Anda di halaman 1dari 13

Edisi I, Oktober, 2007

Buletin Asosiasi Pengelasan Indonesia-Indonesian Welding Society ( API - IWS )

KERJASAMA DENGAN NEGERI SAKURA

Pengelasan pada baja & besi cor

Under Water Welding dan aplikasinya

Diterbitkan oleh Asosiasi Pengelasan Indonesia - Indonesian Welding Society ( API-IWS ) Sekretariat : Jl Bendungan Hilir Raya GII No. 13, Jakarta - 10210 Telp (021) 57851839, Fax (021) 5712835, E-mail : sekretariat@api-iws.org Website : www.api-iws.org

DARI REDAKSI
Apa kabar ? Setelah vacum beberapa tahun lamanya, kini kami hadir kembali menyapa Anda, para Insan Pengelasan Indonesia. Bulletin ini kami luncurkan dengan harapan dapat menjadi salah satu sarana informasi dan komunikasi antar sesama insan pengelasan Indonesia. Meminjam istilah yg dikenal di dunia pengelasan , HAZ heat affected zone - sebagai rubrik yang memuat sisi-sisi pengelasan secara teknis. Untuk edisi perdana ini mengetengahkan suatu kasus pada pengelasan baja dan besi cor , juga mengetengahkan mengenai welding under water. Sebagai sarana anggota mengetahui aktivitas API baik yang telah, sedang dan akan dilakukan, kami rangkumkan dalam rubrik Agenda. Agar dapat memperkaya wawasan kita bersama, kami mengundang para Insan Pengelasan tercinta untuk bersama sama berpartisipasi aktif dalam mengirimkan artikel - artikel yang bermanfaat. Kritik dan saran membangun juga sangat kami nantikan sebagai bahan pembelajaran kami dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas bulletin ini. Dan akhinya mengikuti perkataan bijak filsuf Sun Tsu, berjalan seribu lie, diawali dari satu langkah . Satu langkah telah dimulai, selanjutnya terserah kita, Anda dan Kami, Insan Pengelasan Indonesia.

Diterbitkan oleh : Asosiasi Pengelasan Indonesia Indonesia Welding Society API - IWS Penasehat Ir Achdiat Atmawinata Pemimpin Umum Ir Edi Diarman

Redaksi Widayat Raharjo Hendra Sakti Farid Moch Zamil Dewan Ahli Prof Dr Ir Rochim Suratman Dr Ir Winarto, MSc Dr Ir Zaed Yuliadi, MSc Ir Sabandi Ismadi, MSi

Promosi, Iklan & Sirkulasi Darmayadi Ricca Anggraeni

Salam hangat dari kami, Redaksi

Sekretariat API-IWS Jl Bendungan Hilir Raya, Blok GII No.13 Jakarta Pusat - 10210 Telp (021) 57851839, Fax (021) 5712835 Website : www.api-iws.org

Daftar Isi
Dari Redaksi HAZ Beberapa kasus pada pengelasan baja & besi cor
Pengelasan basah bawah air sebagai solusi

Bulletin ini didukung oleh :

alternatif perbaikan lepas pantai Asian Welding Competition WPS, Kunci keberhasilan pengelasan Agenda Kerjasama dengan Negeri Sakura Dari Forum AWF Meeting Seminar Welding Metalurgi

Redaksi menerima kiriman artikel yang berkenaan dengan welding secara teknis / umum, baik berupa tulisan sendiri maupun saduran (dengan mencantumkan sumbernya tentu saja)

HAZ
BEBERAPA KASUS PADA PENGELASAN BAJA DAN BESI COR *
Oleh : Prof Dr Rochim Suratman ABSTRAK Proses pengelasan pada hakekatnya adalah proses penyambungan yang memanfaatkan fenomena metalurgi. Karena itu permasalahan yang muncul di daerah sambungan adalah sebagai akibat dari fenomena tersebut. Permasalahan yang muncul dari fenomena metalurgi pada saat mengelas baja adalah timbulnya martensit yang diiringi dengan fissure sedangkan pada besi cor kelabu adalah timbulnya besi cor putih dan martensit. PENDAHULUAN Proses pengelasan yang melibatkan adanya pencairan di daerah sambungan, secara metalurgis akan menghasilkan tiga daerah seperti terlihat pada gambar berikut : 2 1 retak (crack) baik retak yang timbul dengan segera maupun retak yang timbul berikutnya (delay crack) baik di logam las (1) maupun di daerah yang dipengaruhi panas (3) Pada daerah 2 (daerah Fusi, yang kadang-kadang disebut juga sebagai dilusi) : Terjadi pencampuran antara logam las dan logam induk. Pada prinsipnya di daerah ini terjadi proses pemaduan. Secara umum hasil dari suatu proses pemaduan dapat menghasilkan larutan padat, senyawa atau campuran antara larutan padat dan senyawa yang akan memberikan perbedaan terhadap sifat mekanik yang dimilikinya. Dalam praktek, keberadaan senyawa intermetalik yang getas sangat tidak diinginkan apabila terbentuk di batas butir namun akan berperan sangat penting dalam meningkatkan kekuatan logam apabila senyawa tsb muncul sebagai bagian dari fasa eutektik atau tersebar merata dalam bentuk partikel halus. Pada daerah 3 (daerah yang dipengaruhi panas) : Akan terjadi kombinasi antara pembentukan butir-butir yang kasar sebagai akibat terekpos pada suhu tinggi dengan timbulnya transformasi fasa, dari fasa padat ke fasa padat yang lain. Menurut Hall-Petch, pengkasaran butir akan menyebabkan kekuatan logam menurun sedangkan transformasi fasa yang terjadi di daerah tersebut juga akan diiringi dengan perubahan volume. fenomena metalurgi yang terjadi di daerah 3 menjadi sangat kompleks dengan adanya temperatur gradien. Secara umum di daerah ini terjadi proses perlakuan panas dengan segala macam aspek yang mempengaruhinya seperti tinggi dan lamanya temperatur pemanasan, laju pendinginan, termasuk ada atau tidaknya pre heat dan post heat dan jenis fasa yang akan dihasilkannya. Perlu digarisbawahi bahwa ketiga daerah tersebut akan selalu muncul pada saat menerapkan proses pengelasan yang melibatkan adanya proses pencairan, baik pada saat mengelas logam yang sama (similar metal welding) maupun pada saat mengelas dua logam yang berbeda (dissimilar metal welding). Khusus pada saat mengelas dua jenis logam yang berbeda, aspek lain diluar fenomena metalurgi yang perlu dipertimbangkan adalah : *** Apakah perbedaan koefisien muai akan berpengaruh terhadap umur sambungan ?

3 Ketiga daerah tersebut adalah daerah logam las (daerah 1), daerah fusi atau daerah pencampuran antara logam las dengan logam induk (daerah 2) dan daerah yang dipengaruhi panas (daerah 3) Pada daerah logam las (daerah 1) : Terjadi proses pembekuan dari logam las (weld metal) atau logam pengsisi (filler metal). Fenomena pembekuan akan memunculkan struktur dendritik yang kasar diiringi dengan timbulnya segregasi sebagai akibat adanya laju pendinginan yang relatif cepat. Adanya pengkasaran ukuran butir dan segregasi di daerah logam las akan menurunkan sifat mekanik. Penurunan sifat mekanik yang terjadi jangan sampai melampaui sifat mekanik logam induk. Karena itu berdasarkan hal tsb dan mengingat menurut standar bagian logam las tidak diperkenankan untuk gagal, maka untuk mengkompensasi penurunan tsb dipilih kualitas mekanik logam las minimal 15% lebih tinggi dari sifat logam induk. Disamping itu pada saat logam las membeku (bertransformasi fasa) senantiasa diiringi dengan perubahan volume (dalam hal ini menyusut). Perubahan volume yang mengiringi transformasi fasa merupakan cikal bakal timbulnya destorsi pada sambungan las bahkan menjadi cikal bakal timbulnya

*** Apakah korosi galvanik akan menjadi masalah ? Pada beberapa jenis baja paduan dan besi cor, keseluruhan aspek tsb diatas merupakan hal-hal yang patut menjadi perhatian yang cermat dan akurat agar hasil pengelasan yang dilakukan dapat menghasilkan sambungan yang baik dan memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam WPS.

BEBERAPA CONTOH KASUS


Untuk menganalisis fenomena metalurgi seperti diuraikan diatas dapat dilihat pada contoh-contoh pengelasan berikut :

1. Mengelas baja Cr-Mo dengan baja tahan karat austenitik


Pada industri petrokimia seringkali dijumpai baja CrMo, baik dari tipe ASTM A387 grade 11 (F11) maupun F12 (dissimilar) ; disambungkan dengan baja tahan karat austenitik atau baja F11 disambungkan dengan baja F11 (similar). Lazimnya pada kedua pengelasan tersebut seringkali menggunakan logam pengisi dari jenis baja tahan karat austenitik atau dari jenis paduan Ni-Cr-Fe seperti paduan Incoloy 825 atau paduan Inconel 625. Dari tabel 1 dapat dilihat komposisi baja F11, baja tahan karat austenitik SAE 304L, Incoloy 825 dan Inconel 625 sebagai berikut : Jenis Logam F11 SAE304L Incoloy 825 Inconel 625
Fe balan balan 30 30 Cr 1-1.5 18-20 20 22 Ni -8-12 42 62 C <=0.17 0.03 0.03 0.05

Dengan memperhitungkan %Ni.eq dan %Cr.eq dari kombinasi komposisi yang akan terjadi di daerah fusi dan menerapkannya pada diagram Schaeffler, tampak bahwa kombinasi komposisi F11 dan SAE 304L jatuh di daerah austenit. Jika hal seperti ini yang terjadi, maka pemilihan jenis logam las maupun logam pengisi sudah tepat. Yang harus dihindari adalah apabila kombinasi komposisi menghasilkan fasa Martensit. Keberadaan fasa martensit seringkali dikaitkan dengan masalah kegetasannya. Namun yang paling berbahaya dari keberadaan martensit adalah bahwa pembentukannya kadang-kadang diikuti dengan munculnya retak rambut (fissure) yang seringkali sulit dideteksi dengan peralatan ultrasonic. Kalaupun terdeteksi seringkali dinyatakan sebagai minor defect. Analisis berikutnya adalah fenomena yang terjadi di daerah HAZ terutama di daerah interface antara logam induk dengan logam cair. Jika Ni berdifusi, maka akibat adanya gradien kadar Ni maka kombinasi komposisi di daerah tersebut akan menghasilkan martensit. Untuk mengatasi hal tsb maka dilakukan proses pre heat yang besarnya harus diatas temperatur Ms dari kombinasi komposisi yang menghasilkan martensit.

Mn 0.40.65 2.0 ---

Si 0.5-0.8 1.0 ---

Mo 0.450.65 -3 9

P <=0.03 0.03 ---

S <=0. 03 0.03 ---

Cb ---3.5

Cu --2 --

Jadi apabila F11 disambungkan dengan SAE 304L ,misalnya menggunakan logam pengisi juga SAE 304L, maka di daerah Fusi di sisi F11 akan terjadi dilusi antara logam induk (F11) dengan logam pengisi (SAE 304L). Untuk membantu menganalisis apakah pemilihan logam las dari jenis baja tahan karat SAE 304L sudah tepat dan jenis fasa apa yang akan terjadi di daerah fusi di sisi F11 dapat digunakan diagram Schaeffler yang sudah dimodifikasi oleh Schneider seperti terlihat pada gambar 2

Kemungkinan timbulnya retak yang tertunda (delay crack), dapat juga di"ramal"kan dengan memperhitungkan suatu harga faktor yang dibuat oleh Miyano dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Miyano mengatakan bahwa besarnya faktor dari hasil perhitungan diatas kurang dari 200, maka tidak akan timbul retak. Namun apabila harganya diatas 200, maka pada suatu saat akan timbul retak. Patokannya adalah makin besar faktor tsb, kemunculan retak semakin dekat. Persamaan ini telah diadopsi oleh API pada bagian pembahasan tentang RBI (Risk Base Inspection) denga menyebut persamaan ini sebagai J-factor, namun harganya diubah bukan 200, melainkan 100.

2. Mengelas besi cor kelabu


Karakteristik besi cor kelabu adalah adanya grafit yang berbentuk serpih. Keberadaan grafit dengan bentuk seperti ini menyebabkan besi cor kelabu sangat sensitif terhadap timbulnya retak apabila dibebani dengan beban tarik. Kenyataan ini yang menjadi penyebab mengapa besi cor kelabu sulit dilas, karena pada saat logam las membeku (yang diiringi dengan penyusutan, maka lazimnya akan muncul retak di kiri kanan logam las). Disamping itu laju pendinginan sangat berpengaruh terhadap timbulnya besi cor putih yang bersifat sangat keras. untuk mengatasi hal tsb, mengelas besi cor kelabu lazim diterapkan preheat yang relatif tinggi untuk memperlambat laju pendinginan sehingga pembentukan besi cor putih dapat dihambat. Saat ini untuk mengelas besi cor kelabu digunakan proses pengelasan SMAW dengan menggunakan logam las atau logam pengisi dari jenis besi cor kelabu dengan kadar Si yang sangat tinggi (Super silicon cast iron) dengan jenis flux yang terdiri dari borat, soda ash, sedikit ammonium sulfat dan oksida besi. selain itu kadang-kadang digunakan logam las yang menganduing Nikel atau bahkan Nikel murni.

Pada perkembangan berikutnya, mengingat kesulitankesulitan yang sering dijumpai dalam mengelas besi cor kelabu, maka telah dikembangkan metoda-metoda baru yang lazim dikenal dengan istilah : # Metoda Pouring (buring in) # Metoda Powder filling # Metoda Draoplet spray, dan # Metoda Turbulence Flow Casting (TFC) Metoda-metoda tersebut pada hakekatnya mengupayakan menuangkan logam cair (dalam hal ini besi cor kelabu yang cair sama) ke bagian yang akan disambungkan sehingga antara logam las di daerah sambungan dengan logam induk tidak terjadi perbedaan material sehingga mampu menghasilkan ikatan metalurgi yang baik dan homogen tanpa terjadi penggetasan (lihat gambar 3 dan 4) metoda-metoda tsb diatas bahkan akhir-akhir ini telah mulai diujicobakan untuk mengelas logam-logam yang memiliki afinitas terhadap oksigen yang besar seperti baja tahan karat, paduan aluminium dan titan.

(1) * Makalah ini disampaikan dalam Seminar sehari pengelasan, yg diselenggarakan oleh API-IWS pada 29 Juni 2007 (2) Guru besar ITB, Course Manager IWE Course B4T, anggota API-IWS

HAZ
Pengelasan Basah Bawah Air Sebagai Solusi Alternatif Untuk Perbaikan Struktur Lepas Pantai
Oleh : Ato Suyanto

Pendahuluan
Meskipun teknik pengelasan basah bawah air (dalam hal ini yang dimaksud adalah wet welding) telah dikenal sejak 1930, namun pada kenyataannya belum banyak pihak yang tertarik untuk mengaplikasikannya sebagai solusi yang tepat guna. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari teknik pengelasan ini, diantaranya adalah biaya yang relatif lebih murah dan persiapan yang dibutuhkan jauh lebih singkat dibanding dengan teknik yang lain, namun ada hal-hal lain yang mesti dipertimbangkan sebelum mengaplikasikannya. Artikel ini akan membahas tentang aplikasinya dalam perbaikan struktur lepas pantai dengan fokus pada batasan-batasan dan tantangan-tantangannya. Selama masa operasinya , struktur lepas pantai akan membutuhkan beberapa intervensi bawah air untuk perawatan, perbaikan atau perubahan seperti : # Penguatan untuk resertifikasi struktur yang telah habis design life-nya # Perbaikan karena kesalahan design # Perbaikan karena kerusakan yang disebabkan oleh : ~ Kesalahan pada saat instalasi ~ Insiden, misalkan tertabrak kapal, badai, kejatuhan benda dari atas dek, dsb ~ keretakan pada sambungan karena keadaan lingkungan (ombak, angin) # Penambahan struktur karena adanya perubahan operasi ( pemasangan riser clamp, caisson, dsb ) # Pemasangan anode Untuk intervensi diatas, ada beberapa teknik yang umum dipakai seperti : ~ Grinding out cracks ~ Clamps ~ Grout filling ~ Pengelasan hyperbaric ~ Pengelasan bawah air

Seperti disebutkan diatas bahwa belum banyak pihak yang tertarik untuk menerapkan teknik pengelasan bawah air ini. Ini terbukti bahwa hanya ada 50 kegiatan pengelasan bawah air untuk perbaikan struktur lepas pantai yang dipublikasikan selama 40 tahun terakhir, itu juga dengan sedikit informasi yang bersifat teknik. Pihak industri masih tertarik untuk memakai pengelasan hyperbaric atau pemasangan clamp meskipun butuh persiapan yang lebih rumit dan biaya yang lebih mahal. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa kendala yang masih ada yang membuat pihak industri masih keberatan untuk memakai teknik ini, juga beberapa tantangan bila kita ingin menggunakannya. KENDALA Keengganan pihak industri untuk memakai teknik pengelasan bawah air ini bisa dimengerti mengingat halhal berikut : 1. Class, baik DNV atau LR belum menerima teknik ini untuk perbaikan yang sifatnya permanen. Ada weld defects yang hampir selalu menyertai (porosity, lack of fusion, cracking) yang memberatkan teknik pengelasan ini untuk tujuan-tujuan perbaikan permanen. memang untuk perbaikan elemen yang 'kurang penting', classs sudah bisa menerimanya sebagai permanen bersyarat : bisa dianggap sebagai permanen asal dalam inspeksi mendatang tidak ditemukan penurunan yang signifikan dari kualitas pengelasan tsb.

2. Mengacu pada AWS D3.6:1999 'Specification for underwater welding', hasil terbaik yang bisa diperoleh dari teknik ini adalah baru Class B. hasil seperti ini hanya bisa diterima kalau tujuan pengelasan hanya untuk aplikasi yang kurang penting/kritis dimana ductility yang lebih rendah, porosity yang lebih banyak, discontinuities yang relatif lebih banyak masih bisa diterima. Kalaupun pengelasan ini dipakai biasanya hanya diaplikasikan untuk tujuan-tujuan yang sifatnya 'fit for purpose' saja. 3. Tingginya resiko hydrogen cracking di area HAZ terutama untuk material yang mempunyai kadar carbon equivalent lebih tinggi dari 0.4%. Terutama di Laut Utara, struktur lepas pantainya biasa menggunakan material ini. 4. Dari pengalaman yang ada di industri, teknik pengelasan ini hanya dilakukan sampai kedalam yang tidak lebih dari 30 meter. 5. Kinerja proses shieldedmetal arc (SMA) dari elektroda ferritic memburuk dengan bertambahnya kedalam. Produsen elektroda komersial juga membatasai penggunaannya sampai kedalaman 100 meter saja. 6. Sifat hasil pengelasan juga memburuk dengan bertambahnya kedalaman, teruatama ductility dan toughness (charpy impact) 7. Karena kontak langsung dengan air, maka air di sekitar area pengelasan menjadi mendidih dan terionisasi menjadi gas oksigen dan hidrogen. Sebagian gas ini melebur ke area HAZ tapi sebagian besar lainnya akan mengalir ke udara. Bila aliran ini tertahan, maka akan terjadi resiko ledakan yang biasanya membahayakan penyelam.

1. Hydrogen cracking dan hardness di area HAZ bisa diminimalisasi atau dihindari dengan penerapan teknik multiple temper bead (MTB). Konsep dari teknik ini adalah dengan mengontrol rasio panas (heat input) diantara lapisan-lapisan bead pengelasan. Untuk mengontrol panas ini, ukuran bead pada lapisan pengelasan pertama harus 'disesuaikan' sehingga penetrasi minimum ke material bisa didapat. Begitu juga untuk lapisan yang kedua dan seterusnya. ada tiga parameter yang mempengaruhi kualitas pengelasan dalam penerapan MTB ini, yaitu : jarak antara temper bead, rentang waktu pengelasan dan heat input. 2. Teknik buttering juga bisa digunakan terutama untuk material dengan CE lebih dari 0.4%. Elektroda butter yang digunakan bisa elektroda yang punya oxidizing agent atau elektroda thermit. 3. Pemakain elektroda dengan oxidizing agent. agent ini akan menyerap kembali gas hidrogen atau oksigen yang terserap di HAZ. 4. Pemakaian thermit elektroda juga bisa digunakan. Elektroda jenis ini akan memproduksi panas yang tinggi dan pemberian material las (weld metal) yang sedikit sehingga mengurangi kecepatan pendinginan dari hasil pengelasan oleh suhu di sekitarnya sehingga terjadi semacam proses post welding heat treatment. 5. Elektroda berbasis nickel bisa menahan hidrogen untuk tidak berdifusi ke area HAZ. hanya sayangnya hardness di area HAZ masih tinggi dan kualitas pengelasan hanya baik untuk kedalaman sampai 10 meter.

PEMECAHAN Meskipun ada beberapa kendala yang membuat pihak industri enggan untuk memakai teknik pengelasan ini, sebenarnya ada beberapa usaha perbaikan yang telah dilakukan, baik dalam teknik pengelasan maupun mutu elektrodanya, seperti :

YANG HARUS KITA LAKUKAN Seperti telah disebutkan diatas, selain biaya yang lebih murah, hal yang terpenting yang patut dipertimbangkan dalam pemilihan aplikasi pengelasan bawah air adalah persiapan yang singkat. Perlatan yang digunakan untuk pekerjaan ini hampir sama dengan teknik pengelasan kering. ada beberapa hal yang harus dipikirkan sehingga penerapan teknik pengelasan basah bawah air ini lebih diterima oleh industri : 1. Hal-hal yang disebutkan diatas untuk menjembatani kekurangan dalam pekerjaan pengelasan bawah air baru terbukti untuk kedalaman sampai 30 meter saja. Lembaga-lembaga pengelasan harus proaktif untuk mencoba teknik-teknik baru untuk perairan yang lebih dalam lagi. 2. Pengelasan teknik ini tergantung sekali pada kemampuan penyelam. artinya kalaupun tekniknya memungkinkan, pengelasan hanya bisa dilakukan sampai kedalaman 200 meter saja. Perlu dipikirkan penggunaan teknik secara otomatis atau mekanis untuk perairan yang lebih dalam lagi.

Penulis saat ini bekerja pada BP Exploration Aberdeen, United Kingdom

Weld

S tatistika

Asian Welding Competition

Market of Weld Comsumable in the world (2005)*

Europe: 630 kT N America: 460 kT

CIS: 190 kT Korea: 180 kT Japan: 340 kT

China: 1,900 kT India: 170 kT

Sdr Endro menerima hadiah sebagai runnerup. Insert : Sdr Endro Kalem, itulah kesan pertama yang didapat dari diri Sdr Endro Yukristiono, wakil API/IWS dalam (Asian) Thailand Welding Competition 2006. Sosok pria berusia 35 tahun ini langsung ramah begitu kita terlibat obrolan dengannya. Berbekal pengalaman sehari-harinya sebagai welder di PT PAL Surabaya, rekan kita ini mengikuti kompetisi pengelasan yang diadakan serangkaian dengan acara Asian Welding Federation (AWF) Meeting di Bangkok pada November 2006 lalu. Kompetisi diikuti oleh peserta yang merupakan wakil dari negara-negara Asia. Dengan semangat dan kerja keras serta didukung oleh bapak Sabandi Ismadi selaku mentor dari PT Gamma Buana Persada, posisi runner up bisa diraihnya. Persaingan ketat terjadi terutama dengan tuan rumah Thailand yang akhirnya memang menjadi juara pertama.

Afriica: 60 kT

Asean: 250 kT S America: 160 kT

Asia 62.3% Europe 18.6% America 13.9%

Africa 1.4% Others 3.9% Total 4,400 kT (100%)


*Dikutip dari JWES

WPS , suatu pengantar


WPS, suatu akronim yang umum diketahui oleh praktisi di dunia fabrikasi pengelasan. Merupakan suatu langkah paling awal sebelum proses panjang fabrikasi dilakukan. Tulisan pengantar berikut adalah ulasan singkat mengenai apa itu WPS, bagaimana langkah pembuatannya serta bagaimana mengkualifikasinya. Pengantar ini ditulis oleh Ir Farid Moch Zamil dari PT Dinamika Energi Nusantara

Pendahuluan
Prosedur Pengelasan (WPS) adalah suatu perencanaan untuk pelaksaan pengelasan yang meliputi cara pembuatan konstruksi pengelasan yang sesuai dengan rencana dan spesifikasinya dengan menentukan semua hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Karena itu mereka yang menentukan prosedur pengelasan harus mempunyai pengetahuan dalam hal pengetahuan bahan dan teknologi pengelasan itu sendiri serta dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk effisiensi dari suatu aktivitas produksi. Didalam pembuatan prosedur pengelasan (WPS) code atau standar yang lazim digunakan di negara kita adalah American Standard (ASME, AWS dan API), selain itu sering juga kita jumpai British Standard (BS), Germany Standard (DIN) , Japan Standard (JIS) dan ISO. Akan tetapi hingga saat ini standar yang paling sering dijadikan acuan untuk pembuatan prosedur pengelasan adalah ASME Code Sect IX (Boiler, Pressure Vessel, Heat Exchanger, Storage Tank), API Std 1104 (Pipeline) dan AWS (Structure & Platform)

Dalam hal ini prosedur pengelasan merupakan langkahlangkah pelaksanaan pengelasan untuk mendapatkan mutu pengelasan yang memenuhi syarat. Dalam prosedur pengelasan harus ditampilkan variabelvariabel yang mempengaruhi kualitas hasil pengelasan, yang mana dapat digolongkan menjadi tiga kelompok : 1. Essential Variable suatu variabel yang bila diubah akan berpengaruh pada mechanical properties hasil pengelasan 2. Supplement Essential Variable suatu variabel yang bila diubah akan berpengaruh pada nilai impact hasil pengelasan 3. Non Essential Variable suatu vaiabel yang bila diubah tidak akan mempengaruhi mechanical properties dan nilai impact hasil pengelasan

Langkah-Langkah Pembuatan WPS


a. Menyusun draft / prelimenary prosedur pengelasan b. Melakukan pengelasan pada test coupon sesuai dengan parameter-parameter pengelasan yg telah tertulis dalam draft prosedur tsb c. Membuat test specimen dan melakukan uji specimen dengan destructive test d. Mengevaluasi hasil destuctive test dengan standar atau code yang digunakan e. Mencatat dan mensertifikasi hasil uji tsb pada lembar Procedure Qualification Record (PQR)

Apakah WPS itu ?


WPS adalah prosedur yan digunakan sebagai acuan ntuk melaksanakan proses pengelasan yang meliputi rancangan rinci dari teknik pengelasan yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan

WPS Designing Course


Menyadari bahwa WPS adalah salah
satu kunci untuk keberhasilan proses fabrikasi /pengelasan dan juga mempertemukan permintaan akan peningkatan pemahaman mengenai pembuatan WPS di kalangan industri, maka API/IWS bekerjasama dengan Komunitas Migas Indonesia (KMI) pada Maret lalu telah menyelenggarakan "WPS Designing Course". Mengambil tempat di Kerinci Room Hotel Ibis Slipi, pelatihan diadakan selama lima hari, dari tanggal 5 sampai 9 Maret 2007. Selaku instruktur adalah Ir H Sri Widharto, seorang yang sangat expert dalam bidang ini . Adapun jumlah peserta sekitar 18 orang dari berbagai perusahaan. Beragam pendapat disampaikan para peserta sesudah mengikuti pelatihan ini, diantaranya bapak Hadi Mutaqien dari PT Nippon Steel mengatakan bahwa pelatihan ini telah menambah wawasannya. Kemudian bapak Mansur dari PT Komatsu Indonesia menyatakan bahwa ini merupakan pengetahuan baru baginya yang dapat membantu pada posisinya saat ini sebagai technical staff fabrikasi.

Turut memberikan sambutan adalah (dari kiri ke kanan) : Bpk Budhi S (Sekjen KMI), Bpk Achdiat (President API), Bpk S Widharto (Instruktur), Bpk Edi D (Executive Director API)

Peserta sedang konsentrasi mengikuti pelatihan

Berfoto bersama usai menyelesaikan pelatihan

Faktor Utama yang Diperhitungkan Dalam Penyusunan WPS Ada beberapa faktor utama, yaitu : a. Jenis material induknya (base metal) b. Proses pengelasan yang digunakan c. Jenis kawat las yang dipakai d. Kondisi pemakaian alat yang akan dilas Selain itu juga terdapat persyaratan lain : a. Compability antara kawat las dan base material b. Sifart-sifat metallurgy dari material tsb, khususnya weldability-nya c. Proses pemanasan (Preheat, Post heat, Interpass temperatur dan PWHT) d. Design sambungan dan beban e. Mechanical properties yang diinginkan f. Lingkungan kerja pada equipment tersebut g. Kemampuan welder h. Safety Iklan

Bagaimana mengkualifikasi WPS Langkah-langkah dalam mengkualifikasi prosedur pengelasan yaitu : a. Membuat test coupon b. Melakukan pengelasan pada test coupon dengan parameter-parameter sesuai yang tercantum pada draft WSP tsb. Hal-hal yang dianjurkan adalah mencatat semua variabel essential, non essential maupun suplementary essential. c. Memotong test coupon untuk dijadikan specimen test DT (Destructive Test) d. Jika hasil test DT dinyatakan acceptd harus dicatat pada Procedure Qualification Record (PQR) e. Membanding hasil PQR dengan parameter yang ada di WPS untuk menjamin bahwa range dan parameter yang tercantum di WPS tercover pada PQR.

KERJASAMA DENGAN NEGERI SAKURA

Japan Welding
Engineering Society (JWES) merupakan salah satu dari dua asosiasi besar pada bidang pengelasan di negeri matahari terbit.

Tokyo Tower

Keberadaannya bernaung dibawah kementrian perdagangan dan industri ( Ministry of Economic, Trade & Industry / Keizai-Sangyo-syo) Sebagai langkah awal kerjasama antar kedua asosiasi pengelasan ini telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 13 Oktober 2006 di Tokyo. Bertindak sebagai penandatangan dari API adalah bapak Achdiat Atmawinata dan bapak Harjanto selaku president dan vice executive director sedangkan dari pihak JWES adalah Prof Dr Takashi Miyata dan Hiroshi Hasegawa selaku president dan executive director. Lingkup kerjasama utamanya meliputi empat hal, yaitu : 1.Pertukaran technical staff dan member 2.Project development Secara short term berupa pengenalan dan implementasi system sertifikasi welder yang dikembangkan JWES di Indonesia.

Sedangkan secara long term berupa pembangunan welding center untuk pengembangan human resource dan training/sertifikasi welder/welding instructor 3.Bekerjasama dalam penyelenggaraan seminar, konferesi dan symposium 4.Misi belajar & kunjungan antar pihak Menindaklanjuti kesepakatan ini, dari pihak JWES dengan team yang terdiri 4 orang : Dr H Nomura, Dr K Takahashi, Mr Y Anzo dan Mr M Sato telah mengadakan kunjungan ke Indonesia pada 15-18 November 2006. Dengan difasilitasi oleh Departemen Peindustrian, dalam hal ini Dirjen ILMEA, maka dilakukan presentasi oleh JWES bertempat di Gedung Departemen Perindustrian.

Tampak para peserta dari berbagai institusi baik pelatihan, industri, perdagangan maupun perguruan tinggi sedang mengikuti presentasi JWES

Selain itu juga dilakukan kunjung -an ke fasilitas pelatihan welding yaitu B4T Bandung, dan ke salah satu industri fabrikasi yaitu PT Komatsu Indonesia, Jakarta. Kerjasama ini dalam skemanya merupakan bagian dari Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) khususnya pada pengembangan Manufacturing Industries and Development Center (MIDEC) pada bidang Pengelasan. Bertindak selaku pimpinan operasional untuk implementasi kerjasama ini adalah Ir C Triharso, sekjen API/IWS.

Team JWES sedang melakukan presentasi, dari ki-ka : Dr Nomura, Dr Winarto (IWSmoderator), Mr Sato, Mr Anzo, Dr Takahashi

DARI FORUM AWF MEETING

Asian Welding Federation (AWF)


merupakan federasi asosiasi pengelasan se-Asia. Dibentuk tahun 1993, organisasi ini mempunyai tujuan utama yaitu melakukan standarisasi welding skill dan qualification yang memberikan keuntungan pada semua negara Asia dan lebih memperluas informasi welding technical & scientific dan transfer welding knowledge & skill. Tujuan akhirnya adalah untuk membangun Asia yang lebih baik lagi. Meeting setengah tahunan terakhir diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada 21-24 November 2006 lalu. API / IWS mengirimkan delegasinya ntuk mengukuti meeting tsb, termasuk seorang welder yaitu Sdr Endro Yukristiono dari PT PAL untuk mengikuti Asian Welding Competition yang diadakan bersamaan dengan acara tsb Salah satu anggota delegasi API / IWS yaitu Dr Ir Winarto,MSc hadir dalam The First South East Asian IIW International Welding Conggres dan menyampaikan makalahnya yang berjudul :
The Influence of heat input & filler wire containing zirconium on the haz

micro structure and hardness of mig welded aluminium alloy 5083

Sedangkan dari hasil pertemuan AWF tersebut diantaranya adalah : ~ penetapan nama-nama personil dari masing-masing negara untuk duduk sebagai anggota tim MOS dan ISO task force Untuk MOS Indonesia menempatkan : ~ Ir Romy Lesmana (PT BKI) ~ Ir Setyo Budi (Akamigas Cepu) Sedangkan untuk ISO : ~ Dr Ir Winarto (UI) ~ Dr Ir Zaed Yuliadi (PT PAL)

Selain itu juga dilakukan serah terima jabatan president AWF dari Prof Dr Takashi Miyata (JWES) kepada Mr Suchin Takavut (TWS) dan terpilih sebagai 1st vice president adalah Prof Wu Yixiong (China) dan 2nd vice president adalah Ir Achdiat Atmawinata (API/IWS) Juga disepakati bahwa meeting berikutnya pada tahun 2007 akan diadakan di Korea Selatan dan Indonesia.

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pertemuan antara delegasi API/IWS dengan pihak IIW yaitu Mr Chris Smallbone (President IIW) dan Mr Daniel Beaufils (Chief Executive IIW) yang mana membicarakan tentang keanggotaan kembali API/IWS pada badan dunia pengelasan ini.

API / IWS MENJADI TUAN RUMAH AWF MEETING


Sesuai dengan kesepakatan pada meeting AWF sebelumnya , maka pada tahun ini API/IWS akan bertindak selaku tuan rumah meeting setengah tahunan tahunan AWF Rencananya event ini akan digelar pada bulan Oktober mendatang, yaitu dari tanggal 24 s/d 26. Acara akan diselenggarakan di dua kota, yaitu Jakarta dan Denpasar. Di Jakarta pada 24 Oktober akan diselenggarakan Seminar International Welding dengan tajuk "Recent Welding Technology & Material in Oil, Gas & Construction Industries" Peserta selain dari dalam negeri juga akan datang luar negeri yaitu delegasi perwakilan dari masing masing negara Asia yang menjadi anggota AWF. Beberapa pembicara luar negeri, diantaranya dari Jepang dan India akan menyampaikan makalahnya. Seminar akan mengambil lokasi di Jakarta International Expo, Kemayoran dimana pelaksanaannya berbarengan dengan event Pameran Produk Ekspor (PPE) Indonesia. Acara berikutnya yaitu tanggal 25 dan 26 Oktober akan berlanjut di Denpasar, Bali

ONE DAY SEMINAR : WELDING METALLURGY Jalinan kerjasama antara API/IWS


dengan Komunitas Migas Indonesia (KMI) terus berlanjut. Diantaranya dalam penyelenggaraan seminar welding . Adapun acara ini digagas oleh Dr Dedi Apriadi,DEA selaku ketua Departemen Pendidikan & Pelatihan API/IWS yang juga Ketua Jurusan Material & Metalurgi FT-UI serta Ir Darmayadi selaku ketua Departemen Informasi & Administrasi API/IWS. Seminar diadakan pada hari Jum'at 20 Juli lalu serta mengambil tempat di ruang Rajawali , Departemen Perindustrian, Jln Gatot Subroto, Jakarta Dalam seminar yang mengambil tema welding metalurgi,menampilkan sekaligus empat pembicara baik dari kalangan akademisi maupun praktisi yangmana pada tiap sesinya berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Acara ini dibuka oleh bapak Ir C Triharso selaku Sekjen API yang juga adalah Direktur Mesin pada Direktorat ILMEA Departemen Perindustrian. pembicara di bagian welding pada perusahaan galangan kapal terbesar di Indonesia. Berbagai problematika yang timbul pada pengelasan duplex serta bagaimana cara mengatasinya disampaikan dalam sesi diskusi

Prof Dr Rochim Suratman (kanan) tengah membawakan makalahnya, sebelah kiri adalah Widayat Raharjo dari PT Komatsu Indonesia selaku moderator

Dr Zaed Yuliadi (kanan) didampingi moderator Ir Darmayadi tengah menyampaikan makalahnya

Dalam diskusi yang dipandu oleh moderator Ir Darmayadi dari PT Adhireksa Inticor - saat ini beliau di PT Danwo Steel, red berbagai pertanyaan dilontarkan sekitar 80-an peserta seminar yang sebagian besar datang dari kalangan industri dan memenuhi ruang Rajawali Departemen Perindustrian. Latar belakang industrinyapun beragam, dari bidang oil & gas, konstruksi, inspeksi, biro klasifikasi, heavy equipment dan lain lain.

Dengan fokus pada pengelasan casting ini, beragam contoh kasus pada tingkat perencanaan maupun pengelasan disampaikan oleh Course Program Manager di B4T yang juga salah satu pendiri API/IWS. Pada sesi terakhir atau keempat, tampil Dr Ir Winarto, MSc membawakan makalahnya "Perubahan structure micro pada HAZ baja paduan rendah dan pengaruhnya terhadap kekuatan mekanis sambungan las"

Tampak Dr Ir Winarto sedang menyampaikan makalahnya Pembukaan seminar oleh Ir C Triharso (no 3 dari kiri), Tampak dalam photo ki-ka: Ir Darmayadi (moderator), Prof Dr Johny Wahyuadi,DEA (pembicara) dan Dr Dedi Apriadi,DEA

Pada sesi pertama tampil Prof Dr Ir Johny Wahyuadi,DEA yang membawakan makalah berjudul "Fenomena terjadinya proses korosi pada sambungan las baja tahan karat (stainless steel) " yang mengupas problem korosi pada stainless steel dan bagaimana mengatasinya. Pada sesi kedua tampil dari kalangan praktisi yaitu Dr Ir Zaed Yuliadi,MSc dari PT PAL Surabaya. Topik yang dibawakan masih seputar stainless steel yaitu "Pengelasan material duplex stainless steel 2205" Pembahasannya cenderung dari sisi praktisnya sebagaimana keseharian

Tampak para peserta sedang serius mengikuti seminar welding metalurgi

Usai jeda break dan sholat Jumat maka acara seminar dilanjutkan lagi. Pada sesi ketiga ini tampil pakar pengelasan dari ITB yaitu Prof Dr Ir Rochim Suratman. Guru besar Jurusan Metalurgi ITB ini membawakan makalah dengan topik "Beberapa kasus pada pengelasan besi & baja tuang" Melalui kajian dari sisi metalurgi, maka tingkat keberhasilan pada pengelasan baik itu saat proses maupun saat aplikasi di lapangan dapat dioptimalkan.

Berbagai kajian dari sisi metalurgi dilontarkan oleh Doktor lulusan Universitas of Wales, UK yang juga menjabat Director CMPFA FT-UI. Uraian yang gamblang mengenai structur micro juga problem & solusinya yang timbul saat aplikasi pengelasan dibagi oleh dosen Jurusan Material & Metalurgi FT UI ini

Photo bersama usai berlangsungnya seminar, tampak no 5 dari kiri adalah bapak Budhi Swastioko, Sekjen KMI yang menutup acara seminar ini

Anda mungkin juga menyukai