Anda di halaman 1dari 15

Kerukunan antar Umat Beragama

Dalam kehidupan bermasyarakat kita sebagai umat islam tidak bisa mengelak untuk berhubungan dengan umat agama lain. Dalam pandangan syariat Islam, non muslim itu bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu kafir harbi (ahlul harb) dan kafir zimmi (ahlu zimmah). Kafir harbi adalah orang-orang kafir yang sedang terlibat pertempuran dengan muslimin. Darah mereka halal untuk ditumpahkan sebagaimana mereka pun punya hak untuk membunuh muslimin. Hubungan antara ahlul harb dengan muslimin memang hubungan bunuh membunuh di dalam wilayah konflik. Sedangkan kafir zimmi adalah non muslim yang aman, tidak mengganggu pihak muslim. Tampak bahwa pembagian di atas, kedua klasifikasi sangat tajam bedanya. Pada kenyataannya hubungan dengan non muslim tidak dapat dibedakan setajam itu. Berbagai variasi derajat ke-dzimmi-an terjadi pada masa kini. Ada yang 100% aman, ada yang kadang-kadang mengganggu ketentraman orang islam, sampai ada yang terang-terangan memusuhi umat islam (harbi). Beberapa tingkatan dalam berhubungan dengan non-muslim akan dipaparkan di sini.

1. Non muslim yang tidak mengganggu (dzimmi)


Non muslim yang seperti ini harus mendapat perlindungan dari komunitas muslim, sesuai dengan prinsip ajaran islam yang rahmatan lil alamin. Dia berhak mendapatkan izin tinggal dan menjadi penduduk di dalam wilayah komunitas muslim. Umat islam dilarang mendzolimi non muslim yang dzimmi. Di masa lalu seorang ahlu zimmah berhak untuk tetap bertahan di atas tanah yang menjadi miliknya yang sah. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengusirnya dari tanahnya itu. Bahkan setingkat gubernur Mesir pun tidak punya hak. Padahal saat itu Gubernur Amr bin Al-Ash sedang melakukan proyek renovasi masjid, lantaran daya tampungnya yang semakin dibutuhkan. Kebetulan, proyek perluasan masjid itu harus mengenai lahan milik seorang ahli zimmah, maka gubernur menyediakan uang pengganti atas tanahnya.. Namun di ahli zimmah bertahan dan

tidak mau pindah. Akhirnya, dengan kekuasaan sebagai pemerintah rumahnya digusur dan uangnya diberikan. Ahli zimmah ini kemudian melapor kepada khalifah Umar ra, atasan langsung Gubernur Amr bin Al-Ash. Segera saja Umar ra. memarahi bawahannya dan memerintahkannya untuk mengembalikan rumah dan tanah miliknya. Sebab hak-hak para ahli zimmah memang dijamin oleh umat islam. Rasulullah SAW bersabda, siapa yang menzalimi seorang muahid (ahlu dzimmah), atau mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu di luar haknya, maka aku menjadi lawannya di hari kiamat. (HR Abu Daud). Dan jika seseorang dari orang-orang musyrikin itu meminta perlindungannya kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui..(QS.At-Taubah : 6) Kafir dzimmi diperbolehkan melaksanakan agamanya di tengah-tengah umat islam, sesuai dengan keyakinannya. Dilarang muslimin untuk memaksa, menyudutkan atau memerintahkan mereka masuk Islam. Allah SWT telah mengharamkan pemaksaan untuk masuk agama Islam buat orang-orang non muslim. Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Baqarah: 256) Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil, baik itu kepada sesama muslim maupun kepada non muslim. dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita). (QS.AsySyuraa: 15) 2

Selain itu, Islam tidak mengharamkan umatnya bermuamalat dengan orang non muslim. Bahkan Rasulullah SAW masih saja menggadaikan pakaian perangnya kepada seorang yahudi serta berjual beli dengan mereka. Demikian juga dengan para shahabat, mereka akitf di pasar bersama-sama dengan non muslim dalam mencari rezeki.

2. Dialog dengan non muslim


Pada tahap selanjutnya, berhubungan dengan non muslim tidak hanya sekedar bertetangga, hubungan bisnis, dll. Tetapi pastilah lama kelamaan ada dialog yang menyangkut keyakinan, agama. Bukankah islam memerintahkan kita untuk berdakwah, beramar makruf nahi mungkar. Sampikanlah apa yang kamu dapat dariku walau hanya satu ayat (Sabda Rasulullah SAW) Kaum muslimin diperintahkan untuk berdakwah di kalangan non muslimin (dan tentu saja di kalangan umat islam juga) dengan cara yang bijaksana, melalui nasihat dan diskusi dengan cara yang terbaik. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mngetahui tentang siapa yang tersesat dati jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk {An-Nahl: 125} Dan janganlah kau berdebat dengan Ahli kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim diantara mereka, dan katakanlah: kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri {Al-Ankabut: 46} Ketika Allah Subhanahu wa Taala mengutus Musa dan Harun kepada Firaun maka Allah berfirman. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut {Thaha: 44}

Tetapi jika mereka menolak, tidak ada perintah untuk memerangi mereka selama mereka tidak memerangi umat islam. Dan umat islam diperintahkan untuk tetap berbuat adil terhadap mereka, sebagaimana seperti tertulis pada point 1. Allah SWT telah mengharamkan pemaksaan untuk masuk agama Islam bagi orang-orang non muslim. Tidak ada paksaan dalam agama, sesunguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kapada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. (QS Al-Baqarah: 256) Katakanlah: Hai orang-orang kafir, aku tidak akan meyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan nuntukkulah agamaku. (QS.Al-Kaafiruun: 1-6) Tetapi ingatlah bahwa Allah SWT hanya menerima Islam sebagai agama yang diridhoi-Nya. Sesungguhnya agama (yang diridhai) dis sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS.Ali Imraan; 19) Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: Aku myerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang ummi: Apakah kamu (mau) masuk Islam? Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampapikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hambaNya. (QS. Ali Imraan; 20)

Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya , dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imraan: 85)

3. Non muslim yang dzolim


Diakui atau tidak, ada (banyak) di antara orang-orang non muslim itu yang bersikap dzolim terhadap islam. Mereka mendzolimi umat islam dengan berbagai cara, dan menyakiti hati umat islam. Seperti contoh kasus kartun Nabi, dll.. Umat islam diperintahkan untuk berbuat adil, sehingga diberi hak untuk melakukan pembalasan yang adil jika didzolimi. Dalam prinsip Islam, tak ada filosof : jika anda ditampar pipi kiri, berikan pipi kanan. Filosofi yang ada adalah: jika pipi kiri kita ditampar, maka tampar pulalah pipi kirinya, tetapi memberi maaf lebih utama. Kita umat islam harus bereaksi dengan apa yang umat lain lakukan terhadap kita. Reaksi dapat berupa balasan (secara adil) atau memaafkan jika mereka minta maaf. Dan percayalah bahwa Allah akan menyempurnakan pembalasannya di akherat nanti. Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melapaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim. (QS. Al-Maaidah: 45) Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan denga orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suaru rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya sisksa yang sangat pedih. (QS. Al Baqarah: 178)

Untuk itulah kita sebagai umat islam, wajib menjadi umat yang kuat. Jika masih lemah, wajib untuk memperkuat diri, agar tidak diremehkan dan didzolimi umat lain. Kuat di sini adalah kuat segalanya yang bisa diperkuat, baik individu maupun jamaah/komunitas. Kuat jasmani, kuat rohani (agama, iman). Kuat akal dan pikir. Kuat teknologi, materi, dan lain sebagainya. Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugukan). {QS.Al Anfaal; 60}

4. Non muslim yang harbi


Seperti telah didefnisikan di atas, kafir harbi adalah orang-orang kafir yang terang-terangan memusuhi islam dan kaum muslimin. Kafir harbi ini berusaha menumpas kaum muslimin, sehingga terjadi pertempuran. Mereka menggempur Islam tidak hanya secara fisik, tetapi bisa juga secara non-fisik, seperti fitnah melalui media, pembunuhan karakter, membunuh secara ekonomi, dll. Jika yang melakukan ini adalah individu dan kemudian minta maaf, bolehlah kita nyatakan sebagai point tiga Tetapi jika kaum non muslim ini melakukan permusuhan terhadap Islam secara terus menerus, ini sudah termasuk kafir harbi yang harus diperangi.. Perang wajib dilakukan dalam rangka mempertahankan aqidah islamiyah, dan membela agama Allah. Ketika mereka berhenti (dari memusuhi islam), maka perang bisa dihentikan, dan tidak ada permusuhan (lagi). Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat 6

itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang lalim. (QS. Al Baqarah : 190-193)

Pelakuan Umum
Pada dasarnya, agama Islam tidak hanya diperuntukkan bagi kaum Muslim belaka, akan tetapi ia adalah agama universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Al-Quran telah menyatakan hal ini di beberapa tempat. Yang tercantum di QS Saba ;28, karena Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui (QS Saba [34]: 28) Oleh karena itu, tidak dibedakan nonmuslim menjadi warga negara Daulah Khilafah, dia akan mendapatkan perlakuan sama dengan kaum Muslim. Sebab hak mereka sebagai warga negara dijamin penuh oleh negara Islam.. Kendati demikian, ada beberapa ketentuan yang khusus diberlakukan kepada mereka. Pertama, orang nonmuslim tidak dipaksa untuk masuk Islam. Allah SWT berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat (QS al-Baqarah [2]: 256) Ayat ini menjadi dalil paling jelas tidak bolehnya memaksa orang nonmuslim ke dalam Islam. Mereka juga tidak dipaksa untuk menyakini dan membenarkan 7

keyakinan Islam. Oleh karena itu, agama dan keyakinan kaum Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Majuzi, Zoaroaster, Atheis, dan sebagainya akan mendapatkan perlindungan dan jaminan keamanan. Pemeluknya juga diberikan kebebasan dan perlindungan untuk melaksanakan ritual-ritual agamanya tanpa ada intimidasi, pemaksaan, maupun apa yang disebut dengan uniformisasi peribadatan. Orang-orang kafir itu juga tidak dipaksa untuk melakukan prosesi pernikahan seperti prosesi pernikahannya kaum Muslim. Mereka juga tidak dikenai zakat dan lain sebagainya. Perlakuan khusus hanya diberlakukan bagi kaum Musyrik Ara. Mereka tidak diberi pilihan kecuali hanya masuk Islam. Jika menolak, mereka harus diperangi. Hal ini didasarkan firman Allah Swt: Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal, Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam) (QS al-Fath [48]: 16). Lain halnya jika seorang Muslim yang murtad. Pelakunya akan dikenai sanksi berupa hukuman mati dari Negara Islam. Begitu juga seorang Muslim yang menyakini dan menyebarluaskan ide sekulerisme, sosialisme, dan liberalisme. Tidak boleh dinyatakan, bahwa tindakan ini dianggap melanggar kebebasan. Sebab, Islam telah menggariskan had al-riddah bagi para pemeluknya. Kedua, Islam juga tidak akan atau tidak memperbolehkan memberangus peribadatan-peribadatan mereka. Allah SWT berfirman: (67) (68) Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di

atas jalan yang benar. Kalau mereka membantahmu juga, katakanlah, Allah tahu apa yang kalian kerjakan.[al-Hajj:67-68]. Ayat di atas menunjukkan, bahwa Islam mengakui eksistensi pluralitas agama dan keyakinan. Islam juga tidak akan menyeragamkan atau memberangus keragaman keyakinan dan pandangan hidup selain Islam. Seorang Muslim hanya diwajibkan untuk mengajak nonmuslim untuk memeluk agama Islam. Jika mereka menolak, mereka tidak dipaksa, dan dibiarkan tetap memeluk agama dan keyakinannya. Ketiga, Islam membiarkan orang nonmuslim untuk hidup berdampingan dengan Muslim, selama tidak memusuhi dan memerangi kaum Muslim. Nonmuslim yang hidup dalam Daulah Islamiyyah; atau disebut dengan kafir dzimmiy, mendapatkan perlakukan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim. Diriwayatkan Al-Khathib dari Ibnu Masud, Rasulullah saw pernah bersabda: Barangsiapa menyakiti dzimmiy, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya di hari kiamat [Jaami Shaghir, hadits hasan]. Keempat, dalam hal muamalah, kaum Muslim dipersilahkan untuk bermuamalah dengan mereka. Akan tetapi yang menjadi landasan dan aturan syariat Islam. Kafir dzimmiy diperbolehkan melakukan jual beli, dan syirkah dengan kaum Muslim. Dan dzimmiy juga diperbolehkan ikut berperang bersama kaum muslim, akan tetapi tidak wajib bagi mereka. Karena kafir dzimmiy menjadi tanggung jawab negara. Maka, mereka berhak mendapatkan hak pelayanan, perlindungan, hak mendapatkan perlakuan baik dari negara Islam. Inilah hukum-hukum tentang non Muslim dzimmiy.

Walhasil stigma buruk penerapan Islam yang dipahami oleh orang non Muslim akan segera tertepis jika mereka memahami secara mendalam hakekat penerapan syariat Islam, dan keluhuran ajaran Islam.

Perlakuan khusus
Seperti yang telah disinggung sedikit di atas; syariat Islam juga diterapkan bagi nonmslim. Sebab, mukallaf (orang yang dibebani untuk menjalankan syariah) bukan hanya kaum Muslim, namun juga nonmuslim. Sebab, risalah Islam diturunkan Allah Swt untuk seluruh manusia di dunia, baik yang sudah memeluk Islam maupun yang belum. Hanya saja, Islam telah merinci pelaksanaan syariat Islam oleh Non Muslim. Adapun pelaksanaan syariah oleh nonmuslim dirinci berdasarkan dua tinjauan berikut ini. Pertama, pelaksanaan syariat Islam oleh nonmuslim berdasarkan inisiatif dan kesadarannya sendiri, tanpa ada paksaan dari Daulah Islam. Dalam hal ini ada perkara yang tidak diperbolehkan bagi kaum kafir untuk melaksanakan disebabkan karena Islam menjadi syarat bagi pelaksanaan hukum syara tersebut. Termasuk dalam katagori ini adalah pelaksanaan ibadah sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah mahdhah lainnya. Karena pelaksanaan semua ibadah tersebut mensyaratkan adanya keislaman dan keimanan terlebih dahulu, maka orang kafir tidak diperkenankan melaksanakan atau mengerjakan aktivota ibadah tersebut. Adapun, jika pelaksanaan syariah tersebut tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu, maka nonmuslim tidak dilarang untuk melaksanakannya. Di antara aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah keikutsertaan mereka dalam perang bersama pasukan kaum Muslim, di bawah panji Islam, dan dikomandani seorang Muslim. Mereka diperbolehkan memberikan kesaksian dalam masalah jual beli. Demikian juga dengan semua perkara yang tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu. Oleh karena itu, nonmuslim diperbolehkan berkecimpung dalam bidang kedokteran, industri, pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya.

10

Kedua, pemberlakuan dan penerapan syariat Islam khusus atas non Muslim. Jika ada nash-nash umum yang pelaksanaannya tidak dibatasi oleh syarat keimanan dan keislaman, maka hal ini perlu diteliti terlebih dahulu. Jika pelaksanaan hukum syariat tersebut hanya dikhususkan bagi kaum Muslim karena ada syarat keimanan dan keislaman di dalamnya; atau ada ketetapan dari Rasulullah saw bahwa mereka tidak dipaksa untuk melaksanakan syariat-syariat tersebut; maka pada dua kondisi semacam ini, hukum syariat tersebut tidak akan dibebankan atau diberlakukan kepada mereka. Dan khalifah tidak boleh memberi sanksi kepada mereka, jika mereka tidak melaksanakan syariat-syariat tersebut. Oleh karena itu, khalifah tidak boleh memberi sanksi atas ketidakimanan dan ketidakislamannya non Muslim. Mereka dibiarkan tetap tidak beriman, atau menyakini keyakinan-keyakinan kufurnya. Negara tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam. Negara Islam juga tidak boleh memaksa orang kafir untuk beribadah seperti ibadahnya kaum Muslim. Mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Ketentuan ini didasarkan pada afl Rasulullah saw yang membiarkan nonmuslim beribadah sesuai dengan keyakinan dan agama mereka. Beliau saw juga tidak menghancurkan gereja, biara, dan tempat-tempat peribadatan orang-orang kafir. Hukum-hukum jihad juga tidak dibebankan kepada mereka. Mereka juga tidak diwajibkan pergi berjihad bersama kaum Muslim. Mereka juga tidak dipaksa untuk meninggalkan minuman keras, dan atas mereka juga tidak diterapkan hukum-hukum yang berhubungan dengan minuman keras (syirbul khamr). Sebab, para shahabat ra, ketika menaklukkan wilayah Yaman, mereka membiarkan orang-orang Kristen di wilayah itu minum-minuman keras, dan para shahabat tidak memaksa mereka untuk meninggalkan minuman keras. Namun, jika ada hukum-hukum yang pelaksanaannya tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu, dan tidak ada nash umum yang mengecualikan pelaksanaannya bagi non Muslim; maka huum-hukum itu akan diberlakukan dan diterapkan kepada non Muslim. Misalnya, hukum-hukum yang menyangkut masalah muamalah, pidana, dan sebagainya..

11

Oleh karena itu, jika non Muslim melakukan pencurian, maka ia akan dikenai hukuman potong tangan. Begitu pula juga ada non Muslim melakukan perzinaan, maka ia akan dikenai had zina, dan sebagainya. Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahwa Nabi saw pernah dilapori kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Yahudi terhadap seorang budak perempuan. Ketika orang Yahudi itu mengakui perbuatannya, Rasulullah saw pun memvonis hukuman mati (qishash) atas orang Yahudi tersebut. Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah Hadits bahwa Nabi saw pernah merajam seorang laki-laki dari suku Aslam, dan seorang laki-laki dari orang Yahudi dan wanitanya. Begitu pula hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan muamalat, pidana, pemerintahan, dan sebagainya, semuanya juga diberlakukan kepada nonmuslim tanpa pengecualiaan. Inilah ketentuan pokok yang berhubungan dengan pelaksanaan syariah Islam oleh non Muslim. Kenyataan ini menunjukkan kepada kita, bahwa tidak ada penyeragaman dan pemaksaan atas orang-orang kafir, dalam hal ibadah, keyakinan, dan lain sebagainya; sesuai dengan ketentuan di atas.

Praktek Nyata dalam Daulah Islam


Ketentuan itu menjadi makin jelas jika kita menengok prakteknya semasa Islam berkuasa. Selama Islam berkuasa, tidak pernah membunuh, apalagi pembunuhan massal, nonmuslim semata disebabkan karena keyakinannya. Ini berbeda sekalai dengan negara-negara Eropa yang sering meneriakkan kebebasan beragama, namun mereka justru pemaksaan terhadap kaum Muslim untuk memeluk agama mereka. Seperti yang terjadi di Andalusia , ketika umat Islam dikalahkan, hanya diberi dua pilihan: Mati atau meninggalkan Islam. Berikut ini ada sebagian dari cuplikan potret kafir dzimi dalam daulah Islam. Pada Masa Rasulullah SAW Setelah kekuasaan Daulah Islamiyyah meluas di Jazirah Arab, Nabi saw memberikan perlindungan atas jiwa, agama, dan harta penduduk Ailah, Jarba, Adzrah, Maqna, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Juga perlindungan 12

baik harta, jiwa, dan agama penduduk Khaibar yang mayoritasnya beragama Yahudi. Serta memberikan perlindungan kepada penduduk Juhainah, Bani Dhamrah, Asyja, Najran, Muzainah, Aslam, Juzaah, Jidzaam, Qadlaah, Jarsy, orang-orang Kristen yang ada di Bahrain, Bani Mudrik, dan Riasy, dan masih banyak lagi. Saat itu, Khaibar telah menjadi bagian Negara Islam, dan penduduknya didominasi oleh orang-orang Yahudi. Ketika orangorang Yahudi bersumpah tidak terlibat dalam pembunuhan, Rasulullah saw pun tidak menjatuhkan vonis kepada mereka. Bahkan, beliau saw membayarkan diyat atas peristiwa pembunuhan di Khaibar tersebut. Hadits ini menunjukkan bagaimana Rasulullah saw menegakkan keadilan hukum bagi warga negaranya tanpa memandang lagi perbedaan agama, ras, dan suku. Adapun non Muslim yang hidup di bawah kekuasaan Islam, mereka tunduk dan patuh terhadap syariat Islam yang telah ditetapkan sebagai hukum negara. Mereka juga mendapatkan perlindungan dalam menjalankan peribadatan, dan keyakinan mereka. Mereka tidak dipaksa untuk memeluk Islam, atau diperintah untuk melenyapkan truth claim atas agama dan keyakinan yang mereka anut. Malah, mereka diberi kebebasan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya sesuai dengan koridor hukum negara. Hal ini dilakukan sesuai dengan surat Al kafirun : Katakanlah:Hai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. Pada masa Kekhilafahan Islam Setelah Nabi Muhammad saw wafat, tugas kenegaraan dan pengaturan urusan rakyat dilanjutkan oleh para khalifah. Kekuasaan Islam pun meluas hingga mencakup hampir 2/3 dunia. Kekuasaan Islam yang membentang mulai dari Jazirah Arab, jazirah Syam, Afrika, Hindia, Balkan, dan Asia Tengah itu, tidak mendorong para Khalifah untuk melakukan uniformisasi warga Negara, maupun upaya-upaya untuk memberangus pluralitas. Padahal, dengan wilayah seluas itu, Daulah Islam memiliki keragaman budaya, keyakinan, dan agama yang sangat besar, dan sewaktu-waktu bisa memunculkan konflik agama. Akan tetapi, hingga kekhilafahan terakhir Islam, tak 13

ada satupun pemerintahan Islam yang mewacanakan adanya uniformisasi (keseragaman), atau berusaha menghapuskan pluralitas agama, budaya, dan keyakinan dengan alasan untuk mencegah adanya konflik. Bahkan, penerapan syariat Islam saat itu, berhasil menciptakan keadilan, kesetaraan, dan rasa aman bagi seluruh warga negara, baik Muslim maupun nonmuslim. Dalam bukunya Holy War, Karen Amstrong menggambarkan saat-saat penyerahan kunci Baitul Maqdis kepada Umar bin Khathathab kira-kira sebagai berikut, Pada tahun 637 M, Umar bin Khaththab memasuki Yerusalem dengan dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar dibawa segera ke Haram al-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat Nabi Mohammad saw melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup memandang Umar penuh dengan ketakutan. Ia berfikir, ini adalah hari penaklukan yang akan dipenuhi oleh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel. Pastilah, Umar ra adalah sang Anti Kristus yang akan melakukan pembantian dan menandai datangnya Hari Kiamat. Namun, kekhawatiran Sofronius sama sekali tidak terbukti. Setelah itu, penduduk Palestina hidup damai, tentram, tidak ada permusuhan dan pertikaian, meskipun mereka menganut tiga agama besar yang berbeda, Islam, Kristen, dan Yahudi. Di Andalusia, kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan selama berabad-abad, di bawah naungan kekuasaan Islam. Tidak ada pemaksaan kepada kaum Yahudi dan Kristen untuk masuk ke dalam agama Islam. Pada tahun 1519 Masehi, pemerintahan Islam memberikan sertifikat tanah kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia. Pemerintah Amerika Serikat pun pernah mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada Khilafah Islamiyyah atas bantuan pangan yang dikirimkan kepada mereka pasca perang melawan Inggris pada abad ke 18. Surat jaminan perlindungan juga pernah diberikan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari suaka politik ke Khalifah pada tanggal 30 Jumadil Awwal 1121 H/7 Agustus 1709 H.

14

Pada tanggal 13 Rabiul Akhir 1282/5 September 1865, khalifah memberikan izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah berimigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah khalifah. Sebab, di Rusia mereka tidak mendapatkan kesejahteraan hidup. Itulah sebagian fragmen sejarah yang menunjukkan, bahwa penerapan syariat Islam dalam koridor Negara tetap melindungi dan metolerir adanya keragaman dan kebhinekaan. Tidak ada uniformisasi, tidak ada pemberangusan terhadap pluralitas, tidak ada pemaksaan atas non Muslim untuk masuk Islam, dan tidak ada pengusiran terhadap non Muslim dari wilayah kekuasaan Islam. Yang terjadi justru, perlindungan terhadap non Muslim, Lebih dari itu, pemerintah Islam dengan syariat Islamnya benar-benar telah mewujudkan gagasan masyarakat inclusive tanpa menghapus truth claim agama, dan tanpa melakukan uniformisasi dan intimidasi. Jadi tidak ada alasan untuk khawatir atas pemberlakukan syariat Islam dalam sebuah negara; atau barangkali ini adalah isyu politis yang ditujukan untuk menghambat penerapan syariat Islam dalam koridor Negara. Kesimpulan: Sebagai muslim kita wajib memelihara kerukunan umat antaragama dengan bertoleransi kepada mereka. Kita tidak boleh mendzhalimi kafir dzimmi karena kafir dzimmi adalah kafir yang tidak menghina dan tidak membahayakan bagi umat islam. Pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin kehidupan antar umat beragama berlangsung rukun karena adanya toleransi, hak-hak orang non muslim juga dilindungi oleh pemerintah. Orang-orang non muslim juga diperbolehkan mendirikan temapat-tempat untuk menjalankan ibadah dan menjalankan ritual ibadah mereka. http://tafany.wordpress.com/2009/06/12/kerukunan-antar-umat-beragama/

15

Anda mungkin juga menyukai