Anda di halaman 1dari 14

KENCING BERNANAH

2.1 Definisi Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae (Daili, 2005). Gonore merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan infeksi mukosa, terutama mukosa genital oleh N. gonorrhoeae (Sparling, 2005). 2.2 Epidemiologi Data WHO menunjukkan insiden gonore antara 62 juta kasus baru pada 1995 sebagian berasal dari Asia Selatan dan Asia Timur, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Prevalensi pada negara-negara maju adalah sepersepuluh dibandingkan negara berkembang. Di Indonesia data dari Depkes RI tahun 19971998 didapatkan infeksi gonore sebanyak 13.000 kasus pada tahun 1997 dan 20.420 kasus pada tahun 1998 (Safitri, 2007). Beberapa faktor predisposisi tingginya angka kejadian gonore antara lain tingkat penularan yang tinggi, masa inkubasi yang pendek, tingkat karier asimtomatis yang tinggi, tidak adanya imunitas protektif, meningkatnya resistensi terhadap antibiotik dan perubahan prilaku seksual (Sumaryo, 2006) 2.3 Etiologi Penyebab gonore adalah kuman yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882 yaitu N. gonorrhoeae. Neisseria gonorrhoeae atau gonokokus merupakan kuman berbentuk biji kopi dengan panjang 1,6 um dan lebar 0,8 um, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat negatif Gram, terlihat diluar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 390C dan tidak tahan zat desinfektan (Daili, 2005). Neisseria gonorrhoeae secara antigenik bersifat heterogen dan dapat mengubah struktur permukaannya secara invitro, mungkin juga invivo, untuk menghindari pertahanan inang. Struktur permukaan itu antara lain:

a. Pili Pili adalah alat mirip rambut yang menjulur keluar beberapa mikrometer dari permukaan gonokokus. Pili sangat berperan penting dalam proses patogenesis penyakit. Pili membantu perlekatan pada sel inang dan resistensi terhadap fagositosis (Jawetz dkk, 1996) b. Por (Protein I) Por menjulur dari selaput sel gonokokus yang fungsinya sebagai tempat masuknya beberapa nutrien kedalam sel. Setiap strain gonokokus hanya memiliki satu tipe Por, tetapi Por dari strain-strain lain secara antigenik berbeda (Jawetz dkk, 1996). c. Opa (Protein II) Protein ini berfungsi untuk perlekatan gonokokus didalam koloninya dan perlekatan gonokokus pada sel inang. Salah satu bagian molekul Opa terdapat pada selaput luar gonokokus dan sisanya terdapat dipermukaan (Jawetz dkk, 1996). d. Rmp (Protein III) Rmp merupakan suatu protein reduksi yang dapat dimodifikasi dan mengalami perubahan pada berat molekulnya ketika dalam keadaan tereduksi. Protein ini bekerja sama dengan Por dalam pembentukan pori-pori pada permukaan sel (Jawetz dkk, 1996). e. Lipooligosakarida (LOS) LPS gonokokus tidak mempunyai rantai samping antigen O yang panjang dan kadang-kadang disebut polisakarida. Gonokokus dapat memiliki lebih dari satu rantai LPS yang berbeda antigennya secara serentak. Racun dalam infeksi gonokokus terutama disebabkan oleh pengaruh endotoksik LPS (Jawetz dkk, 1996). f. Protein Lain Lip (H8) merupakan suatu protein pada permukaan terbuka yang dapat diubah oleh panas. FBP (Protein yang terikat besi) dihasilkan bila pasokan besi terbatas (Jawetz dkk, 1996).

2.4

Patogenesis Untuk dapat melakukan proses infeksi, bakteri harus melekat pada

mukosa. Pili melekat lebih kuat pada epitel kubus dan silindris dibanding epitel skuamosa, dimana N. Gonorrhoeae hanya melekat pada sel epitel yang tidak besilia (Safitri, 2007). Pada umumnya infeksi primer dimulai pada epitel slindirs dari uretra, duktus periuretralis atau beberapa kelenjer sekitarnya. Kuman juga dapat masuk lewat mukosa servik, konjungtiva atau rektum. Kuman menempel dengan pili pada permukaan sel epitel atau mukosa. Pada hari yang ke tiga, kuman mencapai jaringan ikat yang dibawah epitel, setelah terlebih dahulu menembus ruang antar sel. Selanjutnya terjadi reaksi radang berupa infiltrasi leukosit polimorfnuklear. Eksudat yang terbentuk dapat menyumbat saluran atau kelenjer sehingga terjadi kista retensi dan abses. Penyebaran ke tempat-tempat lainnya lebih sering terjadi lewat saluran getah bening dari pada lewat saluran darah. Terjadinya kerusakan pada sel epitel oleh gonokokus, menyebabkan terbentuknya celah pada mukosa, sehingga mempermudah dan mempercepat masuknya kuman (Josodiwondo, 1994). 2.5 Manifestasi Klinis Gambaran klinis dan perjalanan penyakit gonore pada wanita dan pria berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita (Daili, 2007). 2.5.1 Gonore pada pria Masa inkubasi gonore sangat singkat, pada pria biasanya 2-5 hari, kadangkadang lebih lama. Tempat masuk kuman pada pria di uretra sehingga menimbulkan uretritis. Yang paling sering adalah uretritis anterior akut. Keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas dibagian distal uretra disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra berupa mucopurulen atau purulen yang kadang-kadang disertai darah. Selain itu kadang-kadang juga disertai nyeri pada waktu ereksi. (Daili, 2007). (Radcliffe, 1999)

Gambar 1: Gonore pada pria (www.visualdxhealth.com, 2008) 2.5.2 Gonore pada wanita Gejala dan tanda timbul dalam waktu 7-21 hari. Frekuensi asimptomatik sampai 50%. Tempat primer infeksi gonore pada wanita adalah saluran endoservik, dengan gejala klinis berupa peningkatan duh tubuh vagina, disuria, perdarahan antar menstruasi dan menoragia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat duh tubuh mukopurulen yang berasal dari servik berwarna kuning kehijauan dan berbau. Namun, hanya 35% wanita dengan servisitis gonore yang mengalami gejala ini (Ram & Rice, 2001; Radcliffe, 1999 Angelika, 2004). 2.5.3 Gonore extragenital a. Gonore orofaringeal Ditemukan pada pria dan wanita yang melakukan oral seks. Infeksi gonokokus difaring umumnya asimptomatik dan jarang dilaporkan serta sering tidak terdeteksi, tetapi dapat juga menyebabkan faringitis dengan limfadenitis servikal. Infeksi orofaringeal ini sembuh spontan dalam beberapa minggu. Gejala orofaringeal ditemukan pada 10-25% pria homoseksual, hampir 20% wanita heteroseksual dan kurang dari 5% pria heteroseksual (Angelika 2004, Ram&Rice, 2001). b. Gonore rektal Gonore rektal umumnya ditemukan pada pria homoseksual dan wanita heteroseksual yang melakukan anal seks. Gonore rektal umumnya asimptomatik sekitar 50% tetapi dapat juga menimbulkan proktitis, disertai peradangan, duh tubuh rektal, pruritus ani, perdarahan, tenesmus, dan konstipasi (Angelika, 2004).

c.

Opthalmia gonore Gonoblenore jarang ditemukan pada orang dewasa tapi masih menjadi penyebab kebutaan yang utama pada negara berkembang. Gejala diawali dengan konjungtivitis purulen dan jika tidak diobati dapat berkembang menjadi inflamasi kornea yang berbahaya yang diikuti oleh keratitis dan kekeruhan korne (Angelika, 2004).

2.5.4 Infeksi gonore disseminata a. Arthritis-dermatosis syndrome (gonococcemia) Merupakan manifestasi bakteremia kuman gonore yang paling sering ditemukan pada 0,5-1% pasien. Tendosinovitis gonokokus terutama menyerang sendi-sendi besar seperti lutut, siku, pergelangan tangan, mata kaki dan tangan, dan kadang-kadang dapat dilihat sebagai eritema sekitar tendon. Lesi pada kulit merupakan penyebaran dari pustula yang nekrotik, berkaitan dengan vaskulitis embolik dan umumnya berlokasi pada bagian distal ekstremitas. Lesi-lesi tersebut berisi kuman gonore (Angelika, 2004). b. Endokarditis dan meningitis gonore Terutama terjadi pada masa preantibiotik. Sebelum ditemukan antibiotik, endokarditis gonore dengan infeksi pada katub aorta merupakan penyebab inkompetensi katub aorta dan gagal jantung akut (Angelika, 2004). 2.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi: - Keluhan utama yaitu keluarnya duh tubuh dari kemaluan, gatal pada kemaluan, disuria dan lain-lain. - Riwayat seksual: a. Kontak seksual, baik didalam maupun diluar pernikahan (berganti-ganti pasangan atau banyak kontak seksual). b. Kontak seksual dengan pasangannya setelah mengalami penyakit. c. Frekuensi dan jenis kontak seksual (homo atau heteroseksual).

d. Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital,anogenital). e. Apakah pasangannya juga merasakan keluhan/gejala yang sama. - Pengobatan yang telah diberikan. - Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit didaerah genital lain. - Riwayat penyakit berat lainnya. - Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi, misalnya erupsi kulit, nyeri sendi, dan lain-lain. - Riwayat alergi obat (Daili, 2005) Pemeriksaan klinis pada pria, tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, udem, ektropion, dan terlihat duh tubuh yang mukopurulen. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral. Sedangkan pada wanita, servik tampak merah dengan erosi dan duh tubuh mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis (Daili,2005) Pemeriksaan penunjang meliputi: a. Sediaan langsung Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan ditemukan diplokokus Gram negatif, intraseluler dan atau ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin, serviks dan rektum (Daili, 2005). Sediaan apus dari eksudat uretra pria mempunyai sensitivitas sekitar 90% dan spesifisitas 99%. Sediaan apus dari eksudat endoserviks mempunyai sensitivitas sekitar 50% dan spesifisitas 95% bila diperiksa oleh ahli mikroskop yang berpengalaman (Jawetz dkk, 1996). b. Kultur Pemeriksaan dengan metode kultur untuk identifikasi N.gonorrhoeae masih merupakan gold standar diagnosis, dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, serta relatif mudah dikerjakan. Media yang dapat digunakan adalah media transpor dan media pertumbuhan. Media transpor antara lain :

10

media stuart, media ini hanya untuk transpor saja sehingga perlu ditanam kembali pada media pertumbuhan. Media transgrow, media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis. Media ini dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan.

Media pertumbuhan antara lain : Mc Leods chocolate agar, berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman gonokokus, kuman-kuman lain juga dapat tumbuh. Media Thayer Martin, media ini selektif untuk mengisolasi gonokokus. Mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman Gram positif, kolistin untuk menekan pertumbuhan kuman Gram negatif, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Hasil kultur dilihat setelah pengeraman selama 24 jam atau 48 jam dalam atmosfer yang mengandung CO2 5% (botol lilin) pada suhu 37oC. Pada isolasi primer koloni gonokokus akan terlihat berbentuk bundar, tidak tembus cahaya atau opaque, garis tengah 0,5 mm, pinggir koloni rata, permukaan cembung dan licin. Modified Thayer Martin agar, isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp (Daili, 2005) c. Tes definitif 1. Tes oksidasi Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokokus tersangka. Semua Neiserria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah lembayung. 2. Tes fermentasi Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glucosa, maltosa dan sucrosa. Kuman gonokokus hanya meragi glucosa (Daili, 2005). d. Tes beta-laktamase Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 9 61192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan

11

perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase (Daili, 2005). e. Serologi Pada orang yang terinfeksi, antibodi terhadap pili dan protein permukaan gonokokus dapat ditentukan dengan tes immunoblotting, radioimunoassay, dan ELISA (enzyme linked imunosorbent assay). Namun tes-tes ini tidak berguna untuk membantu diagnosa karena berbagai alasan: keanekaragaman antigen gonokokus, tertundanya pembentukan antibodi pada infeksi akut, dan tingkat antibodi yang tinggi dalam populasi yang aktif secara seksual (Jawetz dkk, 1996). f. Pemeriksaan dengan GEN-PROBE Gen-Probe merupakan alat deteksi N. gonorrhoeae dan C. trachomatis dengan cara hibridisasi asam nukleat. Cara ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan waktu pemeriksaan yang relatif lebih singkat dibandingkan kultur. Dasar pemeriksaan adalah dengan mendeteksi struktur rantai asam nukleat ganda stabil yang berasal dari asam nukleat bakteri yang telah dikenali dan diberi label dengan RNA ribosomal bakteri yang akan dideteksi (Haryani dkk, 2003). 2.6 Diagnosis Banding Diagnosis banding gonore diantaranya infeksi C. Trachomatis T Vaginalis, ragi dan bakteri anaerob (Angelika, 2004). 2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Umum Bila memungkinkan, periksa dan obati pasangan seksual tetapnya. Anjuran abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual) sampai terbukti sembuh secara klinis dan laboratoris, dan bila tidak dapat menahan diri anjurkan untuk memakai kondom Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan hari ke-8 untuk follow up

12

Konseling berupa penjelasan mengenai penyakit gonore, kemungkinan komplikasi, cara penularan serta pentingnya pengobatan pasangannya

Konseling mengenai kemungkinan resiko tertular HIV (Adi dkk, 2004)

2.7.2 Khusus Secara epidemiologi pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan

dosis tunggal. Macam-macam obat yang dipakai antara lain dalah : 1. Penisilin Yang efektif ialah penisilin G prokain aqua. Dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Kontraindikasinya adalah alergi penisilin (Daili, 2007). 2. Ampisilin dan amoksisilin Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid dan amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid. Kontraindikasinya adalah alergi penisilin (Daili, 2007). Penisilin, ampisilin dan amoksisilin untuk daerah dengan insiden galur Neisseria gonorrhoeae penghasil penilsilase (NGPP) rendah (Mansjoer, 2005) 3. Sefalosporin -Seftriakson (generasi ke 3) cukup efektif dengan dosis 250 mg IM. -Sefoperazon dengan dosis 0,5 sampai dengan 1,0 secara IM. -Sefiksim 400 mg merupakan obat pilihan baru dari golongan sefalosforin yang dapat diberikan oral. Dosis ini cukup aman dan efektif untuk mengobati gonore tanpa komplikasi di semua tempat.. Pada tahun-tahun terakhir ini beberapa kota di Indonesia pemakain seftriakson yang terlalu sering untuk indikasi penyakit lain, memberi dampak peningkatan resistensi seftriakson terhadap N.gonorrhoea.

13

4. Spektinomisin Dosisnya 2 gramIM, baik untuk penderita yang alergi penisilin dan penderita yang mengalami kegagalan pengobatan. 5 Kanamisin

Dosisnya 2 gram IM. Kontraindikasi kehamilan. 6. Tiamfenikol Dosisnya 2,5-3,5 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada kehamilan. 7. Kuinolon Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 500 mg, secara oral. Levofloksasin generasi terbaru kuinolon dapat dianjurkan untuk pengobatan gonore dengan dosis 250 mg peroral dosis tunggal. Kuinolon tidak boleh diberikan untuk wanita hamil atau menyusui ataupun orang yang berumur kurang dari 17 tahun (Daili, 2007). Obat pilihan gonore : -Ofloksasin 400 mg per oral dosis tunggal. Obat alternatif: -Siprofloksasin 500 mg per oral dosis tunggal -Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal -Tiamfenikol 3,5 mg peroral dosis tunggal -Cefoksim 400 mg peroral (Adi dkk, 2004) Pada kasus gonore dengan komplikasi dapat diberikan salah satu obat dibawah ini: -Siprofloksasin 500 mg/hari per oral selama 5 hari -Ofloksasin 400 mg/hari per oral selama 5 hari

14

-Seftriakson 250 mg/hari, injeksi intramuskular selama 3 hari -Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular selama 3 hari -Spektinomisin 2 gram/hari , injeksi intramuskular selama 3 hari( Mansjoer dkk, 2005). 2.8 2.9 Prognosis Komplikasi

Pada pria 1. Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya batir pus atau pembengkakan didaerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus teertutup akan menjadi abses dan merupakan sumber infeksi laten. 2. Parauretritis, sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan pus pada kedua muara parauretra. 3. Madang kelenjer Littre (litritis). Tidak mempunyai gejala khusus. Pada urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat dapat terjadi abses folikular. Diagnosis komplikasi ditegakkan dengan uretroskopi. 4. Infeksi pada kelenjer Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan didaerah perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi dan disuria. Jika tidak diobati, abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra atau rektum dan mengakibatkan proktitis.

15

5. Prostatitis akut yang ditandai dengan perasaan tidak enak didaerah perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing sampa hematuria, spasme otrot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan obstipasi. Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan dan adanya fluktuasi bila sudah terjadi abses. Bila tidak diobati abses akan pecah masuk keuretra posterior atau ke arah rektum yang mengakibatkan proktitis. 6. Gejala prostatitis kronik ringan dan intermitten, Madang-kadang menetap. Terasa tidak enak diperineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat teraba kenyal, berbentuk nodus dan sedikit nyeri pada penekanan. 7. Vesikulitis adalah radang akut yang mengenai vescula seminales dan duktus ejakulatorius, dapat timbal menyertai prostatitis akut atau epididimitos akut. Gejala subyektif meliputi demam, polakisuria, hematuri Terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi dan sperma mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vescula seminales yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang ditas prostat. Adakalanya sulit menentukan batas kelenjer prostat yang membesar. 8. Vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada bagian bawah pada sisi yang sama. 9. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai vas deferentitis. Keadaaan yang mempermudah timbulnya epididimis hdala trauma pada uretra posterior yang disebabkan salah pengelolaan pengobatan atau kelalaian pasien sendiri.. Epididimis dan tali

16

spermatika membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat menyebabkan sterilitas. 10. infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Gejalanya berupa poliuria, disuria Terminal dan hematuria. Pada wanita : 1. Para uretritis. Kelenjer parauretra dapat terkena, tetapi abses jarana terjadi. 2. Kelenjer bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena

membengkakl, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbal dan pecah melalui kulit dan mucosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat rekurens atau menjadi kista. 3. Salfingitis. Dapat bersifat akut sub akut atau kronik. Infeksi lansung

terjadi dari serviks melalui tuba falloppi ke daerah salfing dan ovum sehingga dapat mengakibatkan penyakit Madang panggul. Gejalanya terasa nyeri didaerah abdomen bawah, duh tubuh vagina, disuria dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal (Mansjoer dkk, 2005)

2.10

Pencegahan Kondom dengan penggunaan yang tepat, memberikan perlindungan yang

efektif untuk infeksi mukosa genital. Preparat, diafragma atau kap servik dapat digunakan sebagai proteksi terhadap infeksi gonore dan klamida (Ram & Rice, 2001).

17

Anda mungkin juga menyukai