Struktur molekul DNA. Atom karbon berwarna hitam, oksigen merah, nitrogen biru, fosfor hijau, dan hidrogen putih. Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Daftar isi
1 Struktur 2 Fungsi biologis o 2.1 Replikasi o 2.2 Biosintesis protein 3 Penggunaan DNA dalam teknologi o 3.1 DNA dalam forensik o 3.2 DNA dalam komputasi 4 Sejarah 5 Referensi
Struktur
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rantai DNA memiliki lebar 2224 , sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 [1]. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida[2].
Struktur untai komplementer DNA menunjukkan pasangan basa (adenin dengan timin dan guanin dengan sitosin) yang membentuk DNA beruntai ganda. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa. DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
Fungsi biologis
Replikasi
Pada replikasi DNA, rantai DNA baru dibentuk berdasarkan urutan nukleotida pada DNA yang digandakan. Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan" untuk membuat rantai pasangannya. Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh beberapa jenis protein yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan juga protein yang mampu membuka pilinan rantai DNA. Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses
pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar terpisah. Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.
Teori database juga telah dipengaruhi oleh riset DNA, yang memiliki masalah khusus untuk menaruh dan memanipulasi urutan DNA. Database yang dikhususkan untuk riset DNA disebut database genomik, dam harus menangani sejumlah tantangan teknis yang unik yang dihubungkan dengan operasi pembandingan kira-kira, pembandingan urutan, mencari pola yang berulang, dan pencarian homologi.
Sejarah
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman, yang menamainya nuclein berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Namun demikian, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal abad 20, bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut. Dua eksperimen pada dekade 40-an membuktikan fungsi DNA sebagai materi genetik. Dalam penelitian oleh Avery dan rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal men-transform sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh. Eksperimen Hershey dan Chase membuktikan hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif (radioactive tracers). Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah: bagaimanakah struktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai materi genetik? Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar-x DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin. Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Franklin, karena sudah wafat pada waktu itu, tidak dapat dianugerahi hadiah ini. DNA sampah adalah sekuens DNA berulang yang ditemukan tersebar di dalam genom manusia yang (sebelumnya) belum diketahui fungsinya. Sekuens DNA ini, dikenal sebagai sekuens berulang Alu, dapat ditemukan hampir di setiap tempat pada sekuens panjang dari genom manusia yang tidak diketahui mengontrol fungsi genetik secara langsung. Karena tanpa fungsi genetik yang jelas itulah ia disebut DNA sampah. Sekuens DNA (kadang-kadang disebut sekuens genetika) adalah sebuah sebuah seri huruf-huruf mewakilkan struktur primer dari molekul DNA atau "strand" nyata atau hipotetis. Huruf yang digunakan adalah A, C, G, dan T, mewakili empat nukleotida yang merupakan subunit dari untai DNA (adenin, sitosin, guanin, timin), dan biasanya ditulis berjejer tanpa spasi, seperti dalam sekuens berikut AAAGTCTGAC. Sekuens ini kadang disebut informasi genetik. Sebuah deretan dari nukleotida yang lebih dari empat jumlahnya dapat disebut sebuah sekuens.
Berhubungan dengan fungsi biologinya, sebuah sekuens dapat berupa sense atau antisense (lihat DNA), dan kode atau nonkode, sekuens DNA dapat juga membawa DNA sampah.
Daftar isi
1 Kegunaan sekuensing asam nukleat 2 Sekuensing DNA o 2.1 Metode Sanger 2.1.1 Metode Sanger asli 2.1.2 Sekuensing dye terminator 2.1.3 Automatisasi dan penyiapan sampel o 2.2 Metode Maxam-Gilbert o 2.3 Sekuensing DNA skala besar 3 Sekuensing RNA 4 Lihat pula 5 Pranala luar
Sekuensing DNA
Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya [1]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Gel sekuensing metode Sanger yang telah dilabel radioaktif. Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya dideoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang
berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental. Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.
Contoh hasil bacaan suatu sekuensing metode dye terminator. Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya, lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masingmasing dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan penggunaan primer berwarna, namun dapat menimbulkan ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak) yang disebabkan oleh ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai berwarna berukuran besar pada pertumbuhan DNA (ketidaksamaan tersebut bergantung pada DNA cetakan). Masalah tersebut telah dapat dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-macam enzim dan pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.
Metode Maxam-Gilbert
Pada waktu yang kira-kira hampir bersamaan dengan dikenalkannya metode sekuensing Sanger, Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sekuensing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning untuk membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.
geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel. Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk sekuensing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk sekuensing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan. Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek sekuensing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.
Sekuensing RNA
RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Seperti yang telah disebutkan di atas, kadang kala sekuensing RNA diperlukan walaupun informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA, khususnya pada eukaryota. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Misalnya, DNA dapat disintesis dari cetakan mRNA dan disebut sebagai DNA komplementer (cDNA). Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas.
Thermocycler. PCR umumnya dilakukan di laboratorium secara otomatis dengan alat yang dapat mengatur suhu reaksi ini. Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, orang dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang sangat kecil.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap 4 pada gambar menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.
Asam ribonukleat
Asam ribonukleat (bahasa Inggris:ribonucleic acid, RNA) senyawa yang merupakan bahan genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central dogma) genetika molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.
Daftar isi
1 Struktur RNA 2 Tipe-tipe RNA 3 Fungsi RNA 4 Interferensi RNA 5 Pranala luar
Struktur RNA
Struktur dasar RNA mirip dengan DNA. RNA merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat, satu gugus gula ribosa, dan satu gugus basa nitrogen (basa N). Polimer tersusun dari ikatan berselangseling antara gugus fosfat dari satu nukleotida dengan gugus gula ribosa dari nukleotida yang lain. Perbedaan RNA dengan DNA terletak pada satu gugus hidroksil tambahan pada cincin gula ribosa (sehingga dinamakan ribosa). Basa nitrogen pada RNA sama dengan DNA, kecuali basa timin pada DNA diganti dengan urasil pada RNA. Jadi tetap ada empat pilihan: adenin, guanin, sitosin, atau urasil untuk suatu nukleotida. Selain itu, bentuk konformasi RNA tidak berupa pilin ganda sebagaimana DNA, tetapi bervariasi sesuai dengan tipe dan fungsinya.
Tipe-tipe RNA
RNA hadir di alam dalam berbagai macam/tipe. Sebagai bahan genetik, RNA berwujud sepasang pita (Inggris double-stranded RNA, dsRNA). Genetika molekular klasik mengajarkan adanya tiga tipe RNA yang terlibat dalam proses sintesis protein: 1. RNA-kurir (bahasa Inggris: messenger-RNA, mRNA), 2. RNA-ribosom (bahasa Inggris: ribosomal-RNA, rRNA), 3. RNA-transfer (bahasa Inggris: transfer-RNA, tRNA).
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 diketahui bahwa RNA hadir dalam berbagai macam bentuk dan terlibat dalam proses pascatranslasi. Dalam pengaturan ekspresi genetik orang sekarang mengenal RNA-mikro (miRNA) yang terlibat dalam "peredaman gen" atau gene silencing dan small-interfering RNA (siRNA) yang terlibat dalam proses pertahanan terhadap serangan virus.
Fungsi RNA
Pada sekelompok virus (misalnya bakteriofag), RNA merupakan bahan genetik. Ia berfungsi sebagai penyimpan informasi genetik, sebagaimana DNA pada organisme hidup lain. Ketika virus ini menyerang sel hidup, RNA yang dibawanya masuk ke sitoplasma sel korban, yang kemudian ditranslasi oleh sel inang untuk menghasilkan virus-virus baru. Namun demikian, peran penting RNA terletak pada fungsinya sebagai perantara antara DNA dan protein dalam proses ekspresi genetik karena ini berlaku untuk semua organisme hidup. Dalam peran ini, RNA diproduksi sebagai salinan kode urutan basa nitrogen DNA dalam proses transkripsi. Kode urutan basa ini tersusun dalam bentuk 'triplet', tiga urutan basa N, yang dikenal dengan nama kodon. Setiap kodon berelasi dengan satu asam amino (atau kode untuk berhenti), monomer yang menyusun protein. Lihat ekspresi genetik untuk keterangan lebih lanjut. Penelitian mutakhir atas fungsi RNA menunjukkan bukti yang mendukung atas teori 'dunia RNA', yang menyatakan bahwa pada awal proses evolusi, RNA merupakan bahan genetik universal sebelum organisme hidup memakai DNA.
Interferensi RNA
Suatu gejala yang baru ditemukan pada penghujung abad ke-20 adalah adanya mekanisme peredaman (silencing) dalam ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa RNA tidak diterjemahkan (translasi) menjadi protein oleh tRNA. Ini terjadi karena sebelum sempat ditranslasi, mRNA dicerna/dihancurkan oleh suatu mekanisme yang disebut sebagai "interferensi RNA". Mekanisme ini melibatkan paling sedikit tiga substansi (enzim dan protein lain). Gejala ini pertama kali ditemukan pada nematoda Caenorhabditis elegans tetapi selanjutnya ditemukan pada hampir semua kelompok organisme hidup.
menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA tertentu dalam sampel. PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada organisme hidup, proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai dengan 10 kb (kb=kilo base pairs=1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen. Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60C yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan ujung fragmen DNA yang ingin disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.
Elektroforesis gel
Artikel utama: Elektroforesis Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain seperti spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau immuno-blotting yang merupakan metodemetode karakterisasi lebih lanjut. Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker), menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda. Untuk memisahkan asam nukleat
yang lebih besar (lebih besar dari beberapa ratus basa), gel yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan. Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya. Molekul-molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus. Sementara itu, protein didenaturasi dengan deterjen (misalnya natrium dodesil sulfat, SDS) untuk membuat protein tersebut berbentuk lurus dan bermuatan negatif. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai" dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat. Pita-pita (band) pada lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel akan tampak setelah proses pewarnaan; satu lajur merupakan arah pergerakan sampel dari "sumur" gel. Pita-pita yang berjarak sama dari sumur gel pada akhir elektroforesis mengandung molekul-molekul yang bergerak di dalam gel selama elektroforesis dengan kecepatan yang sama, yang biasanya berarti bahwa molekul-molekul tersebut berukuran sama. "Marka" atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan mengelektroforesis marka tersebut pada lajur di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marka tersebut dapat dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
Kromosom
Gambar 1: Kromosom. (1) Kromatid. Salah satu dari dua bagian identik kromosom yang terbentuk setelah fase S pada pembelahan sel. (2) Sentromer. Tempat persambungan kedua kromatid, dan tempat melekatnya mikrotubulus. (3) Lengan pendek (4) Lengan panjang. Kromosom merupakan struktur makromolekul besar yang memuat DNA yang membawa informasi genetik dalam sel. DNA terbalut dalam satu atau lebih kromosom. Sebuah kromosom (dalam bahasa Yunani chroma = warna dan soma= badan) adalah seberkas DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsur regulator dan sekuens nukleotida lainnya. Dalam kromosom eukariota, DNA yang tidak terkondensasi berada dalam struktur orderquasi dalam nukleus, dimana ia membungkus histon (protein struktural, Gambar 1), dan di mana material komposit ini disebut chromatin. Selama mitosis (pembelahan sel), kromosom terkondensasi dan disebut kromosom metafase. Hal ini menyebabkan masingmasing kromosom dapat diamati melalui mikroskop optik. Setiap kromosom memiliki dua lengan, yang pendek disebut lengan p (dari bahasa Perancis petit yang berarti kecil) dan lengan yang panjang lengan q (q mengikuti p dalam alfabet). Prokariota tidak memiliki histon atau nukleus. Dalam keadaan santainya, DNA dapat diakses untuk transkripsi, regulasi, dan replikasi. Kromosom pertama kali diamati oleh Karl Wilhelm von Ngeli pada 1842 dan ciricirinya dijelaskan dengan detil oleh Walther Flemming pada 1882. Pada 1910, Thomas Hunt Morgan membuktikan bahwa kromosom merupakan pembawa gen.
Lebih dari sekadar dokumen.
Temukan segala yang ditawarkan Scribd, termasuk buku dan buku audio dari penerbit-penerbit terkemuka.
Batalkan kapan saja.