Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1 Sejarah MSG MSG pertama sekali ditemukan oleh Ritthausen (1866), dan berhasil diisolasi dari rumput laut (genus Laminaria) oleh Ikeda dan disebut konbudi Jepang (Halpern, 2002). MSG memiliki cita rasa yang khas disebut umami, suatu elemen rasa yang dijumpai pada makanan alamiah seperti kaldu. Karateristik umami berbeda dengan empat rasa yang lain pahit, manis, asin, dan asam, berupa sedap, lezat atau enak, (Loliger, 2000), rasa umami ini bertahan lamanya dan didalamnya terdapat komponen L-glutamate (suatu asam amino non esensial) dan 5-ribonucleotide (Yamaguchi, 2000). MSG banyak digunakan pada masakan China dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Ajinomoto, Sasa, Vetsin, Miwon atau Weichaun (Geha, 2000). 2.1.2 Sumber-sumber MSG Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Glutamat dibuat dalam manusia dan memainkan peran esensial dalam metabolisme. Hampir dua kilogram glutamate terdapat secara alami dalam otak, ginjal, hati dan pada jaringan lain pada tubuh manusia. Disamping itu glutamat terdapat dalam jumlah besar di air susu ibu, sekitar sepuluh kali lipat yang terdapat dalam susu sapi. Glutamat dalam bentuk alami didapat dari makanan seperti tomat, keju, susu, daging, kacang kapri, jamur dan kecap yang merupakan hasil fermentasi (FDA, 1995). Tubuh manusia terdiri dari 14-17 % protein dan seperlimanya merupakan asam glutamat dalam protein tubuhnya (Sardjono, 1989). Monosodium glutamat juga dapat dibuat melalui proses fermentasi dari tetes gula (molases) oleh bakteri Brevibacterium lactofermentum. Asam glutamate kemudian ditambah soda (Natrium karbonat) sehingga terbentuk monosodium glutamat (MSG), kemudian
dimurnikan dan dikristalisasi, sehingga merupakan serbuk kristal murni, yang siap dijual di pasar dan merupakan makanan yang umum (Prawirohardjono,2000) 2.1.3 Sifat Kimia MSG Asam glutamate digolongkan pada asam amino non essensial, karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Glutamat dibuat dalam tubuh manusia dan memainkan peran esensial dalam metabolisme. MSG
mempunyai rumus kimia C5H8O4NNaH2O (Gambar 2.1) terdiri atas Natrium sebanyak 12%, glutamate 78% dan air 10%. MSG bersifat larut dalam air (Geha, 2000), glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan suatu asam amino yang banyak dijumpai pada beberapa makanan, kandungan glutamate 20% dari total asam amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat dengan peptida atau protein (Garattini, 2000).
Gambar 2.1 Struktur Kimia MSG (Loliger, 2000) Sementara glutamat yang terdapat di dalam MSG dan yang berasal dari hidrolisa protein tumbuhan merupakan glutamate dalam bentuk bebas. Konsumsi glutamat bebas akan meningkatkan kadar glutamate dalam plasma darah (Gold, 1995). Metabolisme asam amino non esensial, termasuk glutamat, menyebar luas di dalam jaringan tubuh. Telah dilaporkan bahwa 57% dari asam amino yang diabsorpsi dikonversikan menjadi urea melalui hati, 6% menjadi plasma protein, 23% absorpsi asam amino melalui sirkulasi umum sebagai asam amino bebas, dan sisanya 14% tidak dilaporkan dan diduga disimpan sementara di dalam hati sebagai protein hati/enzim. Menurut The Glutamat Association dari Amerika Serikat, Juli 1976, protein yang dimakan sehari-hari mengandung 20-25% glutamat (Sukawan, 2008). MSG sendiri sebenarnya sama sekali tidak menghasilkan rasa yang enak, bahkan sering menghadirkan rasa yang dideskripsikan sebagai rasa pahit, dan asin. Akan tetapi ketika MSG
ditambahkan dengan konsentrasi rendah pada makanan yang sesuai maka rasa, kenikmatan dan penerimaan terhadap makanan tersebut akan meningkat (Halpern, 2002). 2.1.4 Metabolisme MSG Tubuh manusia membuat sekitar 50 g glutamat bebas setiap hari. Sebagian besar glutamate dalam makanan dengan cepat dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi. Dari sudut nutrisi, glutamate adalah asam amino non esensial yang berarti bahwa jika diperlukan, tubuh kita dapat membuat sendiri glutamate dari sumber protein lain. Asam glutamat merupakan metabolit yang penting dalam metabolisme asam amino dan merupakan sumber energi utama pada sel otot jantung. MSG ditambahkan dengan bentuk sediaan garam sodium murni ataupun bentuk campuran komponen asam amino yang dan peptida yang berasal dari asam atau enzim hidrolisa protein. Sementara itu Ohara (2008), melaporkan bahwa pemberian MSG dosis tunggal 1 g/ kg berat badan mencit dewasa, yang diberikan secara intraperitoneal, subkutan atau per oral selama 10 hari, 23 hari, dan 4 bulan, akan menyebabkan kadar asam glutamate plasma naik dengan cepat mencapai nilai maksimal dalam 10-30 menit setelah pemberian dan kembali ke normal dalam 90 menit. Kadar puncak asam glutamate setelah pemberian per oral nyata lebih rendah dibanding dengan intraperitoneal atau subkutan. Olney (2008) juga melaporkan bahwa pemberian MSG secara subkutan akan menyebarkan kadar glutamate plasma pada neonates mencit lebih tinggi daripada mencit dewasa. Jadi, kapasitas metabolisme asam glutamate oleh hati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur. Kadar asam glutamate plasma yang dapat dideteksi selalu lebih tinggi jika MSG diberi melalui air minum dibanding dengan melalui makan pada dosis yang sama (Sardjono, 1989). Bila MSG larut dalam air ataupun ludah akan berdisosiasi dengan cepat menjadi garam bebas dalam bentuk anion glutamate, kemudian ion ini akan membuka saluran Ca2+ pada sel saraf yang terdapat pada kuncup perasa sehingga memungkinkan ion Ca2+ memasuki sel sehingga menimbulkan
depolarisasi reseptor. Depolarisasi selanjutnya menimbulkan potensial aksi yang akan sampai ke otak untuk kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai rasa lezat. 2.1.5 Efek Biologis MSG Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan (Food and Drugs Administration, FDA) Amerika Serikat mengklasifikasikan MSG sebagai bahan yang aman untuk dikonsumsi, seperti bahan makanan lainnya, misalnya garam, cuka, dan pengembang kue (FDA, 1995). Sejalan dengan itu, hasil penelitian di Indonesia juga menunjukkan bawa konsumsi MSG sampai dengan 1,5-3,0 g pr hari tidak menimbulkan efek apapun terhadap manusia (Prawihardjono ,2000). Namun demikian, berbagai penelitian juga melaporkan adanya efek yang timbul setelah mengkonsumsi MSG. Misalnya telah dilaporkan adanya MSG- Symptom Complex yang timbul setelah satu jam mengkonsumsi MSG sebesar 3 g melalui makanan, terutama jika dikonsumsi dalam kondisi perut kosong. MSG Symptom complex ditandai dengan rasa terbakar dan kebas di belakang leher, lengan, dan dada, hangat di wajah dan pundak, rasa nyeri di dada, sakit kepala, mual, denyut jantung meningkat, bronchospasme (FDA, 1995). Selain itu Olney (1969), pemberian MSG secara suntikan subkutan pada mencit baru lahir dapat menimbulkan terjadinya nekrosis neuron akut pada otak termasuk hipotalamus yang ketika dewasa akan mengalami hambatan
perkembangan tulang rangka, obesitas,dan sterilitas pada betina. Penelitian terhadap tikus yang pada makanan standarnya ditambah MSG 100 g/kg berat badan/ hari, setelah 45 hari memperlihatkan adanya disfungsi metabolic berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasilgliserol, insulin, dan leptin. Keadaan tersebut disebabkan terjadinya stress oksidatif berupa peningkatan kadar hiperoksidasi lipid dan penurunan bahan-bahan antioksidan, tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan penambahan serat pada makanan (Diniz, 2005). Begitu juga pemberian MSG 4 mg/ g berat badan secara subkutan selama 10 hari pertama kelahiran kemudian dilakukan pemeriksaan pada hari ke- 25 peroksidasi lipid meningkat secara bermakna (Babu, 1994). Keadaan stress oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG 4 mg/ g berat badan secara intraperitoneal memperlihatkan peningkatan pembentukan MDA di hati, ginjal, dan otak tikus.
Pemberian makanan yang mengandung vitamin C, E dan quercetin secara bersamaan akan mengurangi kadar MDA yang muncul akibat pemberian MSG tersebut (Farombi dan Onyema, 2006). Penelitian terhadap tikus Sprague-Dawley baru lahir yang mengalami lesi nukleus arkuatus setelah penyuntikan MSG 4 g/kg berat badan secara subkutan pada hari 1,3, 5, 7, dan 9 setelah 10 minggu memperlihatkan adanya plak aterosklerotik pada permukaan dinding aorta, degenerasi endothelium. Inti endothelium mengalami edema, adanya vesikel dengan berbagai ukuran pada jaringan subendotelium serta sel otot polos mengalami migrasi dari tunika medika ke tunika intima melalui interna elastika yang robek. Juga disertai peningkatan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kadar nitric oxide berkurang, sedangkan kadar high density lipoprotein tidak berubah (Xiao-hong, 2007).
2.1.4 Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi Federation of American for Experimental (FASEB) juga melaporkan adanya dua kelompok orang yang cenderung mengalami kompleks gejala MSG, kelompok pertama orang yang tidak toleran terhadap konsumsi MSG dalam jumlah besar dan kelompok kedua orang dengan penyakit asma tidak terkontrol, orang-orang ini cenderung mengalami kompleks gejala MSG, perburukan gejala asma yang bersifat sementara setelah mengkonsumsi MSG dengan dosis antara 0,5 g sampai 2,5 g (FDA, 1995). Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal (Akmal, 2006). Pada mencit baru lahir (usia 2 sampai 11 hari) yang disuntikkan MSG 4 mg/g berat badan secara subkutan menimbulkan terjadinya disfungsi sistem reproduksi jantan dan betina yang manifestasinya akan muncul pada usia dewasa berupa pada mencit betina menimbulkan kehamilan lebih sedikit dan ovarium
lebih kecil dan pada mencit jantan menimbulkan penurunan berat testis (Pizzi, 1977) dan (Miskowiak, 1993). Pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia pra pubertas dan dewasa, memperlihatkan pada usia pra pubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit dann peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptinemia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH dan LH lebih rendah tetapi kadar T dan FT4 normal, dan tidak tampak perubahan struktur testis (Miskowiak, 1993). Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin berperan dalm timbulnya efek toksik akibat pemberian MSG pada sistem reproduksi jantan munkin diperantarai melalui efeknya dalam menurunkan kadar askorbat. Penelitian tersebut dilakukan terhadap tikus Winstar jantan dewasa yang disuntikkan MSG dengan dosis 4 g/kg berat secara intraperitoneal badan selama 15 hari (kelompok jangka pendek) dan selama 30 hari (kelompok jangka panjang), memperlihatkan berkurangnya berat testis, jumlah sperma, kadar asam askorbat dalam testis dan meningkatnya jumlah sperma yang bentuknya abnormal. Pada kelompok jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal secara bermakna ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang. Kadar asam askorbat dalam testis menurun secara bermakna pada kelompok jangka pendek ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang (Nayanatara, 2008). Penelitian lanjutan yang dilakukan Vinodini (2008) memperlihatkan bahwa MSG dengan dosis 4g/kg berat badan secara intraperitoneal, selain menimbulkan terjadinya penurunan berat testis dan kadar asam askorbat di dalam testis juga memperlihatkan peningkatan kadar peroksidasi lipid dalam testis dan pada kelompok jangka pendek memperlihatkan kerusakan oksidatif yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok jangka panjang.
2.2 Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Rosella memiliki nama Latin Hibiscus sabdariffa L. . Pada tahun 1576 seorang ahli botanical Belanda M. De L Obel, menemukan tanaman ini di halaman sebuah rumah di Pulau Jawa. Benih tanaman bunga Rosella dibawa oleh para budak dari Afrika dan kemudian tumbuh di berbagai belahan dunia, diantaranya di Sudan, Mexico, Brazil, Panama hingga beberapa bagian Amerika dan Australia. Tanaman Rosella berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5 -5 m. Ketika masih muda , batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika sudah
berbunga, batangnya berwarna coklat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau bercangap. Tulang daunnya dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar batangnya berupa akar tunggang. Bunga muncul pada ketiak daun. Mahkota bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8-12 kelopak tambahan. Bunga muncul saat tanaman berumur 2,5-3 bulan setelah tanam. Awalnya bunga berwarna merah muda dan belum menyerupai bunga yang sudah matang. Dua minggu kemudian bunga Rosella muda berbentuk bulat kecil berwarna hijau dengan jari-jari tipis berwarna merah. Selama pertumbuhan tanaman, kelopak ini akan semakin besar, kaku, dan menebal, serta berubah warna menjadi cerah. Pada bunga terdapat putik dan benang sari sekaligus (berumah satu). Bunga yang berhasil dibuahi akan menjadi buah. Bunga Rosella berbentuk kerucut dengan bulu-bulu halus yang menempel dipermukaan kulit bunga. Bunga terbagi menjadi lima 5 ruang. Disetiap ruang terdapat 3- 4 yang juga berbulu, dan menyerupai bentuk ginjal. Biji yang masih muda berwarna putih, sedangkan jika sudah tua berwarna coklat (Nelystia, 2009). yang menopang
Gambar 2.2 Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Lynn) (Anonim, 2011). 2.2.1 Kandungan Kimiawi Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Hampir seluruh bagian, terutama kelopak bunga, biji, daun dan akar tanaman Rosella bermanfaat sebagai obat dan perawatan kesehatan tubuh.Bagian bunga Rosella yang bisa diproses menjadi makanan dan minuman ialah kelopak bunganya (kaliks) yang berwarna merah keungu-unguan, rasa yang amat masam, dan memiliki aroma yang khas. Kandungan Vitamin C yang tinggi pada kelopak bunga Rosella mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit dan sebagai antioksidan. . bahkan, kandungan vitamin C-nya (asam askorbat) diketahui 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmol/prolox. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada jumlah pada kumis kucing (Budi, 2008).
2.2.2 Komposisi Kimia Kelopak Bunga Rosella Komposisi kimia dalam kelopak bunga rosella adalah campuran asam sitrat dan asam malat 13 %, antioksidan (gossipetin dan hibiscin) 2 %, vitamin C 14 mg/100 g ,beta-karoten 285 g/100 gram, serat 2,5 %. Hibiscin merupakan pigmen utama dalam kelopak (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Komposisi kimia kelopak bunga rosella per 100 g bahan
No 1 2
Jumlah 44 86,2
3 Protein (g) 1,6 4 Lemak (g) 0,1 5 Karbohidrat (g) 11,1 6 Serat (g) 2,5 7 Abu (g) 1,0 8 Kalsium (mg) 160 9 Fosfor (mg) 60 10 Besi (mg) 3,8 11 Betakaroten (g) 285 12 Vitamin C (mg) 214,68 13 Thiamin (mg) 0,04 14 Reboflavin (mg) 0,6 15 Niasin (mg) 0,5 Sumber : DEP.KES.RI.No.SPP.1065/35.15/05 Kelopak rosella yang kering bisa dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, selai, es krim, serbat, mentega, pai, saus, taart, dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada pembuatan jeli rosella tidak perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki tekstur karena kelopak sudah mengandung pektin 3,19 %. Bunga rosella juga dapat dijadikan bahan baku selai, warnanya yang merah menyala, menghasilkan selai yang menyehatkan dan berwarna cantik (Sutomo, 2009). Kandungan asam amino pada kelopak Bunga Rosella mampu mensuplai kebutuhan 18 dari 22 jenis asam amino pada tubuh manusia. Dua jenis asam amino yang terdapat dalam kelopak bunga Rosella adalah arginin dan lysine. Selain itu, terdapat beberapa senyawa penting, seperti campuran asam sitrat dan asam malat. Kandungan asam askorbat dan betakaroten yang tinggi merupakan sumber antioksidan yang sangat efektif dalam menangkal berbagai radikal bebas.Unsur penting lainnya yang terkandung dalam kelopak bunga Rosella adalah grossypeptin, antosianin dan gluside hibiscin. Selain itu kelopak bunga Rosella merah juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid. 2.2.3 Manfaat Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Mengkonsumsi langsung kelopak bunga Rosella atau produk olahan Rosella secara benar dan teratur, baik sebagai bahan makanan, minuman,obat
ataupun jamu herbal, dapat menyembuhkan berbagai macam gangguan kesehatan dan penyakit, diantaranya: Menurunkan kadar gula dalam darah pada penderita diabetus mellitus, mencegah stroke dan hipertensi, menurunkan asam urat, menurunkan kolesterol, mengurangi stress, melancarkan buang air kecil, mempunyai sifat antipiretik yang menurunkan panas dalam, memperbaiki pencernaan dan melancarkan buang air besar, mengganti cairan elektrolit tubuh yang hilang, mengobati kaki pecah-pecah, batuk dan radang tenggorokan, gusi berdarah dan anemia. Selain itu, dapat mengurangi kepekatan atau kekentalan darah dan mengandung vitamin C dosis tinggi untuk meningkatkan gairah seks (Alhijamah, 2011). 2.3 Vitamin C 2.3.1 Sejarah Penemuan Vitamin C Asam askorbat alami banyak terdapat pada buah-buahan seperti jeruk, jeruk lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas serta sayur-sayuran berwarna hijau seperti brokoli dan kembang kol (Padayatty, 2003). Hewan juga dapat memproduksi vitamin asam askorbat, dari glukosa-D atau galaktosa-D seperti pada tumbuh-tumbuhan (Naidu, 2003). Akan tetapi manusia dari golongan primata lainnya, sperti babi dan kelelawar pemakan buah tidak dapat mensintesa asam askorbat karena tidak memiliki enzim gluconolactone oxidase (Luck, 1995). Baik asam askorbat yang alami maupun sintesis memiliki rumus kimia yang yang identik dan tidak terdapat perbedaan aktivitas biologi maupun bioavailabilitasnya (Naidu, 2003). 2.3.2 Sumber-sumber Vitamin C Asam askorbat banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran segar. Buah yang banyak mengandung asam askorbat diantaranya adalah jeruk, jeruk lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas. Sedangkan sayun yang banyak mengandung asam askorbat antara lain adalah sayuran yang berwarna hijau, tomat, brokoli dan kembang kol. Kebanyakan tumbuhan dan hewan mensintesis asam askorbat dari glukosa-D atau galaktosa-D. Sebagian besar hewan
memproduksi asam askorbat yang relatif tinggi dari glukosa yang terdapat di hati (Naidu, 2003). Asam askorbat merupakan molekul yang labil, sehingga dapat hilang dari makanan pada saat dimasak. Asam askorbat sintetis tersedia dalam berbagai macam suplemen bentuknya bias bermacam-macam baik dalam bentuk tablet, kapsul, kunyah, bubuk kristal, dan dalam bentuk larutan. Baik asam askorbat yang alami maupun yang sintetis memiliki rumus kimia yang identik dan tidak terdapat perbedaan aktifitas biologi dan bioavailabilitasnya (Naidu, 2003). 2.3.3 Sifat Kimia dan Metabolisme Vitamin C Vitamin C adalah asam xyloascorbat-L (asam askorbat, AA) dengan hasil oksidasi pertamnaya asam dehidroaskorbat (dehydro AA) yang juga mempunyai aktivitas vitamin C (Hughes, 1973), bersifat larut dalam air dan labil serta berperan penting dalam biosintesa kolagen, karnitin dann berbagai
neurotransmitter (Naidu, 2003). Asam askorbat adalah merupakan 6 karbon lakton yang disintesa dari glukosa yang terdapt dalam liver (Padayatty, 2003). Rumus molekul asam askorbat (Sant, 2011).
Gambar 2.3 Rumus molekul asam askorbat. Asam askorbat merupakan donor elektron dan reducing agent karena dapat mendonorkan dua electron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul karbon, hal tersebut menyebabkannya berfungsi sebagai antioksidan karena mampu mencegah zat komposisi yang lain teroksidasi. Setelah vitamin C mendonorkan elektronnya, ia akan menghilang dan digantikan oleh radikal bebas semidehydroascorbic acid atau radikal ascorbil, bila dibandingkan
dengan radikal bebas yang lain, radikal ascorbyl ini relatif stabil dan tidak reaktif (Padayatty, 2003). Bila radikal ascorbil dan dehydroascorbic acid sudah dibentuk maka ia akan dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat sedikitnya dengan tiga jalur enzim yang terpisah dengan cara mereduksi komponen yang terdapat di sistem biologi seperti glutation, akan tetapi pada manusia hanya sebagian yang direduksi kembali menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic acid yang telah terbentuk kemudian dimetabolisme dengan cara hidrolisis (Padayatty, 2003).
2.3.4 Khasiat Vitamin C Asam askorbat berfungsi sebagai antioksidan, anti aterogenik,
imunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003). Untuk dapat berfungsi lebih baik secara antioksidan, kadar asam askorbat harus terjaga tetap dalam kadar yang relative tinggi di dalam tubuh (Gupta, 2007). Pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan quercetin pada tikus yang diberi MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan dapat menurunkan kadar MDA yan muncul akibat MSG. Vitamin E menurunkan kadar lipid peroksidasi di hati diikuti oleh vitamin C dan kemudian quercetin, sementara vitamin C dan quercetin menunjukkan kemampuan lebih besar dalam melindungi otak dari kerusakan dibandingkan dengan vitamin E (Farombi dan Onyema, 2006). 2.3.5 Khasiat Vitamin C terhadap Fungsi Reproduksi Asam askorbat memberikan efek baik kepada integritas dari sruktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Defisiensi asam askorbat telah lama dihubungkan dengan jumlah sperma yang rendah, peningkatan jumlah sperma yang abnormal, mengurangi motolitas dan aglutinasi. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa asupan asam askorbat dapat memperbaiki kualitas sperma. Efek yang menguntungkan dari asam askorbat ini mungkin hasil dari pemecahan radikal bebas yang sering timbul akibat polusi lingkungan dan metabolisme selular yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dari DNA (Agarwal, 2005).
Stress oksidatif dapat dibatasi dengan menggunakan antioksidan berupa suplemen vitamin E dan C. Vitamin C dapat menetralisir radikal hidroksil, superoksid, dan hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma. Vitamin C dapat meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan dosis oral sekitar 200-1000 mg/hari (Agarwal, 2005). Begitu juga, penelitian (Yousef, 2003) kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen vitamin C 1,5 g/L dan vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C + vitamin E (1,5 g/L+ 1 g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan kadar thiobarbituric acid-reactive di dalam cairan semen serta peningkatan libido (waktu reaksi), volume ejakulasi, konsentrasi sperma, jumlah sperma yang dikeluarkan. Vitamin C juga dapat meningkatkan indeks motilitas sperma, total sperma yang bergerak, volume sperma, konsentrasi ion hidrogen (pH), dan konsentrasi fruktosa semen serta penurunan jumlah sperma yang abnormal dan sperma yang mati dan peningkatan kadar glutathione Stransferase (GST) di dalam cairan semen. Sebagai kesimpulan dari penelitian diatas bahwa pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan kombinasi keduanya menurunkan produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen tapi perbaikan lebih besar kelihatan berasal dari vitamin E. 2.4 Mencit (Mus musculus L.) 2.4.1 Ciri-ciri Umum Mencit Mencit adalah hewan pengerat (Rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit (Mus musculus) hidup dalam daerah yang cukup luas. Penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas. Mencit paling banyak digunakan di laboratorium untuk berbagai penelitian (Mallole,M. 1989). Ukuran tubuh mencit demikian kecil, selain itu mencit mempunyai kecenderungan tidur dan istirahat di ujung kandang yang gelap. Sifat anatomis mencit antara lain : susunan gigi : seri 1/1, tidak ada taring, tidak ada premolar, gerahamnya 3/3. Terdapat 2 pasang mammae di bagian dada dan 2 pasang
mammae di daerah inguinal. Data biologis mencit (Mus musculus) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2. Data biologis mencit (Mus musculus) Kriteria Berat badan dewasa -20 jantan 40 g222222 - betina Berat lahir Temperatur tubuh Harapan hidup Konsumsi makanan Konsumsi air minum Mulai dikawinkan - jantan - betina Siklus birahi Lama hamil Jumlah anak perkelahiran Umur sapih Produksi anak Penggunaan oksigen Detak jantung Volume darah Tekanan darah Butir darah merah Hematokrit Hemoglobin Glukosa dalam darah 50 hari 50 60 hari 4 5 hari 19 21 hari 10 12 ekor 21 28 hari 8/bulan 1,63 2,17/g/jam 325 780 / menit 76 80 ml/kg BB 113 147/81 106 mmHg 7,0 12,5 x 10m mm3 39 49 % 10,2 16,6 mg/dl 62 175 mg/dl 20 - 40 g 25 45 g 0,5 1,5 g 36,6 3,8 oC 1,5 3 tahun 15g/100g/hari 15ml/100g/hari Nilai
Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epidimis dan vas deferens, sisa sistem eksretori pada masa embrio yang
berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967). 2.4.3 Testis Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunica albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ tubuh membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testikular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri member nutrisi setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena testiskular yang meninggalkan hilus (Rugh, 1967). Epitel tubulus seminiferus berada tepat dibawah membrane basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Antara tubulus adalah stroma interstisial, terdiri atas gumpalan sel leydig ataupun sel sertoli adan kaya akan darah dan cairan limfe. Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan mengandung granul yang kasar. Sitoplasmanya besifat eosinofilik. Diyakini bahwa jaringann interstisial menguraikan hormib jantan testosterone. Epitel seminiferus tidak mengandung sel spermatogenik secara ekslusif, tetapi mempunyai nutrisi yang menjaga sel sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel sertoli bersentuhan dengan dasrnya ke membrane basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti sel sertoli terdapat nucleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan yang bersifat asidofilik di sentral dan sisanya badan yang bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli sebagai penyokong untuk metamorphosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang panjang, piramid dan intinya berada tegal lurus dengan membrane basalis. Sitoplasma dekat lumen secara umum mengandung banyak kepala spermatozoa yang matang, sedangkan ekornya berada bebas dalam lumen (Rugh, 1967). 2.4.4 Spermatogenesis Pada Mencit
Spermatogenesis merupakan tahapan terpenting yang menentukan kemampuan dan fungsi reproduksi dari seluruh spesies makhluk hidup yang hidup di dunia ini, khususnya manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan jantan pada hewan. Proses ini dimulai dari perkembangan germ cell pada basal tubulus miniferus yang perlahan-lahan akan bergerak kearah lumen tubulus seminiferus menjadi sel spermatozoa dewasa yang siap untuk diejakulasikan dan membuahi sel telur (ovum) dari manusia perempuan atau hewan betina (Subratha, 1998).
Gambar 2.4 Sel sperma pada mencit Spermatogenesis pada mencit menyerupai proses yang terjadi pada manusia maupun hewan lainnya dan berlangsung dalam tiga tahap. Diawali fase spermatogenesis dari pembelahan spermatogonia yang terjadi beberapa kali sehingga menghasilkan spermatogonia tipe A2, A3 dan A4. Spermatogonia A4 kemudian mengalami pembelahan menghasilkan spermatogonia intermediat yang kemudian akan membelah lagi untuk menghasilkan spermatogonium B. Spermatogonium B selanjutnya mengalami mitosis sehingga terbentuk spematosit primer dan berada pada fase istirahat pada tahap preleptoten (Gilbert, 1985).
Gambar 2.5 Spermatogenesis pada mencit Tahap berikutnya adalah meiosis yang terdiri dari dua tahap, yaitu meiosis I dan meiosis II dimana masing-masing mengalami fase profase, metafase, anafase dan telofase. Profase pada meiosis I yang meliputi leptoten, zigoten, pakiten, diploten dan diakinesis. Meiosis I berakhir dengan terbentuknya spermatosit sekunder dan kemudian memasuki meiosis II dan pembelahan berlanjut untuk membentuk spermatid (Johnson dan Everitt, 1990). Selanjutnya diakhiri tahap spermiogenesis yang merupakan transformasi spermatid dari bentuk yang bulat menjadi spermatozoa dengan kepala, leher dan ekor. Spermiogenesis pada mencit terdiri dari 16 tingkat yang secara umum diklasifikasikan menjadi empat fase, yaitu fase golgi, fase cap, fase akrosom dan fase maturasi (Johnson and Everitt, 1990). Spermatogenesis yang terjadi pada tubulus seminiferus mencit
berlangsung selama 35 hari dengan empat kali siklus epitel seminiferus. Satu kali siklus epitel seminiferus berlangsung selama 2076 jam. Pada mencit (Mus musculus), epitel germinal tubulus seminiferus merupakan tempat berlangsungnya spermiogenesis yang terbagi dalam 12 stadium, yaitu stadium I sampai dengan stadium XII. Pembagian stadium didasarkan atas perkembangan akrosom selama proses spermatogenesis (Oakberg, 1956). Spermatogonia A muncul pada semua stadium epitel tubulus seminiferus, sedangkan spermatogonia intermediat tampak pada stadium II hingga IV. Spermatogonia B pada stadium IV hingga VI. Sebagai hasil pembelahan dan
diferensiasi, generasi baru spermatogonia adalah spermatosit primer yang tampak pada stadium VI hingga VII. Sedangkan stadium VII hingga XII akan terlihat dua lapisan spermatosit primer dalam tubulus seminiferus. Lapisan spermatosit yang lebih muda terletak lebih dekat dengan membran sel. Pada lapisan ini terdapat spermatosit pada fase istirahat yang terdapat pada stadium VII dan awal stadium VIII (Oakberg, 1956).
2.5 Hipotesis 1. Hipotesis penelitian a. Hipotesis nihil (Ho) : Ekstrak kelopak bunga Rosella (Hibiscus
sabdarifa L.) tidak mampu memperbaiki kualitas sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus yang diberi monosodium glutamate (MSG) secara kronis. b. Hipotesis alternatif (Ha) : Ekstrak kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdarifa L.) mampu memperbaiki kualitas sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) akibat yang diberi monosodium glutamate (MSG) secara kronis. 2. Hipotesis Statistik a. Hipotesis nihil (Ho)
X p= X k