Anda di halaman 1dari 40

KONVERSI OTOT MENJADI DAGING

Pertemuan 4

Oleh : Imas Siti Setiasih Indira Lanti K

Penanganan Hewan Sebelum Dipotong


Hasil pemotongan hewan dapat dibagi menjadi dua bagian, yi : bagian karkas dan bagian bukan karkas. Bagian karkas mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada bagian bukan karkas. Hewan yang akan dipotong sebaiknya diberi penanganan yang baik supaya hasil pemotongannya memuaskan. Penanganan hewan sebelum dipotong adalah perlakuan-perlakuan kepada hewan agar hewan tersebut terhindar dari keadaan lecet, memar, luka, sakit, penurunan bobot badan yang berlebihan atau bahka mati.

Penanganan hewan sebelum dipotong adalah :


1. Hewan tidak diperlakukan secara kasar. Sebelum dipotong (selama perjalanan /pengangkutan, selama diistirahatkan ) jangan diperlakukan kasar, karena akan berpengaruh negatif terhadap hasil pemotongan. Hewan yang diperlakukan secara kasar akan berontak dan besar kemungkinan pada saat berontak akan mengalami luka lecet atau cedera. Adanya luka lecet yang cukup parah maka beberapa enzim seperti kreatine-fosfokinase dan aspartatetransaminase akan terbebaskan ke dalam aliran darah sehingga akan terjadi peristiwa proteolisis yang akan menurunkan kualitas dagingnya. Untuk menghindari hal tersebut dilakukan pengandangan (karantina) dengan baik. Biasanya hewan yang paling rentan atau yang paling liar ditempatkan di kandang yang paling sepi.

2. Hewan tidak mengalami stres. Selama perjalanan dari peternakan ke rumah potong, biasanya hewan mengalami stres akibat berdesakdesakan di dalam kendaraan pengangkut, atau akibat kekurangan oksigen karena ventilasi alat pengangkut kurang baik. Hewan yang akan dipotong, pada umumnya cenderung untuk berantam, terutama apabila hewan-hewan tersebut berasal dari peternakan yang berbeda. Untuk menghindari hal tersebut pengangkutan harus dilakukan dengan baik, tidak dijejal dan selama perjalanan hewan tidak mengalami dehidrasi..

3. Hewan diperiksa kesehatannya oleh yang berwenang. Pemeriksaan pada tahapan ini disebut sebagai pemeriksaan antemortem yang bertujuan : (a) untuk mengetahui hewanhewan yang sakit, cedera dan lain-lain, sehingga proses pemotongannya harus didahulukan, dan (b) untuk memilah hewan yang sakit dan harus dipotong di tempat yang terpisah.

Tehnik Pemotongan Hewan


Pada dasarnya ada dua teknik pemotongan hewan sapi dan ruminansia besar yaitu teknik pemotongan langsung dan teknik pemotongan tidak langsung. Pemotongan secara langsung dilakukan setelah hewan dinyatakan sehat, hewan tersebut disembelih pada bagian leher dengan cara memotong arteri karotis dan vena jugularis serta esofagus.

Pada pemotongan secara tidak langsung dilakukan pemingsanan dahulu dan setelah pingsan baru hewan dipotong. Maksud pemingsanan adalah untuk memudahkan pelaksanaan penyembelihan dan supaya hewan tidak tersiksa dan terhindar dari perlakuan kasar pada tahap penjatuhan. Kulit dan karkas yang diperoleh dari hewan yang dipotong secara tidak langsung berkualitas baik (tidak cacat dan memar).

Cara pemingsanan
1. Dengan menggunakan alat pemingsan (knocker), 2. Dengan menggunakan senjata pemingsan (stunning gun), 3. Dengan cara pembiusan, 4. Dengan menggunakan arus listrik. Bila pemingsanan dilakukan dengan alat atau senjata pemingsan, maka alat atau senjata yang telah diisi peluru diletakkan tepat pada titik tengah kening tulang kepala sedikit di bagian atas antara kelopak mata, sehingga peluru mengarah ke otak secara tepat.

Syarat-syarat hewan yang akan disembelih:


1. Hewan harus sehat berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan atau yang berwenang. Hewan yang sedang menderita sakit dapat juga disembelih dengan syarat sebagai berikut : (a) bagi hewan yg menderita penyakit mulut dan kuku (Apthae epizootica), stlh disembelih; organ dalam, kepala, bagian mulut, lidah dan kaki harus direbus dahulu seblm diedarkan atau diperdagangkan, (b) bagi hewan yg menderita penyakit sura harus dipotong malam hari krn penyakit tsb dpt ditularkan oleh lalat, (c) bagi hewan yg menderita penyakit anthraks, setelah disembelih hrs dimusnahkan dg cara dibakar atau dikubur.

2. Hewan harus dalam keadaan tidak lelah atau tidak habis dipekerjakan. Sebelum disembelih, hewan harus diistirahatkan selama 12-24 jam tergantung pada iklim, jarak antara asal hewan dengan rumah potong, cara transportasi, kondisi kesehatan dan daya tahan hewan. Tujuan hewan diistirahatkan adalah supaya hewan tidak stres, pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin, dan agar cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan karkas (rigormortis) berlangsung secara sempurna

Pada dasarnya ada dua cara untuk mengistirahatkan hewan sebelum disembelih, yaitu dengan cara dipuasakan dan cara tanpa dipuasakan. Dengan cara dipuasakan, selain hewan menjadi lebih tenang, juga bobot tubuh kosong (BTK) yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu dapat diketahui. Maksud pengistirahatan hewan sebelum disembelih dengan cara tanpa dipuasakan adalah agar pada waktu disembelih, darah dapat keluar sebanyak mungkin karena hewan masih kuat untuk meronta, mengejang dan berkontraksi.

3. Hewan sudah tidak produktif lagi atau tidak digunakan sebagai bibit. Yang dimaksud hewan tidak produktif adalah hewan betina yang sudah tidak beranak lagi atau hewan betina yang tidak dapat bunting, sedangkan hewan yang tidak digunakan sebagai bibit adalah hewan jantan yang tidak dipergunakan sebagai pejantan.

4. Hewan yang disembelih dalam keadaan darurat. Hewan golongan ini adalah : a. hewan yang mengalami kecelakaan, tetapi masih hidup dan diperkirakan akan mati, b. hewan yang menderita sakit dan hampir mati, c. hewan yang disembelih untuk tujuan tertentu. Penyembelihan hewan golongan ini tidak perlu dilakukan di rumah potong hewan (RPH), tetapi setelah disembelih harus diperiksa oleh dokter atau petugas yang berwenang untuk menentukan apakah hasil pemotongan tersebut aman dikonsumsi atau tidak.

Pada umumnya pemotongan hewan besar di Indonesia dilakukan secara Islam. Proses penyembelihan harus dilakukan dengan cepat sehingga hewan cepat mati dan tidak tersiksa dalam waktu yang lama. Urutan proses pemotongan hewan besar di Indonesia terdiri atas proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas.

Proses penyembelihan dimulai setelah hewan diperiksa oleh petugas yang berwenang dan dicap S (Slaughter = potong) dan diistirahatkan. Hewan-hewan tersebut kemudian dibawa ke ruang pemotongan dan disiram dengan air dingin supaya hewan menjadi bersih dan terjadi kontraksi perifer (fase kontraksi) sehingga darah di bagian tepi tubuh menuju ke bagian dalam tubuh dan pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin, serta proses pengulitan menjadi lebih mudah.

Selama proses penyembelihan; setelah bagian kulit, otot, arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus terpotong dilakukan pengeluaran darah (bleeding) dengan cara menusuk leher ke arah jantung oleh pisau. Pemisahan bagian kepala dari tubuh dilakukan setelah hewan mati dan telah diuji melalui reflek mata, reflek kaki atau reflek ekor.

Untuk menghindari pencemaran kulit dan karkas oleh kotoran atau isi saluran pencernaan, bagian esofagus dan trakhea diikat. Pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan menyebabkan karkas masih mengandung residu darah, sehingga dihasilkan daging yang lebih gelap.

Setelah penyembelihan dan hewan benar-benar mati, dilakukan proses penyiapan karkas. Urutan penyiapan karkas : 1. pemisahan kepala dari tubuh, 2. pengulitan kepala, 3. pemisahan keempat kaki pada bagian persendian tulang kanon, 4. pengulitan tubuh, 5. pembukaan rongga dada dengan gergaji, tepat melalui ventral tengah tulang dada atau sternum, 6. pembukaan rongga abdomen melalui irisan sepanjang ventral tengah, pemisahan penis dan jaringan ambing serta lemak abdominal yang lepas,

7. pembelahan bonggol pelvik dan pemisahan kedua bagian tulang pelvik, 8. pembuatan irisan sekitar anus dan kemudian ditutup plastik, 9. pengulitan ekor, 10. pemisahan esofagus dari trakhea, 11. pengeluaran kandung kencing dan uterus, intestinum dan mesenterium, rumen, bagian lain dari lambung serta hati, 12. pembelahan karkas menjadi dua bagian dengan cara dibelah tepat melalui garis tengah pungung, 13. merapikan karkas dengan cara memotong bagianbagian karkas yang kurang bermanfaat, 14. penimbangan karkas sehingga diperoleh berat segar.

Tehnik pemotongan hewan ruminansia kecil (domba, kambing, menjangan), pada prinsipnya sama dengan pemotongan hewan ruminansia besar. Hewan ruminansia kecil jarang dipekerjakan, sehingga sebelum dipotong tidak perlu diistirahatkan. Meskipun demikian, hewan yang mengalami perjalanan jauh, sebelum dipotong harus diistirahatkan dan dipuasakan selama 1218 jam. Cara pemotongan dapat dilaksanakan secara langsung, yaitu tanpa pemingsanan atau secara tidak langsung yaitu dengan pemingsanan.

Urutan pemotongannya adalah sebagai berikut : (1) penyembelihan (secara Islam), (2) pengeluaran darah sebanyak-banyaknya, (3) pemisahan kepala setelah hewan benar-benar mati, (4) penyiapan karkas, termasuk pengulitan. Pengulitan biasanya dilakukan dengan cara : hewan digantung,kaki bagian belakang di atas dan bagian kepala sebelah bawah. Pada hewan ruminansia kecil, kulit tidak melekat erat pada karkas, kecuali bagian rusuk.

Pemotongan hewan non ruminansia (babi), pada umumnya dilaksanakan secara tidak langsung. Sebelum dipotong, babi dipingsankan dg aliran listrik pd bag belakang telinga dg alat penjepit seperti tang dan arus listrik sebesar 70 volt atau lebih. Sebelum dipingsankan, babi disiram dengan air supaya bersih. Setelah bersih dan pingsan babi disembelih dg cara menusuk bagian leher ke arah pembuluh-pembuluh darah besar dan jantung di dekat unjung anterior sternum sehingga darah keluar sebanyak-banyaknya. Pengulitan tidak dilakukan karena lemak subkutan babi relatif banyak dan harganya mahal jika dijual sebagai daging. Karena tidak dikuliti, maka dilakukan pengerokan bulu setelah babi dimasukkan ke dalam air bersuhu 60-700 C selama 5-6 menit.

Tehnik pemotongan hewan unggas (angsa, ayam, itk dan kalkun) di Indonesia umumnya dilakukan dengan cara Kosher yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis dan esofagus. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4 % dari bobot asal. Proses pengeluaran darah pada ayam biasanya berlangsung 50-120 detik, tergantung pada besar kecilnya ayam yang dipotong.

Setelah penyembelihan, dilakukan pencabutan bulu. Untuk mempermudah pencabutan bulu, unggas dicelup ke dalam air bersuhu 50-800 C selama waktu tertentu. Pada prinsipnya ada 3 cara perendaman dalam air hangat tergantung pada umur dan kondisi unggas ialah : (1) perendaman dalam air bersuhu 50540 C selama 30-45 detik untuk ayam muda dan kalkun; (2) perendaman pada air bersuhu 55-600 C selama 4590 detik untuk ayam tua; (3) perendaman pada air bersuhu 65-800 C selama 5-30 detik, kemudian dimasukkan ke dalam air dingin agar kulit tidak masak. Cara ini digunakan untuk itik dan angsa. Setelah pencabutan bulu, dilakukan pengeluaran jeroan dan organ-organ dalam.

Konsekuensi Umum Dari Gangguan Sirkulasi Darah

Berhentinya sirkulasi darah pada waktu hewan mati menyebabkan timbulnya suatu rantai perubahan yang kompleks dalam jaringan otot. Kecepatan dan perubahan tersebut berbeda untuk setiap otot.

Pada saat hewan mati, berbagai jaringan masih melanjutkan metabolismenya. Walaupun otot tidak berkontraksi secara aktif pada waktu tersebut, namun energi tetap digunakan untuk mempertahankan temperatur otot dan integritas organisasi sel. ATP-ase nonkontraktil dari miosin adalah enzim yang terlibat. Yang paling cepat berubah akibat pengeluaran darah (sewaktu disembelih) adalah hilangnya pasokan oksigen ke otot, sehingga terjadi penurunan potensial oksigen. Akibatnya, sistem enzim dari sitokrom tidak jalan dan sistesis ATP dari sumber tersebut tidak berlangsung.

Di sisi lain kerja ATP-ase nonkontraktil dari miosin yang terus menerus akan menurunkan jumlah ATP, dan pada saat yang bersamaan dihasilkan Pinorganik yang merangsang perubahan glikogen menjadi asam laktat. Tidak berhasilnya mensintesis kembali ATP melalui proses glikolisis anaerob, memungkinkan tidak dapat dipertahankannya jumlah ATP, sehingga setelah terjadi penurunan jumlah ATP, aktomiosin akan terbentuk dan rigormortis yang tidak sempurna akan terjadi.

Rendahnya ketersediaan ATP, juga akan meningkatkan kesukaran dalam memelihara integritas struktur protein. Penurunan pH yang disebabkan terakumulasinya asam laktat menyebabkan protein terdenaturasi sehingga kekuatan untuk mengikat air menurun dan protein-protein miofibriler mendekati titik isoelektrisnya. Kedua peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya eksudasi. Terjadinya denaturasi protein sarkolasma, juga akan menyebabkan protein tersebut mudah dipecah oleh enzim-enzim protease dan katepsin otot. Enzim-enzim ini pada awalnya tidak aktif bila masih berada dalam partikel lisosom. Pada saat pH turun partikel membran lisosom lemah dan enzim terbebaskan.

Pemecahan protein menjadi peptida dan asam-asam amino, serta terakumulasinya berbagai metabolit dari proses glikolitik dan dari sumber-sumber lain, menyebabkan terbentuknya media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Walaupun pertumbuhan bakteri ini sedikit terganggu oleh penurunan pH, namun tidak lagi dapat dibersihkan oleh sel-sel darah putih karena peredaran darah sudah terhenti.

Aspek lain dari berhentinya peredaran darah adalah terganggunya kontrol hormon dalam metabolisme jaringan, sehingga temperatur tubuh menurun dan lemak menjadi keras. Kecenderungan terjadinya oksidasi lemak yang menimbulkan ketengikan sangat didukung oleh gagalnya darah untuk memperbaharui pasokan antioksidan, dan oleh terakumulasinya molekul-molekul pro-oksidan dalam jaringan.

Kondisioning (Ageing)
Kondisioning (ageing) atau pelayuan atau disebut juga hanging adalah penanganan karkas atau daging segar postmortem yang secara relatif belum mengalami kerusakan mikrobiologis dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu pada suhu di atas titik beku karkas atau daging (-1,50 C). Selama kondisioning terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging. Biasanya kondisioning dilakukan pada suhu antara 32-380 F (0-30 C), setelah karkas atau daging tersebut mengalami pendinginan (chilling) selama 24 jam pada suhu -4 sampai 10 C. Kondisioning yang lebih lama dari 24 jam sejak terjadinya rigormortis dapat disebut pematangan.

Karkas sapi dan ruminansia besar lainnya memerlukan kondisioning, sedangkan karkas domba, kambing dan unggas tidak perlu karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang muda, dan rigormortis berlangsung dalam waktu yang relatif singkat. Begitu juga karkas babi tidak memerlukan kondisioning, karena lapisan lemaknya tidak stabil yaitu mudah mengalami ketengikan oksidatif.

Pengaruh pengempukan dari proses kondisioning merupakan fungsi dari lama dan suhu. Intensitas atau derajat aktivitas kondisioning meningkat sesuai dengan akselerasi suhu dalam bentuk progresi geometrik, yaitu garis lengkung, bukan garis lurus.

Periode kondisioning daging sapi yang dipak vakum, tidak hanya ditentukan oleh perubahan keempukannya saja, tetapi juga oleh pertumbuhan mikroorganisme. Batas jumlah mikroorganisme selama kondisioning harus tidak melebihi 105 CFU/cm2. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kondisioning untuk daging sapi yang dipak secara vakum hanya 14 hari pada suhu 00 C, dan 6 hari pada suhu 40 C dengan pH daging lebih rendah dari 6,0 dan jumlah sel mikroorganisme awal kira-kira 104 CFU/cm2.

Pada umumnya kondisioning pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat keempukan tertentu dalam waktu yang lebih cepat daripada suhu yang lebih rendah. Misalnya kondisioning selama 2 hari pada suhu 200 C menghasilkan tingkat keempukan yang sama dengan kondisioning selama 14 hari pada suhu 00 C. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisioning selama 14 hari pada suhu 20 C menghasilkan keempukan yang lebih tinggi pada otot longissimus dorsi, semitendinosus dan biceps femoris dibanding dengan kondisioning selama 1 hari pada suhu 430 C, kecuali untuk otot semimembranous keempukannya meningkat bila dilakukan kondisioning pada suhu yang tinggi. Jadi kondisioning pada suhu tinggi mempunyai pengaruh yang lebih efektif pada daging yang kurang empuk

Proses kondisioning karkas sapi prima bisa dilakukan selama 15-40 hari, karena adanya lapisan lemak yang tebal yang menutup dan melindungi karkas dari kontaminasi mikrobia. Karkas yang tidak cukup mengandung lemak eksternal (termasuk karkas veal) tidak dapat dikondisioning dalam waktu yang lama, karena lebih mudah diserang mikroorganisme. Kondisioning selama 7-10 hari pertama mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap peningkatan keempukan. Perubahan flavor daging bisa terjadi setelah kondisioning selama 7 hari atau 2 minggu. Biasanya flavor terbaik dicapai setelah kondisioning /pematangan 20-40 hari.

Selama 24-36 jam pertama postmortem, proses yang dominan terjadi adalah glikolisis postmortem. Perubahan degradatif termasuk denaturasi protein dan proteolisis terjadi sebelum pH akhir karkas atau daging tercapai. Otot mengandung enzim-enzim proteolitik yang mampu mendegradasi protein otot termasuk elemen-elemen serabut yang kontraktil pada pH aktivitas masing-masing, sehingga keempukan daging meningkat. Selama kondisioning terjadi pemecahan jalur Z oleh enzimenzim proteolitik. Enzim proteolitik yang ada dalam otot terdiri dari 2 kelompok yaitu enzim-enzim nonlisosomal dan enzim-enzim lisosomal. Enzim nonlisosomal aktif pada pH rata-rata yang lebih tinggi daripada enzim lisosomal, sehingga pada awal periode kondisioning enzim nonlisosomal mempunyai peranan lebih besar daripada enzim lisosomal.

Tabel Kisaran pH Enzim Proteolitik Yang Ada Dalam Otot


Enzim Nonlisosomal : - Protease netral yang diaktifkan Ca = CANP = CDP - Protease (serine) seperti tripsin - Protease tiol netral - Protease (serine) alkalin Lisosomal : - Katepsin B - Katepsin D - Katepsin H - Katepsin L - Katepsin N Kisaran pH 6,5 8,0 6,5 8,0 6,5 8,0 7,5 10,5 3,0 6,0 2,5 4,5 5,0 7,0 3,0 6,0 3,0 6,0

Pemecahan protein miofibril diawali oleh enzim nonlisosomal yaitu ketika pH otot masih tinggi, kemudian akan dilanjutkan oleh enzim lisosomal apabila pH otot turun sampai pH aktivitasnya. Protease netral yang diaktifkan ion Ca (CANP atau CDP) mempunyai aktivitas optimum pada pH sekitar netral. Faktor penting yang menentukan aktivitas protease otot, di samping pH dan konsentrasi Ca bebas di dalam sel otot adalah temperatur.

Peningkatan tekanan osmotik, pembebasan ion Na+ dan Ca++ ke dalam sarkoplasma oleh protein-protein otot dan absorpsi ion K+, serta perubahan struktur otot setelah 24 jam kondisioning, berhubungan dengan meningkatnya daya ikat air. Selama kodisioning, juga terjadi perubahan warna dari merah menjadi coklat agak gelap.

Anda mungkin juga menyukai