kelompok kami, seharusnya kegiatan PPK ini

dilaksanakan setelah materi-materi pada suatu blok tersebut sudah dibahas pada saat tutorial dan kuliah pakar agar bekal yang kami punya lebih lengkap serta akurat dan kami akan lebih siap dalam menghadapi PPK.

20

Anda mungkin juga menyukai