Anda di halaman 1dari 12

http://ardy-baru.blogspot.com/2012/04/prilaku-hidup-primata.

html

GAMBARAN UMUM PRIMATA (MOCACA FACICULARIS)

1. Klasifikasi Nama lain dari Kera ekor panjang ini pada umumnya dikenal dengan namamocaca fascicularis. merupakan bukan manusia yang berlimpah diseluruh dunia. Dan aktif mencari makan di siang hari. Adapun klasifikasi dari Kera Hitam tersebut adalah sebagai berikut :

Kingdom

: Animalia

Sub Kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata

Sub Phyllum : Vertebrata Classis Sub Classis Ordo Sub Ordo Familia : Mamalia : Theria : Primata : Antropidea : Ceroopithecidae

Genus : Mocaca Spesies : Mocaca Fascicularis

2. Morfologi Ciri-ciri Kera ekor panjang atau yang lebih dikenal dengan mocaca

fascicularis, menurut Roonwal dan Manhot (1977) dalam Dirgayusa (1991) Kera ekor panjang dewasa memiliki warna rambut abu-abu. Perbedaan antara betina dan jantan terletak pada bagian Velvik (selangkangan), yaitu pada bagian pelvik betina berwarna putih pucat sedangkan pada jantan berwarna hitam.(Mapier, 1985 dalam dirgayusa 1991). Bermanetal,(2007), pertumbuhan populasi yang cepat, overhabituasi dan hyperagresif bisa menjadi permasalahan serius di waktu mendatang, terlebih lagi habitat juga mengalami perubahan atau bahkan hilang. Meskipun juga tidak dapat di pungkiri hubungan antara primata di obyek wisata juga bisa bersifat komensalism seperti dampak ekonomi (local income dan management income), pendidikan, dan perlindungan populasi. Dasar penelitian yang lengkap terhadap populasi, perilaku dan sebaran kelompok akan sangat penting untuk pengelolaan ataupun pemanfaatan monyet ekor panjang sebagai salah satu potensi atraksi wisata. Aturan yang tegas terhadap pengunjung dan juga peningkatan kapasitas staf yang khusus memonitoring monyet di tempat wisata seperti puncak kelimutu diharapkan dapat mengoptimalkan interaksi antara monyet dan manusia.
Salah satu primata yang cukup populer dikalangan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) alias monyet. Dengan tingkahnya yang atraktif dan menghibur, tak heran jika primata ini sering menjadi binatang hiburan keliling dari kampung ke kampung melalui pertunjukan topeng monyet. Pertunjukan yang hampir selalu mampu menyedot kerumunan orang setiap kali dimainkan. Aksi-aksi yang dapat membuat orang berdecak kagum, merubah tangis menjadi tawa dan menyulap amarah menjadi senyuman.

Foto:mocaca fascicularis (kera ekor panjang) gua monyet Tenau kacamatan Alak, kabupaten Kupang B. POPULASI PRIMATA Populasinya M. fascicularis banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, mulai dari Myanmar, Indochina, Malaysia dan Indonesia. Bahkan juga ditemukan di pulau Timor. Penyebarannya di Indonesia mencakup sebagian besar wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Flores. M. fascicularis merupakan salah satu satwa liar yang statusnya hingga saat ini terdaftar sebagai spesies yang dilindungi. Karena tekanan terhadap populasi kera ini kian hari kian menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan dan terus mengalami penurunan.

C. DESKRIPSI FISIK, PERILAKU DAN MAKANAN M. fascicularis termasuk sub suku Cercophitecinae atau Cheek Pounch Monkey atau monyet dengan kantung pipi. Terdapat 11 jenis dalam suku ini di Indonesia. Jenis yang paling mirip adalah beruk (Macaca nemestrina). deskripsi fisik dari mocaca fascicularis. 1) Panjang tubuh kera dewasa sekitar 40-50 cm belum termasuk ekor dengan berat 3 -7 kg. 2) 3) Sementara panjang ekor 1 hingga 1,5 kali panjang tubuh. kepala dengan warna coklat keabu-abuan atau kemerah-merahan.

4) Bulunya berwarna coklat abu-abu hingga coklat kemerahan sedangkan 5) wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. 6) Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit.

7) Kera ini memiliki gigi seri berbentuk sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan Deskripsi prilaku dari primata (mocaca fascicularis) 1. Kera ini merupakan jenis satwa yang hidup berkelompok, dimana bisa mencapai hingga 30 ekor dalam tiap kelompok. 2. Biasanya dalam setiap kelompok ada seekor adult male (jantan dewasa) yang menjadi pemimpin dan mendominasi anggota yang lain. 3. Hirarki dalam komunitasnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, ukuran tubuh dan keahlian berkelahi. 4. Mereka memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk betina. Jangan harap ada kesetiaan dalam komunitas ini. Karena pejantan biasanya kawin dengan banyak betina. Deskripsi makan primata (mocacafascicularis) Sebagai golongan omnivora yang memakan daging dan tumbuhan. Makanannya bervariasi yaitu: 1. buah-buahan (96 %), 2. daun, bunga,rumput mudah. 3. jamur, 4. serangga, siput, dan lain sebagainya.

D. TEKANAN TERHADAP POPULASI Dan hingga kinipun tekanan terhadap populasi M. fascicularis tak kunjung surut. Beberapa kali jajaran pemerinta kota bersama DPRD propinsi NTT berhasil menggagalkan upaya penyelundupan primata ini. Memang selama ini gua monyet Tenau dijadikan sebagai tempat hiburan utama bagi semua kalangan.

Kera merupakan satwa yang ramah dan dapat bersahabat dengan menusia, itulah salah satu penyebab sehingga banyak yang menjadikannya sebagai hawan peliharaan. Namun kini ada alternatif baru bagi Anda pecinta kera untuk menikmatinya tanpa harus menyiksanya dengan mengekangnya di halaman rumah Anda. Anda dapat mengunjungi Taman Wisata Kota Tirtosari, letaknya persis di belakang Hotel Hartono Jalan Kesehatan Pahoman Bandar Lampung dimana di lokasi ini dahulu pernah berdiri megah Kolam Renang Tirtosari, kolam renang umum pertama di Lampung yang kini tinggal puing-puingnya saja. Lokasi ini adalah binaan Pemkot Bandar Lampung bekerjasama dengan Rotary Club of Pahoman. Dan jika Anda datang kesini harap mematuhi peraturan yang tertera pada papan pengumuman.

http://ridwankehutanan.blogspot.com/2012/08/monyet-ekor-panjang-dan-masyarakat.html Monyet Ekor Panjang dan Masyarakat Sekitar Kawasan TN Kelimutu Pendahuluan

Taman Nasional Kelimutu di Pulau Flores adalah salah satu sebaran terkini monyet ekor panjang di wilayah Sunda Kecil yang meliputi Pulau Bali, Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Keberadaan monyet ekor panjang disekitar kawasan TN Kelimutu memiliki dampak yang negative karena aktifitasnya yang cenderung destruktif terhadap keberadaan lahan pertanian/ ladang masyarakat yang berbatasan disekitar kawasan hutan TN Kelimutu. Menurut Foden (1995), laut di kawasan Sunda Kecil dan pulau-pulau sekitarnya pada 18.000 tahun silam surut lebih dari 120 meter di banding sekarang, dan saat itulah dimungkinkan monyet-monyet itu bermigrasi dari dataran Sunda (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan). Sangat minim mengenai datadata hasil penelitian monyet ekor panjang di wilayah ini, laporan kegiatan penelitian di Taman Nasional Kelimutu terkait dengan monyet ekor panjang dapat di jumpai di zona pemanfaatan dan zona rimba dan masyarakat menyebut primata ini Roa (Anonim, 2007). Tinjauan Pustaka

1. Deskripsi Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis (Raffles, 1821), secara umum juga dikenal dengan nama monyet ekor panjang, adalah species yang tersebar luas wilayah tropis Asia tenggara (Eudey,2008). Primata ini termasuk kategori monyet dunia lama (old world monkeys) dalam family Cercopithecidae. Monyet ekor panjang di kategorikan lagi dalam subfamily Cercopithecinae yang terkait dengan adaptasi makanannya. Primata dalam subfamily ini mempunyai gigi geraham yang rendah, mempunyai kantung pipi untuk menyimpan makanan dalam jangka waktu yang singkat, dan buah-buahan adalah sebagian makanannya (Rowe,1996). Secara morphology, monyet ekor panjang mempunyai warna bervariasi dari abu-abu hingga coklat kemerah-merahan, dengan bulu yang lebih terang pada bagian ventral. Panjang tubuh berkisar antara 385 -648 mm, panjang ekor berkisar antara 400-655 mm. Berat tubuh jantan dewasa antara 4,7-8,3 kg, sementara betina berkisar antara 2,5 5,7 kg. Betina dewasa mempunyai masa kehamilan selama 153 179 hari. Umur dapat mencapai 37,1 tahun. Kematangan seksual rata-rata pada umur 51,6 bulan (betina) dan (jantan) 50,4 bulan. Anak/Bayi yang baru lahir mempunyai rambut yang berwarna kehitaman. Hidup pada hutan primer dan sekunder mulai dataran rendah sampai dataran tinggi hingga ketinggian 2000 meter diatas permukaan laut, hidup di daerah pantai, mangrove, tepi-tepi sungai juga bahkan di tebing-tebing batu karang (Setiawan et al,2008). Monyet ini sangat toleran dengan manusia dan biasanya ditemukan di dekat perkampungan atau ladang, sehingga sering menjadi hama (crop raider) makan sebagian besar buah (64%), biji-bijian, daun, serangga, kepiting atau jenis moluska lainnya, memiliki pergerakan dengan keempat alat geraknya (quadrapedal). Monyet ekor panjang hidup berkelompok yang mempunyai struktur sosial MultimaleMultifemale, dengan rasion 2,5 betina untuk 1 jantan dalam rata-rata kelompok, ukuran kelompok antara 10-48 individu, hingga mencapai ratusan, tingkat sosial juga jelas nampak dalam satu kelompok, jantan dominan biasanya memimpin kelompok ini, memiliki daerah jelajah 25-200 ha, dengan jelajah harian berkisar 150- 1500 km, (Supriatna dan Wahyono, 2010; Rowe, 1999). 2. Migrasi/ penyebaran monyet ekor panjang Monyet ekor panjang mulai bermigrasi ke wilayah kepulauan Indonesia dari daratan Asia kurang lebih 18 000 ribu tahun yang silam, ketika permukaan laut lebih rendah 120 meter dibanding sekarang (Fooden,1995). Macaca fascicularismempunyai 10 subjenis yang tersebar di seluruh Asia, terutama asia tenggara.Macaca fascicularis fascularis adalah subjenis yang terdapat di Brunei, Cambodia, Indonesia ( Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba hingga Pulau Timor), Malaysia, Filipina, Singapore, Thailand Selatan and Viet Nam bagian selatan (Groves 2001). Rumusan dan Analisa Masalah 1. Kemelimpahan Monyet Ekor Panjang di Kawasan TN Kelimutu Sampai sekarang monyet ekor panjang juga masih terus bertahan hidup dan berkembang di Pulau Flores termasuk di kawasan konservasi Taman Nasional Kelimutu. Belum ada dokumen ilmiah terkait dengan status monyet ekor panjang di kawasan Sunda Kecil khususnya di kawasan konservasi yang terkenal dengan danau tiga warnanya ini. Kondisi terkini di kawasan wisata danau Kelimutu monyet ini sering terlihat mencari makanan sisa pengunjung di tempat sampah, potensi sebagai salah satu

tambahan atraksi wisata juga di lakukan dengan membuat feeding groundsebagai tempat untuk memberi makan monyet. Sebagai mana di banyak tempat di Indonesia monyet ini memang berkontribusi dalam pengembangan wisata (Soma et al,2009). Namun terlepas dari potensi positifnya, monyet ekor panjang di lokasi wisata juga mempunyai potensi permasalahan, konflik manusia dan primata, agresifitas, perubahan perilaku dan potensi zoonosis (penularan penyakit dari manusia ke hewan dan sebaliknya). Untuk mengidentifikasi sebaran populasi monyet ekor panjang di Kawasan Taman Nasional Kelimutu, dan sekitarnya pihak Balai Taman Nasional Kelimutu telah melakukan sebuah kajian dengan judul identifikasi persebaran kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2010. Kajian tersebut dimaksudkan untuk dasar pengelolaan dalam konservasi monyet ekor panjang di baik di dalam kawasan maupun diluar/ sekitar kawasan Taman Nasional Kelimutu serta adanya sebuah dokumen ilmiah yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan konservasi primata di kawasan sunda kecil, khususnya flores dan sekitarnya. Berdasarkan survey yang dilakukan, jalur yang telah dilalui selama pelaksanaan penelitian ini adalah 67,7 km, dengan perjumpaan sebanyak 15 kelompok (lihat tabel.1) dengan demikian nilai encounter rate nya adalah 0,22 kelompok, apabila rata-rata jumlah individu tiap kelompok adalah 22,66 individu ( range 5- 50 individu) maka kurang lebih 5 individu dapat di jumpai setiap kilometer-nya. 2. Monyet ekor panjang di mata masyarakat sekitar kawasan TN Kelimutu Masyarakat sekitar kawasan konservasi TN Kelimutu sangat familiar sekali dengan keberadaan monyet ekor panjang. Keberadaan monyet ekor panjang yang bisa dijumpai disekeliling kawasan TN Kelimutu membuat satwa liar jenis ini sangat dekat dengan masyarakat. Bahkan, di daerah yang jauh dengan kawasan taman nasional pun masih sering dijumpai adanya monyet ekor panjang. Akantetapi kedekatan antara satwa ini dengan masyarakat cenderung berdampak negative. Dimana, satwa monyet ekor panjang ditemui menjadi hama petani khususnya petani ladang yang berada diperbatasan-perbatasan kawasan TN Kelimutu. Sifat agresif dan sangat tolerannya jenis satwa monyet ekor panjang ini sehingga satwa ini mampu beradaptasi dengan adanya keberadaan manusia. Tidak jarang ditemui di sepanjang perbatasan adanya kelompok monyet ekor panjang baik mencari makan maupun sedang beraktifitas yang lain. Hal ini seperti dikemukan oleh Supriatna dan Wahyono (2010) serta Rowe (1999) bahwa tipikal jenis monyet ini yang sangat menyukai habitat yang berdekatan dengan manusia. Solusi yang bisa diambil dalam mengurangi dampak pengrusakan akibat masuknya satwa monyet ekor panjang ke dalam lahan pertanian diantaranya menggunakan cara-cara sebagai berikut: a. Menyediakan pakan alami dengan cara menanam tanaman yang disukai monyet (jambu biji, nangka, jenis Ficus sp.) disepanjang batas lahan pertanian masyarakat. b. Memberlakukan penanaman tanaman pertanian dengan metode zoning (pembagian kelompok tanaman berdasarkan jenis tanaman). Ketersediaan pakan yang bervariasi berdasar musim akan berpengaruh juga terhadap pergerakan monyet, sementara itu lokasi yang menjadi pusat aktifitas wisata juga berdampak terhadap lingkungan seperti sampah dan perilaku pengunjung yang tertarik terhadap monyet dan kemudian memberikan makanan. Hal ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap perilaku ekologi monyet

untuk lebih bersifat opportunist untuk mencari makan yang lebih mudah, seperti di tempat sampah atau menunggu dari pengunjung. Kegiatan wisata alam yang mengesampingkan faktor ekologi, sangat mungkin akan menganggu keseimbangan perilaku dan biologis monyet (Berman et al,2007), pertumbuhan populasi yang cepat, overhabituasi dan hyperagresif bisa menjadi permasalahan serius di waktu mendatang, terlebih lagi habitat juga mengalami perubahan atau bahkan hilang. Meskipun juga tidak dapat di pungkiri hubungan antara primata di obyek wisata juga bisa bersifat komensalism seperti dampak ekonomi (local income dan management income), pendidikan, dan perlindungan populasi. Dasar penelitian yang lengkap terhadap populasi, perilaku dan sebaran kelompok akan sangat penting untuk pengelolaan ataupun pemanfaatan monyet ekor panjang sebagai salah satu potensi atraksi wisata. Aturan yang tegas terhadap pengunjung dan juga peningkatan kapasitas staff yang khusus memonitoring monyet di tempat wisata seperti puncak kelimutu diharapkan dapat mengoptimalkan interaksi antara monyet dan manusia. Konflik juga akan muncul ketika interaksi ini sudah tidak seimbang lagi, seperti potensi penularan penyakit, distorsi fisiologis monyet ketersediaan pakan yang sangat melimpah , pemberian pakan antropogenik dan berkarbohidrat tinggi akan menyebabkan peningkatan atau bahkan penurunan angka kelahiran yang relative berbeda dengan pola normatifnya, ukuran tubuh yang berubah, dan rentang hidup juga mungkin terganggu (Fuentes et al,2007). Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Sebaran populasi monyet ekor panjang di Taman Nasional Kelimutu hampir merata di jumpai di habitat ladang yang semuanya berada di perbatasan taman nasional dengan lahan milik penduduk yang berdampak dengan meningkatnya serangan ke lahan penduduk merupakan sebagai akibat tipikal monyet ekor panjang yang sangat toleran dengan keberadaan manusia, selain diduga sebagai karakteristik jenis pakan yang belum bervariasi. 2. Saran

Intensitas serangan monyet ke lahan penduduk dan monitoring perilaku kelompok monyet di sekitar danau kelimutu adalah perlu dilakukan kajian lebih intensif sebagai dasar pengelolaan monyet ekor panjang yang berinteraksi langsung dengan manusia. Sangat penting juga untuk mengetahui lebih jauh tentang tipikal serangan monyet ke lahan penduduk, pengaruh musiman, pola tanam, pergerakan, ancaman gangguan terhadap populasi monyet, dan ketersediaan pakan dan tempat berlindung di habitat alaminya apakah faktor-faktor ini yang menyebabkan serangan monyet ke lahan penduduk. Antisipasi serangan yang sifatnya jangka pendek dapat dilakukan dengan penjagaan (guarding) dengan memanfaatkan tenaga manusia, alat-alat teknis, ataupun binatang predator monyet seperti anjing. Sementara antisipasi jangka panjang juga mulai mempertimbangkan kondisi habitatnya, ketersediaan pohon pakan dan pohon berlindung harus mulai di identifikasi untuk tujuan pengelolaan habitat selanjutnya. Berdasarkan perhitungan daya dukung habitat untuk kelompok monyet di kawasan wisata danau kelimutu, masih di bawah batas maksimum, oleh karena itu pemberian pakan seharusnya di

pertimbangkan lagi kecuali memang bertujuan khusus untuk peningkatan populasi seperti untuk penangkaran di alam. Peningkatan kesadaran wisata berwawasan ekologis juga perlu di optimalkan terkait dengan keberadaan monyet di kawasan wisata danau kelimutu. Pembinaan habitat, seperti penanaman pohon-pohon sumber pakan alami dan cover (pelindung) adalah perlu dilakukan untuk menyediakan habitat yang sesuai bagi monyet. Daftar Pustaka Anonim. 2005. Surat Edaran Kepala Biro Kepegawaian No: SE.02/Peg-4/2005 tanggal 28 Nopember 2005 perihal Pedoman Penyusunan dan Penilaian Karya Tulis/ Karya Ilmiah Pejabat Fungsional di Departemen Kehutanan, Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonim, 2007, Laporan Akhir Study Komunitas Flora dan Fauna Taman Nasional Kelimutu, Balai Taman Nasional Kelimutu,Dit-Jen PHKA, Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Biologi,LIPI- Bogor, Ende, Flores, NTT Berman,C. M,. Jinhua Li, Hideshi Ogawa, Consuel Ionica , Huabao Yin, 2007, Primate Tourism, Range Restriction, and Infant Risk Among Macaca thibetana at Mt. Huangshan, China, International Journal of Primatology (28):11231141 Eudey, A,A.2008.The Crab-eating Macaque (Macaca fascicularis): Widespread andRapidly Declining, Primate Conservation (23) : 129132 Fuentes. A, Eric Shaw , John Cortes, 2007, Qualitative Assessment of Macaque Tourist Sites in Padangtegal, Bali, Indonesia, and the Upper Rock Nature Reserve, Gibraltar, International Journal of Primatology (28):11431158 Fooden J. 1995. FIELDIANA. Zoology. New Series No. 81. Systematic Review of Southeast Asian Longtail Macaques, Macaca fascicularis (Raffles, [1821]). Published by Field Museum of Natural History. USALesson C, Kyes RC., Iskandar E. 2004. Estimating population density of Longtailed macaques (Macaca fascicularis) on Tinjil Island, Indonesia, using the line transect sampling method. Jurnal Primatologi Indonesia 4(1):7-14 Marchal. V, and Catherine Hill.2009. Primate Crop-raiding: A Study of Local Perceptions in Four Villages in North Sumatra, Indonesia, Primate Conservation (24) NRC. 1981. Techniques for The Study of Primate Population Ecology. Subcomitee on Conservation of natural populations Committee on Nonhuman primates Division of Biological Sciences Assembly of Life Science National Research Council. National Academy Press. Washington D.C. Ong, P. & Richardson, M, .2008. Macaca fascicularis. In: IUCN 2009. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.2. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 22 February 2010. Stanier,P.L.1999. A Comparison of two different population density estimation techniques carried out on the Buton Macaque (Macaca ochreata brunnescens) and a comparison of population

estimates in undisturbed primary forest and secondary forest near village areas. Primate Report, Operation Wallaceae,http://www.opwall.com/Library/Indonesia/primates.shtml Schilaci,M.A, Gregory A. Engel, Agustin Fuentes, Aida Rompis, Arta Putra, I. Nengah Wandia, James A. Bailey, B. G. Brogdon and Lisa Jones-Engel,.2010.The Not-So-Sacred Monkeys of Bali: A Radiographic Study of Human-Primate Commensalism, in Indonesian Primates Developments in Primatology: Progress and Prospects. Springer New York.(pp: 249-256) Sutherland, W. J. (2002) Mammals. In: Sutherland WJ (ed) Ecological censusing techniques. Cambridge University Press, Cambridge, pp 260278 Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor, Indonesia. Setiawan.A,T.S. Nugroho, Djuwantoko, S.Pudyatmoko, 2009, A Survey of Millers Grizzled Surili, Presbytis hosei canicrus, in East Kalimantan, Indonesia, Primate Conservation (24) Wheatley, B.P.1999. The sacred monkeys of Bali. Waveland Press, Illinois

http://yunitaemari.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kera Hitam Dare : Ordo Subordo Superfamili Family Genus Spesies Nama lokal : Primata : Antropoidae : Cercopithecoidae : Cercipithecidae : Macaca : Macaca Maura : Lesang (Pinrang), Ceba (Bugis), Dare (Makasar)

Menurut supriana (2000) bahwa panjang tubuh Kera Hitam Dare sekitar 500-690 mm, panjang ekor 30-35 mm, dengan berat bekisar antara 5-6 kg. warna rambut dari jenis ini bervariasi dari coklat muda hingga coklat kehitaman, dengan warna pucat di bagian tunggingnya. Terkadang terdapat individu yang berwarna putih atau abu-abu karena umur yang tua. Salah satu cirri untuk membedakan kera-kera di Sulawesi adalah bantalan pada

tunggingannya. Bantalan tungging berbentuk oval ini berguna sebagai bantalan pada waktu duduk di pohon atau tempat-tempat yang keras lainnya. Satwa ini dilindungi berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1990 dan peraturan pemerintah RI N0. 7 tahun 1999. Kera Hitam Dare lebih banyak memakan buah dibandingkan daun-daunan. Seperti halnya Macaca lain, Kera Hitam Dare aktif pada siang hari (diural). Meraka hidup di pohon, namun kebanyakan hidup di permukaan tanah karena kerapatan pohon yang rendah di hutan. Dalam aktivitas sosialnya, Kera Hitam Dare membentuk berkelompok atau melakukan sesuatu bersama-sama. Kera Hitam Dare membentuk kelompok dengan jumlah individu setiap kelompok terdiri atas 9-53 ekor. Dalam satu kelompok terdapat banyak jantan dan banyak betinanya. Jantan dominan sering terlihat menentukan pergerakan kelompok Supriatna, J dan E. H. Wahyono. (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. Matsumura, S. 1991. The Ecology and Social Behavior of Moor Macaca (Macaca maurus) in Sulawesi, Indonesia. Kyoto Univ. Overseas Res. Rep. Asian Nonhuman Primates 8:27-41. McFarland, D. 1999. Animal behavior, Psychobiology, ethology and evolution. AddisonWesley Longman Limited. England. Riley, E. P. 2005. Ethnoprimatology of Macaca tonkeana: The Interface of Primate Ecology, Human Ecology, and Conservation in Lore Lindu National Park, Sulawesi, Indonesia. Ph.D. thesis, University of Georgia, Athens.

http://misterway.wordpress.com/2012/10/03/luas-daerah-jelajah-dan-estimasi-kepadatanpopulasi-tarsius-banconus-saltator-di-pulau-belitung/
TINJAUAN PUSTAKA Posisi filogenik Tarsius yang hidup sekarang, banyak diperdebatkan pada abad yang lalu. Tarsius diklasifikasikan secara bergantian pada Strepsirrhini pada subordo prosimia atau grup dari simia (Anthropoidea) dalam infraordoHaplorrhini. Namun sekarang telah ditetapkan bahwa Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari inrfaordo Tarsiiformes. Dahulu ordo ini memiliki penyebaran yang luas. Namun semua spesies yang bertahan hidup sekarang banyak ditemukan di Asia Tenggara terutama di Indonesia. Taksonomi Tarsius Untuk lebih singkatnya taksonomi seluruh Spesies Tarsiua adalah sebagai berikut. Kingdom Filum : Animalia : Chordata

Kelas Ordo Upraordo Infraordo Famili Genus Spesies Subspesies

: Mamalia : Primata : Haplorrhini : Tarsiiformes : Tarsiidae : Tarsius : Tarsius bancanus : Tarsius bancanus saltator

Ciri-ciri morfologi Tarsius Tarsius bacanus salsator mempunyai ciri-ciri dan perilaku yang sama seperti jenisjenis Tarsius lainnya. Tubuh primata ini relatif mungil dengan panjang antara 12-15 cm dan dengan berat tubuh 128 gram pada Tarsius jantan dan 117 gram padaTarsius betina sungguh hewan yang mungil sekali. Bulu tubuh Tarsius sangat lembut mirip beludru. Bulu tubuh hewan mungil inipun beragam tapi identik tidak mencolok. Warna bulunya coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan dan ada pula yang jingga hingga kekuningan. Keunikan lain dari fauna yang satu ini adalah ekornya yang panjang. Panjang ekor Tarsius ini dapat melebihi panjang dari tubuhnya. Panjang ekornya dapat mencapai 18-22 cm. Semua jenis Tarsius bersifat nokturnal yaitu hewan ini tidur pada siang hari dan aktif pada malam hari, biasanya berada pada dahan dan ranting-ranting pohon dengan ketinggian 5 meter, namun seperti organisme nokturnal lain beberapa individu mungkin lebih banyak atau sedikit beraktivitas selama siang hari. Tidak seperti kebanyakan binatang nokturnal lain, Tarsius tidak memiliki daerah pemantul cahaya (tapetum lucidum) di matanya. Mereka juga memiliki fovea, suatu hal yang tidak biasa pada binatang nokturnal.

Anda mungkin juga menyukai