Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam upaya menangani berbagai hal yang ditimbulkan akibat banyaknya fenomena otonomi daerah, yang diberikan pada Pemerintah Kabupaten/Kota tidak boleh begitu saja cuci tangan. Mau tidak mau karena eksistensinya masih diakui sebagai salah satu pemerintah yang syah melaksanakan berbagai kegiatan pemerintahan, serta lebih lanjut sebagai

kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat, maka secara arif harus memberikan kontribusi dan bila perlu dapat memberikan pembinaan agar Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat merealisasikan Otonomi Daerah secara baik dan benar. Lebih lanjut terungkap dalam Penjelasan Pasal 9 UU No. 22 tahun 1999, yang menyangkut

kewenangan yang masih ditangan Pemerintah Pusat dan Propinsi, yaitu : Ayat (1) Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota seperti kewenangan dibidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan. Yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya adalah : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro. b. Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia potensial dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi. c. Pengelolaan pelabuhan regional. d. Pengendalian lingkungan hidup. e. Promosi dagang dan budaya/ pariwisata. f. Penanganan penyakit menular dan hama tanaman. g. Perencanaan tata ruang propinsi. Melihat kewenangan di atas tidak ada alasan bagi Pemerintah Propinsi untuk tidak turut menangani aktivitas pemerintahan dan pembangunan di Daerah. Dengan itikad baik dan saling menghormati antara lembaga pemerintahan, setiap aparatur 1

harus berusaha mendorong dan memberikan kontribusi yang baik pada semua pihak agar kehidupan masyarakat dapat berubah menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Untuk itu Pemerintah Propinsi beserta jajarannya dituntut lebih profisional dalam melahirkan pemerintah yang kuat dan berwibawa. Mengingat potensi dan jangkauan kedepan rupanya Pemerintah Jawa Barat

harus menangani secara serius sumber daya yang dimiliki, agar benar-benar dapat menjadi energi bagi masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan. Banyak sekali potensi yang dimiliki daerah Jawa Barat, baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Dalam upaya maksimalisasi sumber daya Propinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 34.588,79 km2 (4,17 %) luas Indonesia dikurangi Propinsi Banten, dengan jumlah pemduduk + 43.552.923 jiwa. Penghasilan utama meliputi : - Pertanian - Perkebunan - Peternakan - Industri : padi, sayur-sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan. : teh, kopi, karet, kina, coklat, kelapa, tebu. : sapi, kerbau, domba, unggas. : logam, semen, pesawat terbang, textil, kimia, bahan bangunan, karet, teh, ban, elektronik, kertas. - Bahan tambang : minyak bumi, mangan, perak, tembaga, antimon, emas, gas alam, pasir besi, fosfat, seng dan lain-lain. - Hasil hutan : kayu, tanaman langka dan lain-lain.

Semua potensi tersebut telah diolah dan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah dan masyarakat, namun dalam berbagai hal perlu terus ditingkatkan, karena dirasakan belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat

secara merata. Tidak sedikit warga Jawa Barat yang hidup dibawah garis kemiskinan, bahkan di daerah Cikalong Wetan Kabupaten Bandung kurang lebih 50 km dari pusat kota pada bulan Desember 1999, tersiar kabar terdapat masyarakat yang kekurangan makan, hanya 1 hari sekali makan nasi yang terkadang harus diganti dengan umbiumbian (Pikiran Rakyat, 4 Januari 2000). Kemampuan keuangan pemerintah Jawa Barat pun masih tergantung bantuan pemerintah pusat. Artinya belum mencapai kemandirian membiayai kegiatan pembangunan dan pemerintahan. Menurut catatan Kompas tanggal 5 Desember 2000, Jawa Barat penerima terbesar Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat dibandingkan propinsi lainnya, yaitu sebesar 10,96 % dari total DAU sebesar Rp. 60,516 Triliyun. Dengan keadaan ini menjadi pemicu dan pemacu untuk lebih berdaya dan mandiri dalam berbagai hal demi kesejahteraan masyarakat berdasarkan kemampuan yang ada disertai usaha maksimal. Sebenarnya Propinsi Jawa Barat tidak seharusnya memiliki posisi yang lemah dari segi keuangan, karena potensinya yang demikian besar. Namun dengan berbagai faktor, keterpurukan pemerintah Jawa Barat tidak bisa dihindari, terutama pengaruh krisis dimensi secara nasional yang dialami pemerintah Indonesia. Potensi yang sangat realistis dalam mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Jawa Barat tidak usah terlalu jauh berfikir dan berbuat, yaitu dengan menggali dan mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki Propinsi Jawa Barat. Seperti halnya Propinsi Bali, justru dengan keadaan krisis sejak akhir tahun 1997, Propinsi Bali dapat meraup keuntungan yang banyak dengan kunjungan turis mancanegara. Banyak turis yang merasakan segala sesuatu menjadi murah dan

terjangkau, karena dengan kenaikan nilai dolar/ mata uang asing terhadap Rupiah, uang mereka menjadi lebih tinggi nilainya, sehingga mereka dapat membeli barang/ jasa dengan harga relatif murah bila dibandingkan dengan harga di negara lain. Rupanya Jawa Barat tidak terlalu berangan-angan bila akan mengikuti jejak Propinsi Bali untuk mengembangkan pariwisata. Bahkan seharusnya Propinsi Jawa Barat harus lebih dibandingkan dengan Propinsi Bali, karena Propinsi Jawa Barat memiliki objek wisata yang beraneka ragam serta tempatnya cukup luas, tersebar di 6 kota dan 15 kabupaten. Setiap tempat memiliki ciri khas yang berbeda baik dari segi pemunculan seni, jenis makanan dan adat kebiasaan masyarakat. Dipertimbangkan dalam berbagai dimensi, pariwisata Jawa Barat sangat menguntungkan dan memiliki prospek yang cerah asalkan terdapat political will yang kuat dari pemerintah dan didukung penuh oleh masyarakat. Secara geografis Jawa Barat terletak di Pulau Jawa, namun demikian dari kesukuan etnis orang Jawa Barat berbeda dengan orang Jawa Tengah dan Jawa Timur yang cukup disebut dengan orang Jawa. Sedangkan orang Jawa Barat tidak mau disebut orang Jawa, tetapi ingin disebut orang Sunda atau terkadang dengan sebutan lengkap orang Jawa Barat. Etnis Sunda menempati daerah mulai Cirebon sampai dengan Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang, dengan ciri homogenitas memakai bahasa sehari-hari bahasa Sunda. Namun karena dinamika politik di jaman reformasi, sejak awal tahun 2001 Wilayah Pembangunan V Banten, berubah status menjadi propinsi tersendiri, Propinsi Banten. Namun secara etnis Propinsi Banten sulit dipisahkan dengan daerah lain di Jawa Barat, karena memiliki keterikatan suku, yaitu suku Sunda, bahkan diakui di daerah Cibeo Kabupaten Lebak dihuni oleh orang Baduy, merupakan suku asli Sunda yang

masih mempertahankan kehidupan sosial asli orang Sunda dan agamanya pun disebut Sunda Wiwitan. Keadaan alam Propinsi Jawa Barat sangat bervariasi terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi serta daerah pegunungan. Paparan dataran rendah luas terhampar di bagian utara dan barat sepanjang Pantai Laut Jawa dan Selat Sunda meliputi Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, hamparan yang sangat luas terdapat di Kabupaten Ciamis dengan pantai-pantainya yang sangat indah. Di bagian tengah dan selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 100 1500 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi kabupaten Bogor, Sukabumi, sebagian Cirebon, Kuningan, Bandung, Majalengka, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Purwakarta. Secara umum Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi dan hari hujan yang banyak, curah hujan terbanyak di daerah Sukabumi 5,869 milimeter, suhu udara sangat tergantung pada ketinggian suatu tempat diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak suatu tempat, maka suhunya akan semakin rendah dengan perkiraan setiap kenaikan 100 meter akan menjadi penurunan suhu antara 0,15 0,6 celcius. Di daerah dataran rendah bagian utara suhu udara berkisar pada angka 26,20 celcius. Di Bogor suhu udara berkisar angka 250 celcius, di Bandung rata-rata 22,50 celcius, di Lembang 18,90 celcius, di daerah Kawah Putih

Ciwidey 15,00 celcius, bahkan di Puncak Gunung Gede Pangrango suhu 9,00 celcius. Keadaan variasi tempat di Jawa Barat juga membentuk ragam seni dan budaya yang ditonjolkan disetiap daerah, seperti daerah Cirebon masih terdapat Kesultanan Cirebon dikenal dengan kesenian Tarling, daerah Subang Sisingaan, daerah Bandung Seni Degung dan Jaipongan, daerah Cianjur terkenal Tembang

Cianjuran, dan masih banyak lagi keanekaragaman ciri khas tiap daerah, seperti jenis makanan, daerah Sumedang terkenal dengan Tahu Sumedang dan Umbi Cilembu, Bandung terkenal dengan Wajit, Oncom Bandung, Peuyeum Bandung, daerah Cianjur dan Sukabumi terkenal dengan aneka ragam manisan dan Penghasil Teh, Bogor terkenal dengan Talas Bogor dan masih banyak yang lain dimana tiap daerah menghasilkan buah-buahan, sayuran dan hasil tani lainnya. Dengan berbagai prasarana dan sarana yang relatif baik dan mudah didapat, didukung dengan posisi yang merupakan penyangga ibu kota yang memiliki fasilitas lebih lengkap dan merupakan pintu gerbang Touris International. Untuk itu tidak ada alasan bagi Jawa Barat dalam mengembangkan industri pariwisata menjadi salah satu alternatif tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara. Jumlah objek wisata di Jawa Barat yang terdapat kurang lebih 336 buah, meliputi : 1). Objek wisata alam terkenal : Kebun Raya Bogor, Kawasan Puncak Cianjur, Tangkuban Perahu Bandung, Kawasan Lembang Bandung, Kawasan Ciwidey, Candi Cangkuang Garut, gua dan lain-lain. 2). Objek wisata bahari : Pelabuhan Ratu Sukabumi, Pangandaran Ciamis, Pantai Taraje dan lain-lain. 3). Objek wisata keagamaan : Pamijahan, Makam Sunan Gunung Djati, Keraton Cirebon, Kampung Naga dan lain-lain. 4). Museum Geologi, Museum Sri Baduga, Gedung Merdeka dan lain-lain yang kebanyakan berada di kota Bandung. Objek wisata tersebut pengelolaannya oleh pemerintah 26%, BUMN/ BUMD 21%, Swasta 15% dan oleh desa setempat/ LKMD 38%.

Namun demikian keadaan yang diharapkan belum menunjukan peningkatan yang berarti, sehingga keadaan pariwisata Jawa Barat belum dapat berbuat banyak untuk mengakselerasi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan hasil pariwisata persentasenya belum menunjukkan angka yang signifikan kontribusinya terhadap APBD. Penyebab keadaan ini diakui Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Barat, selain belum banyak tenaga profesional yang menangani pariwisata, juga pengelolaan objek wisata yang demikian banyak, baru ditangani secara serius memiliki kelayakan dan sudah dipasarkan sebanyak 28%. Selebihnya 34% sedang berkembang dan 38% belum berkembang, bahkan terdapat beberapa objek lain yang berlum tersentuh. Tabel 1 Jumlah Wisatawan Ke Jawa Barat Wisatawan Nusantara 131.505 480.380 2.607.494 2.920.930 17.213.742 18.114.312 15.779.934 19.174.141 76.522.438 Wisatawan Mancanegara 24.115 71.220 137.024 264.586 395.390 425.148 364.797 333.866 2.016.146

Tahun 1971 1976 1983 1987 1991 1995 1998 1999 Jumlah

Jumlah 155.620 551.600 2.744.518 3.185.516 17.609.132 18.539.460 16.144.731 19.408.007 78.338.244

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prop. Jabar (diolah) Dinas Pariwisata Jawa Barat melalui berbagai program telah banyak melakukan usaha, baik atas inisiatif sendiri maupun program tindak lanjut dari pemerintah pusat. Sejak dicanangkannya oleh Pemerintah Pusat Visit Indonesian

year 1993, Jawa Barat dalam berbagai persiapan turut mensukseskan kegiatan tersebut, namun hasilnya apa boleh buat belum mendongkrak jumlah turis mancanegara khususnya secara signifikan. Sebelumnya pada tahun 1990

pembangunan pariwisata Jawa Barat sesuai dengan program skala nasional yang melibatkan media massa diadakan kampanye nasional Sadar Wisata dan Sapta Pesona. Hasilnya cukup menggembirakan dapat memacu turis mancanegara sebanyak 100%, terlebih wisatawan nusantara naik hampir 8 kali lipat pada tahun 1987 dibandingkan tahun 1991. Program khusus yang dipraktekkan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, yaitu : 1. Kerjasama dengan daerah lain seperti Pesta Wisata Nusantara di Jakarta, Road show & Travel Dialog di Makasar, Festival Budaya (Majapahit Travel Fair di Surabaya) dll. 2. Calender Of Event Pariwisata Regional dan International ada 15 even : Upacara adat di Kampung Naga (Tasikmalaya), Pesta Laut di Pelabuhan Ratu, Pangandaran dan Cipatujah. 3. Promosi ke luar negeri seperti; Asean Tourism Forum (ATF) 2001 di Brunai Darusalam, Road Show West Java di Kuala Lumpur/Johor Baru, Road Show ke Eropah dan Internasional Buorse di Berlin Jerman dll. Program tersebut yang menonjol saja serta banyak kegiatan lainnya dengan tujuan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan nusantara. Hasilnya sampai saat ini belum mencapai harapan, apalagi dengan berbagai hambatan keamanan nasional yang gebyarnya keluar negeri Indonesia saat ini kurang aman dan banyak terjadi kekerasan yang dilakukan oleh massa dan aparat keamanan.

Apabila dianalisa secara mendalam dikarenakan dengan kecanggihan informasi yang mengglobal serta diplomasi akurat dan meyakinkan oleh perwakilan pemerintah Indonesia yang ada ditiap negara dan bangsa Indonesia yang ada di luar negeri. Kejadian tersebut sebenarnya tidak harus serta merta menimbulkan ketidakamanan dan keterpurukan citra Indonesia dimata internasional. Dengan kata lain apabila Jakarta rusuh, maka propinsi lain termasuk Jawa Barat dapat digambarkan secara visual dan audio melalui media elektronik dan media massa tidak terjadi seperti itu dan keadaan aman-aman saja. Keterbatasan

menginformasikan di satu pihak pemerintah Indonesia atau tiap pemerintah daerah dan keterbatasan menerima informasi warga asing, merupakan kendala utama kurang diketahuinya secara utuh posisi dan keadaan Indonesia yang sebenarnya. Banyak perkiraan orang luar negeri bahwa bangsa Indonesia seperti bangsanya yang menduduki satu daratan, tidak diketahui bahwa bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang pluralistik dimana terdapat lebih dari 13.000 pulau yang jaraknya antara satu pulau dengan pulau yang lain terpisah oleh laut dengan jarak ribuan bahkan ratusan ribu km sebagai contoh Kalimantan tengah atau Ambon. Sekarang ini dalam keadaan bergolak banyak kekerasan massa disana, terjadi pembantaian dan pembunuhan sadis sebagaimana ditayangkan media massa asing. Asumsi sementara penduduk dunia bahwa Indonesia seluruh pulaunya tak aman, tetapi kenyataannya hanya pulau atau tempat-tempat tertentulah yang keadaanya kurang aman. Dengan demikian propinsi lain, termasuk Jawa Barat seharusnya tidak goyah dan tetap memperhatikan citra Toto Tentrem Kerta Raharja, aman, tertib dan nyaman. Siap menerima kunjungan dari berbagai tempat termasuk dari mancanegara,

agar dapat memberikan investasi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui Trevel Exchange 2001, Jawa Barat menunjukkan kreativitas usaha menarik kunjungan wisatawan sambil mengkampanyekan bahwa masih banyak daerah lain di Indonesia yang aman dan tentram. Target yang ingin dicapai satu juta wisatawan manca negara dan 25 juta wisatawan dalam negeri pada tahun 2002. Untuk itu berbagai akses ke luar negeri dan ke tiap daerah pemerintah bersama-sama masyarakat harus turut mempropagandakan citra Jawa Barat melalui berbagai pesona wisata yang dimiliki, dapat memberikan sesuatu yang terbaik untuk menikmati ketenangan dan kenyamanan. Jawa Barat seharusnya berbuat lebih banyak untuk memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada bangsa lain, bahwa dengan keadaan kritis multi dimensi yang sedang melanda bangsa Indonesia sehingga salah satunya nilai Rupiah menjadi rendah, maka masyarakat asing dapat membeli produk barang dan jasa dari Jawa Barat termasuk hasil produk dan jasa pariwisata dengan harga murah. Bila kesan dan pesan ini sampai dan dapat memberikan rasa aman pada setiap pengunjung, dalam waktu beberapa saat khususnya Jawa Barat dapat masukan investasi yang cukup berarti bagi penganggulangan keadaan krisis sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian dan data tersebut diatas kiranya penulis tertarik untuk menelusuri lebih jauh mengenai kekurang-berhasilan atau belum mencapai optimalisasi pariwisata Jawa Barat, sehingga kunjungan wisatawan terutama dari mancanegara belum menunjukkan peningkatan yang berarti, pengaruh lebih lanjut kontribusi sektor pariwisata terhadap tingkat pendapatan pemerintah dan

10

kesejahteraan masyarakat belum memperlihatkan harapan yang diinginkan, persentase sektor pariwisata terhadap PAD dari tahun ketahun terus menurun ,

seiring dengan menurunya jumlah kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara ke Jawa Barat.

Perumusan Masalah Adanya kesenjangan terhadap kenyataan yang ada dengan harapan yang diinginkan merupakan suatu masalah. Untuk mengatasi hal tersebut setiap masalah harus dipecahkan melalui solusi terbaik yang resikonya diminimalisir dengan membawa kemanfaatan yang maksimal. Lebih lanjut menurut ahli, masalah muncul akibat tidak seimbangnya antara sesuatu yang diharapkan (das sollen) berdasarkan teori-teori atau hukum-hukum yang menjadi tolok ukur dengan kenyataan (das sein) sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa demikian atau apa sebabnya demikian (Nawawi, 1991:41). Suatu masalah dapat dipecahkan dengan baik apabila ada usaha yang maksimal untuk mencari jalan keluarnya dengan terlebih dahulu menemukan akar permasalahannya, sehingga langkah-langkah pemecahan masalah menuju perbaikan dan harapan yang diinginkan. Kepariwisataan Jawa Barat menimbulkan pertanyaan besar mengapa belum menunjukkan tingkat perkembangan yang pesat, belum banyaknya orang asing yang berkunjung dari tahun ke tahun angkanya stagnan, jauh sekali bila dibanding daerah lain seperti Jakarta, Bali atau negara lain (Singapura). Menurut catatan Dinas Pariwisata Jawa Barat pada tahun 1971 jumlah wisman sebanyak 24.115 orang, tahun 1976 sebanyak 71.220 orang, tahun 1983 sebanyak 137,024 orang, tahun 1987

11

sebanyak 264,586 orang, tahun 1991 sebanyak 395.390 orang, tahun 1995 sebanyak 420.211 orang dan tahun 1999 sebanyak 333.866 orang. Sedangkan wisatawan nusantara (wisnus) tahun 1971 sebanyak 131.505 orang, tahun 1976 sebanyak 480.380 orang, tahun 1983 sebanyak 2.607.494 orang, tahun 1987 sebanyak 2.920.930 orang, tahun 1991 sebanyak 17.213.742 orang, tahun 1995 sebanyak 18.430.451 orang dan tahun 1999 sebanyak 19.174.141 orang. Dukungan fasilitas perhotelan berbintang catatan tahun 1999 sebanyak 135 buah jumlah kamar 11.130, non bintang 1.021 dengan jumlah kamar 21.459 serta banyak wisma-wisma. Rumah makan sebanyak 2.453 buah, restoran 71 buah,usaha Perjalan Wisata 138 buah, Pramuwisata 374 orang dan objek wisata 387 buah. Mengingat target kunjungan wisata yang canangkan pemerintah cenderung ingin terus meningkat sampai dengan tahun 2002, jumlah Wisman sebanayak 1 juta dan Wisnus sebanyak 25 juta, maka jumlah fasilitas dukungan tersebut belum memadai secara kuantits apalagi secara kualitas. Mengingat unsur yang berkaitan dengan pariwisata demikian banyak, sedangkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat merupakan organisasi formal yang memiliki fungsi penyelenggaraan pembinaan teknis

operasional bidang kebudayaan dan kepariwisataan meliputi kesenian, kebudayaan, kepariwisataan dan promosi berdasarkan kebijaksanaan Gubernur dan

penyelenggaran teknis ketatausahaan. Maka untuk menjawab permasalahan yang dialami oleh Propinsi Jawa Barat, maka penelitian tesis ini diarahkan untuk dapat menjawab mengenai :

12

1). Permasalahan apa yang sebenarnya dihadapi Pemerintah Propinsi Jawa Barat, sehingga kurangnya kunjungan wisatawan nusantara terutama wisatawan mancanegara ke Jawa Barat yang dapat mempengaruhi terhadap tingkat pendapatan daerah. 2). Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala bagi kepariwisastaan Jawa Barat, sehingga belum menjadi pusat perhatian kunjungan wisatawan terutama dari manca negara dan belum menjadi andalan pendapatan daerah. 3). Kebijakan kepariwisataan yang bagaimana yang relevan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dari mancanegara ke Propinsi Jawa Barat, sehingga dapat mendatangkan pendapatan yang diandalkan oleh daerah.

Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulis melaksanakan penelitian yang dilengkapi data dan informasi yang akurat mengenai kepariwisataan Propinsi Jawa Barat memiliki tujuan sebagai berikut : a. Dapat mengetahui esensi masalah kebijakan kepariwisataan yang dihadapi oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat . b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam

merealisasikan kebijakan kepariwisataan Propinsi Jawa Barat, agar dapat menjadi andalan pendapatan daerah di Propinsi Jawa Barat.

13

c. Untuk

mengetahui

alternatif

kebijaksanaan

kepariwisataan

yang

mempengaruhi terhadap peningkatan kunjungan wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

2. Kegunaan a. Diharapkan dapat menjadi masukkan bagi Propinsi Jawa Barat khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, agar dapat mengatasi permasalahan kebijakan kepariwisataan Jawa Barat, sekaligus dapat mengembangkan kepariwisataan Jawa Barat dan menjadi pendapatan andalan bagi daerah di Propinsi Jawa Barat. b. Diharapkan dapat memenuhi syarat dalam penyelesaian tugas akhir program pendidikan strata-dua (S2) Magister Administrasi Publik di UGM Yogyakarta. c. Diharapkan menjadi bahan referensi bagi pihak yang akan memperdalam studi mengenai kepariwisataan dan pengembangan studi kebijakan publik.

14

D. Sistematika Penelitian BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan masalah latar yang belakang dihadapi, dilaksanakannya penelitian,

merumuskan

kerangka konseptual yang

merupakan landasan teori yang dapat membantu memecahkan masalah. Termasuk didalamnya analisa kebijakan kepariwisataan di Propinsi Jawa Barat. Penelitian yang dilaksanakan mempunyai tujuan dan manfaat bagi pemecahan masalah yang dihadapi, serta diuraikan pula metode penelitian termasuk teknik-teknik pengumpulan data dan informasi yang berkenaan dengan pokok bahasan dalam tesis ini. BAB II Landasan Teori Didalamnya membahas dasar Teori Analisa Kebijakan, Pariwisata dan Pendapatan Daerah. Pendapat para ahli mengenai hal tersebut merupakan rangkaian teori yang dijadikan titik tolak untuk membahas dan memecahkan permasalah dalam thesis ini. BAB III Metodologi Penelian, didalamnya membahas metode yyang digunakan dalam penelitian , teknik pengumpulan data, lokasi penelitian, definisi operasional, teknik analisa data, teknik evaluasi kebijakan dan sistematika penelitian. BAB IV Pembahasan, didalamnya menguraikan perumusan masalah kepariwisataan di Jawa Barat, faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan kepariwisataan agar manjadi andalan pendapatan daerah, analisa alternatif

15

kebijakan

dalam Pengembangan

Pariwisata (dampak

positif

dan

negatif/konsekwensi) dan penilaian alternatif kebijakan. pendapatan andalan daerah BAB VI PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran

16

Anda mungkin juga menyukai