Anda di halaman 1dari 5

Cerdas Menggunakan Herbal

March 16, 2010 Artikel Ini di sampaikan pada launching Klub Sehat Afiafit

image from: wong168.wordpress.com Back to nature, sebuah semboyan yang banyak diagungkan belakangan ini. Harus diakui bahwa penggunaan bahan herbal untuk pengobatan akhir-akhir ini meningkat. Banyak faktor yang menyebabkan kenaikan bahan herbal sebagai bahan terapi. Namun seyogyanya pemakaian bahan herbal pun harus dilandasi dasar ilmu yang benar. Karena segala permasalahan jika diserahkan bukan pada ahlinya, maka akan timbul beberapa kerusakan. Demikian juga dalam hal pemakaian herbal sebagai bahan terapi. Kini, bahkan ketika ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat, pelayanan kesehatan menggunakan metode pengobatan tradisional masih banyak dimanfaatkan, baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju. Menurut WHO, hingga 80% penduduk di negara berkembang dan 65% penduduk di negara maju telah menggunakan obat herbal. APA ITU OBAT HERBAL? Bahan herbal adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan sebagai pemberi aroma, perasa, atau untuk pengobatan. Obat herbal sendiri merupakan produk yang berasal dari tanaman dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan. Banyak obat herbal yang telah digunakan secara empiris (turun-temurun) sebagai obat dalam pengobatan tradsional. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor 246/Menkes/Per/V/1990, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah setiap bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Badan POM sendiri menbedakan obat tradisional yang beredar di Indonesia menjadi tiga jenis, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Berdasarkan tingkatan uji klinisnya, obat tradisonal dapat digolongkan menjadi jamu (empirical based herbal medicine), obat ekstrak alam/obat herbal terstandar (scientific based herbal medicine), dan fitofarmaka (clinical based herbal medicine). Jamu adalah jenis herbal yang belum melalui proses uji kelayakan, hanya berdasarkan pengalaman masyarakat, sedangkan obat herbal terstandar telah diuji khasiat dan toksisitasnya (kandungan racun), namun belum diujicobakan penggunaannya pada pasien. Tingkat herbal yang saat ini telah diakui oleh ilmu kedokteran modern adalah yang telah melalui tiga uji penting, yaitu uji praklinik (uji khasiat dan toksisitas), uji teknologi farmasi untuk menentukan identitas atau bahan berkhasiat secara seksama hingga dapat dibuat produk yang terstandardisasi, serta uji klinis kepada pasien. Agar setara dengan obat modern, obat tradisional harus melewati berbagai proses tersebut. Apabila telah lulus uji klinis, obat herbal tersebut kemudian disebut fitofarmaka yang layak diresepkan oleh dokter dan dapat beredar di pusat pelayanan kesehatan. ANTARA PENGOBATAN HERBAL DAN MEDIS Sebagian orang beranggapan jika sudah minum herbal maka tidak perlu perlu pengobatan medis. Pernyataan ini tidak bisa digeneralisir, harus dilihat per kasus. Jika memang herbalnya memang berfungsi terapi dan itulah herbal of choice untuk kasus penyakitnya, ya silakan saja.Namun jika fungsi herbal di situ adalah sebagai suplemen atau terapi pendukung, maka penggunaan obat sintetis kimia masih merupakan drug of choice yang harus tetap dipakai. Sehingga terapi herbal dan medis kimia seyogyanya ditempatkan sebagai komplemen yang saling melengkapi, dan bukannya substistusi dimana yang satu harus menggantikan yang lain. Sebenarnya prinsip obat tradisional (termasuk herbal) tidak jauh berbeda dengan obat modern (obat medis). Apabila tidak digunakan secara tepat juga dapat mendatangkan efek buruk, sehingga tidak benar pernyataan yang beredar di masyarakat bahwa obat tradisional sama sekali tidak memiliki efek samping. Perlu diketahui bahwa tidak semua herbal memiliki khasiat dan aman untuk dikonsumsi, sehingga kembali lagi kepada para konsumen agar lebih teliti dalam memilih obat herbal yang digunakan. Harus pula dibedakan antara istilah pengobatan komplementer dengan pengobatan alternatif. Maksud pengobatan komplementer adalah bahwa obat tradisional tidak digunakan secara tunggal untuk mengobati penyakit tertentu, tetapi sebagai obat pendamping yang telah disesuaikan dengan mekanisme kerja obat medis agar tidak terjadi interaksi yang merugikan, sedangkan istilah pengobatan alternatif menempatkan obat tradisional sebagai obat pilihan pengganti obat medis yang telah lulus uji klinis. Karena terbatasnya riset yang dilakukan terhadap bebrapa herbal, penggunaan herbal sebagai herbal of choice untuk suatu penyakit tertentu masih perlu dipertimbangkan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa beberapa herbal dapat bermanfaat. Namun, karena dosis efektif dan efek samping yang perlu juga diperhatikan menjadikan herbal semnetara ini lebih cocok jika digunakan sebagai terapi komplementer. Untuk mencegah interaksi obat, bisa diatasi dengan pemberian jeda 1-2 jam antara pemberian obat herbal dan obat medis. PERLU DIAGNOSIS Herbal tidak bisa diminum sembarangan karena respon tiap individu bisa berbeda satu sama lain. Meski punya keluhan sama, belum tentu herbal yang diberikan cocok antara satu pasien

dan pasien lain. Karena itu, sebelum memberi pengobatan herbal, seharusnya ditentukan dulu diagnosis (jenis penyakit) pasien. Seperti pengobatan umumnya, diagnosis ini ditegakkan melalui wawancara dengan pasien, pemeriksaan fisik, dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium atau radiologi. Bahkan jika perlu harus ditangani dulu oleh dokter spesialis atau sub spesialis. Dari diagnosis ini akan diketahui pengobatan yang tepat untuk pasien. Tidak bisa disamakan penanganan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Bahakan penyakit yang sama pun bisa berbeda penaganannya bagi setiap individu. Pengobatan yang tepat harus diawali dari diagnosis yang tepat. OBAT HERBAL TANPA BAHAN KIMIA? Kebanyakan orang mengira obat herbal adalah obat yang bebas kimia, sedangkan obat dokter/obat medis adalah obat kimia. Hal ini tidaklah tepat, karena setiap kandungan dari tanaman pasti mengandung bahan kimia. Bedanya bahan kimia dari tanaman sifatnya alami, sedangkan obat medis bahan kimianya buatan atau sintetis. Kalau boleh diistilahkan, obat herbal merupakan bahan kimia alami, sedangkan obat medis adalah bahan kimia sintetis, dan kedua-duanya merupakan bahan kimia. Bahkan beberapa obat-obat modern yang ada saat ini lahir dari sebagian bahan herbal. Sebut saja quinine yang berasal dari tanaman kina sebagai obat malaria, dan vincristine (dari tanaman tapak dara) sebagai salah satu obat kanker. Kedua obat ini sebenarnya telah digunakan sejak dahulu sebagai obat tradisional, namun dosisnya belum dapat ditentukan. Baru setelah ditemukan suatu teknik pemurnian substansi yang efektif, takaran dan khasiatnya dapat diukur dan dikembangkan menjadi obat modern. EFEK SAMPING HERBAL Herbal juga bisa menimbukan efek samping seperti obat-obatan medis. Efek samping yang muncul bisa bermacam-macam, seperti diare, tubuh gemetar, tekanan darah turun drastis, mual, atau pusing. Jika muncul efek samping semacam itu, pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter. Biasanya satu herbal dikonsumsi bersama dengan herbal lain untuk saling melengkapi atau mengurangi efek samping. Misalnya, jati belanda yang biasa digunakan untuk pelangsing memiliki efek samping mengiritasi lambung. Karena itu, konsumsi jati belanda harus bersamaan dengan temulawak atau kunir putih untuk mengurangi iritasi lambung. Patut diingat, selama pengobatan, baik dengan herbal sebaiknya pasien minum dua liter air per hari. Ini untuk membersihkan ginjal. Walaupun sebenarnya, tanpa minum herbal pun kita tetap harus minum banyak untuk kesehatan ginjal. Khasiat obat herbal sendiri terutama obat herbal terstandar dan fitofarmaka dapat dibuktikan melalui hasil penelitian baik melalui uji klinik ataupun uji praklinik. Namun, kedua jenis obat tersebut masih terbatas. Mayoritas herbal yang bererdar di negeri kita masih merupakan produk jamu Meskipun demikian perlu perhatian juga bagi para pengguna obat herbal, karena kata-kata herbal bukan berarti obat tersebut aman untuk dikonsumsi tanpa batasan. Hal ini karena di dalam bahan herbal dapat terkandung zat yang mempunyai efek sangat kuat (bahkan ada beberapa zat aktif yang digunakan untuk pengobatan modern didapat melalui

hasil ekstraksi dari tumbuhan). Jadi sebaiknya penggunaan obat herbal harus sesuai dosis yang telah dianjurkan dan berdasarkan aturan pakai yang ditetapkan. Bahan tumbuhan pun ada juga yang berbahaya bahkan beracun. Semua tahu bahwa makanan binatang Koala adalah daun eucaliptus yang jika dimakan manusia bisa berbahaya. Dan satu lagi bahan herbal tumbuhan alami adalah daun ganja, dan daun koka. Semua pasti kenal dengan daun ganja. tentu saja ini bukan bahan kimia, namun herbal alami. Namun kandungannya sangatlah berbahaya jika dipakai dengan sembarangan. Sedangkan daun koka adalah bahan pembuat kokain yang bahayanya sudah disepakati baik oleh herbalis maupun ahli medis. Jadi, tingkat bahaya dan keamanan tidak bergantung pada bahan alami atau kimia sintetis. Namun banyak faktor berperan dalam keamanan pemakaian satu bahan terapi. Diantaranya adalah dosis, cara pemakaian, lamanya pemakaian dan interaksi pemakaian dengan bahan lain. Keunggulan bahan alami dalam hal keamanan adalah pemakaian jangka lama. Bahan alami cenderung lebih aman jika dipakai dalam jangka lama. Dan memang hampir semua bahan alami ditujukan untuk terapi jangka panjang, bukan untuk terapi akut jangka pendek. Dalam hal serangaan akut jangka pendek, terapi kimia medis lebih unggul. Tidak bisa seseorang langsung menghentikan terapi dokter, lalu diganti dengan terapi yang efeknya baru terasa setelah jangka lama, sementara serangannya akut. HERBAL BUKANLAH SEGALANYA Sebagian orang beranggapan pengobatan herbal adalah pengobatan yang sangat manjur. Herbal dianggap bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Padahal, tidak begitu kenyataannya. Setiap obat pasti mempunyai keterbatasan, termasuk obat herbal. Beberapa kasus mungkin tidak efektf dengan pengobatan herbal, bahkan ada beberapa penyakit yang tidak bermanfaat dengan pengobatan herbal. Seperti hernia yang irreponible dan hemorrhoid (wasir) grade IV, operasi merupakan satu-satunya pilihan penanganan yang tepat. Terkadang tindakan medis seperti operasi, hemodialisis (cuci darah), radioterapi, dan kemoterapi tetap dibutuhkan dalam pengobatan suatu penyakit. Dalam hal ini penggunaan herbal berfungsi sebagai pelengkap (terapi komplementer). Diharapkan dengan penggunaan herbal yang tepat dapat mengurangi keluhan dan mecegah komplikasi yang lebih parah. BUTUH KESABARAN Mencari kesembuhan dengan pengobatan herbal adakalanya dibutuhkan kesabaran. Pasalnya, tidak seperti obat-obat medis, pengobatan dengan herbal ini membutuhkan waktu relatif lebih lama. Justru kalau ada obat herbal bisa cespleng (langsung sembuh), kita patut curiga.herbal yang cespleng biasanya dicampur dengan bahan kimia obat (BKO) tertentu. Pernah terjadi satu kasus di Kalimantan. Seorang ibu ingin anaknya yang kurus karena susah makan jadi doyan makan dan bertambah gemuk. Si ibu lalu membeli jamu kemasan penambah nafsu makan.Dalam waktu satu bulan, anaknya benar-benar menjadi gemuk dan berat badannya bertambah lebih dari 3 kilogram. Setelah diteliti, ternyata herbal itu dicampur steroid. Tidak berapa lama, anak itu mengalami moonface (wajah membulat dan bengkak). Ada juga kasus seorang anak berpenyakit asma tiba-tiba sembuh setelah minum jamu yang dikemas praktisi pengobatan tradisional. Setelah diteliti, jamu itu mengandung tetrasiklin (antibiotik). Jadi, sebaiknya memang tidak sembarang membeli obat-obatan herbal.

KETERBATASAN PENGGUNAAN HERBAL Di negara kita jumlah tanaman obat itu beraneka macam, tetapi sebagian besar dokter kita belum merekomendasikannya karena harus ada standarisasi bahan yang terkandung dalam obat herbal..Standarisasi diperlukan, harus ada hubungan antara dosis dengan efek obat herbal. Kalau tidak distandarisasi maka dosisnya tidak bisa dipastikan, demikian pula efeknya. Inilah yang istilah medis disebut evidence based medicine. Bagaimanapun, sesuatu tidak ada yang sempurna. Penggunaan herbal pun masih memiliki keterbatasan. Pengetahuan tentang dosis efektif, nilai toksisitas, dan efek samping masih dalam proses penelitian. Tidak dipungkiri bahwa beberapa herbal memiliki efek yang mencengangkan. Namun, keberhasilan dalam bebrapa kasus tanpa bukti penelitian yang ilmiah juga belum bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, menjadi motivasi bagi kita untuk lebih memperdalam maslah herbal yang masih menyimpan rahasia yang mengagumkan. Kehebatan obat herbal tradisional bukan tanpa kendala. Regulasi pemerintah mengenai obat herbal tradisional masih belum dipahami semua pihak. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunaan obat jenis belum merata. Ini terjadi karena sebagian besar dokter di Indonesia masih menggunakan obat yang terbuat dari bahan kimia dan cenderung menyepelekan obat herbal tradisional, seperti jamu. Belum lagi ketidakpercayaan industri obat dan pasien terhadap obat herbal tradisional, karena tidak adanya uji coba klinik. TIPS SEHAT MENGGUNAKAN HERBAL 1. Pilihlah produk herbal yang sudah resmi dan berizin. 2. Konsultasikan ke dokter/apoteker sebelum menggunakan herbal. 3. Patuhi dosis anjuran. 4. Jika dalam pengobatan medis, sebaiknya obat medis tetap diminum, beri jeda 1-2 jam. 5. Perhatian dalam penggunaan herbal : anak <5 th, lansia >65 th, ibu hamil dan menyusui. 6. Banyak minum air putih, istirahat yang cukup, olahraga teratur.

Anda mungkin juga menyukai