Anda di halaman 1dari 5

2.2.

2 Interaksi antara Rayap dengan Flora Usus Rayap di daerah subtropik disebut dengan semut putih (white ants) karena memiliki morfologi yang mirip dengan semut. Berdasarkan hubungan evolusi (filogeni), tidak ada hubungan antara rayap dengan semut. Hubungan lebih dekat terjadi antara rayap dengan kecoa (Blattodea) (Lo et al. 2000; Inward et al. 2007). Rayap merupakan salah satu kelompok serangga dengan jumlah keragaman yang besar. Rayap (Ordo Isoptera) terdiri atas tujuh family, yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae. Sampai sekarang sudah tercatat 14 subfamili, 281 genus dan lebih dari 2600 spesies termasuk dalam kelompok ini (Kambhampati dan Eggleton 2000). Rayap merupakan serangga sosial yang memiliki pembagian tugas yan jelas yang dinyatakan dalam pembagian kasta. Berdasarkan kemampuan bereproduksi rayap dibagi menjadi dua kasta yaitu kasta reproduktif dan kasta steril (Krishna 1969; Lee & Wood 1971). Kasta reproduktif terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif sekunder. Kasta reproduktif primer (pendiri koloni) disebut laron terdiri atas jantan (raja) dan betina (ratu). Ciri khas kasta reproduktif primer adalah adanya sepasang sayap pada bagian toraks. Sedangkan kasta reproduktif sekunder berfungsi menggantikan kasta reproduktif apabila raja dan ratu mati atau untuk menambah jumlah telur apabila telur yang dihasilkan oleh ratu tidak mencukupi kebutuhan koloni (Krishna 1969). Kasta steril terdiri atas pekerja dan prajurit. Ciri dari kasta ini adalah tidak adanya sayap dan perkembangan organ seksual ditekan atau tidak berkembang. Pekerja bertanggung jawab untuk mencari makan dan memelihara telur, larva dan ratu. Larva, prajurit, dan ratu tidak mampu untuk member makan dirinya sendiri sehingga bergantung pada makanan yang diberikan pekerja. Jumlah pekerja mencapai 90% dari seluruh anggota koloni. Rayap prajurit bertugas menjaga koloni dari serangan musuh dan juga menjaga pekerja yang mencari makan di sekitar sarang. Prajurit dibedakan dengan pekerja berdasarkan modifikasi bagian mulut dan kepala yang mengalami kitinasi yang kuat, biasanya terpigmentasi dan seringkali lebih besar daripada ukuran kepala kasta yang lain (Krishna 1969). Secara umum makanan rayap adalah semua bahan yang mengandung selulosa. Bignell dan Eggleton (2000), membagi rayap menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis makanannya. Pertama, rayap pemakan tanah (soil feeder) yang mendapatkan makanan dari mineral tanah. Material yang dicerna sangat heterogen, mengandung banyak bahan organik tanah dan silica. Rayap jenis ini ditemukan pada Apicotermitinae, Termitinae, Nasutitermitinae, dan Indotermitinae. Kedua, rayap pemakan kayu (wood-feeder) yang

mendapatkan makanan dengan memakan kayu dan sampah berkayu, termasuk cabang mati yang masih menempel di pohon. Hampir semua rayap tingkat rendah adalah pemakan kayu, semua subfamily dari Termitinae kecuali Apicotermitinae, Termitinae, dan Nasutitermitinae. v Simbiosis pada saluran pencernaan rayap Saluran pencernaan rayap terdiri atas usus depan, usus tengah, dan usus belakang. Saluran pencernaan ini menempati sebagian besar dari abdomen. Usus depan terdiri atas esofagus dan tembolok yang dilengkapi dengan kelenjar saliva. Esofagus dan tembolok memanjang pada bagian posterior atau bagian tengah dari thorak. Kelenjar saliva mensekresikan endoglukanase dan enzim lain ke dalam saluran pencernaan. Usus tengah merupakan bagian yang berbentuk tubular yang mensekresikan suatu membrane peritrofik di sekeliling material makanan. Usus tengah pada rayap tingkat tinggi juga diketahui mensekresikan endoglukonase. Usus belakang merupakan tempat bagi sebagian besar simbion (Noirot & Noirot-Timothee 1969; Scharf & Tartar 2008) Berdasarkan simbiosisnya dengan mikroorganisme rayap terbagi atas dua kelompok yaitu, rayap tingkat tinggi yang bersimbiosis dengan bakteri dan rayap tingkat rendah yang bersimbiosis dengan bakteri dan protozoa. Rayap tingkat tinggi mempunyai sistem pencernaan yang lebih berkembang dibandingkan rayap tingkat rendah karena menghasilkan enzim selulase selama proses pencernaan selulosa dalam usus belakangnya. Rayap bersimbiosis dengan bakteri dan protozoa pada saluran pencernaannya. Pada rayap tingkat rendah lebih banyak bersimbiosis dengan protozoa dibandingkan dengan bakteri, sebaliknya pada rayap tingkat tinggi lebih banyak bersimbiosis dengan bakteri dibandingkan dengan protozoa (Krishna 1969; Bignell 2000; Breznak 2000). Protozoa yang bersimbiosis dengan rayap tingkat rendah berbeda pada tiap spesies. Zootermopsis angusticollis bersimbiosis dengan Tricercomitis, Hexamastix, dan Trichomitopsis. Mastotermes darwiniensis bersimbiosis dengan Mixotricha paradoxa (Breznak 2000). Coptotermes formosanus bersimbiosis dengan Pseudotrichonympha grasii, Spirotrichonympha leidy, Holomastigoides mirabile (Inoue et al. 2005; Nakashima et al. 2002b), dan Holomastigoides hartmanni (Tanaka et al. 2006). Coptotermes lacteus bersimbiosis dengan Holomastigoides mirabil (Watanabe et al. 2002). Reticulitermes

speratus bersimbiosis dengan Teranympha mirabilis, Triconympha agilis (Ohtoko et al .2000), Dinenympha exilis dan Pyrsonympha grandis (Todaka et al.2007) Sedangkan beberapa contoh bakteri simbion pemecah selulosa pada rayap adalah bakteri fakultatif Serratia marcescens, Enterobacter erogens, Enterobacter cloacae,

dan Citrobacter

farmeri yang

menghuni

usus

belakang

rayap

spesies Coptotermes

formosanus (famili Rhinotermitidae) dan berperan memecah selulosa, hemiselulosa dan menambat nitrogen. Penelitian lain mengatakan protozoa yang menghuni usus rayap tidaklah bekerja sendirian tetapi melakukan simbiosis mutualisme dengan sekelompok bakteri. Flagella yang dimiliki oleh protozoa tersebut ternyata adalah sederetan sel bakteri yang tertata dengan baik sehingga mirip flagella pada protozoa umumnya. Bakteri yang menyusun flagella memberikan motilitas pada protozoa untuk mendekati sumber makanan, sedangkan ia sendiri menerima nutrien dari protozoa. Contoh genus bakteri ini adalah Spirochaeta dengan Trichomonas termopsidis sebagai simbionnya. Ada beberapa hipotesis tentang peranan bakteri yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat tinggi yaitu melindungi rayap dari bakteri asing, asetogenesis, fiksasi nitrogen, methanogenesis, dan metabolisme piruvat. Meskipun bakteri tidak melibatkan diri secara langsung dalam proses pencernaan rayap namun bakteri ini akan disebarkan oleh rayap pekerja kepada nimfa-nimfa baru. Perilaku rayap yang sekali-kali mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan anggota tubuhnya dengan lainnya (perilaku trofalaksis) merupakan cara rayap menyampaikan bakteri dan protozoa berflagellata bagi individu yang baru saja ganti kulit (ekdisis) untuk menginjeksi kembali invidu rayap tersebut. Di samping itu, juga merupakan cara menyalurkan makanan ke anggota koloni lainnya. Sama seperti pada rayap tingkat tinggi, bakteri yang terdapat dalam usus belakang rayap tingkat rendah juga mempunyai peranan dalam proses pencernaan makanan, meskipun bakteri ini tidak berperan utama dalam proses dekomposisisi selulosa. Protozoa yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat rendah merupakan protoza flagellata. Lebih dari 400 spesies protozoa flagellata telah diidentifikasi dalam usus belakang rayap tingkat rendah. Biomassa mikroba ini meliputi sekitar sepertujuh sampai dengan sepertiga berat rayap. Protozoa ini mempunyai peranan penting dalam metabolisme selulosa dan berfungsi menguraikan selulosa dalam proses percernaan makanannnya menghasilkan asetat sebagai sumber energi bagi rayap. Hasil penelitian Belitz and Waller (1998) menunjukkan bahwa defaunasi protozoa dalam usus belakang rayap dengan menggunakan oksigen murni menyebabkan kematian rayap sekitar dua sampai tiga minggu walaupun diberi kertas saring yang mengandung selulosa. Namun rayap ini akan hidup lebih lama dengan makanan yang sama dengan adanya kehadiran protozoa dalam usus belakangnya. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan rayap

sangat tergantung pada mikroba simbiosisnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses penguraian selulosa dalam usus belakang rayap berlangsung dalam keadaan anaerobik. Beberapa bakteri yang menghuni usus rayap juga diketahui dapat menghasilkan factor tumbuh berupa vitamin B yang dapat digunakan oleh rayap, seperti spesies Enterobacter agglomerans, mampu melakukan fiksasi nitrogen (Atlas % Bartha 1998). Beberapa metanogen juga ditemukan sebagai endosimbion pada beberapa protozoa pada serangga.

Tobias Olofsson dan Alejandra Vsquez, para peneliti di Department of Medical Microbiology di Universitas Lund di Swedia, telah menemukan pentingnya sekelompok bakteri yang disebut bakteri asam laktat (lactic acid bacteria/LAB),dinamakan demikian karena mereka menghasilkan asam laktat sebagai produk utama sekaligus produk akhir mereka.

LAB memberikan kontribusi bagi kesehatan lebah itu sendiri dan menghasilkan efek penyembuhan dari madu. Kami telah menemukannya. Madu sebenarnya mengandung jutaan bakteri asam laktat menguntungkan yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Bakteri-bakteri tersebut hidup bersimbiosis dengan lebah madu dalam perut madu mereka. Bakteri bakteri tersebut digunakan oleh lebah madu untuk melindungi nektar (sari bunga) yang menjadi madu. Selain itu juga digunakan untuk melindungi diri dan larva mereka dari penyakit. Ini adalah bagian terbesar dari sistem kekebalan tubuh lebah madu, kata Olofsson.

Madu segar liar telah digunakan selama ribuan tahun oleh berbagai budaya karena manfaat kesehatannya dan sebagai agen terapeutik. Misalnya digunakan sebagai obat untuk sakit tenggorokan dan penyembuhan luka.

Olofsson percaya bakteri tersebut dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik alami, tidak hanya untuk lebah tetapi juga untuk manusia.

Sejak 1970-an, para ilmuwan telah menemukan bahwa komunitas lebah madu telah menurun di seluruh dunia. Mereka menyebut fenomena ini sebagai gangguan keruntuhan koloni.

Dalam beberapa tahun terakhir mereka telah mengamati peningkatan drastis di seluruh dunia, dan para ilmuwan memiliki pendapat yang berbeda. Olofsson percaya bahwa peternak lebahlah yang bertanggung jawab atas situasi ini. Mereka ingin meningkatkan produksi. Para peternak lebah memiliki antara 50 sampai 100.000 sarang lebah di Amerika Serikat, dan mereka ingin mendapatkan lebih banyak uang dari bisnis ini. Mereka memberikan makanan sintetis kepada lebah sepanjang waktu, dan antibiotik tiga atau empat kali setahun. Kami telah mengunjungi tempat di mana kita tidak bisa memperlakukan lebah-lebah itu dengan lebih buruk lagi.

Madu matang yang dijual di toko-toko, dengan mengandung air kurang dari 20 persen, tidak berisi bakteri hidup menguntungkan yang ditemukan di dalam tembolok madu, bagian khusus dari tubuh serangga yang digunakan untuk memproduksi madu, Vsquez dan Olofsson menulis dalam sebuah artikel diterbitkan diMicrobiology Today.

Dewasa ini, satu-satunya cara untuk mendapatkan madu dengan LAB yang sehat adalah dengan mengumpulkan madu di alam liar, yang bisa berbahaya, atau dengan mendapatkan madu segar langsung dari peternak lebah. (Cecilia Svesson / NTD Televisi / jls)

Anda mungkin juga menyukai