Anda di halaman 1dari 48

PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

BAB X PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA A. PENDAHULUAN Sektor perhubungan dan pariwisata mempunyai peranan yang sangat penting di dalam menunjang usaha pembangunan terutama dalam mencapai sasaran pertumbuhan dan pemerataan di samping pembinaan persatuan bangsa dan negara. Dalam hal ini, sektor perhubungan memperlancar arus manusia, barang dan jasa dalam rangka meningkatkan pertumbuhan produksi dan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya. Sedangkan pariwisata merupakan sumber peng-hasil devisa serta sarana untuk memperkenalkan budaya bangsa dan tanah air, baik kepada wisatawan asing maupun dalam negeri. Di samping itu, keduanya memberikan lapangan kerja dan bidang usaha kepada masyarakat, serta memberikan penunjangan dalam hubungan antar bangsa. Sejalan dengan peningkatan kegiatan pembangunan, terdapat pula peningkatan permintaan terhadap jasa-jasa perhubungan yang menuntut peningkatan kapasitas sektor perhubungan. Demikian pula peningkatan pembangunan yang menghasilkan peningkatan pendapatan masyarakat telah pula meningkatkan permintaan akan jasa sektor pariwisata, baik untuk wisatawan asing maupun dalam negeri. Kegiatan dalam sektor perhubungan ditujukan kepada penerusan usaha rehabilitasi serta peningkatan keadaan dari sarana dan prasarana perhubungan seperti rehabilitasi dan peningkatan jalan, jembatan, fasilitas pelabuhan laut, pelabuhan udara dan kereta api. Di samping itu terus diusahakan pula pembangunan baru dan penambahan sarana dan prasarana perhubungan dan angkutan. Rehabilitasi serta peningkatan keadaan juga dilaksanakan terhadap sarana pos dan telekomunikasi

serta meteorologi dan geofisika. Kegiatan di sub sektor pariwisata ditekankan kepada pengembangan, prasarana, sarana, obyek wisata dan fasilitas pariwisata,
505

terutama di daerah-daerah tujuan wisata. Di samping itu diusahakan pula pengembangan kelembagaan, pengaturan dan unsur-unsur penunjang pariwisata guna mencapai sasaran pengembangan kepariwisataan. Perkembangan pelaksanaan pembangunan di sektor Perhubungan dan pariwisata selama periode 1978/79 - 1979/80 dilaporkan secara berturutan di bawah ini. B. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Perhubungan Darat a. J a 1 a n Kebijaksanaan yang ditempuh dalam tahun pertama Pelita III dalam bidang pembangunan jaringan jalan dan jembatan tetap dititik beratkan pada usaha peningkatan dan rehabilitasi pada jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Di samping itu masih terus dilaksanakan pemeliharaan jalan, penunjangan jalan dan pembangunan jalan baru. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan pada akhir Pelita III jalan-jalan yang dalam keadaan kritis dapat diatasi. Secara kontinyu masih dilaksanakan pekerjaan lanjutan dalam pembinaan jaringan jalan dengan lebih mengutamakan mutu dan klas jalan. Di samping pekerjaan fisik telah .pula dilakukan survai, studi asal tujuan dan kegiatan persiapan proyek lainnya seperti studi kelayakan jalan dan jembatan serta perencanaan teknis jalan, sehubungan dengan hal ini telah dikembangkan perencanaan teknis di Wilayah I (Medan), II (Palembang), III (Bandung), IV (Surabaya), V (Semarang), VI (Banjarmasin), dan VII (Ujung Pandang). Dalam bidang peralatan ada penambahan antara lain 17 dozer, 58 unit Grader, 82 unit Whell Loader, 3.150 unit dump truck, dan 108 unit tyre roller. Semua itu berkenaan dengan usaha untuk meningkatkan mutu dan memenuhi persyaratan-persyaratan teknis jalan. Bagi pembinaan dan peningkatan fasilitas perbengkelan telah pula diadakan perluasan prasarana pada 7 depo peralatan di Ujung Pandang, Surabaya, Semarang, Cikampek, Palembang, Padang dan Medan.

506

Dalam rangka memanfaatkan dan mengembangkan potensi mineral dalam negeri maka pemakaian butas (aspal batu Buton) selama ini telah mencapai 225.000 ton/tahun, yang diharapkan akan mencapai 500.000 ton/tahun pada akhir Pelita III. Di ,samping itu pelaksanaan konstruksi jembatan dengan beton praktekan lebih ditingkat-kan dalam rangka efisiensi penggunaan material dalam negeri. Pembangunan di bidang jalan dan jembatan sejak tahun 1978/79 s/d 1979/80 terlihat dalam Tabel X - 1 . Di dalam tahun 1979/80 saja telah dapat dipelihara 1.500 km jalan termasuk jembatan dan ditunjang jalan termasuk jembatan sepanjang 30.000 km serta diselesaikan rehabilitasi jalan termasuk jembatan sepanjang 77 km.
TABEL X1 REALISASI PROGRAM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN, 1978/79 1972/30 Program 1978/79 1979/80 1.500 x)

1. 2.
3. 4. 5.

Pemeliharaan Jap an (& Jembatan) Jalan (km) 9.728 Jembatan (m) 14.002 Rehabilitasi Jalan (& Jembatan) Jalan (km) 2.473 Jembatan (m) 5.128 Penunjangan Jalan dan Jembatan (km) Peningkatan Jalan Jalan (km) 1.365 xx) Jembatan (m) 6.455 xx) Pembangunan Baru Jalan (km) 108 xx) Jembatan (m) 993 xx)

77 x) 30.000 1.370 1.518 222 935

Termasuk Jembatan xx) Angka perbaikan.

x)

507

Untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan lalu lintas telah pula ditingkatkan jalan dan jembatan, masing-masing sepanjang 1.370 km dan 3.518 m. Di samping itu telah diselesaikan pembangunan jalan baru sepanjang 222 km dan jembatan 935 m. Hasil yang dicapai dalam pembinaan jaringan jalan dan jembatan tersebut dapat terlihat dengan semakin panjang dan meluasnya jaringan jalan yang bertambah baik. Dalam tahun 1978/79 35,4% dari seluruh jaringan jalan negara dan propinsi dalam keadaan baik, 45.2% dalam keadaan sedang dan sisanya 19,4 % dalam keadaan rusak . Hasil yang dicapai dalam sistem jaringan jalan negara dan propinsi untuk tahun 1979/80 diperkirakan sebagai berikut : 39,9 % dalam keadaan baik, 50,7 % dalam keadaan sedang dan sisanya 9,4 % dalam keadaan rusak.

b. Angkutan Jalan Raya Hasil-hasil usaha rehabilitasi/pembangunan jalan telah mendorong pertambahan armada angkutan jalan raya yang meliputi bis, mobil barang/truk, mobil penumpang ,dan sepeda motor. Pada tahun 1978 jumlah armada angkutan tersebut meliputi 2.857.037 buah yang terdiri 57.835 buah his, 328.022 buah mobil barang/truk, 531.206 mobil penumpang dan 1.939.974 buah sepeda motor. Pada tahun 1979 jumlah tersebut meningkat menjadi 5.503.566 buah kendaraan yang terdiri dari 121.082 buah bis, 632.991 buah mobil barang/truk, 1.013.744 buah mobil penumpang dan 3.735.749 buah sepeda motor. Dari angka-angka di a'- tampak bahwa jumlah pertambahan kendaraan dari tahun sampai tahun 1979 meloncat sangat tinggi yaitu sebanyak 2.646.529 buah atau 92,63 %, dengan perincian masing-masing kenaikan bis sebanyak 63.247 buah atau 109,36 %, mobil barang/truk sebanyak 304.969 buah atau 92,97 %, mobil penumpang 482.538 buah atau 90,84 % dan kenaikan sepeda motor sebanyak 1.795.775 buah atau 92,57 %. Perkembangan armada angkutan jalan dari tahun 1978 sampai tahun 1979 dapat dilihat dalam Tabel X 2.

508

TABEL X 2 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN, 1978 - 1979 Jenis Kendaraan 1. 2. 3. 4. Bis Mobil barang/truk Mobil penumpang Sepeda motor Jum1ah: 1978 57.835 328.022 531.206 1.939.974 2.857.037 1979 121.082 632.991 1.013.744 3.735.749 5.503.566

Dalam menghadapi pertambahan armada angkutan jalan tersebut, kebijaksanaan di bidang pembangunan angkutan jalan raya masih terus ditekankan kepada usaha penambahan dan peningkatan fasilitas pengaturan dan pengamanan jalan raya serta peningkatan penertiban dan pengawasan lalu lintas. Pelaksanaan pembangunan tahun 1978/79 telah menghasilkan penambahan fasilitas lalu lintas antara lain meliputi alat pengujian kendaraan bermotor sebuah, rambu jalan 14.171 buah, pemasangan jembatan timbang 24 buah, pemasangan lampu pengatur brake efficiency recorder 13 buah, kantor wilayah sebuah, rumah dinas 4 buah, tanda permukaan jalan 65.700 m. Pelaksanaan pembangunan dalam tahun 1979/80 meliputi pembangunan alat pengujian kendaraan 3 buah, rambu jalan 6.101 buah, pemasangan jembatan timbang 8 buah, pemasangan lampu pengatur lalu lintas 31 buah, kendaraan patroli (jeep) 16 buah, brake efficiency recorder 9 buah, kantor wilayah 4 buah, kantor inspeksi 2 buah, rumah dinas 5 buah, tanda permukaan jalan 44.580 m serta mobil unit penolong hambatan 7 buah. Selain dari pada itu sedang dilanjutkan pembangunan terminal induk di Lampung dan pembangunan Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor di Jakarta.

509

Perkembangan pembangunan fasilitas angkutan jalan tahun 1978/79 1979/80 dapat dilihat dalam Tabel X3. TABEL X 3

raya

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTAN JALAN RAYA, 1978/79 - 1979/80 Jenis Fasilitas 1. 2. 3. 4. 5. Alat Pengujian Rambu Jalan Jembatan Timbang Lampu Pengatur Lalu Lintas Kendaraan Patroli : a. Jeep b. Sepeda Motor Brake Efficiency Recorder Kantor Wilayah Kantor Inspeksi Rumah Dinas Tanda Permukaan Jalan 1978/79 1 14.171 24 55 1979/80 3 6.101 8 31 16 7 13 1 4 65.700 4 2 5 44.580 7

6. 7. 8. 9. 10.

11. Mobil Unit Penolong Hambatan

Dalam usaha menanggulangi kebutuhan alat angkutan daerahdaerah terpencil, telah diusahakan penambahan alat angkutan perintis. Pada akhir tahun 1979 jumlah armada angkutan perintis adalah sebanyak 298 buah bis/truk. Jumlah tersebut merupakan hasil dari adanya penambahan 51 buah dalam tahun 1978 dan 31 buah dalam tahun 1979. Daerah-daerah operasi angkutan perintis adalah Ujung Pandang 19 buah bis, Pangkalpinang 5 buah bis, Kupang 20 buah

510

truk, Ambon 7 buah bis, Bengkulu 10 buah bis, Mataram 5 buah bis, Sumbawa 4 buah bis, Jayapura 16 buah bis serta untuk angkutan jarak jauh antara Bali - Jawa - Lampung sebanyak 212 buah bis. Untuk mengatasi kesulitan angkutan kota baik di Jakarta maupun di kota-kota lain, telah diadakan penambahan bis kota. Dalam akhir tahun 1979 jumlah bis kota tercatat sebanyak 17.615 buah bis. Jumlah tersebut merupakan basil penambahan dalam tahun 1978 sebanyak 2.613 buah dan dalam tahun 1979 sebanyak 3.852 buah bis. Bis kola tersebut beroperasi di kota-kota Jakarta 17.132 buah, Surabaya 170 buah, Medan 75 buah, Semarang 116 buah, Tanjungkarang 34 buah dan di Bandung 88 buah bis. c. Angkutan Kereta Api Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan perkeretaapian dalam Repelita 111, maka program rehabilitasi kereta api dalam tahun 1979/80 tetap diutamakan pada peningkatan prasarana, sarana serta penambahan peralatan operasional guna meningkatkan kapasitas dan mutu pelayanannya. Peranan angkutan kereta api dewasa ini menjadi semakin penting sehubungan dengan kemajuan pembangunan di sektor lain. Beberapa sumbangan jasa angkutan kereta api yang menonjol antara lain adalah angkutan penumpang terutama di Jawa, angkutan basil perkebunan di Sumatera Utara, angkutan basil produksi semen di Sumatera Barat dan hasil pertambangan di Sumatera Selatan. Di bidang angkutan penumpang fasilitasnya telah diperluas sampai pada angkutan kota dan angkutan transmigrasi. 511

Perkembangan produksi jasa angkutan kereta api dalam tahun 1978 - 1979 dapat dilihat dalam Tabel X - 4 dan Grafik X1 di bawah ini. Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam tahun 1979 jumlah angkutan penumpang telah meningkat sebesar 45 % atau 47 % dalam ukuran penumpang kilometer, bila dibandingkan dengan tahun 1978. Walaupun angkutan barang per ton dalam tahun 1979 menurun sebesar 10,6 %, namun dihitung dalam ton kilometer menunjukkan kenaikan 33,3 %.

TABEL X 4 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API, 1978/79 - 1979/80 (dalam ribuan) Tahun Penumpang Penumpang/Km Barang/Ton Barang Ton/Km 1978 762.000 37.709 1.016.000 5.981.266 4.241 26.001 4.063.000 4.744

Hal ini disebabkan karena adanya penurunan angkutan barang jarak dekat dan bergeser kepada angkutan jarak jauh. Kemajuan di bidang produksi jasa di atas pada hakekatnya didukung oleh usaha peningkatan dan rehabilitasi peralatan, penambahan frekwensi perjalanan, perbaikan sistem administrasi dan operasional. Sampai tahun 1979/80 telah diselesaikan pembangunan fisik antara lain adalah rehabilitasi jalan kereta api sepanjang 5.596,8 km, perbaikan jembatan beton sebanyak 456 buah dan perbaikan jembatan baja 2.438 m3. Demikian pula telah dilakukan penambahan lok diesel 91 buah, gerbong barang 780 buah, kereta rel listrik 40 buah, kereta rel diesel 52 buah, kereta penumpang 140 buah, serta rehabilitasi lokomotif 810 buah, gerbong barang 16.422 buah, peralatan sinyal 324 unit, fasilitas telekomunikasi 1.739 km dan kereta rel diesel sebanyak 10 buah. 512

Sejalan dengan itu juga ditingkatkan pemerataan pelayanan kepada masyarakat kota antara lain melalui program angkutan kota JABOTABEK (Jakarta Bogor - Tangerang - Bekasi) dan Gerbong Kertasusila di Jawa Timur. Sebagai pencerminan daripada meningkatnya jasa angkutan ini, maka pendapatan perusahaan PJKA juga meningkat. Pada tahun 1979, pendapatan perusahaan naik sebesar 127,44 % dibandingkan dengan tahun 1978.

GRAFIK X 1 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API 1978/79 1979/80 (dalam buah)

513

(Lanjutan Grafik X 1)

514

Bersamaan dengan usaha-usaha di atas, terus pula ditingkatkan kegiatan di bidang pendidikan dan latihan kejuruan seperti di pusat pendidikan Perhubungan Darat di Tegal, sekolah Kereta Api di Bandung, dan Diesel Traning Centre di Yogyakarta. d. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Dalam tahun terakhir Pelita II di bidang angkutan sungai, danau dan penyeberangan telah berhasil dibangun rambu sungai sebanyak 855 buah, dermaga sungai 2 buah, dermaga danau 1 buah dan pengerukan sekitar 120.000 m3. Hubungan penyeberangan yang telah dibuka sampai tahun 1978/79 antara lain lintasan penyeberangan Merak - Srengsem, Ujung Tanjung Perak - Kamal, Ketapang - Gilimanuk, Padang Bai - Lembar, Poka - Galala dan Bajoe - Kolaka. Kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita III di bidang angkutan sungai, danau dan penyeberangan adalah peningkatan penggunaan serta perluasan fasilitas prasarana dan sarananya seperti kapal, dermaga, fasilitas keselamatan pelayaran di sungai, danau dan penyeberangan. Selain itu akan ditingkatkan pula penyempurnaan di bidang kelembagaan, perundang-undangan, administrasi dan manajemen agar pengusahaan bidang angkutan ini dapat berjalan lancar serta efisien. Dallam tahun pertama Repelita III di bidang angkutan sungai telah dilaksanakan lanjutan pembangunan fasilitas yang telah dimulai pada Pelita II seperti pembangunan dermaga sungai dan danau, serta pembersihan alur sungai sepanjang 375 km. Di bidang angkutan penyeberangan dilanjutkan pula pembangunan fasilitas penyeberangan antara lain lintasan Meulaboh - Sinabang, Palembang - Bangka, Balikpapan - Panajam, Bira - Pamatata, Torobulu - Tampo, Padang Bai - Lembar dan Wainuru - Waipirit. Demikian pula hubungan penyeberangan Merak - Bakahuni telah dilanjutkan pup a pembangunannya dan diharapkan dapat diselesaikan sekitar bulan September 1980 yang akan datang. Selain itu telah diadakan pula rehabilitasi kapal kerja, kapal inspeksi serta pengadaan kapal penyeberangan. 515

Kemudian telah dapat pula diselesaikan rancangan perundangundangan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Perkembangan angkutan penyeberangan sejak tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1979/80 dapat dilihat dalam Tabel X 5 berikut . TABEL X 5 PERKEMBANGAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN, 1978/79 - 1979/80

(dalam ribuan)
1978/ 79 Angkutan penumpang (orang) Angkutan barang (ton) Angkutan kendaraan (buah) 7.777 811 715 1979/80 1.555 1.075 950

Dari Tabel X 5 di atas terlihat bahwa angkutan penyeberangan sejak tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1979/80 telah meningkat sekitar 49% untuk angkutan penumpang dan 33% masing-masing untuk angkutan barang dan angkutan kendaraan. 2. Perhubungan Laut Program-program di bidang perhubungan laut untuk tahun pertama Repelita III terus ditingkatkan untuk lebih memantapkan sistem pelayaran yang terpadu, sehingga terdapat kesatuan antara pelayaran samudera, pelayaran nusantara, pelayaran 516

khusus, pelayaran lokal/rakyat dan pelayaran perintis, yang kegiatannya lebih meluas ke seluruh pelosok tanah air.

Peningkatan pelayaran juga diikuti perkembangan prasarana perhubungan bait yang meliputi fasilitas-fasilitas pelabuhan, keselamatan pelayaran, kesyahbandaran, galangan kapal, keamanan, biro klasifikasi dan lain-lain. l3crsama itu juga dilakukan peningkatan efisiensi di bidang usaha maupun operasional bags perusahaan-perusahaan pelayaran, galangan, pelabuhan yang meliputi bidang pengelolaan, perijinan, tarif dan kepegawaian, sehingga dapat diberikan jasa angkutan yang relatif murah, sesuai dengan kemampuan masyarakat yang memerlukan. a. Bidang Pelayaran (1) Pelayaran Nusantara Pada tahun 1979 terdapat 335 unit kapal yang berkapasitas 341.157 DWT. Jumlah muatan yang diangkut pada akhir Repelita II (tahun 1978/79) sebesar 3.529.000 ton dengan mengoperasikan 332 kapal yang berkapasitas 312.000 DWT, serta pada tahun 1979/80 telah diangkut muatan sebesar 3.573.260 ton, sehingga terdapat kenaikan muatan sebesar 1,25% dan kenaikan kapasitas sebesar 9,3%. Produksi kapal nusantara yang dicapai tahun 1979/80 rata-rata 10,5 ton/DWT, sedikit di bawah produktivitas tahun 1978/79 sekitar 11,3 ton/DWT disebabkan kapal-kapal belum berproduksi sebagaimana mestinya. Dalam tahun 1979/80 terjadi penambahan 13 kapal untuk memperbesar armada yang beroperasi dan 22 kapal untuk mengganti yang sudah tua. Pelayaran tetap dan teratur (RLS) terus disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran angkutan baik dalam jangka pendek' maupun jangka panjang sesuai dengan yang sudah digariskan. Dalam penyusunan trayek-trayek pelayaran nusantara telah dapat dihubungkan 133 pelabuhan, yang terdiri dari 50 pelabuhan wajib dan 83 pelabuhan fakultatif yang akan dilayari secara tetap dan teratur. Perkembangan Armada Niaga Nasional dari tahun 1978/79 dan 1979/80 dapat dilihat dalam Tabel X6 dan Grafik X2.

517

TABEL X 6 PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NASIONAL, 1978/79 1979/80 Uraian/Tahun Kapal (unit) Kapasitas (DWT) Muatan (ton) 1978/79 322 312.000 3.529.000 1979/80 335 341.000 3.573.000

(2) Pelayaran Samudera Armada pelayaran samudera pada tahun 1979/80 meliputi 50 unit kapal yang berkapasitas 513.203 DWT. Adapun route yang dilayari sampai saat ini meliputi : Indonesia Jepang, Indonesia Hongkong, Indonesia USA/Canada, Indonesia Eropa dan Indonesia Australia serta sebaliknya. Route-route tersebut akan terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan perdagangan baik dalam negeri maupun di luar negeri. Jurusan Indonesia Saudi Arabia belum dapat dilayari kapal-kapal nasional secara tetap dan teratur, karena masih sangat kecil muatan baliknya, sehingga baru dilaksanakan secara tramper. Jumlah muatan tahun 1979/80 yang diangkut pelayaran samudera sebesar 5.819.950 ton/m 3 di mana peranan kapal nasional telah mencapai 38%. (3) Pelayaran Khusus. Pelayaran khusus mengangkut barang-barang seperti: kayu, minyak bumi, nikel, bauksit, molases dan minyak kelapa sawit. Kondisi pelayaran khusus dalam negeri setiap tahunnya meningkat dan pada tahun 1979/80 mencakup 2.038 unit kapal yang berkapasitas 1.208.106 DWT, 269 BRT, 18.510 m3 dan 280.043 HP. Jumlah muatan yang diangkut selama tahun 1979/80 adalah sebesar 5.097.044 ton dan 1.244.350 m3 . Untuk lebih meningkatkan peranan dan pelayaran maka sejak tahun 1979/80 telah dimiliki satu armada semi-container dengan

518

GRAFIK X 2 PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NATIONAL, 1978/79 1979/80

519

kemampuan angkut 17.246 petikemas. Khusus dalam pengangkutan kayo ke Jepang, Taiwan dan Korea. sehubungan dengan Timber Transportation Agreement dalam tahun 1979/80 terdapat 116 unit kapal berkapasitas kurang lebih 70.121 DWT dengan volume angkutan 9.414.613 ton/M 3 . Pelayaran untuk pengangkutan minyak bumi terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini pengangkutan hasil tambang dalam tahun 1979/80 mencapai 26.080.945 ton/m 3 , di mana bagian yang diangkut kapal-kapal nasional meliputi 36%. (4) Pelayaran Lokal Potensi pelayaran lokal pada awal Repelita III (1979/80) meliputi 1.448 dengan kapasitas 155.680 BRT. Jumlah muatan yang diangkut pada tahun 1978/79 sebesar 1.899.000 ton sedangkan pada tahun 1979/80 mencapai 2.465.964 ton atau suatu kenaikan sebesar 29,8%. Pembinaan pelayaran lokal ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan angkutan di daerah, dengan pola trayek yang diarahkan untuk menunjang pelayaran nusantara. Produktivitas rata-rata kapal pelayaran lokal meningkat dari 12,2 ton/DWT pada tahun 1978/79 menjadi 15,8 ton/DWT pada tahun 1979/80. Perkembangan pelayaran lokal dapat dilihat dalam Tabel X - 7 . TABEL X 7 PERKEMBANGAN KEGIATAN PELAYARAN LOKAL, 1978/79 1979/80 Uraian/Tahun Kapal (unit) Kapasitas (DWT) Muatan (ton) (5) Pelayaran Rakyat Pembinaan pelayaran rakyat bertujuan untuk menunjang perkembangan ekonomi dan sosial daerah yang terpencil yang belum 1978/79 1.443 155.600 1.899.000 1979/80 1.448 155.680 2.465.964

520

terjangkau oleh pelayaran nusantara maupun pelayaran lokal. Pada tahun pertama Pelita III terdapat 4.458 unit perahu layar dengan kapasitas 116,021 BRT, sedang jumlah muatan yang diangkut mencapai L246.088 ton dengan produktivitas 10,7 ton/BRT. Usaha pembinaan dan perlindungan atas perkembangan pelayaran rakyat terus dilaksanakan melalui motorisasi perahu layar dengan mengutamakan perahu layar milik golongan ekonomi lemah, sehingga azas pemerataan dapat benar-benar diwujudkan. Sampai tahun 1979/80 telah selesai dimotorisasikan sejumlah 588 unit, yang meningkat sebesar 49,6% dibanding tahun 1978/79. (6) Pelayaran Perintis Pada awal Pelita III dioperasikan 28 unit kapal yang berkapasitas 12.947 DWT. Jumlah muatan yang ,dapat tertampung oleh armada perintis dalam tahun 1979/80, terdiri dari barang sejumlah 66.503 ton dan penumpang sebanyak 132.029 orang, dengan produktivitas yang dicapai pada tahun 1979/80 sebesar 5,1 ton/DWT. Dalam tahun 1978/79 angkutan penumpang mencapai 104.531 orang dan angkutan barang 50.139 ton, sehingga dalam tahun 1979/80 terdapat kenaikan untuk penumpang sebesar 26% sedangkan untuk angkutan barang sebesar 33%. Pelabuhan yang dikunjungi sebanyak 174 pada tahun 1978/79 dan meningkat menjadi 202 pelabuhan pada tahun 1979/80.
TABEL, X8 PERKEMBANGAN KEGIATAN PELAYARAN PERINTIS, 1978/79 1979/80 Tahun Jumlah Kapal Jumlah Trayek Jumlah Pelabuhan Frekuensi Penyinggahan Penumpang (orang) Muatan (ton)

1978/79

21

22 27

174 202

12 16

104.531 *) 132.029

50.139 *) 66.503

1979/80 28 *) Angka diperbaiki.

521

b. Fasilitas Pelabuhan dan Pengerukan Pengembangan fasilitas pelabuhan yang merupakan salah satu penunjang dari seluruh kegiatan pelayaran terus dilaksanakan dengan peningkatan rehabilitasi dan pembangunan fasilitas-fasilitas pelabuhan. Kegiatan tersebut selalu berdasarkan rencana induk dari masing-masing pelabuhan. Untuk pelabuhan yang strategis antara lain Tanjung Priok, Tanjung Perak. Belawan dan Panjang sedang dilaksanakan peningkatan fasilitas yang dimiliki. Selain itu telah diselesaikan persiapan pembuatan rencana induk beberapa pelabuhan di antaranya Semarang, Bitung, Balikpapan, Banjarmasin, Ambon, Palembang dan Banyuasin, sedang pembuatan rencana induk untuk pelabuhan Cirebon, Teluk Bayur dan Dumai, masih dalam tahap persiapan. Pada saat ini juga sedang disiapkan disain yang terperinci untuk pelabuhan Semarang dan Pulau Baai (Bengkulu). Untuk jangka panjang akan diadakan survai untuk pelabuhan-pelabuhan di daerah Maluku dan Irian Jaya. Dalam rangka penunjangan rute pelayaran perintis, maka dalam tahun 1979/80 dan rencana 1980/81, dilakukan peningkatan sekitar 29 pelabuhan perintis yang terletak di pantai barat Sumatera, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Tabel X 9 di bawah memperlihatkan perincian dari pembangunan/rehabilitasi fasilitas pelabuhan dalam tahun 1978/79 dan 1979/80. Bersamaan dengan peningkatan fasilitas pelabuhan telah pula ditingkatkan pengerukan baik yang bersifat pemeliharaan (maintenance dredging), maupun pengerukan pokok (capital dredging). Pala tahun 1978/79 maintenance dredging dilakukan dialur pelayaran dan kolam pelabuhan antara lain Belawan, Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Palembang, Semarang/Tegal, Surabaya, Gresik, Panarukan, Banjarmasin, Sei Kahayan, Sei Mahakam, Manado/Bitung dengan jumlah fisik lumpur sebanyak 12336.000 m3. Pada tahun 1979/80 jumlah volume lumpur yang dikeruk mencapai 15.040.000 m3.

522

TABEL X 9 PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN, 1978/79 1979/80 Uraian 1. Kade/Dermaga. Rehabilitasi Pembangunan Penahan gelombang. Rehabilitasi Pembangunan Gudang. Rehabilitasi Pembangunan Lapangan penumpukan. Rehabilitasi Pembangunan Fasilitas listrik. Rehabilitasi Pembangunan Fasilitas air. Rehabilitasi Pembangunan 1978/79 1979/80

14.473 m2 14.455 m2 515 m2

4.690 m2 15.942 m2 2.700 m2 3.253 m2 12.425 m2 3.804 m2

2.

3.

7.175 m2 2.242 m2

4.

39.617 m2 800 KVA 320 KVA

31.218 m2

5.

300 KVA

6.

155.340 m2 c. Fasilitas Keselamatan Pelayaran Fasilitas keselamatan pelayaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan misi sub sektor pelabuhan laut, baik mengenai keselamatan dan keamanan pengangkutan penumpang, maupun barang dan hewan. Karenanya perlu ditingkatkan kemampuan dan modernisasi dari pada fasilitas keselamatan pelayaran yang meliputi pengadaan sarana bantu navigasi, telekomunikasi, pemetaan laut, kesyahbandaran, keamanan dan biro klasifikasi Indonesia. Untuk mengadakan perawatan dan pemeliharaan sarana bantu navigasi dalam

523

tahun 1979/80 telah ditambah masing-masing satu perambuan dan satu kapal perlengkapan perambuan.

kapal

induk

Peningkatan keselamatan pelayaran ini harus diimbangi dengan peningkatan di bidang lain terutama yang erat kaitannya dengan masalah ini seperti pemantapan dari pada penjagaan taut dan pantai. d. Jasa Maritim Kegiatan jasa maritim meliputi perawatan dan perbaikan kapal, khususnya untuk Armada Nasional, pembersihan alur dan daerah perairan pelabuhan dari kerangka kapal dan rintangan lainnya, penyediaan asistensi pada pekerjaan bawah air. Peningkatan kemampuan fasilitas reparasi diusahakan terus selama ini dengan tujuan agar sedapat mungkin docking armada nasional lebih banyak dilaksanakan dalam negeri. Fasilitas reparasi telah meningkat dari 119.600 DWT menjadi 131.000 DWT pada awal Repelita III. Sebagai hasilnya dapat pula ditingkatkan produksi reparasi dari 950.000 DWT pada tahun 1978/79 menjadi 1.050.000 DWT pada tahun 1979/80. Usaha untuk membersihkan alur pelayaran dan perairan dari kerangka kapal sampai saat ini terus dilaksanakan. Hasil pengangkutan kerangka kapal yang telah dicapai tahun 1978/79 sebesar 2.000 ton scrap dan pada tahun 1979/80 sebesar 1.100 ton scrap. 3. Perhubungan Udara Kebijaksanaan dalam peningkatan sub sektor perhubungan udara telah disesuaikan ,dengan tingkat kenaikan permintaan jasa angkutan yang merata meliputi seluruh wilayah, antara lain ibukota propinsi, kabupaten dan ,daerah-daerah terpencil. Dalam tahun 1979/80 kegiatan sub sektor perhubungan udara dikonsentrasikan untuk menanggulangi kebutuhan yang mendesak dalam pengembangan prasarana dan sarana perhubungan udara. Pengembangan prasarana perhubungan udara antara lain dilakukan dengan dimulainya pembangunan Pelabuhan Udara Internasional Cengkareng, serta peningkatan kemampuan Pelabuhan Udara Polonia/

524

Medan, Juanda/Surabaya dan Hasanudin/Ujung Pandang. Di samping itu akan ditingkatkan kemampuan pelabuhan udara di beberapa ibukota propinsi pusatpusat pengembangan wilayah pembangunan utama, pelabuhan udara untuk angkutan dalam negeri lainnya dan beberapa lapangan terbang perintis. Kenaikan permintaan jasa angkutan udara yang menimbulkan kenaikan anus lalu lintas udara ditanggulangi dengan meningkatkan frekwensi penerbangan di samping menambah jumlah armada. Dalam usaha penambahan armada pada saat ini telah dioperasikan jenis DC-10 dan jenis B-747 untuk penerbangan internasional dan telah dilakukan persiapan penggunaan pesawat terbang bertubuh lebar seperti jenis Airbus A-300 untuk penerbangan dalam negeri. Kegiatan untuk menjamin keamanan dan keselamatan operasi penerbangan dan penumpang mendapatkan perhatian tinggi, baik dalam sistemnya, personal, dan fasilitasnya yang meliputi antara lain : radar, navigasi udara, telekomunikasi penerbangan, listrik pelabuhan udara dan pemadam kebakaran. a. Angkutan Udara Penerbangan dalam negeri selain merupakan penerbangan tetap dan berjadwal yang dilakukan oleh beberapa perusahaan penerbangan, juga meliputi angkutan udara yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan borongan (charter) dan taxi udara dengan penerbangan tidak tetap. Selain itu masih terdapat penerbangan umum non komersial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan instansi yang memiliki armada penerbangan untuk kepentingan perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Peningkatan angkutan udara penerbangan tetap dalam negeri dalam tahun 1979 bila dibandingkan dengan realisasi angkutan tahun 1978 mengalami peningkatan sebesar 5,3% untuk angkutan penumpang dan 7,5% untuk angkutan barang. Angkutan penumpang dan barang tahun 1978 masing-masing

meliputi 3.979.557 orang dan 35.822 ton yang kemudian menjadi 4.192.560 orang dan 38.532 ton dalam tahun 1979. Perkembangan angkutan penumpang dan barang tersebut dapat dilihat dalam Tabel X - 1 0 dan Grafik X - 3 . 525

TABEL X 10 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1978 1979 Uraian Km pesawat (ribuan) Penumpang diangkut Barang (ton) Jam terbang Ton/km tersedia (ribuan) Ton/km produksi (ribuan) Faktor muatan (%) 1978 65.958 3.979.557 35.822 166.031 422.400 263.716 62 1979 69.324 4.192.560 38.532 179.179 456.247 275.513 60

TABEL X - I I PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL, 1978 1979 Uraian Penumpang (orang) Barang (ton) Jam terbang Ton/km tersedia (ribuan) Ton/km produksi (ribuan) Faktor muatan (%) 526 1978 269.746 4.257 17.798 446.362 155.800 35 1979 342.637 5.728 22.169 583.188 208.269 36

GRAFIK X 3 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1978 1979

527

( L a nj uta n G ra fi k X 31

528

GRAFIK X 4 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA INTERNATIONAL, 1978 1979

529

( Lanjutan Grafik X 4 )

530

Angkutan udara penerbangan internasional mengalami peningkatan dalam tahun 1979. Angkutan penumpang meningkat dengan 27%, dari 269.746 orang dalam tahun 1978 menjadi 342.637 orang dalam tahun, 1979. Angkutan barang meningkat sebesar 34,5% dari 4.257 ton dalam, tahun 1978 menjadi 5.728 ton dalam tahun 1979. Dalam meningkatkan, kerjasama dengan negara-negara lain, sampai saat ini Pemerintah telah menjalin perjanjian hubungan udara (air agreement) dengan 29 negara, lain. Perkembangan angkutan penumpang dan barang internasional dapat dilihat dalam Tabel X11 dan Grafik X4. Angkutan jemaah haji yang dilakukan melalui udara mengalami penurunan sekitar 42,6% dalam tahun 1979, yakni dari jumlah jemaah haji diangkut tahun 1978 sebanyak 73.414 orang menjadi 42.091 orang dalam tahun 1979. Dalam menunjang program transmigrasi telah dilakukan peningkatan pengangkutan para transmigran dengan menggunakan pesawat udara, antara lain untuk jalur Jakarta Bengkulu, Jakarta Jambi, Semarang Merauke, Surabaya Sorong, Solo Bengkulu dan Surabaya Kendari. Jumlah transmigran yang diangkut dalam tahun 1979 adalah 4.534 kepala keluarga dan sekitar 453 ton barang, sedangkan dalam tahun 1978 transmigran yang diangkut sekitar 292 kepala keluarga dan 21 ton barang. Kenaikan jumlah angkutan transmigran beserta barang dalam tahun 1979 antara lain disebabkan karena penggunaan 3 buah pesawat terbang jenis Hercules L-100-30: Penerbangan perintis untuk daerah terpencil yang meliputi 76 lokasi tersebar pada 22 propinsi, dalam tahun 1979 telah mengangkut penumpang sekitar 206 ribu orang dan barang sekitar 1.570 ton ter-masuk angkutan pos. Dalam tahun 1978, angkutan penumpang mencapai 219.519 orang dan angkutan barang termasuk angkutan pos mencapai 2.017,6 ton sehingga hasil dalam tahun 1979 masing-masing menurun dengan 6% dan 22%. b. Prasarana Penerbangan Udara Fasilitas pelabuhan udara dan keselamatan penerbangan terus ditingkatkan dalam tahun 1979/80 seimbang dengan meningkatnya arus lalu lintas angkutan udara. Peningkatan fasilitas pelabuhan udara 531

dititik beratkan kepada peningkatan kemampuan dan daya tampung bagi pengoperasian pesawat terbang di beberapa pelabuhan udara. Sampai pertengahan tahun 1980 jumlah pelabuhan udara menurut kemampuan dan daya tampung operasinya adalah sebagai berikut : (1) 2 pelabuhan udara yaitu : Halim Perdanakusuma (Jakarta) dan Ngurah Rai (Bali) untuk operasi B-747. (2) 3 pelabuhan udara yaitu : Juanda (Surabaya). Mokmer (Biak) dan Polonia (Medan) untuk operasi DC-10. (3) 1 pelabuhan udara yaitu Kemayoran (Jakarta) untuk operasi DC-8. (4) 7 pelabuhan udara yaitu : Tabing (Padang), Talangbetutu (Palembang), Syamsudin Noor (Banjarmasin), Hasanuddin (Ujung Pandang), Dr. Sam Ratulangi (Menado), Pattimura (Ambon) dan Adisucipto (Yogyakarta) untuk operasi DC-9. (5) 21 pelabuhan udara yaitu : Blangbintang (Aceh), Selaparang (Ampenan), Sepinggan (Balikpapan), Husain Sastranegara (Bandung), Padang Kemiling (Bengkulu), Sentani (Jayapura), El Tari (Kupang), Mopah (Merauke), Mutiara (Palu), Pangkalpinang (Bangka), Simpangtiga (Pekanbaru), Supadio (Pontianak), Achamd Yani (Semarang), Jefman (Sorong), Amamapere (Timika), Branti (Tanjung Karang), Bulutumbang (Tanjung Pandan), Palmerah (Jambi), Komoro (Dili), Adisumarmo (Solo) dan Wolter Monginsidi (Kendari) untuk operasi F-28. (6) 14 pelabuhan udara yaitu : Kaimana, Bendari (Manokwari), Wai Oti (Maumere), Panarung (Palangkaraya), Japara (Rengat), Pi- nangsori (Sibolga), Dabo (Singkep), Babullah (Ternate), Mau Hau (Waingapu), Wamena, Kijang (Tanjung Pinang), Budiarto (Curug), Brangbiji (Sumbawa Besar) dan 532

Tarakan untuk operasi F-27/ HS-748. (7) 6 pelabuhan udara dan 79 lapangan terbang perintis untuk operasi DC-3. Peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan sampai tahun 1980 terus ditingkatkan guna menjamin keamanan, keselamatan dan ke-lancaran serta efisiensi penerbangan. Telekomunikasi penerbangan telah mulai memanfaatkan fasilitas common carrier yang disediakan oleh Perum Telekomunikasi bagi beberapa hubungan antar stasiun tetap

penerbangan penting dengan menggunakan radio teletype dan radio telephony. Demikian juga fasilitas navigasi udara telah mengalami peningkatan dengan pemasangan peralatan baru di beberapa lokasi sebagai berikut : NDB untuk 43 pelabuhan udara dan 45 lapangan terbang perintis, VOR untuk 25 pelabuhan udara, DME untuk 21 pelabuhan udara, ATIS untuk 10 pelabuhan udara, Radar untuk 7 pelabuhan udara yaitu : Polonia, Simpangtiga, Talangbetutu, Achmad Yani, Ngurah Rai, Halim Perdanakusuma dan Hasanuddin dan ILS untuk 2 pelabuhan udara yaitu : Halim Perdanakusuma dan Ngurah Rai. c. Sarana Perhubungan Udara Jumlah armada angkutan udara yang terdaftar dalam penerbangan tetap pada akhir tahun 1979 adalah 160 pesawat terbang, di antaranya 63 buah pesawat terbang jet, sedang lainnya bermesin turbo dan piston. Dalam tahun ini PT Garuda Indonesia Airways akan mengoperasikan pesawat turbo jet B-747 untuk angkutan haji dan penerbangan internasional, sedangkan air bus A-300 akan dioperasikan untuk angkutan dalam negeri. Penerbangan perintis ,dilayani dengan mengoperasikan 18 pesawat udara jenis DHC-6 (Twin Otter) dan 2 buah pesawat jenis 212. 4. Pos dan Giro Usaha meningkatkan mutu dan kemampuan pelayanan pos dan giro kepada masyarakat pemakai jasa selama tahun terakhir Pelita II dan tahun pertama Repelita III telah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Sebagai hasil dari kebijaksanaan yang telah digariskan di bidang pos dan giro telah dibangun kantor pos pembantu di kecamatankecamatan, daerah transmigrasi dan pemukiman baru. Selain itu dibangun pula kantor pos tambahan di kota-kota dan kantor-kantor Kepala Daerah Pos dan Giro serta kantor pos-kantor pos besar I, maupun kantor-kantor sentral giro. Untuk para pemakai jasa pos dan giro di pinggiran kota disediakan fasilitas pos keliling kota dan di daerah pedesaan disediakan pos keliling desa. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, di daerah-daerah ataupun di desa terpecil sudah dapat menikmati fasilitas pos dan giro.

533

Pada tahun pertama Repelita 1II diperkirakan direalisir pembangunan 134 kantor pos pembantu/tambahan yang berlokasi merata di tingkat kecamatan, daerah-daerah transmigrasi pemukiman baru dan daerah terpencil, 2 buah gedung kantor pos besar/I, 2 buah gedung Kepala Daerah Pos dan Giro, pengadaan 226 buah sepeda motor, serta 8 kendaraan pos roda 4. Perincian pembangunan kantor pos dan sarana penunjangnya dapat dilihat dalam Tabel X12. Angka-angka jasa pos dan giro bila dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya menunjukkan peningkatan. Lalu lintas surat pos pada tahun 1979 meningkat 5,38% bila dibandingkan dengan tahun 1978, lalu lintas paket pos naik 26,48%, wesel pos dalam negeri 25,81%, wesel pos luar negeri 87,46%, peredaran giro pos 8,66% dan penabungan melalui Tabanas naik 42,33%. Perkembangan produksi pos dan giro dapat dibaca dalam Tabel X - 1 3 dan Grafik X 5. 5. Telekomunikasi Apabila dalam Pelita II program telekomunikasi banyak dititik beratkan pada usaha pembangunan fisik, maka dalam Repelita III sudah lebih diutamakan pada peningkatan pelayanan jasanya, baik di tingkat kota-kota besar, daerah kabupaten, kecamatan, daerah transmigrasi dan daerah terpecil. Samna ini sejalan dengan usaha untuk mewujudkan gagasan wawasan nusantara. Selma Pelita II banyak sekali pembangunan bidang telekomunikasi telah diselesaikan meskipun ada sebagian yang masih diteruskan dalam Repelita III. Sementara itu beroperasinya Satelit Palapa A, Jaringan Gelombang Mikro Jawa-Bali, Jaringan Gelombang Mikro Lintas Sumatera, Jaringan Gelombang Mikro Indonesia Bagian Timur, serta Otomatisasi Sentral-sentral Telepon, telah memungkinkan dilangsungkannya pembicaraan telepon antar kota melalui Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ). Dewasa ini telah ada sebanyak 60 kota yang mempunyai fasilitas SLJJ, yang berarti suatu peningkatan kesempatan pembicaraan telepon antar kota. Dalam tahun 1979 terlibat adanya kenaikan 14,79% pulsa pembicaraan tele-

534

TABEL X12 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KANTOR POS DAN SARANA PENUNJANGNYA, 1978/79 1979/80

Uraian

1978/79

1979/80

Pembangunan Kp/Kpp/Kptb Pembangunan Kpb/I Pembangunan Biro Daerah Pos Pembangunan Sentral Giro Po, Keliling dan Angkutan Lokal: a. Kendaraan Pos b. Sepeda Motor

140 1) 3 2)

134

26 120

8 226

1) Ditambah dengan pekerjaan lanjutan 2) Dalam pelaksanaan

TABEL X - 1 3 PERKEMBANGAN ARUS LALU LINTAS SURAT POS, PAKET POS DAN LALU LINTAS UANG POS, 1978 1979 1979

Uraian

1978

Surat pos biasa/kilat (ribuan) Paket Pos Wesel Pos (milyar rupiah) Peredaran giro dan cek pos (milyar rupiah) Tabungan pada Bank Tabungan Negara (jutaan rupiah)

252.295 912.964 138,81 840,34

265.865 1.141.032 174,56 1.113,16

15.526,00

19.384,18.

GRAFIK X 5 PERKEMBANGAN ARUS LALU LINTAS SURAT POS, PAKET POS DAN LALU LINTAS UANG POS, 1978 1979

536

(Lanjutan Grafik X 5)

537

Ton, 12% pembicaraan telepon internasional, 25,03% pembicaraan telex dalam negeri dan 22,15% kenaikan menit pembicaraan telex internasional, bila dibandingkan dengan tahun 1978. Perkembangan jumlah kapasitas telepon dapat dilihat dari angkaangka tahun 1978 dan 1979 seperti tercantum dalam Tabel X 14. TABEL X 14 PERKEMBANGAN KAPASITAS TELEPON DI INDONESIA, 1978/79 1979/80 (satuan sambungan) Kapasitas Sentral Otomat Sentral Tangan BS-Baterai Sentral Sentral Tangan BL-Baterai Lokal Jumlah 1978/79 423.600 40.800 66.100 530.500
I

1979/80 460.100 15.310 72.862 548.272

Di bidang transmisi hal penting yang telah dicapai selama ini adalah kapasitas adanya ikatan kerjasama ASEAN dalam rangka memanfaatkan transponder Satelit Palapa, misalnya penyewaan oleh Filipina dimulai sejak 1 Januari 1979, sedangkan Muangthai dan Malaysia dimulai pada 1 Juli 1980. Pembangunan di bidang transmisi lainnya berupa Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) antara Indonesia (Jakarta) Singapura baru akan diresmikan penggunaannya pada tanggal 8 Agustus 1980 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ASEAN. Di dalam rangka usaha pemerataan pembangunan di daerah maupun di kota-kota melalui jasa komunikasi yang baik lewat siaran televisi, telepon umum dan lain-lainnya, maka dalam tahun ini telah dikontrakkan pembangunan 75 buah Stasiun Bumi Kecil (SBK) dan 3.500 buah telepon umum, kesemuanya basil perakitan industri dalam negeri.

538

Dari Tabel di atas terlihat bahwa dalam tahun 1979 kapasitas telepon otomat bertambah dengan 8,6% bila dibandingkan dengan tahun 1978. 6. Meteorologi dan Geofisika Pembangunan di bidang Meteorologi dan Geofisika selain terarah untuk menunjang pembangunan dalam lingkungan sektor Perhubungan, juga menunjang pembangunan sektor-sektor yang lain, di antaranya dalam meningkatkan produksi pangan, industri, dan pariwisata. Oleh sebab itu langkah-langkah kebijaksanaan ditujukan kepada tercapainya pengadaan jaring-jaring dasar dengan mengutamakan prioritas nasional serta meningkatkan pengelolaan dan penelitian iklim, cuaca dan gempa. Untuk mencapai target yang telah direncanakan telah banyak dilakukan perbaikan, rehabilitasi dan pembangunan secara fisik maupun operasional, yang meliputi pembangunan stasiun-stasiun meteorologi, klimatolog dan geofisika. Juga penambahan dan penyebaran data, sistem penyimpanan pengolahan, operasi analisa dan ramalan cuaca serta penelitian berbagai aspek meteorologi dan geofisika termasuk polusi udara dan kondisi lingkungan. Di bidang ketenagaan telah ditingkatkan kemampuan serta ketrampilan tenaga operasional. Dalam Repelita III ini direncanakan pembangunan beberapa balai atau cabang pusat meteorologi dan geofisika di beberapa ibukota propinsi guna meningkatkan pengelolaan kegiatan operasional. Balai tersebut akan bertugas melaksanakan bimbingan, koordinasi dan pengaturan serta pengawasan stasiun di lokasi-lokasi yang tergabung pada balai itu. Sebagai basil usaha rehabilitasi/pembangunan di bidang meteorologi dan geofisika selama ini telah dapat ditingkatkan mutu pelayanan meteorologi dan geofisika. Adapun jenis pelayanan tersebut meliputi ramalan cuaca untuk penerbangan, pelayaran, pertanian dan masyarakat umum melalui TVRI dan RRI. Di samping itu juga diterbitkan ramalan musim, data cuaca, gempa bumi dan lain-lain. Perkembangan pembangunan stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika tahun 1978/79 sampai tahun 1979/80 dapat dilihat pada Tabel X 15.

539

TABEL X - 15 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, *) 1978/79 1979/80 Jenis Stasiun 1. Stasiun Meteorologi a. Penerbangan/Synoptik b. Maritim 2. Stasiun Klimatologi a. b. c. d. e. f. g. Stasiun Klas I Stasiun Klas II Stasiun Klas III Pertanian Khusus Stasiun Iklim Pengamatan Hujan Pengamatan Penguapan 4 4**) 3 18 * ) 13 **) 2.745 **) 105 **) 4 4 3 18 13 3.232 117 75 9 86 9 1978/79 1979/80

3. Stasiun Geofisika Pengamatan Gempa *) **) Angka Kumulatif Angka diperbaiki

PARIWISATA Pembangunan kepariwisataan Indonesia selama Repelita II lebih banyak ditekankan kepada usaha memperkenalkan kebudayaan, kekayaan alam, keindahan alam, kepribadian bangsa, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu pengembangan kepariwisataan juga diarahkan untuk membuka kesempatan kerja, dalam rangka usaha untuk meningkatkan pemerataan. Sejalan dengan tujuan tersebut telah pula diambil langkah-langkah bagi pengembangan sarana dan prasarana obyek wisata, fasilitas pari-

540

wisata terutama di 10 daerah tujuan wisata dan pengembangan kelembagaan, pengaturan serta unsur-unsur penunjang yang lain demi untuk memperlancar arus wisatawan asing maupun wisatawan dalam negeri. Pengembangan kepariwisataan Indonesia masih sangat bergantung kepada tingkat kemajuan sarana lainnya, seperti jalan, jembatan, lapangan terbang, pelabuhan, ke imigrasian, karantina, hotel maupun fasilitas pemondokan. Untuk itu di masa-masa mendatang masih perlu dijalin suatu perencanaan yang terpadu agar supaya terdapat suatu kondisi yang lebih mantap baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dalam Repelita III pengembangan dan pembangunan kepariwisataan akan lebih ditingkatkan dari kemajuan yang telah dicapai selama Repelita II. Peningkatan ini antara lain akan lebih mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan serta mengoperasikan obyek wisata yang sedang maupun yang telah selesai pembangunannya. Sebagai kelanjutan dari Repelita II yang lalu, maka dalam Repelita III ini telah pula mulai dilaksanakan pembukaan daerah tujuan wisata yang baru, antara lain Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Jaya. Hal ini sesuai dengan usaha untuk terwujudnya wawasan nusantara serta pemerataan pembangunan khususnya di bidang pariwisata ke seluruh tanah air. Di tahun-tahun mendatang masih akan dilanjutkan pembangunan obyek wisata ke seluruh propinsi, sehingga diharapkan kelak seluruh obyek wisata yang berlokasi di daerah-daerah akan merupakan suatu paket wisata Indonesia yang siap menampung arus wisatawan asing maupun dalam negeri. Langkah lain yang telah dan akan terus dilanjutkan adalah usaha promosi melalui beberapa media (pers, pameran, penyediaan bahanbahan publikasi film), usaha memantapkan kerjasama antara berbagai sarana-sarana pariwisata seperti biro perjalanan, agen perjalanan, perusahaan penerbangan serta beberapa pengusaha hotel untuk dapat memasarkan paket wisata Indonesia dalam dunia pariwisata internasional. Sementara itu masih akan terus diperjuangkan agar Undangundang Kepariwisataan Nasional dapat segera direalisir, sehingga koordinasi antara kelembagaan akan lebih terwujud secara positip. Upaya untuk menyerap arus wisatawan asing masuk ke Indonesia telah ditempuh dengan berbagai macam cara antara lain dengan cara

541

pemberian visa setempat (visa on arrival) bagi wisatawan yang datang secara berombongan, kantor pusat penerangan pariwisata juga akan terus ditingkatkan dari kantor yang telah ada, yaitu di Tokyo, Sydney, Frankfurt, San Francisco, Singapura dan dalam tahun mendatang akan dibuka di beberapa negara antara lain di Amerika Selatan, Timur Tengah dan di negara ASEAN yang lain. Perkembangan pertumbuhan arus wisatawan asing masuk ke Indonesia terlihat dalam Tabel X 16. TABEL X 16 ARUS WISATAWAN ASING MASUK INDONESIA (dalam orang) Tahun 1978 1979 Jumlah 468.614 501.430

Dari tabel di atas jelas tampak bahwa angka yang diproyeksikan dalam tahun mendatang maupun angka dari tahun yang telah lalu menunjukkan suatu tingkat kenaikan yang cukup baik, hal ini dimungkinkan mengingat beberapa kebijaksanaan di bidang penerbangan, cara pemberian visa, serta fasilitas kemudahan-kemudahan telah pula dilaksanakan dan akan terus ditingkatkan pelayanannya. Wisatawan dalam negeri juga bertumbuh dengan cepat. Sarana dan prasarana perhubungan darat, laut, udara, penyeberangan telah dapat menghubungkan antara satu kota dengan kota lain, antara pulau satu dengan pulau lainnya dan jadwal dan waktu operasinya sudah lebih teratur, tepat, dan cepat. Mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain juga meningkat. Fasilitas hotel, penginapan, restauran tumbuh seirama dengan pertumbuhan dan pembangunan obyek wisata yang tersebar luas di empat belas propinsi. Dalam tahun-tahun mendatang usaha ini akan terus dilanjutkan ke seluruh propinsi lain di tanah air. Di setiap daerah propinsi akan dikembangkan obyek wisata sesuai ciri kedaerahannya yang berbeda dari daerah yang lain, dan dipertahankan kelestariannya.

542

Pemantapan obyek dan daerah tujuan wisata dirangkum dalam Rencana Induk Kepariwisataan Nasional yang hingga saat ini masih dalam taraf penyelesaian. Diharapkan dengan pelaksanaan Rencana. Induk ini akan lebih dapat ditingkatkan arus wisatawan dalam negeri. Langkah-langkah lain yang akan ditempuh untuk meningkatkan jumlah wisatawan terutama wisatawan dalam negeri adalah penambahan fasilitas di hotel-hotel seperti fasilitas telekomunikasi sehingga hotel-hotel, di berbagai propinsi dapat dihubungi dengan fasilitas telepon dan telex. Mutu hotel-hotel telah ditandai dengan klasifikasi bintang. Tujuan pemberian kelas bintang adalah untuk lebih mendorong pengusaha hotel dalam meningkatkan mutu pelayanan serta fasilitas-fasilitas yang ada. Jumlah hotel yang telah mendapat klasifikasi bintang di tiap , propinsi dapat dilihat dalam Tabel X 17. TABEL X17
JUMLAH HOTEL MENURUT PROPINSI SESUAI DENGAN KELAS BINTANG Jumlah hotel sesuai dengan kelas bintang Propinsi Bintang 1 Bintang 2 Bintang 3 Bintang 4 2 4 8 23 10 7 14 3 7 10 88 14 3 17 20 7 7 5 1 9 83 3 1 9 3 1 7 Bintang 5 1 1

Bali D.I. Yogyakarta DKI. Jakarta Raya Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Utara Jumlah :

7
3 6

1
1

_ _ _

1
1 5 36

1 14

_
_

543

Di samping itu telah pula dibuka Sekolah Perhotelan di Nusa Dua Bali. Tenaga lulusan Sekolah Perhotelan ini dipersiapkan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja bagi para investor hotel yang akan beroperasi di Nusa Dua.

544

Anda mungkin juga menyukai