Anda di halaman 1dari 13

Makalah Pajak Internasional

Surat Keterangan Domisili, Beneficial Owner, dan Tarif PPh Pasal 26 P3B
Diajukan dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Pajak Internasional

Arga Fausta Saputra (4) Ayu Kusuma Dewi (7) Dewi Ayu Marcelina (11) Jordi Nandi (19) Rizki Fadillah (33)

Kelas II B SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA FEBRUARI 2013

A. Surat Keterangan Domisili


Dalam praktiknya untuk membuktikan bahwa seseorang telah menjadi penduduk di suatu negara dengan menunjukkan surat keterangan domisili (Certificate of Domicile / COD), yang ditandatangani oleh pejabat berwenang (competent authority) negara tersebut. Dengan memiliki surat keterangan domisili (SKD) maka orang atau badan yang namanya tercantum dalam SKD akan mendapat perlindungan pajak sesuai dengan persetujuan P3B antara negara domisili dengan negara lainnya. Sehingga pemajakan atas penghasilan orang atau badan tersebut bukan berdasarkan UU Domestik negara lainnya melainkan berdasarkan P3B.

1. SKD Wajib Pajak Luar Negeri.

Ketentuan mengenai SKD untuk wajib pajak luar negeri diatur dalam PER61/PJ./2009 jo. PER-24/PJ./2010. Pengertian SKD dalam peraturan tersebut adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh Wajib Pajak Luar Negeri serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Dari pengertian tersebut, ada empat pihak yang terlibat dalam tersedianya SKD, yaitu Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak pemotong, Wajib Pajak Luar Negeri penerima penghasilan dan pejabat berwenang di negara tempat wajib pajak luar negeri berasal (negara mitra P3B). Ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya dalam SE-03/PJ.101/1996 Ditjen Pajak tidak menentukan format SKD. Dalam aturan lama, bentuk SKD disesuaikan dengan kelaziman di negara mitra P3B. Hal yang paling ditekankan dalam ketentuan yang lama adalah : a. dalam dokumen tersebut terdapat pernyataan bahwa wajib pajak luar negeri tersebut adalah penduduk (resident) dari negara mitra P3B, b. tanggal SKD diterbitkan atau disahkan, dan c. tanda tangan pejabat yang berwenang (competent authority) penerbit SKD.

Bentuk baku dari formulir SKD untuk wajib pajak luar negeri berdasarkan PER61/PJ./2009 jo. PER-24/PJ./2010 ada dua macam, yaitu a. FormDGT 1, digunakan untuk 1) WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian

sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen; 2) WPLN bank; atau 3) WPLN yang berbentuk dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B Indonesia dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia. b. FormDGT 2, merupakan SKD yang sifatnya umum digunakan untuk wajib pajak luar negeri lainnya.

Formulir FormDGT 1 ini terdiri dari dua halaman di mana halaman satu pada intinya merupakan certificate of resident dari competent authority (informasi prinsipnya sama dengan SKD yang biasa diterbitkan competent authority), sedangkan halaman dua intinya merupakan pernyataan dari WPLN bahwa para pihak tidak melakukan penyalahgunaan P3B. FormDGT halaman satu dapat dipergunakan lebih dari satu kali sepanjang WPLN bertransaksi dengan pemotong/pemungut pajak yang sama, dan nama dan alamat WPLN tidak mengalami perubahan. Sedangkan FormDGT halaman dua disampaikan di setiap masa sepanjang terdapat transaksi dengan WPLN. Berbeda dari FormDGT 1, 21 P a g e FormDGT 2 hanya terdiri dari satu halaman yang memuat tentang status resident dari WPLN. Keharusan menggunakan SKD dengan format FormDGT 1 dan FormDGT 2 dalam pelaksanaannya menimbulkan kesulitan bagi wajib pajak. Kemudian melalui PER 24/PJ./2010 diatur bahwa WPLN dapat kembali menggunakan SKD yang lazim disahkan atau diterbitkan oleh negara asal WPLN tersebut. Meski SKD dari negara asal dapat diterima kembali, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan SKD yaitu : a. menggunakan bahasa Inggris; b. diterbitkan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2010;

c. berupa dokumen asli atau dokumen fotokopi yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat salah satu Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak; d. sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai nama WPLN; dan e. mencantumkan tanda tangan pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B atau tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B dan nama pejabat dimaksud.

Sesuai yaitu Pasal 4 ayat (3) huruf e PER-61/PJ./2009 terbit, SKD harus disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak. Sebagai contoh, jika PT A membayar royalti pada bulan Mei 2010, maka transaksi tersebut harus dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau 26 Masa Mei 2010. SPT ini harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Juni 2010. Dalam hal ini, seharusnya SKD wajib disampaikan bersamaan dengan SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau 26 Masa Mei 2010, atau batas akhir di tanggal 20 Juni 2010. SKD Form-DGT 1 yang disampaikan kepada pemotong/pemungut pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penetapan ketentuan yang diatur dalam P3B. FormDGT 1 dan FormDGT 2 sesuai pasal 5 PER-24/PJ./2010 mempunyai masa berlaku sebagai dasar penerapan P3B sampai dengan 12 bulan sejak SKD disahkan atau setelah bulan surat keterangan domisili yang lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau disahkan. 22 | P a g e 2. SKD Wajib Pajak Dalam Negeri.

Sebagai bukti domisili fiskal wajib pajak dalam negeri Indonesia digunakan formulir SKD FormDGT 7. Formulir ini isinya menerangkan bahwa Wajib Pajak adalah subjek pajak dalam negeri Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh dalam rangka memperoleh manfaat P3B di satu negara mitra P3B. SKD untuk wajib pajak dalam negeri dapat pula menggunakan formulir khusus yang diterbitkan oleh negara mitra P3B. Wajib Pajak yang dapat memperoleh SKD adalah Wajib Pajak yang :

a. berstatus subjek pajak dalam negeri Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh; b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan c. bukan berstatus subjek pajak luar negeri, termasuk bentuk usaha tetap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang PPh.

SKD diterbitkan atau disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan Wajib Pajak sebagaimana tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili dengan menggunakan Form-DGT 6 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; b. Form-DGT 6 sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diisi dengan benar, lengkap dan jelas; c. memuat nama negara/yurisdiksi mitra P3B tempat penghasilan bersumber;

d. memuat penjelasan mengenai penghasilan dan pajak yang akan dikenakan di negara mitra P3B atas penghasilan dimaksud; e. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan f. dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP, dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak.

Selain syarat-syarat tersebut, masih ada satu syarat lagi supaya permohonan SKD wajib pajak dalam negeri dapat dikabulkan yaitu wajib pajak sudah menyampaikan SPT Tahunan. Masa berlaku SKD yang diterbitkan oleh KPP Domisili adalah 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan kecuali bagi Wajib Pajak bank sepanjang Wajib Pajak bank tersebut mempunyai alamat yang sama dengan SKD yang telah diterbitkan

B. Benecial Owner
Pendahuluan Istilah beneficial owner mulai diperkenalkan dalam lingkup Undang-undang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Istilah ini dimuat dalam Pasal 26 ayat (1a) yang berbunyi: Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Namun demikian, istilah ini sebenarnya mulai diperkenalkan dalam ketentuan pajak di Indonesia di Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.34/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Petunjuk Penetapan Kriteria Beneficial Owner Sebagaimana Tercantum Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Antara Indonesia Dengan Negara Lainnya. SE ini kemudian dicabut dengan SE-03/PJ.03/2008 tanggal 22 Agustus 2008 tentang Penentuan StatusBeneficial Owner Sebagaimana Dimaksud Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Antara Indonesia Dengan Negara Mitra. Terakhir, ketentuan beneficial owner ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Uraian Berdasarkan SE-04/PJ.34/2005. Yang dimaksud dengan beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa Dividen, Bunga dan atau Royalti baik Wajib Pajak Perorangan maupun Wajib Pajak Badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut. Dengan demikian, maka special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company, pass-through company serta yang sejenis lainnya, tidak termasuk dalam pengertian beneficial owner tersebut di atas. Apabila terdapat pihak-pihak lain yang bukan merupakan beneficial owner tersebut, yang menerima pembayaran Deviden, Bunga dan atau Royalti yang bersumber

dari Indonesia, maka pihak yang membayarkan Dividen, Bunga dan atau Royalti tersebut diwajibkan melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia dengan tarif 20% (Dua puluh perseratus) dari jumlah bruto yang dibayarkan. Berdasarkan SE-03/PJ.03/2008. Khusus untuk penghasilan dividen, bunga, dan/atau royalti, P3B mengatur bahwa negara tempat sumber penghasilan dapat mengenakan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara tersebut. Namun dalam hal penerima penghasilan adalah beneficial owner maka pengenaan pajak di negara tempat penghasilan bersumber tidak boleh melebihi persentase tertentu. Yang dimaksud dengan beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa dividen, bunga, dan/atau royalti, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut. Dengan demikian, apabila penerimaan penghasilan dividen, bunga dan/atau royalti bukan beneficial owner maka sesuai dengan ketentuan P3B, negara tempat penghasilan bersumber dapat mengenakan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan di negara tersebut. Berdasarkan PER-62/PJ./2009. Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis (beneficial owner, pen) adalah penerima penghasilan yang: 1. bertindak tidak sebagai Agen; 2. bertindak tidak sebagai Nominee; dan 3. bukan Perusahaan Conduit Kesimpulan Berdasarkan tiga ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa beneficial owner adalah orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak dalam negeri suatu Negara yang merupakan pemilik sebenarnya dari penghasilan berupa bunga, dividend dan royalty yang bersumber dari Indonesia sehingga orang pribadi atau badan tersebut berhak untuk menikmati ketentuan P3B antara Indonesia dengan Negara tempat orang pribadi atau badan tersebut berdomisili.

Tidak termasuk dalam pengertian beneficial owner adalah perusahaan dalam bentuk special purpose company, conduit company, paper box company ataupass-trough company. Tidak termasuk beneficial owner juga adalah orang atau badan yang bertindak sebagai agen (agent) atau nominee. Pengertian agen, nominee dan conduit company sendiri terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ./2009. Dalam ketentuan tersebut agen (agent) didefinisikan sebagai orang atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain. Nominee adalah orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu harta dan/atau penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan. Sementara itu, conduit company adalah suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima langsung. Namun demikian, jika kita mengacu kepada ketentuan yang berlaku sekarang yaitu PER-62/PJ./2009, maka tidak ada definisi resmi tentang beneficial ownertersebut. Ketentuan tersebut hanya menyatakan bahwa beneficial owner itu bukan agen, bukan nominee dan bukan conduit company. Dengan demikian, jika penerima penghasilan berupa bunga, dividen atau royalty yang diterima oleh residen Negara mitra P3B memenuhi defininisi agen,nominee atau conduit company maka penerima penghasilan tersebut bukanbeneficial owner dari penghasilan tersebut sehingga ia tidak berhak atas manfaat dari P3B antara Indonesia dengan Negara mitra tersebut.

C. Tarif P3B
PAJAK PENGHASILAN DIVIDEN DIVIDEN PENYERTAAN LANGSUNG 15% 15% 10%10 10%10 BUNGA & ROYALTI BUNGA ROYALTI

NO

NEGARA

TARIF BPT

PENGECUALIAN PERUSAHAAN KBH

PORTFOLIO

UMUM

KHUSUS

UMUM

KHUSUS

1 2 3 4

Aljazair Australia Austria Bangladesh

10% 15% 12% 10%

Tidak ada Ya Ya Ya

15% 15% 15% 15%

15% 10% 10% 10%

15% 15% 10% 10%

10%40 -

Belgia

15%

Tidak

15%

15%

15%

10%

10%

-Renegosiasi Brunei Darussalam Bulgaria Kanada -Renegosiasi 9 10 11 12 13 14 15 Republik Ceko Cina Denmark Mesir Finlandia Perancis Jerman

10%

Ya

15%

10%11

10%

10%

10%

Ya

15%

15%

15%

15%

7 8

15% 15% 15% 12,50% 10% 15% 15% 15% 10% 10% Tidak ada

Ya Ya Tidak Ya Tidak ada Ya Ya Ya Tidak Tidak

15% 15% 15% 15% 10% 20% 15% 15% 15% 15%

15% 15% 10%12 10%13 10% 10%14 15% 10%15 10%16 10%17

10% 15% 10% 12,50% 10% 10% 15% 10% 15% 10%

10%42 -

10% 15% 10% 12,50% 10% 15% 15% 15% 10% 15%

10%41 10%43

16

Hungaria

Tidak ada

15%

15%

15%

15%

17

India

10%

Ya

15%

10%18

10%

15%

18

Italia

12%

Ya

15%

10%19

10%

15%

10%44

PAJAK PENGHASILAN

DIVIDEN DIVIDEN PENYERTAAN LANGSUNG 7% 10%20

BUNGA & ROYALTI BUNGA ROYALTI

NO

NEGARA

TARIF BPT

PENGECUALIAN PERUSAHAAN KBH

PORTFOLIO

UMUM

KHUSUS

UMUM

KHUSUS

19 20

Iran Jepang

7% 10% Tidak ada 10%

Tidak ada Ya

7% 15%

10% 10%

12% 10%

21

Yordania

Tidak ada

10%

10%

10%

10%

22

Korea Selatan

Ya

15%

10%21

10%

15%

23

Korea Utara

10%

Tidak ada

10%

10%

10%

10%

24 25 26

Kuwait Luksemburg23 Malaysia -Renegosiasi

10% 10% 10%

Ya Ya Ya

10% 15% 15% 10%

10% 10%22 15% 10% 10% 10% 10% 10%24

5% 10% 10%

20% 12,50% 10%

27 28 29

Meksiko Mongolia Belanda -Renegosiasi -Renegosiasi II [2]

10% 10% 9% 9%

Ya Ya Tidak Tidak

10% 10% 15% 15%

10% 10% 10% 10%

10% 10% 20% 10%

10%

Tidak Ada

30

Selandia Baru

Tidak ada 15% 10% 20% 10% 10% 10% 12,50% 12,50%

Tidak ada

15%

15%

10%

15%

31 32 33 34 35 36 37 38

Norwegia Pakistan Filipina Polandia Portugal Qatar Rumania Rusia

Ya Tidak ada Tidak ada Ya Ya Ya Tidak ada Ya

15% 15% 20% 15% 10% 10% 15% 15%

15% 10%25 15%26 10%27 10% 10%10 12,5%28 15%

10% 15% 15% 10% 10% 10% 12,50% 15%

10%53 -

15% 15% 15% 15% 10% 5% 12,50% 15%

10%45 15%46 -

PAJAK PENGHASILAN

DIVIDEN DIVIDEN PENYERTAAN LANGSUNG

BUNGA & ROYALTI BUNGA ROYALTI

NO

NEGARA

TARIF BPT

PENGECUALIAN PERUSAHAAN KBH

PORTFOLIO

UMUM

KHUSUS

UMUM

KHUSUS

39

Saudi Arabia8

Tidak ada Tidak ada 15% 10% 10% 10% sesuai

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

n/a

n/a

n/a

n/a

40

Seychelles

Tidak ada

10%

10%

10%

10%

41 42 43 44

Singapura Slovakia Afrika Selatan Spanyol

Ya Ya Ya Ya

15% 10% 15% 15%

10%29 10% 10%30 10%31

10% 10% 10% 10%

15% 15% 10% 10%

10%47 -

45

Sri Lanka

UU domestik

Tidak ada

15%

15%

15%

15%

46 47 48 49 50

Sudan Swedia Swiss Suriah Taiwan

10% 15% 10% 10% 5% sesuai UU domestik

Ya Ya Ya Ya Ya

10% 15% 15% 10% 10%

10% 10%32 10%33 10% 10%

15% 10% 10% 10% 10%

10% 15% 12,50% 20% 10%

10%48 15%49 -

51

Thailand34

Tidak ada

(RI)15%

(RI)

15%

(RI) 15%

10%

10%

15%50

(Thai)25% Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya 12% 15% 10% 15% 15% 15% 15% 15% 10%

(Thai) 15% 12% 10%35 10% 10%36 10% 10%37 15% 10%38 10%

(Thai)25% 12% 10% 5% 10% 10% 10% 15% 10% 10% 15% 15% 10% 5% 10% 15% 15% 15% 10% 10% 10%51 10% -

52 53 54 55 56

Tunisia Turki Uni Emirat Arab Ukraina Inggris -Renegosiasi

12% 15% 5% 10% 10% 10% 15% 10% 10%

57

Amerika Serikat -Renegosiasi

58

Uzbekistan

PAJAK PENGHASILAN

DIVIDEN DIVIDEN PENYERTAAN LANGSUNG 10%39 15%

BUNGA & ROYALTI BUNGA ROYALTI

NO

NEGARA

TARIF BPT

PENGECUALIAN PERUSAHAAN KBH

PORTFOLIO

UMUM

KHUSUS

UMUM

KHUSUS

59 60

Venezuela Vietnam

10% 10%

Ya Ya

15% 15%

10% 15%

20% 15%

10%52 -

Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. BPT: Branch Profit Tax KBH: Kontrak Bagi Hasil 1: jasa lainnya dalam P3B RI-Jerman dikenakan pajak 7,5% dari fee untuk jasa-jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Jerman) 2: meliputi jasa konsultasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 5 P3B RI-Jepang 3: jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 10% dari fee untuk jasa-jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Luksemburg) 4: jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 15% dari fee untuk jasa-jasa teknik, meliputi jasa manajerial, jasa teknis maupun jasa konsultasi (Pasal 13 P3B RI-Pakistan) 5: untuk menentukan timbulnya BUT tidak diperlukan time test 6: pajak atas jasa-jasa konsultasi dan lainnya dalam P3B RI-Swiss dikenakan pajak 5% dari jumlah pembayaran bruto (Pasal 13 P3B RI-Swiss) 7: dalam hal fee atas bantuan teknis meliputi pemberian segala macam jasa termasuk jasa konsultasi, jasa manajerial dan jasa teknis yang berkaitan dengan pengetahuan teknik, pengalaman, ketrampilan, metode atau proses, namun tidak termasuk pembayaran atas jasa-jasa profesional sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 15 P3B RI-Venezuela dikenakan pajak 10% dari jumlah bruto pembayaran (Pasal 12 P3B RIVenezuela) 10. 8,9: khusus Saudi Arabia, P3B hanya mencakup Lalu lintas Internasional sepanjang pesanan tersebut mewakili lebih dari 60% peredaran usahanya 11. 10, 14, 15, 17, 19, 21, 22, 24, 32, 33, 35, 36, 38: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan (selain partnership) yang memiliki modal langsung paling tidak 25% pada perusahaan pembayar dividen 12. 11, 12, 16, 25, 26, 28, 29, 31: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki saham paling tidak 25% pada perusahaan pembayar dividen 13. 13: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki modal langsung paling tidak 20% pada perusahaan pembayar dividen 14. 18: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki saham paling tidak 25% pada perusahaan pembayar dividen 15. 20: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki saham paling tidak 25% pada perusahaan pembayar dividen dalam jangka waktu 12 bulan segera sebelum akhir masa akuntansi dimana distribusi laba terjadi 16. 23: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki modal paling tidak 20% pada perusahaan pembayar dividen 17. 27: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki modal langsung paling tidak 20% pada perusahaan pembayar dividen 18. 30: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang memiliki modal langsung paling tidak 10% pada perusahaan pembayar dividen 19. 34: dalam P3B RI-Thailand, terdapat pembedaan dalam penentuan tarif pajak atas dividen bagi RI dan bagi Thailand, lihat penjelasan

20. 37: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan yang menguasai pengambilan keputusan langsung atau tidak langsung paling tidak 15% pada perusahaan pembayar dividen 21. 39: berlaku jika penerima dividen adalah perusahaan (selain partnership) yang memiliki modal langsung paling tidak 10% pada perusahaan pembayar dividen 22. 40: royalti untuk penggunaan dan hak untuk menggunakan peralatan industri, perdagangan dan ilmiah, perolehan informasi atau pengetahuan dibidang ilmiah, teknik atau perdagangan 23. 41: tarif 10% untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan, setiap hak cipta dibidang kesusasteraan, karya artisik atau ilmiah termasuk film sinematografi, dan film atau pita rekaman untuk penyiaran televisi atau radio, tarif 15% diterapkan atas royalti dari penggunaan atau hak untuk menggunakan, paten, merek dagang, rancangan atau model, rencana, proses atau formula rahasia, atau setiap peralatan industri, perdagangan atau ilmiah; dan pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmiah 24. 42: terdapat pembedaan tarif pajak atas bunga dalam P3B RI-Perancis, lihat bagian penjelasan 25. 43: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Jerman, lihat bagian penjelasan 26. 44: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Italia, lihat bagian penjelasan 27. 45: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Norwegia, lihat bagian penjelasan 28. 46: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Rumania, lihat bagian penjelasan 29. 47: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Slovakia, lihat bagian penjelasan 30. 48: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Swedia, lihat bagian penjelasan 31. 49: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Suriah, lihat bagian penjelasan 32. 50: terdapat pembedaan tarif pajak atas bunga dan royalti dalam P3B RI-Thailand, lihat bagian penjelasan 33. 51: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Inggris, lihat bagian penjelasan 34. 52: terdapat pembedaan tarif pajak atas royalti dalam P3B RI-Amerika Serikat, lihat bagian penjelasan 35. 53: terdapat pembedaan tarif pajak atas bunga dalam P3B RI-Filipina

Anda mungkin juga menyukai