Anda di halaman 1dari 17

A.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (selanjutnya disingkat P3B) dikenal juga dengan istilah Perjanjian Perpajakan atau Tax Treaty, Tax Convention,Double Tax

Agreement atau Double Tax Treaty. P3B ini pada umumnya merupakan kesepakatan bilateral dua negara tentang bagaimana mengatur pengenaan pajak yang memiliki dimensi internasional dari dua negara yang melakukan kesepakatan itu agar tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda. Pengaturan ini menjadi penting karena beban pajak yang ditanggung oleh orang atau badan yang memiliki kaitan di dua negara tersebut akan mempengaruhi keputusan investasi dan permodalan di antara kedua negara tersebut. Pengertian P3B Treaty memiliki makna suatu persetujuan internasional yang disepakati antar negara dan dibuat sesuai hukum internasional. Sementara itu pengertian Tax Treaty atau P3B itu sendiri adalah suatu persetujuan antara dua Negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal dari suatu Negara yang diperoleh penduduk atau resident negara lain. Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak pemajakan antar negara. P3B tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif pajak. P3B hanya akan mengatur pembagian hak pemajakan sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan, hak pemajakan suatu negara akan dibatasi oleh P3B. Negara Sumber vs Negara Domisili Dalam kaitan pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang melakukan perjanjian perpajakan dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah negara sumber (source country) yang merupakan negara di mana penghasilan yang merupakan objek pajak timbul. Kedua

adalah negara domisili (resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat tinggal, berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan. Baik negara sumber maupun negara domisili biasanya berhak untuk mengenakan pajak berdasarkan undang-undang domestiknya. Pengenaan pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan terhadap satu jenis penghasilan inilah yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili. Contoh sederhana berikut menjelaskan pengertian negara sumber dan negara domisili ini. Misalkan Tuan Teungku Fahri yang bertempat tinggal di Malaysia memiliki saham perusahaan PT Manohara yang berkedudukan di Indonesia. Pada tahun 2009 PT Manohara membagikan dividend kepada para pemegang sahamnya, termasuk Tuan Tengku Fahri yang mendapatkan dividen Rp1.000.000.000,-. Dividen tersebut dibayarkan oleh badan hukum yang berkedudukan di Indonesia (PT Manohara). Dengan demikian negara sumber dalam hal ini adalah Indonesia. Sementara itu, pemilik penghasilan dividend tersebut adalah Tengku Fahri yang bertempat tinggal di Malaysia. Dengan demikian, Malaysia disebut negara domisili dalam kasus ini. Tujuan P3B Sebagaimana telah disinggung di atas, adanya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ; 1. Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda. Aturan ini dikenal dengan istilah Tie Breaker Rule yang dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (2) P3B.

2. Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak. 3. Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing. 4. Adanya ketentuan tentang penerapan metode penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Pasal 23 P3B. 5. Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini. Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien. Dasar Hukum P3B Di Indonesia, P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialistterhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.

Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan, perundingan, ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Penerapan P3B Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif. Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi masih dalam proses perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan. Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah ketentuan tentang tatacara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009, ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009, dan ketentuan tentang pertukaran informasi yang diatur dalam Surat Edraan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/PJ/2009.

B. Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda


1.

Model OECD (Organization for Economic Cooperation and Development OECD adalah organisasi internasional dari negara-negara industri yang berorientasi pada

ekonomi pasar. Saat ini kurang lebih ada 29 negara yang menjadi anggotanya. Dalam sejarahnya, para anggota OECD telah secara intens membicarakan mengenai berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pajak, aliran data antar negara, dan hak-hak privacy. Perjanjian perpajakan mula-mula dicetuskan pada tahun 1921 oleh Liga Bangsa-Bangsa. Model ini merupakan dasar dari model yang dibuat pada tahun 1928 yang dipakai oleh negaranegara yang kemudian tergabung dalam Organization For Economic and Development (OECD)

yang semula merupakan konvensi bilateral yang tergabung dalam The Council of the Organization for European Economic Cooperation (OEEC). Model ini kemudian disempurnakan dalam Model Mexico pada tahun 1943 dan Model London tahun 1946. Komite Fiskal dalam OECD kemudian membuat draft konvensi guna memecahkan permasalahan pajak ganda agar dapat diterima oleh semua anggota OECD, kemudian pada tahun 1963 dibuatlah laporan final dengan judul Draft Double Taxation Convention on Income and Capital Di tahun 1997, sebuah dokumen hasil kajian berjudul Emergence of Electronic Commerce dihasilkan dan didistribusikan dalam momen konferensi internasional berjudul Dismantling the Barriers to Global Electronic Commerce. Hasil dari konferensi ini dijadikan sebagai dasar dari sebuah pertemuan resmi OECD Ministerial Conference di tahun 1998 yang mengambil tema A Borderless World Realizing the Potential of Global Electronic Commerce. Kelanjutan dari konferensi ini adalah disusunnya berbagai dokumen yang berisi usulan kebijakan-kebijakan yang kelak diimplementasikan oleh para anggota OECD. Prinsip yang dianut oleh OECD adalah hak pemajakan ada pada negara domisili (shall be taxable only in resident country). Negara sumber (source country) harus rela untuk menahan diri dari klaim pemotongan pajak sumber, dan apabila mengaplikasikan pemotongan pajak sumber (withholding tax at source) negara sumber harus mengurangi tarif pajaknya untuk memberikan kepastian bahwa beban pajak negara sumber selalu dapat diserap oleh batasan kredit pajak negara domisili. Apabila baik negara sumber maupun negara domisili diperbolehkan untuk menerapkan ketentuan pajak domestiknya, keringan pajak berganda diberikan dengan meminta negara domisili untuk menyediakan kredit atau bebas pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber. Satu hal yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa walaupun OECD hanya beranggotakan 29 negara, namun keseluruhan anggota ini merupakan pemain utama dalam

perdagangan dunia. Dan berdasarkan pengalaman yang lampau, kerap kali hasil atau kebijakan dari OECD menjadi panutan bagi negara-negara non anggota lainnya, yang berarti pula bahwa naskah kerja e-commerce yang dihasilkan akan menjadi bahan dasar penyusunan kebijakankebijakan di masing-masing negara lain. STRUKTUR MODEL KONVENSI OECD Chapter I: SCOPE OF THE CONVENTION Article 1.Personal Covered Article 2.Taxes Covered

Chapter II: DEFINITIONS Article 3.General Definitions Article 4.Resident Article 5.Permanent Establisment

chapter III: TAXATION OF INCOME Article 6.Income From Immovable Property Article 7.Business Proft Article 8.Shipping Article 9.Associated Enterprise Article 10.Dividend Article 11.Interest Article 12.Royalties Article 13.Capital Gain Article 14.Independent Personal Service [deleted] Article 15.Income From Employment

Article 16.Directors Fees Article 17.Artistes and Sportsmen Article 18.Pensions Article 19.Government Services Article 20.Students Article 21.Other Income

Chapter IV: TAXATION OF CAPITAL Article 22.Capital Chapter V: METHOD FOR ELIMINATON OF DOUBLE TAXATION Article 23A.Exemption Method Article 23B.Credit Method

Chapter VI: SPECIAL PROVISIONS Article 24.Non Discrimination Article 25.Mutual Agreement Procedure Article 26.Exchange of Information Article 27.Member of Diplomatic Missions and Consular Posts

Chapter VII: FINAL PROVISIONS Article 28.Territorial Extension Article 29.Entry into force Article 30.Termination

2.

Model U.N (United Nation) Dirumuskan karena premis Model OECD yang kebanyakan meminta negara sumber

untuk merelakan penerimaan pajaknya, kurang tepat untuk dipakai sebagai panduan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik hubungan ekonomi negara maju dengan negara berkembang diwarnai oleh ketimpangan arus penghasilan antar kedua kelompok negara tsb. Arus penghasilan satu arah (dari negara berkembang lebih besar mengalir ke negara maju) menyebabkan pengorbanan yang kurang proporsional dan mengenyampingkan kepentingan pemajakan negara sumber. Perjanjian Tax treaty negara berkembang dibuat oleh The Economic and Social Council of the United Nations, pada tahun 1967. Pada tahun 1980 dikembangkan lagi dan namanya berubah menjadi The Group of Experts yang terdiri dari 15 negara berkembang dan 10 negara maju.pada tahun 1979 The Group of Expert me-review lagi draft United Nation Model Convention dan terakhir diubah pada tahun 2005. Prinsip yang dianut oleh model UN adalah terdapat sharing of taxation antara negara sumber dengan negara domisili, sehingga diharapkan dapat menguntungkan baik pihak negara maju maupun negara berkembang (maybe taxed in source country) STRUKTUR MODEL KONVENSI UN Chapter I: SCOPE OF THE CONVENTION Article 1.Personal Covered Article 2.Taxes Covered

Chapter II: DEFINITIONS Article 3.General Definitions Article 4.Resident Article 5.Permanent Establisment

chapter III: TAXATION OF INCOME Article 6.Income From Immovable Property Article 7.Business Proft Article 8.Shipping Article 9.Associated Enterprise Article 10.Dividend Article 11.Interest Article 12.Royalties Article 13.Capital Gain Article 14.Independent Personal Service Article 15.Dependent Personal Service Article 16.Directors Fees and Remuneration of Top Level Managerial Officials Article 17.Artistes and Sportsmen Article 18.Pensions and Social Security Payments Article 19.Government Services Article 20.Students Article 21.Other Income

Chapter IV: TAXATION OF CAPITAL Article 22.Capital

Chapter V: METHOD FOR ELIMINATON OF DOUBLE TAXATION Article 23A.Exemption Method Article 23B.Credit Method

Chapter VI: SPECIAL PROVISIONS Article 24.Non Discrimination Article 25.Mutual Agreement Procedure Article 26.Exchange of Information Article 27.Member of Diplomatic Missions and Consular Posts

Chapter VII: FINAL PROVISIONS

Article 28.Entry into force Article 29.Termination Tabel Perbedaan OECD dan UN model OECD (Organization for Economic UN (United Nations Model) Cooperation Development) and

Pengertian

Model

Tax

Treaty

dari Model Tax Treaty dari United (PBB) yang didesain

Organisation for Economic Co- Nation

Operation & Development atau sebagai Model Tax Treaty antara Organisasi Kerjasama Ekonomi & Negara2 Anggota UN (PBB) yaitu Pembangunan yang didesain antara Negara-

sebagai Model Tax Treaty antara negara Berkembang dan antara Negara-negara Anggotanya (pada Negara Berkembang dengan

umumnya adalah Negara-negara Negara Maju. Maju) Lainnya Penggunaan Tax Treaty Prinsip yang dianut Maju Berkembang dengan Negara-negara

hak pemajakan ada pada negara terdapat sharing of taxation domisili (resident country) antara negara sumber dengan negara domisili.

Perumusan Konvensi

Model selaras

dengan

kebutuhan karakteristik hubungan ekonomi maju negara berkembang

harmonisasi hubungan perpajakan negara diantara negara OECD dengan

diwarnai oleh ketimpangan arus penghasilan antar kedua

kelompok negara tsb Sifat dalam penyelesaian diskriminatif masalah perpajakan menyelesaikan masalah dalam tidak diskriminatif dan lebih pajak mengutamakan kepentingan dalam

internasional antara negara maju negara dengan negara berkembang. masalah

berkembang

perpajakan

internasional Masa aktivitas proyek BUT 12 bulan (proyek konstruksi, instalasi, supervisi) Tipe asuransi perusahaan asuransi dianggap mengatur bahwa perusahaan kecuali berkenaan dapat atau bangunan, perakitan, aktivitas 6 bulan

memiliki Bentuk Usaha Tetap jika asuransi, perusahaan asuransi tersebut dengan

reasuransi,

memenuhi ketentuan ayat (1) dianggap atau ayat (5) yaitu melalui agen apabila tidak bebas

mempunyai perusahaan

BUT

asuransi

tersebut mengumpulkan atau menerima premi atau

menanggung resiko di negara sumber melalui orang / badan yang bukan agen independent kegiatan jasa termasuk jasa ini tidak diatur secara khusus diatur yaitu di Pasal 5 ayat (3) huruf b

konsultasi yang dilakukan perusahaan di negara lain

C. Struktur Umum Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda


Menurut Kesit Bambang Prakosa dosen fakultas ilmu ekonomi universitas islam

yogyakarta dalam modul perpajakan internasional dapat disimpulkan bahwa: Struktur umum persetujuan penhindaran pajak berganda pada umumnya menjelaskan tentang: 1. Kesepakatan kedua negara Perjanjian P3B akan berlaku apabila kedua negara menacapai kesepakatan bersama,apabila ada salah satu dari negara yang melakukan perjanjian tidak setuju maka perjanjian menjadi tidak berlaku 2. Orang atau Badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua negara terikat dan berlaku P3B Dengan berlakunya P3B maka di pastikan bahwa penduduk yang memperoleh penghasilan di negara lainnya yang mengadakan P3B harus tunduk dan patuh terhadap P3B tersebut

3. Pajak Pajak apa saja yang patuh terhadap P3B P3B tidak mengatur tentang PPN,PBB,BPHTB,dan lain lainnya. P3B hanya mengatur tentang pajak badan,seperti PPh. 4. Istilah Istilah Dalam hal ini maka di jelaskan istilah istilah yang di pakai dalam tax treaty 5. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Dalam hal ini akan dijelaskan hal hal yang berhubungan dengan BUT seperti definisi atau syarat syarat menjadi BUT apabila memenuhi persyaratan yang ada maka BUT tersebut harus tunduk pada undang undang dimana BUT berkedudukan atau tergantung dari persetujuan 6. Pendirian atas harta tidak bergerak Pendekatan produksi digunakan untuk menentukan sumber penghasilan harta tak bergerak tersebut, sewa atas harta tidak bergerak yang berada di Indonesia di anggap bersumber dari Indonesia begitu pula sebaliknya 7. Laba perusahaan di negara yang melakukan perjanian Laba atas perusahaan dikenakan pajak di negara domisili 8. Hubungan istimewa Untuk menghindari transfer pricing maka pejabat berwenang yang ada di Indonesia dapat melakukan penghitungan kembali terhadap pendapatan atau beban yang di rasa tidak wajar 9. Keuntungan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara Laba yang berasal dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenai pajak pada negara domisili dimana tempat pimpinan perusahaan yang

sebenarnya berkedudukan, kecuali jika sifatnya teratur, labanya dikenai pajak di Indonesia dalam bentuk BUT Jika tempat pimpinan kapal laut berada di atas kapal, maka di anggap berada di negara dimana pelabuhan pangkalan dari kapal tersebut berada 10. Pajak atas deviden, bunga, dan royalti Deviden bunga dan royalti dikenakan pajak dimana penghasilan tersebut berasal 11. Keuntungan pengalihan harta tidak tetap Keuntungan dari pengahasilan pengalihan harta tidak tetap dikenakan di negara sumber penghasilan. Sedangkan kapal kapal dan pesawat pesawat yang beroprasi dalam jalur lalu lintas internasional atau harta bergerak yang berhubungan dengan pengoperasian dari kapal dan pesawat tersebut hanya akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen dari perusahaan yang mengoprasikan berada 12. Pendapatan yang diterima seorang penduduk suatu negara sehubungan dengan pekerjaan bebas Penghasilan yang diperoleh penduduk asing sehubungan dengan jasa jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan di negara domisili. Kecuali : a. jika ia mempunyai suatu tempat yang tersedia teratur digunakan untuk menjalankan usahanya di Negara Indonesia penghasilannya bisa di kenakan pajak di Negara Indonesia tetapi hanya bagian penghasilan yang berasal dari negara Indonesia b. Jika ia tinggal di negara Indonesia selama suatu masa atau masa masa yang melebihi 183 hari dalam 12 bulan yang mulai atau berakhirnya dalam suatu masa pajak

13. Pajak atas gaji, upah, dan jasa lainnya yang berkenaan dengan pekerjaan Gaji, upah, dan imbalan lainnya yang diperoleh penduduk asing karena suatu hubungan pekerjaan hanya dikenakan pajak di negara domisilinya

14. Pendapatan para pengurus Gaji, upah, atau imbalan lainnya yang serupa para direktur dan manajer yang diperoleh penduduk asing dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direksi suatu persero yang berkedudukan di Indonesia di kenai pajak di Indonesia 15. Pendapatan seniman penghibur Penghasilan penduduk asing yang melakukan pekerjaan di Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia. Apabila penghasilan tersebut diterima bukan oleh artis atau atlet itu sendiri tapi oleh orang atau badan lain, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak dinegara dimana kegiatan seniman atau olahragawan itu dilakukan 16. Pendapatan atas pensiunan Pensiun dan imbalan sejenisnya yang dibayarkan kepada penduduk asing akibat hubungan kerja masa lalu hanya akan dikenakan pajak di negara domisili

17. Kunjungan penduduk atau mahasiswa yang menerima bantuan dari negara lainnya Untuk peningkatan sumber daya manusia berupa pendidikan dan pelatihan kerja, setiap penghasilan yang didapat dari penduduk yang belajar atau dalam pelatihan kerja yang memperoleh penghasilan dari negara domisili, tidak dikenakan pajak di Indonesia sepanjang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B 18. Pengajar atau peneliti negara lain Dalam rangka mencerdaskan bangsa maka penghasilan yang semata mata di dapatkan dari mengajar atau meneliti berasal dari negara lain, dibebaskan pemajakannya sesuai dengan ketentuan yang di atur P3B 19. Pendapatan lain lain

Jenis jenis penghasilan lainnya dari salah satu negara, darimanapun asalnya, dan tidak tunduk pada pasal pasal terdahulu hanya akan dikenakan di negara domisili.kecualin pendapatan harta tidak bergerak. Jenis jenis penghasilan lainnya dari salah satu penduduk negara yang tidak disebutkan dalam pasal terdahulu dapat juga di kenakan pajak di negara Indonesia< tergantung negosiasi 20. Metode penghindaran pajak berganda Penghindaran pajak berganda berdasarkan subjek, objek, penghasilan serta pajaknya, atas dasar tersebut P3B dapat membebaskan pajak, mengkreditkan pajak, atau cara lain. Namun yang digunakan umumnya hanya pembebasan pajak untuk diplomat atau konsuler dan pengkreditan pajak untuk pajak yang dibayar diluar negeri 21. Non diskriminasi Warga negara dari negara lain tidak akan dikenakan kewajiban perpajakan secara berlebihan atau lebih memberatkan daripada kewajiban pajak orang Indonesia 22. Pertukaran bahan keterangan yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan ketentuan persetujuan Pejabat pejabat dari kedua negara pada persetujuan dapat melakukan pertukaran bahan keterangan dan informasi yang di perlukan untuk tujuan perpajakan sepanjang peraturan perpajakannya tidak bertentangan dengan persetujuan 23. Bagian bagian yang tidak di atur dalam P3B Apabila tidak di atur dalam P3B namun sepanjang di sepakati atau di atur secara terpisah tetap merupakan bagian dari P3B 24. Tindakan tindakan suatu negara yang tidak sesuai dengan ketentuan Apabila terdapat tindakan suatu negara yang tidak sesuai dengan P3B maka dapat mengajukan keberatan terhadap negara domisili untuk di bahas dengan negara bersangkutan

25. Pernyataan hak hak khusus anggota misi diplomatik atau pegawai konsuler berdasarkan ketentuan hukum internasional Berdasarkan ketentuan ketentuan umum hukum internasional, para anggota misi diplomatik atau pegawai pegawai konsuler memperoleh hak hak khusus di bidang fiskal berdasarkan ketentuan ketentuan persetujuan yang khusus 26. Dimulainya P3B dan ratifikasi Berdasarkan pasal 23 A UUD 1945 yang menyatakan bahwa Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang undang setelah di ratifikasi maka P3B mulai di berlakukan .dengan demikian P3B setara undang undang untuk itu diperlukan pengesahan dan diratifikasi DPR. 27. Berakhirnya P3B P3B akan tetap berlaku sampai di akhiri oleh salah satu pihak dari persetujuan.masing masing pihak pada persetujuan dapat mengakhiri persetujuan melalui perwakilan diplomatik , dengan menyampaikan pemberitahuan sekurang kurangnya 6 bulan sebelum berakhirnya tahun takwim selanjutnya setelah jangka waktu sekian tahun sejak berlakunya persetujuan

Anda mungkin juga menyukai