Anda di halaman 1dari 16

JURNAL ANALISIS TOKSIKOLOGI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM SAMPEL SERBUK DENGAN TITRASI ASAM BASA

NAMA KELOMPOK :

AYU PUTU ASTITI NATIH KOMANG JATMIKA NI MADE RAI NOVI KARTIKA KADEK SUSI WIANDARI SERAFINA C. DANAL

P07134011002 P07134011010 P07134011018 P07134011028 P07134011036

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan A. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan titrasi asam basa. B. Tujuan Khusus 1. Untuk dapat melakukan pembakuan larutan asam basa. 2. Unutk dapat melakukan tirasi asam basa (titrasi balik dan titrasi langsung) 3. Unutk dapat melakukan penetapan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk.

1.2 Latar Belakang Asam salisilat pada awalnya ditemukan oleh Indian Amerika pada kulit pohon dan daun pohon willow dan meadow sweet. Keterangan ini didapat dari hasil penelusuran tulisan Hippocrates. Dia menulis tentang bubuk pahit yang dikenal dapat mengurangi sakit, nyeri, dan demam. Suku Indian Amerika akan mengunyah kulit yang mengandung bentuk asli dari asam salisilat yang dikenal dengan acetyl salicylic acid, dan digunakan untuk menyembuhkan sakit kepala dan penyakit lainnya yang memerlukan anti-inflamasi. Asam salisilat adalah obat topikal murah yang digunakan untuk mengobati sejumlah masalah kulit, seperti jerawat, kutil, ketombe, psoriasis, dan masalah kulit lainnya. Asam salisilat juga bisa digunakan untuk mengawetkan makanan,

antiseptik, dan campuran dalam pasta gigi. Asam salisilat digunakan pula sebagai bahan utama untuk aspirin. Ketika digunakan untuk jerawat, asam salisilat akan mencegah sel-sel kulit mati menutup folikel rambut sehingga mencegah penyumbatan pori-pori yang dapat menyebabkan jerawat. Asam salisilat juga membantu menghilangkan sel-sel kulit mati dari lapisan kulit. Untuk mengobati kutil, diperlukan dosis asam salisilat yang tinggi. Asam salisilat akan melunakkan kutil sehingga lebih mudah diangkat. Asam salisilat juga banyak terkandung dalam beberapa sayuran seperti brokoli, paprika, dan mentimun. Asam salisilat mudah digunakan dan bisa diperoleh di hampir semua toko obat atau apotek. Namun, seperti halnya obat lain, asam salisilat juga memiliki efek samping, mulai dari yang ringan hingga berat. Beberapa efek samping ringan yang sering terjadi adalah kulit kering. Efek samping lain yang serius, biasanya disebut dengan keracunan asam salisilat, termasuk diantaranya adalah sakit kepala yang parah, napas cepat, atau telinga berdengung. Seperti halnya senyawa kimia lain, asam salisilat juga memiliki batas kadar yang diperbolehkan sehingga tidak menimbulkan efek negative atau setidaknya mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Untuk mengetahui kadar asam salisilat dalam suatu produk atau sampel maka diperlukan adanya suatu uji. Banyak metode yang dapat dilakukan untuk melakukan penetapan kadar asam salisilat, namun teknik yang cukup sederhana adalah dengan metode titrasi asam basa.

BAB II DASAR TEORI Asam salisilat (ortho Hydroxy Benzoid Acid) dan derivate-derivatnya seperti aspirin merupakan golongan senyawa yang penting dan sebagian besar dipakai dalam bidang pengobatan sebagai obat-obatan analgesic, antipyretica, antirematik, penyakit kulit yang disebabkan jamur dan sebagainya (Dwijastuti, 2011) Asam salisilat bebas hanya memiliki efek antipiretik dan analgetik yang rendah. Karena timbulnya ransangan pada mukosa lambung akibat diperlukannya dosis tinggi, maka asam salisilat hanya dipergunakan dalam bentuk garamnya. Turunannya yang terpenting adalah asam asetil salisilat yang aktivitas analgetik, antipiretik tetapi juga antiflogistiknya besar (Anonim, 2012) Asam salisilat akan mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasana kulit. Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat. Gejala keracunan sistemik akut dapat terjadi setelah penggunaan berlebihan asam salisilat di daerah yang luas pada kulit, bahkan sudah terjadi beberapa kematian. Pemakaian asam salisilat secara topikal pada konsetrasi tinggi juga sering mengakibatkan iritasi lokal, peradangan akut, bahkan ulserasi. Untuk mengurangi absorpsinya pada penggunaan topikal maka asam salisilat

tidak digunakan dalam penggunaan jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit dan pada kulit rusak (Agusri, 1991) Asam salisilat sangat reaktif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Efek salisilat pada pernapasan sangat penting dimengerti (Ganiswarna,2009). Dalam dosis racun salicylamide yang tidak dimetabolik menjadi asam salicylic menyebabkan depresi (penekanan) terhadap saraf-saraf sentral sebagaimana terlihad pada ciri-ciri keracunan salicyl. Pengaruh racun biasanya muncul bila menelan sepuluh gram atau lebih dari macam salicylate dalam dosis tunggal (sekali minum) atau dalam dosis yang dibagi dalam satu periode 12 jam-24 jam atau bila kadar Salicylate dalam plasma darah melebihi 30 mg per 100 ml/cc. Dosis lethal (LD) atau dosis yang mematikan dari sodium salicylate dan acethylsalicylate (aspirin) bagi orang dewasa terletak antara 20g-30g. pada anak-anak terutama dibawah umur 3 tahun, mudah terpengaruh oleh racun salisilat dibandingkan dengan orang dewasa (Dwijastuti, 2011). Untuk mengukur kadar asam salisilat pada smpel dapat digunakan titrasi asam-basa. Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen antara antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam ata basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastic bila volume titrannya mencapai titik ekivalen (Harjadi, W. 1990). Titrasi asam basa merupakan titrasi yang melibatkan asam basa dipergunakan secara luas dalam analisis kuantitatif. Dalam praktek laboratorium praktikum lazim menyiapkan dan membakukan satu larutan asam dan satu larutan basa. Kedua larutan ini kemudian dapat dipergunakan untuk analisis contoh-contoh

asam dan basa. Larutan asam biasanya lebih mudah disimpan daripada larutan basa, oleh sebab itu maka biasanya dipilih suatu asam sebagai rujukan yang permanen daripada statu basa. Alkalimetri merupakan metode yang mendasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion hydrogen (berasal dari asam) dengan ion hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai suatu reaksi antara proton donor (asam) dan proton aceptor (basa). Asidimetri adalah penetapan kadar basa dari statu sampel dengan menggunakan larutan baku asam yang sesuai dengan alkalimetri adalah penetapan kadar asam dari suatu sampel dengan larutan baku basa yang sesuai (Fadly, 2010). Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunkan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen (Harjadi, W. 1990). Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menntukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asa dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basakuat misalnya NaOH. Tiik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer (Rivai, H, 1995).

BAB III METODE

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. h. i. 3.1.2 Bahan a. NaOH b. HCl c. Asam Oksalat Erlenmeyer Pipet tetes Pipet volume Gelas beaker Labu ukur Buret dan statif Klem Neraca analitik Corong gelas

d. Asam Salisilat e. Indikator phenolphthalein f. Kloroform g. Aquades

3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Cara Pembuatan Larutan a. Pembuatan Larutan Baku Asam Oksalat 0,1 N 3,15 gram asam oksalat dihidrat
Dilarutkan dengan 20 mL aquades

Larutan asam oksalat yang akan diencerkan

Dipindahkan ke labu ukur 500 mL dan ditepatkan hingga tanda batas dengan aquadest dan dihomogenkan Larutan Baku Asam Oksalat 0,1 N

b. Pembuatan Larutan Baku NaOH 0,1 N 2 gram natrium hidroksida Dilarutkan dengan 20 mL aquades

Larutan NaOH yang akan diencerkan

Dipindahkan ke labu ukur 500 mL dan ditepatkan hingga tanda batas dengan aquadest dan dihomogenkan Larutan Baku NaOH 0,1 N

c. Pembuatan Larutan Baku HCl 0,1 N

5 mL larutan HCl 37%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL yang telah berisi aquadest sebanyak 50 mL, ditepatkan hingga tanda batas dengan aquadest dan dihomogenkan

Larutan baku HCl 0,1 N

d. Pembuatan Larutan Indikator Phenolphtalein 1%

0,1 gram Phenolphtalein

Dilarutkan dengan 10 mL etanol

Larutan Phenolphtalein

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10mL, ditepatkan hingga tanda batas dengan aquadest dan dihomogenkan

Indikator Phenolphtalein 1%

3.2.2

Langkah Kerja a. Pembakuan Larutan NaOH 10 mL larutan asam oksalat

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes indicator phenolpthalein

Larutan asam oksalat yang siap dititrasi

Dititrasi dengan larutan NaOH Catatan : pembakuan dilakukan sebanyak 3 kali

Larutan berubah warna menjadi merah muda stabil

b. Pembakuan Larutan HCl 10 mL larutan NaOH

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes indicator phenolpthalein

Larutan NaOH yang siap dititrasi

Dititrasi dengan larutan HCl

Larutan berubah warna menjadi jernih

c. Penetapan Kadar Senyawa Asam Salisilat dalam Sampel Serbuk 1. Titrasi Langsung 100 mg sampel serbuk

Dilarutkan dengan 30 mL kloroform dan dihomogenkan

Larutan sampel

Disaring

Sampel yang sudah disaring

Diambil bagian jernihnya, dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing 10 mL dan Dipanaskan pada suhu 80- 90 C agar kloroform menguap

Sampel bebas kloroform Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 2 mL etanol, 8 mL aquadest, 3 tetes indicator pp dan dihomogenkan Sampel siap dititrasi Dititrasi dengan NaOH Larutan berubah warna menjadi merah muda stabil

2. Titrasi Balik 100 mg sampel serbuk

Dilarutkan dengan 30 mL NaOH dan dihomogenkan

Larutan sampel

Disaring

Sampel yang sudah disaring

Diambil bagian jernihnya, dimasukkan ke dalam 2 erlenmeyer, masing-masing 10 mL ditambahkan 3 tetes indicator pp dan dihomogenkan

Sampel siap dititrasi Dititrasi dengan HCl Larutan berubah warna menjadi jernih

DAFTAR PUSTAKA Adiwisastra,A. 1985. Keracunan.Sumber, Bahaya, Serta Penanggulangannya. Bandung: Angkasa Anonim. 2012. Bahaya Asam Salisilat. Diakses pada http://easy4test.blogspot.com/2012/02/asam-salisilat-dan-test-kitasam.html. Diakses tanggal 20 Maret 2013. Boestrai, Agusri. 1991. Jurnal Penentuan Kadar Asam Salisilat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas : Padang Dwijastuti. 2011. Penetapan Kadar Asam Salisilat Dalam Sampel Serbuk Dengan Titrasi Asam-Basa. Diakses pada Diakses Salisilat. http://id.scribd.com/doc/51386264/periksa-asam-salisilat-isi. tanggal 20 Maret 2013. Fadly, 2010. Penetapan Kadar Asam http://fadliyanur.blogspot.com/2010/12/penetapan-kadar-asamsalisilat.html. diakses 20 maret 2013 Ganiswarna. 2009. Pembuatan Aspirin. Diakses pada Diakses http://id.scribd.com/doc/92821696/Percobaan-IV-Aspirin. tanggal 20 Maret 2013. Harjadi, W. (1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta Mardiati, Putri. 2012. Penentuan Kadar Asam Salisilat. http://putrimardiati.blogspot.com/. Diakses 20 maret 2013 Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai