Anda di halaman 1dari 3

DEMOKRASI ALA MUHAMMAD SAW

(Melihat Islam sebagai system yang Demokratis, Lebih Dekat, Arif dan
Komprehensif )1

By: Abdul Rahman2

Islam berkembang pesat di daerah Arab bahkan sampai ke Indonesia seperti


sekarang ini bukanlah karena kekerasan, pemaksaan, pedang, tombak khilafah dan lain
sebagainya. Akan tetapi, keberhasilan ini dirah oleh Muhammad SAW karena kearifan
dia dalam bersikap. Sikap arif yang paling menonjol yang dimiliki oleh Muhammad
adalah demokratis.
Sikap demokratis ini mulai tampak dalam diri Muhammad ketika peristiwa
peletakan hajar aswad. Dalam peristiwa tersebut para pemimpin kabilah atau suku ingin
membawa dan meletakkan benda itu sendiri sehingga pertikaianpun tidak terhindarkan.
Muhammad hadir sebagai problem solver atas pertikaian tersebut, dia mengajak para
pemimpin kabilah tersebut meletakkan batu itu di atas kain lalu dibawa bersama-sama.
Karena peristiwa ini dia terkenal sebagai “al-Amin”.
Al-Amin adalah gelar yang diberikan kepada Muhammad SAW oleh suku-suku
Arab tersebut karena dia dianggap mampu memberikan problem solving yang
memberikan rasa aman kepada suku-suku yang berselisih. Al-Amin juga bisa diartikan
seorang yang terpercaya. Muhammad terkenal dengan sebagai seorang yang dapat
memberikan solusi dalam masalah-masalah social pada saat itu.
Dari peristiwa tersebut kita tahu bahwa benih ide-ide demokrasi secara umum
telah bersarang dalam benak Muhammad SAW. Peletakan batu tersebut bisa dikatan
sebagai proses dari mereka oleh mereka dan untuk mereka. Nah dari situ terbukti bahwa
demokrasi membutuhkan kreativitas, keadilan dan kesamaan derajat.
Nilai-nilai demokrasi, seperti persamaan hak, kesetaraan gender, keadilan,
kesejahteraan umum, musyawarah untuk mufakat dan lain sebagainya sudah dipraktikan
oleh Muhammad sejak dulu, bahkan sebelum kenabiannya. Sebelum Islam dating,
perempuan tidak berarti dalam kebudayaan Arab, mereka hanya menjadi pelengkap
sebagaimana perabot rumah yang dimiliki oleh mereka. Suara perempuan mulai didengar
1
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tes sebagai syarat mengikuti Short Course “Pengembangan
Potensi Leadership Generasi Muslim” di Australia
2
Penyusun adalah guru bahasa Arab SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe yang tertarik masalah-
masalah social keagamaan. Penggemar Tokoh Inklusivisme Nur Cholish Majid (almarhum)
dalam kebudayaan arab sejak Islam diturunkan di sana. Muhammad mendorong wanita
untuk berperan aktif dalam urusan-urusan ummah. Mereka berani mengungkapkan
pendapat karena yakin suaranya akan didengarkan.3
Kekayaan menjadi “tuhan” bagi masyarakat Arab. Orang miskin dan anak-anak
yatim menjadi golongan masyarakat yang termarginalkan oleh system pada saat itu.
Ajakan untuk tidak menimbun harta, menyantuni anak-anak yatim menjadi salah satu
prioritas Muhammad. Dalam praktiknya Islam berarti bahwa kaum muslim memiliki
kewajiban untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara, dimana orang-orang
miskin dan kaum lemah diperlakukan secara layak.4
Muhammad selalu mengajak bermusyawarah para sahabatnya dalam urusan-
urusan social. Di samping itu Muhammad selalu mengedepankan kepentingan dan
keberhasilan umum dari ego dan keinginan pribadinya. Pada perjanjian Hudaibiyah
misalnya. Pertama, ketika dia mengajukan redaksi perjanjian tersebut dia mencantumkan
basmalah dan harus menggantinya karena orang kafir Makkah keberatan, hal ini
disebabkan ketidakpercayaan mereka terhadap Allah sebagaimana dalam basmalah. Ke
dua ketika dia mencantumkan kata Muhammad Rasulullah, dia harus merubah kata
tersebut menjadi Muhammad Ibnu Abdullah, hal ini juga karena keberatan dari orang
kafir Makkah yang tidak percaya akan kerasulanya.
Dari kisah di atas, kita dapat memberikan penilaian bahwa Muhammad bersikap
terbuka terhadap kritik dan bersedia merubah sesuatu yang menjadi keyakinan
kelompoknya. Kelompoknya yakin bahwa dia adalah Rasulullah, akan tetapi dia rubah
dengan kata-kata yang lebih umum demi kemajuan dan ketenangan kelompok maupun
lawan diplomasinya.
Sekarang, kita justru menjumpai orang-orang Islam yang bertolak belakang
dengan apa yang telah dilakukan oleh Muhammad pada saat itu. Banyak orang Islam
memaksakan symbol-simbol agama dimasukkan dalam kepentingan yang lebih luas. Dan
memaksakan kehendak menjadikan Negara yang multikultur menjadi Negara Islam.
Musyawarah menjadi jalan yang ditempuh oleh Muhammad dalam mengambil
keputusan umat, hal ini juga telah menjadi system yang selalu berkembang dalam dunia

3
Karen Amstrong Sejarah Tuhan (Kisah Pencarian Tuhan Yang dilakukan oleh Yahudi, Kristen
dan Islam), (Bandung : Mizan 2001) Hlm. 218
4
Ibid, Hlm. 199
Islam. Adanya Ahlul Halli dan Ahlul Aqdi (DPR dan MPR) sekarang, adalah bentuk
aplikasi musyawarah dalam system pemerintahan Islam yang dulu pernah jaya.
Sekarang kita bisa membuat kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang
democrat sejati dan toleran baik kepada sahabatnya maupun orang di luar kelompoknya.
Masihkah kita akan memaksakan orang lain untuk mengikuti kepercayaan dan atribut
yang kita pakai, sementara Muhammad sebagai panutan kita bersikap sebaliknya?[]

Anda mungkin juga menyukai