Anda di halaman 1dari 8

Four Approaches to Alternative Media Introduction Media alternatif (alternative media/MA) bersama ide-idenya sangat penting untuk diaktivasi.

Pertama, dengan merujuk pada seksualitas, hak perempuan, rasisme, atau lingkungan, mereka berusaha memperluas hak secara politis. Kedua, mereka secara eksplisit menempatkan hal politis dalam proyek demokrasi terbuka. Ketiga, mereka menolak konsep otoritarian dalam kehidupan dan politik hingga pada hubungannya dengan kekuasaan. Keempat, mereka membicarakan pergerakan tentang ide-ide yang diatribusikan pada perubahan. Terakhir, media alternatif memiliki sejarah yang menunjukkan bahwa mereka selalu kesulitan untuk bertahan di dalam ekonomi pasar, sehingga perlu untuk dikembangkan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa media tidak berada dalam ruang hampa, akan tetapi bersinggungan atau terikat dengan latar ekonomi, politik, maupun budaya dalam lingkup lokal, nasional, dan juga internasional. Dalam model demokrasi partisipatoris, warga negara dan berbagai instrumen partisipasi lainnya yang inklusif dan representatif merupakan komponen penting. Demokrasi langsung membutuhkan bentuk partisipasi yang lebih individual, dalam artian dapat menciptakan pengambilan keputusan berdasarkan agregasi opini setiap individu-individu, sedangkan eksistensi dari lembaga perwakilan dalam pemerintahan saja tidak cukup. Untuk mencapai partisipasi penuh, dibutuhkan ruang yang mempersilakan pengembangan sikap individu dan kualitas psikologis selama proses partisipasi berlangsung (Pateman, 1970: 42). Media, khususnya dalam komunitas lokal, dapat (dan seharusnya) diikutsertakan sebagai salah satu ruang ini. Defining the identity of alternative media Tulisan ini berusaha menggabungkan empat pendekatan teoretis untuk menggambarkan keberagaman dan spesifikasi dari media alternatif, mendemonstrasikan peran penting mereka, serta masalah-masalah yang mereka hadapi. Keberagaman ini bahkan terlihat pada kontekstualisasi konsep-konsep seperti media alternatif, media komunitas, civil society media, dan rhizomatic media, yang ternyata masih menjadi perdebatan walau terdapat persamaan-persamaan di antaranya. Kemudian secara khusus, tulisan ini juga menyorot tentang antagonsime yang secara tradisional dipandang sebagai konfrontasi antar aktor yang memiliki identitas tetap. Laclau dan Mouffe (1985) berargumen bahwa situasi ini dapat
1

mengancam sekaligus menetapkan identitas, dalam pandangan esensialis maupun relasionalis. Antagonisme memainkan peran penting dalam mendefinisikan identitas media alternatif, terkait tentang relasi, kontingensi, dan artikulasinya dengan masyarakat, pasar, dan pemerintahan/negara. Multi-theoretical approaches

Analisis media alternatif dan pendekatannya dapat kita mulai dari definisi radio komunitas yang dikembangkan oleh AMARC-Europe, salah satu cabang dari World Association of Community Radio Broadcasters, yakni sebuah organisasi yang mempelajari berbagai macam praktik radio di berbagai benua. AMARC Europe (1994: 4) menjelaskan stasiun radio komunitas sebagai a non-profit station, currently broadcasting, which offers a service to the community in which it is located, or to which it broadcasts, while promoting the participation of this community in the radio. Approach one: Serving a community Bagi Tonnies (1963), terdapat distingsi antara komunitas dan masyarakat, di mana komunitas didefinisikan sebagai adanya keterikatan manusia secara dekat dan kongkret atas dasar identitas kolektif. Sedangkan pada masyarakat tidak ditemukan identifikasi relasi kelompok (Martin-Barbero, 1993: 29). Komunitas merujuk pada intisari dari keluarga besar (notion of a big family), sedangkan masyarakat menunjukkan kohesi sosial dan kooperasi yang dingin, tidak terikat, serta jalan hidup yang lebih fragmentaris. Dibandingkan dengan perasaan ketentanggaan (neighbourliness), orang-orang terisolasi (Morris dan Morton, 1998: 1213). Secara tradisional, komunitas dapat dibedakan dalam hal geografis/tempatnya berada dan etnisitas orang-orang didalamnya (Leunissen, 1986). Perbedaan selanjutnya adalah bahwa

komunitas tidak membutuhkan tubuh organisasi yang formal, walau seringkali mereka dihubung-hubungkan dengan hal ini. Konseptualisasi struktural dari komunitas termasuk di antaranya adalah, - Melengkapkan yang geografikal dengan yang non-geografikal (community of interest) - Melengkapkan yang struktural/material dengan budaya. Contoh konseptualisasi di atas dapat ditunjukkan pada analisis terhadap dampak teknologi informasi dan komunikasi (ICT) pada kehidupan sehari-hari. Analisis ini menunjukkan bahwa komunitas tidak hanya terbentuk dalam ruang gerografis semata, namun juga pada ruang cyber, yang biasa disebut sebagai komunitas virtual atau online. Orang-orang dalam komunitas virtual atau online dapat membentuk pengelompokan yang kuat, kohesif, dan suportif, yang tersampaikan secara global (Kitchin, 1998: 86-97).

Konseptualisasi kedua menempatkan komunitas sebagai dunia pemaknaan di dalam pikiran anggota-anggotanya (Cohen, 1985: 20). Dalam perspektif ini, komunitas secara aktif terus dibentuk oleh anggota-anggotanya, dan mereka mendapatkan identitas dari konstruksi ini. Perspektif ini juga melihat komunitas sebagai sesuatu yang cair dan kontingen, di mana perasaan kebersamaan pada komunitas tidak terlalu memisahkan diri dari afinitas terhadap komunitas lain atau struktur sosial. Setelah membahas tentang konseptualisasi komunitas, maka kita akan membahas tentang akses dan partisipasi sebagai sebuah pendekatan yang memandang bahwa media alternatif melayani komunitas-komunitas. Pertama, partisipasi ini dibedakan dalam partisipasi di dalam (in) dan melalui (through) media, yakni adanya partisipasi non-profesional dalam produksi konten media dan pengambilan keputusan media, dalam artian mempersilakan masyarakat aktif berkomunikasi dan mempersilakan masyarakat untuk mengadopsi serta
3

memperkuat sikap demokratis mereka di dalam media, serta menyediakan kesempatan partisipasi ekstensif pada debat publik dan representasi dalam ruang publik melalui media. Definisi akses (access) menekankan pada ketersediaan kesempatan untuk memilih program yang relevan dan demi mendapatkan timbal-balik. Sedangkan partisipasi (participation) memerlukan tingkatan yang lebih tinggi akan keterlibatan publik dalam proses produksi, manajemen, serta perencanaan sistem komunikasi (Servaes, 1999: 85; lihat ICSCP, 2004). Partisipasi dapat dilihat sebagai proses di mana anggota komunitas secara individual memiliki tingkat kekuasaan tertentu untuk mempengaruhi atau menentukan keputusan dari sebuah proses kelompok (Pateman, 1970, 71). Dalam konteks media dan komunitas, media alternatif seperti yang dijelaskan di atas bukan hanya mempersilakan, namun juga memfasilitasi partisipasi dari setiap anggota komunitas pada konten yang diproduksi dan juga organisasi yang memproduksinya. Walau mungkin ketimpangan kekuasaan tidak akan hilang sepenuhnya, media alternatif dapat memperkuat anggota-anggota komunitas untuk memberi keputusan, baik di tingkat konten media dan organisasional.

Dalam pendekatan ini, hubungan antara penyiar/pelaku media (broadcaster) dengan komunitas adalah basis terpenting. Khalayak tidak dipandang sebagai agregat dari individu yang memiliki karakteristik sosio-demografis dan ekonomi yang umum, akan tetapi sebagai individu-individu kolektif yang bersama menjalin hubungan kelompok. Selain itu, tujuan dari pendekatan media alernatif ini juga untuk mendorong dan memfasilitasi akses dan partisipasi oleh dan untuk anggota komunitas. Topik yang dianggap relevan bagi komunitas akan diangkat dan didiskusikan bersama, tanpa memedulikan posisi subyektif karena mereka menganggap setiap pendapat anggota merupakan pendapat yang penting. Sedangkan bagi komunitas yang terpinggirkan, media alternatif dapat membuka saluran komunikasi bagi mereka, memperkuat identitas internal, menyampaikan identitas ini pada dunia luar, dan pada akhirnya mendorong perubahan dan atau perkembangan sosial.

Akan tetapi, kelemahan dari pendekatanmelayani komunitasini adalah orientasi yang berlebihan pada komunitas menciptakan situasi ketergantungan pada komunitas. Padahal dalam konteks komunikasi dua arah, mereka memerlukan dua pihak yang memiliki ketertarikan dan kepentingan yang sama dalam berkomunikasi. Ketika wacana dominan media menyandarkan diri pada komunikasi satu arah, memperjuangkan kepentingan komunitas dalam bentuk komunikasi dua arah semata justru akan membuat komunikasi yang dilakukannya tidak lagi berbicara untuk kepentingan mereka. Hal ini merupakan kelemahan dari komunikasi dua arah, terutama dalam hal kemampuan dan kepentingan. Difusi teknologi pada komunikasi dua arah juga masih tertinggal dibandingkan komunikasi satu arah. Tidak hanya itu, konsep komunitas seringkali terperangkap pada pemaknaan geografis, yang membuat media alternatif hanya berada pada skala lokal yang kecil. Secara tidak langsung mengurangi peran mereka untuk melayani komunitas, dan akhirnya mengarahkan pada adopsi format media komersial untuk bertahan. Approach two: Alternative media as an alternative to mainstream media Pendekatan kedua ini menyampaikan konsep mengenai distingsi antara media arus utama (mainstream) dengan media alternatif. Media alternatif tidak dapat dipisahkan dari ideologi, dominasi, dan konsep hegemoni Gramscian (Atton, 2002: 15). Media alternatifdan radikalsecara umum memang berskala kecil dan memberikan pandangan alternatif atas kebijakan, prioritas, dan perspektif yang hegemonik (Downing et.al., 2001: v). Ketika membicarakan media alternatif, maka juga penting untuk membahas hubungan antara media dan representasi (representation) karena media alternatif lahir untuk menyuarakan ideologi mereka yang direndahkan (under) atau salah (mis-) direpresentasikan oleh saluran komunikasi mainstream seperti yang disampaikan Fleras dan Kunz (2001: 40). Media mainstream cenderung mengkontruksi dan melegitimasi nilai sosial yang utama (leading) dan realitas semu. Mereka juga memiliki kemampuan untuk mengangkat isu spesifik ke dalam arena publik dan secara ideologis menentukan prioritas pada ide aktor-aktor sosial (pemerintah, politisi, sektor privat, dan sebagainya) ketimbang memprioritaskan pandangan dari masyarakat minoritas. Representasi dalam konteks politis menjadi pertarungan makna (struggle for meaning), dan dapat menjadi sumber penting dari produksi pengetahuan sosial dengan menciptakan sistem yang berjalan lebih intim dengan praktik sosial dan pertanyaan atas kekuasaan (Hall, 1997: 42). Para akademisi sosial telah memperhatikan signifikansi politis pada konstruksi kelas,
5

etnis, ras, gender, atau identitas seksual melalui pengembangan gambar (images) dan narasi/bahasa, seperti yang menjadi kritik Foucault (1980: 114). Dengan kata lain, media mainstream memegang peran penting untuk menentukan bentuk dominan dari common sense. Namun demikian, kelompok subordinat melalui media alternatif dapat berkesempatan untuk memproduksi pandangan atau representasi yang non-konformis dan kontra-hegemoni dengan representasi dalam media mainstream, walau hal ini tetaplah sulit. Hal ini berarti, media alternatif memiliki hubungan negatif dengan media mainstream. Hari ini, media mainstream dapat diartikan sebagai media yang; - Berskala besar dan bergerak untuk segment khalayak yang besar dan homogeny, - Organisasi yang dimiliki pemerintah atau perusahaan komersial, - Organisasi berstruktur vertical yang dijalani oleh para professional, - Membawa representasi dan wacana (discourses) dominan. Sedangkan media alternatif cenderung diartikan sebagai; - Berskala kecil dan berorientasi pada komunitas spesifik, termasuk kelompok yang tertindas, untuk menghargai keberagaman, - Independen dari pemerintah dan pasar, - Berstruktur horizontal, mempersilakan fasilitasi akses dan partisipasi khalayak dalam kerangka demokratisasi dan multiplisitas, - Membawa representasi dan wacana non-dominan dan kontra-hegemoni,

menekankan pada pentingnya representasi diri. Penjelasan lebih lengkap mengenai media alternative dapat dilihat pada tabel di bawah (Lewis, 1993: 12 dan Downing, et.al., 2001: v-xi).

Pada pendekatan ini, media alternatif dipandang sebagai alternatif dari dan pelengkap dari media mainstream dalam tingkatan organisasional dan konten. Media alternatif berada independen dari pemerintah dan pasar, yang berbeda dengan media mainstream yang sangat ditekan oleh kepentingan pasar. Media alternatif juga memiliki struktur horizontal sebagai contoh alternatif dari sebuah organisasi, sehingga memungkinkan keseimbangan antar struktur jika dibandingkan dengan struktur vertikal pada media mainstream. Pada tingkat konten, media alternatif menawarkan ideologi, representasi, dan wacana yang lebih beragam daripada media mainstream, yang dimunculkan dari adanya partisipasi tinggi oleh beragam kelompok sosial sehingga dapat memberikan ruang kepada manifestasi budaya lokal kelompok etnis minoritas (Jankowski, 1994: 3). Media mainstream cenderung berorientasi pada elit dan mengutamakan sumber dari pemerintah yang menyebabkan bias struktural (lihat McNair, 1998: 75ff), sedangkan media alternatif berorientasi pada beragam suara, gerakan sosial, minoritas, dan kontra/sub-budaya yang berarti lebih beragamnya konten yang tersedia. Kondisi kerja media alternatif juga mendorong dilakukannya eksperimen dalam memproduksi format dan genre konten yang melahirkan inovasi. Jika melihat hubungan antara media mainstream dan media alternatif secara antagonistik, maka media alternatif berada di posisi yang kurang menguntungkan. Skala yang kecil,
7

independen, berstruktur horizontal, serta membawa wacana dan representasi non-dominan sulit untuk menjamin stabilitas organisasional dan finansial media alternatif, khususnya jika melihatnya dalam konteks kompetisi dan usaha melawan hegemoni jika dibandingkan dengan media mainstream. Media alternatif yang diartikulasikan tidak professional, tidak efisien, dan memiliki khalayak terbatas terkadang membuatnya termarjinalkan oleh kelompok sosial yang mereka perjuangkan suaranya. Hal ini membuat hilangnya alternatif, karena media mainstream telah dianggap cukup memegang relevansi itu kepada masyarakat. Oleh sebab itu, beberapa negara telah mencoba memperkuat media alternatif dan media komunitas untuk menanggulangi masalah-masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai