Anda di halaman 1dari 9

A.

Harga Diri
1. Pengertian Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri ( Stuart, 2007). Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kekalahan dan kegagalan tetapi tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga ( Carpenito, 2001) Harga diri rendah merupakan bagian masalah psikososial yang banyak ditemukan di tengah - tengah masyarakat menunjukkan grjuti oungu, penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi oteh lisien harga diri rendah adalah pasien cenderung untuk menilai dirinya negatii dan merasa lebih rendah dari orang lain (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Mayor: untuk jangka waktu lama / kronis : Pernyataan negatif atas dirinya, ekspresi rasa malu/ bersalah, penilaian diri seakan-akan tidak mampu menghadapi kejadian tertentu, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru. Minor: Seringnya menemui kegagalan dalam pekerjaan, tergantung pada pendapat orang lain, presentasi tubuh buruk, tidak asertif bimbang,dan sangat ingin mencari ketentraman. b. Harga diri rendah situasional suatu keadaan dimana seseorang memiliki perasaanperasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap peristiwa (kehilangan, perubahan). Karakteristiknya : Mayor : Kejadian yang berulang / berkala dari penilaian diri yang negatif dalam berespon terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara positif, menyatakan perasaan negatif tentang dirinya ( putus asa, tidak berguna).

2.

Pembentukan Harga Diri Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan

Minor : Pernyataan negatif atas dirinya, mengekspresikan rasa mal/bersalah, penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa/situasi kesulitan membuat keputusan, mengesolasi diri.

dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).

4.

Aspek-aspek Harga Diri Ada 4 cara untuk meningkatkan harga diri pada individu (Stuart & Sunden, 1998)

yaitu : memberi kesempatan untuk berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk pertahanan diri (koping). Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk

3.

Klasifikasi Harga Diri Harga diri ada 2 macam: harga diri rendah kronis dan harga diri rendah situasi

yang mengakibatkan individu cenderung melakukan kesalahan-kesalahan yang berangkat dari sebab-sebab internal (Carpenito, 2001).

(Carpenito, 2001 ). a. Harga diri rendah kronis adalah suatu kondisi penilaian diri yang negatif berkepanjangan pada seseorang atas dirinya. Karakteristiknya antara lain :

B. Konsep Harga Diri Rendah


1. Pengertian Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadp diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai

keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998). Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Harga diri meningkat bila diperhatikan/dicintai dan dihargai atau dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi/positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Yoseph, 2009).

a.

Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistis.

b.

Faktor presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, mengalami kegagalan serta menurunya produktivitas.

Sementara menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa

2.

Proses Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam http:www.tqm.com) menyimpulkan

disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga menyebabkan rendahnya harga diri seseorang diakibatkan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang mengharagai klien dan keluarga. Sedangkan gangguan harga diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat. Menurut Peplau dan Sulivan dalam Yosep (2009) mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan , lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah. Caplan (dalam Keliat 1999) mengatakan bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu dan adanya

bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya. Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu: 1) Memberikan kesempatan berhasil 2) Menanamkan gagasan 3) Mendorong aspirasi 4) Membantu membentuk koping.

3.

Faktor terjadinya Menurut Fitria (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga

perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

diri rendah yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

Tubuh memang merupakan bagian penting dalam pembentukan konsep diri 4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala harga diri rendah Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah: a. Mengkritik diri sendiri b. Perasaan tidak mampu c. Pandangan hidup yang pesimis d. Penurunan produkrivitas e. Penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah. seseorang, karena kesadaran awal manusia mengenai dirinya dimulai dari kesadaran akan tubuhnya, pengenalan ini semakin lama akan semakin menjadi bagian yang intim dari konsep diri secara umum (James, 1999). Oleh karena itu, selama ini sudah banyak penelitian mengenai body esteem yang dikaitkan dengan harga diri secara keseluruhan; baik melalui studi lintas budaya maupun lintas jender. Dari hasil-hasil penelitian tersebut ditemukan adanya indikasi bahwa body esteem yang rendah berhubungan dengan rendahnya harga diri seseorang; gangguan makan; serta kerentanan terhadap depresi dan gangguan kecemasan (Henriques & Calhoun, 1999; Klaczynski, et al., 2004; Matz, et al., 2002; Verplanken, et al., 2005). Ditemukan pula bahwa hasil-hasil tersebut bervariasi tergantung dari kelompok yang merupakan sasaran studi, berdasarkan jenis kelamin, usia maupun budaya/etnis. Seperti misalnya penelitian yang menemukan bahwa perempuan memiliki body esteem yang lebih rendah dibadingkan laki-laki; dan bahwa perubahan 5. Pohon Masalah body esteem perempuan akan berkontribusi terhadap perubahan harga diri secara keseluruhan; serta bahwa efek body esteem terhadap harga diri secara keseluruhan ini bervariasi antar berbagai kelompok usia dan budaya/etnis (McKinley, 1998; Henriques & Gangguan Persepsi Sensori Calhoun, 1999; Klaczynski, et al., 2004). Teori Sosial Comparison (Dorian & Garfinkel, 2002) menyatakan bahwa setiap orang akan melakukan perbandingan antara keadaan Harga Diri Rendah dirinya sendiri dengan keadaan orang-orang lain yang mereka anggap sebagai pembanding yang realistis. Perbandingan social semacam ini terlibat dalam proses Koping Individu Tidak Efektif evaluasi diri seseorang, dan dalam melakukannya seseorang akan lebih mengandalkan penilaian subyektifnya dibandingkan penilaian obyektif. Bila masyarakat terlanjur Traumatik Tumbuh Kembang Sumber: Yosep (2009) membentuk pandangan bahwa penampilan fisik yang ideal itu adalah seperti yang dimiliki para model yang ditampilkan dalam media massa, maka akan ada kecenderungan bahwa individu akan membandingkan dirinya berdasarkan standar yang tidak realistis. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa orang-orang yang sebenarnya memiliki proporsi tinggi badan serta berat badan yang normal mungkin saja memiliki penilaian yang negatif mengenai tubuhnya karena menggunakan tubuh model-model yang dilihatnya di media

Resiko Perilaku Kekerasan

Berdasarkan jurnal psikologi yang dilampirkan, Hubungan Antara Kebiasaan Berpikir Negatif Tentang Tubuh Dengan Body Esteem Dan Harga Diri, dinyatakan bahwa kebiasaan berpikir negative mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan individu merasa harga diri rendah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan:

masa sebagai pembanding (Vilegas & Tinsley, 2003). Sampai batas tertentu, proses berpikir kritis terhadap diri sendiri memang akan membantu seseorang untuk menilai dirinya sendiri secara sehat dan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Baru-baru ini Verplanken (2006) melakukan penelitian mengenai kebiasaan seseorang untuk berpikiran negatif dalam menilai dirinya sendiri (negative self-thinking habit). Negative self-thinking yang menjadi kebiasaan serta terus menerus muncul secara otomatis, sering dan menetap dalam benak seseorang, tentunya tidak lagi berkontribusi terhadap pembentukan konsep diri yang sehat. Sebaliknya hal tersebut merupakan suatu disfungsi psikologis, yang selanjutnya dapat menurunkan harga diri serta membuat seseorang rentan untuk mengalami gangguan kecemasan dan depresi (Verplanken, 2006). Negative self-thinking habit yang disfungsional memiliki tiga aspek sebagai berikut: (1) pemikiran tentang diri yang muatannya negatif; (2) frekuensi munculnya pemikiran serupa itu secara sering; dan (3) pemikiran ini muncul tanpa disadari, tanpa disengaja, serta sulit untuk dikontrol (e.g., Haaga et al.; Moretti & Shaw dalam Verplanken, 2006).

Kecemasan berkaitan dengan perasaan tidak pasti /tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

2.

Teori-teori kecemasan Teori-teori kecemasan antara lain : a. Teori Psikodinamik Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan

A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Pengertian Menurut Para Ahli a. Sigmound Freud menyatakan bahwa ketegangan atau kecemasan yang terjadi pada diri individu tanpa tujuan atau objek, tidak disadari dan berkaitan dengan kehilangan self image. b. Sulivan menyatakan bahwa kecemasan timbul karena adanya ancaman terhadap self esteem oleh orang terdekat. Pada orang dewasa kecemasan terjadi bila pretige dan dignity diri terancam oleh orang lain. c. Peplau menyatakan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi hubungan interpersonal. Disamping itu kecemasan merupakan respon terhadap bahaya yang tidak diketahui dan terjadi bila ada hambatan pemenuhan kebutuhan. Jadi, kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang melakukan tindakan untuk mengatasi ancaman. b.

kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasankecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988). Teori Perilaku Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan

hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan. c. Teori Interpersonal Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga. d. Teori Keluarga Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga. e. Teori Biologik Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998). d. c.

volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis. Kecemasan berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

3.

Klasifikasi Tingkat Kecemasan Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996). a. Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. b. Kecemasan sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan

Klien datang ke pelayanan kesehatan atau ke psikiatri biasanya mengeluh trias 4. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan a. Kardio vaskuler Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain. b. Respirasi Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik. c. Kulit Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal. Gastro intestinal Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare. Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat. 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan a. Faktor Internal ansietas, yaitu : a. b. c. rasa cemas hari depan tak menentu, over aktifitas, dan perasaan tegang dan takut.

1) Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.

d.

e.

5.

Respon Psikologis terhadap Kecemasan a. Perilaku Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar. b. Kognitif Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lainlain. c. Afektif Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

2) Respon Terhadap Stimulus


Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yang timbul.

3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamnnya sehingga pengetahuannya semakin bertambah

(Notoatmodjo, 2003). Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu.

4) Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan

6.

Tanda gejala ansietas

ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif,

eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

b.

Faktor Eksternal 1. Dukungan Keluarga Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh Kasdu (2002). 2. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh.(Baso, 2000 : 6)

keputusan yang berdampak terhadap ego. 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. a. Faktor predisposisi (stressor pendorong ) Stresor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik situasional. 2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. krisis perkembangan atau b.

neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Faktor presipitasi ( stresor pencetus ) Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan tombulnya kecemaskan. Stresor presipitasi kecemasan

dikelompokan menjadi 2 bagian : 1) Ancaman terhadap integritas fisik ( ketidakamampuan fisiologi) antara lain : a) Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).

b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi firus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak

4) Respon afektif Klien mengekspresikan kecemasan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan tersebut.

adekuatnya tempat tinggal. 2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a) Sumber internal : Kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan ditempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b) Sumber eksternal : Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial,budaya. d.

Mekanisme Koping Ketidakmampuan mengatasi stres secara konstruksi menyebabkan terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas apabila cemas itu sudah berat / menghebat. Cemas ringan sering di atasi tanpa pemikira. Dua jenis mekanisme koping : 1) Orientasi tugas atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba

c.

Perilaku Cemas dapat diekspresikan secara langsung seperti perubahan fisiologis tubuh dan perilaku itu sendiri, atau dalam kondisi tak langsung seperti mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan. 1) Respon fisiologis Secara fisiologis respons tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan system saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Respon parasimpatis yang bertentangan dengan respon tubuh dan respon simpatis yang mengaktifkan proses tubuh. Respon simpatis lebih menonjol untuk mengaplikasikan tubuh mengatasi situasi emergency melalui reaksi fight and flight. 2) Respon psikologis Kecamasan tinggi akan mempengaruhi kordinasi dan gerak reflex. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. 3) Respon kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses maupun isi berpikir. Misalnya tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa dan bingung. e.

menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi

kebutuhan. 2) Orientasi ego atau reaksi yang berorientasi pada ego. Mekanisme ini sering digunakan untuk melindungi diri sendiri sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai mekanisme koping klien apakah adaptif atau tidak hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain : 1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme koping klien 2) Pengaruh tingkat penggunaan mekanisme koping diri tersebut terhadap disorganisasi kepribadian. 3) Pengaruh penggunaan mekanisme koping terhadap kemajuan kesehatan klien 4) Alasan klien menggunakan mekanisme koping.

Sumber Koping Sumber-sumber koping diantaranya :

1) Modal Ekonomi 2) Dukungan Sosial 3) Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah 4) Mengadopsi strategi koping dari orang lain yang berhasil 5) Kayakinan /kepercayaan yang berasal dari budaya atau nilai-nilai dalam masyarakat No 1 1 Dx a. Intervensi Pertahankan cara yang tenang, tidak mengancam selama bekerja bersama klien b. b. Tenangkan pasien tentang keselamatan dan keamanannya dengan kehadiran perawat secara fisik dan jangan biarkan pasien sendirian. c. Jaga agar lingkungan rendah stimulus (lampu yang redup, sedikit orang, dekorasi sederhana) d. Gali bersama klien kemungkinan penyebab terjadinya ansietas d. Pengenalan faktor pencetus adalah faktor pertama dalam mengajarkan pasien untuk memutus peningkatan ansietas e. Ajarkan tanda dan gejala ansietas yang meningkat dan cara memutus progresinya (Misalnya teknik relaksasi, latihan nafas dalam, latihan fisik, jalan cepat, jogging, meditasi) e. Pengetahuan tentang tanda dan gejala, cara memutus progresi ansietas, atau latihan relaksasi dapat menurunkan ansietas c. Suatu stimulus dari lingkungan dapat meningkatkan level ansietas a. Rasional Pasien mengembangkan perasaan aman dengan kehadiran seorang perawat yang tenang Pasien mungkin takut terhadap hidupnya, kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan pasien rasa aman dan jaminan keselamatan

Anda mungkin juga menyukai