Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULAN

1.1 LATAR BELAKANG Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 65 tahun. Kelompok akan membahas Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dana mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotof, kuratif dan rehabilitatif.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan kanker paru? 2. Bagaimana epidemilogi kanker paru ? 3. Bagaimana etiologi kanker paru? 4. Apa sajakah klasifikasi dari kanker paru?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kanker paru?

1.3 TUJUAN
1. Untuk megetahui dan memahami tentang kanker paru.

2. Untuk mengetahu dan memahami epidemiologi kanker paru. 3. Untuk mengetahui tentang etiologi kanker paru. 4. Untuk mengetahui tentang klasifikasi kanker paru. 5. Untuk mengetahui dan memahami tentang ASKEP pada pasien kanker paru.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN CA PARU Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, 2000). Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. ( Erich, 2005 ).

2.2

INSIDEN/ EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar CA paru mengenai pria (65%) dengan perbandingan 3:1 dari wanita, karena pria lebih banyak factor resikonya diantaranya disebabkan oleh merokok. Insiden CA paru terjadi antara usia 55-65 tahun.

2.3

ETIOLOGI.

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru : 1. Merokok. Tak di ragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. 2. Iradiasi. Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. 3. Kanker paru akibat kerja. Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. 4. Polusi udara. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, 1997). 5. Genetik. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni : a. Proton oncogen. Teori Onkogenesis.

Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. b. Tumor suppressor gene. c. Gene encoding enzyme. 6. Diet. Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Arief Mansyoer, 2001).

2.4 KLASIFIKASI Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) : 1. Karsinoma Bronkogenik. a. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat). Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ distal.

c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. d. Karsinoma sel besar. Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid

f.

Lain lain.

1) Tumor karsinoid (adenoma bronkus). 2) Tumor kelenjar bronchial. 3) Tumor papilaris dari epitel permukaan. 4) Tumor campuran dan Karsinosarkoma 5) Sarkoma 6) Tak terklasifikasi. 7) Mesotelioma. 8) Melanoma. (Price, 1995) 2.5 MANIFESTASI KLINIS. Tanda kanker paru: a. Hemoptisis

Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi. b. Berkurangnya berat badan
c. Stridor (pernafasan yang kasar dan bernada tinggi) pada daerah lokal

dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.

Gejala kanker paru: a. Batuk

Kemungkinan akibat iritasi membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder. b. Anoreksia c. Lelah

Gejala-Gejala yang berhubungan dengan kanker: Pertumubuhan kanker dan penyerangan (invasi) jaringan-jaringan paru dan lingkungan-lingkungannya mungkin mengganggu pernapasan, menjurus pada gejala-gejala seperti batuk, sesak napas, mencuit-cuit (wheezing), nyeri dada, dan batuk darah (hemoptysis). Jika kanker telah menyerang syaraf-syaraf, contohnya, ia mungkin menyebabkan nyeri pundak yang bergerak kebawah bagian luar lengan (disebut Pancoast's Syndrome) atau kelumpuhan pita-pita suaru menjurus pada suara serak (parau). Penyerangan kerongkongan mungkin menjurus pada kesulitan menelan (dysphagia). Jika suatu saluran udara yang besar terhalangi, mengempisnya sebagian dari paru mungkin terjadi dan menyebabkan infeksi-infeksi (abscesses, pneumonia) pada area yang terhalangi.

Gejala-Gejala yang berhubungan dengan metastasis: Kanker paru yang telah menyebar ke tulang-tulang mungkin menghasilkan sakit yang sangat menyiksa pada tempat-tempat tulang yang terlibat. Kanker yang telah menyebar ke otak mungkin menyebabkan sejumlah gejala-gejala penyakit syaraf yang mungkin termasuk penglihatan yang kabur, sakit kepala, serangan-serangan (seizures), atau gejala-gejala stroke seperti kelemahan atau mati rasa pada bagian-bagian tubuh.

Gejala-Gejala Paraneoplastic: Kanker-kanker paru seringkali diiringi oleh apa yang disebut paraneoplastic syndromes yang berakibat dari produksi unsur-unsur yang menyerupai hormon oleh sel-sel tumor. Paraneoplastic syndromes terjadi paling umum dengan SCLC namun mungkin terlihat dengan tipe tumor mana saja. Suatu paraneoplastic syndrome yang umum yang dikaitkan dengan SCLC adalah produksi dari suatu hormon yang disebut adrenocorticotrophic hormone (ACTH) oleh sel-sel kanker, menjurus pada pengeluaran hormon kortisol yang berlebihan oleh kelenjar-kelenjar adrenal (Cushing's syndrome). Sindrom paraneoplastik (paraneoplastic syndrome) yang paling sering terlihat dengan NSCLC adalah produksi dari suatu unsur serupa dengan hormon paratiroid, berakibat pada tingkat-tingkat kalsium yang meningkat dalam aliran darah.

Gejala-Gejala Nonspesifik: Gejala-gejala nonspesifik yang terlihat dengan banyak kanker-kanker termasuk kanker paru meliputi kehilangan berat badan, kelemahan, dan kelelahan. Gejala-gejala psikologi seperti depresi dan perubahan-perubahan suasana hati adalah juga umum.

2.6

PATOFISIOLOGI Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia

hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

WoC Praoperasi Kanker Paru Factor predisposisi inhalasi zat karsinogen dari: merokok,bahaya industry, dan polusi udara Perubahan epitel termasuk metaplasia

Sel-sel ganas yang besar an berdiferensiasi Perubahan epitel silia dan mukosa/ ulserasi bronkus

Kanker lumen pada bagian distal dan proksimal

Peningkatan produksi sekrat dan penurunan kemampuan batuk efektif Wheezing unilateral bronkiektasis/ atelektasis gangguan pertukaran gas Timbulnya suara ronki Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Sumbatan parsial atau total Ketidakefektifan jalan nafas Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tdk adekuat, Perubahan pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

Metartasis ke pleura, Nyeri pleuritis Nyeri akut / kronis

WoC Pasca Opersi Kanker Paru

pembedahan luka

Diakibatkan adanya insisi Kematian jaringan/ nekrosis

Kurangnya personal higine infeksi

Deficit pengetahuan Perubahan fungsi tubuh

2.7

PENATALAKSANAAN. Tujuan pengobatan kanker dapat berupa : a. Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien. b. Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Marilyn.E. Doenges, 2000)

1. Pembedahan Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker. a.Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi (pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat. c.Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. d. Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru. e.Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es). f. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris) 2. Radiasi Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

3. Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

2.8 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU 1. PENGKAJIAN. 1) Anamnesis

Identitas: pengkajian dalam identitas ini meliputi, nama pasien, alamat pasien, umur pasien yang biasanya terjadi pada umur 55-65 tahun, tanggal MRS penting untuk dicatat karena untuk mengetahui perkembangan dalam pengobatan, penanggung jawab pasien atau keluarga untuk bertanggung jawab selama menjalankan pengobatan.

Keluhan Utama: Klein dengan kanker paru biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk berdarah, dan sesak nafas.

Riwayat Penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang biasanya keluhannya hampir sama dengan jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan atau onset yang khas.

Riwayat Penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari klien dengan kanker paru berisiko tinggi mengalami penyakit ini, walaupun masih belum dapat dipstikan apakah hal ini benar-benar karena factor familiar

Riwayat Penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan didapatkan adanya keluhan batuk jangka panjangdan penurunan berat badan secara signifikan.

Lingkungan Lingkungan dapat berdampak terhadap status psikologi pasien karena mekanisme koping biasanya maladaftif diikuti degan perubahan mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta prognosis yang tidak jelas merupakan factor pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.

a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999). 1). Aktivitas/ istirahat. Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas. Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut). 2). Sirkulasi. Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh. 3). Integritas ego. Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan, Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan. Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang ulang. 4). Eliminasi. Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)

5). Makanan/ cairan. Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan. Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut), Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil), Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid). 6). Nyeri/ kenyamanan. Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi, Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma), Nyeri abdomen hilang timbul. 7). Pernafasan. Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum, Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industry, Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok. Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi),Hemoptisis. 8). Keamanan. Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) 9). Seksualitas. Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar), Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) 10). Penyuluhan. Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis, kegagalan untuk membaik. b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien. Frekuensi dan irama jantung. Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht). Pemantauan tekanan vena sentral. Status nutrisi. Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi. Kondisi dan karakteristik water seal drainase. 1). Aktivitas atau istirahat. Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang. 2). Sirkulasi. Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi. 3). Eliminasi. Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine, Bising usus, samara atau jelas. 4). Makanan dan cairan. Gejala : Mual atau muntah 5). Neurosensori. Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi. 6). Nyeri dan ketidaknyamanan. Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi Atau efek efek anastesi.

2) Pemeriksaan Fisik Praoperasi: a. Breathing Inspeksi Klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa peningakatan produksi secret. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi biasanya dialami sebagai rasa sakit atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik mediastinum. Terjadi nyeri pleuritis bila terjadi seranga sekunder pada pleura akibat penyabaran neoplastik atau pneumonia. Gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat badan merupakan gejala lanjutan. Palpasi Adanya ekpsansi meningkat dan traktil fremitus biasanya menurun. Perkusi Terdapat suara normal sampai hipersonor. Auskultasi Didapatkan bunyi stridor local, whezhing unilateral didapatkan apabila karsinoma melibatkan pnyampitan bronkus. b. Blood Inspeksi Adanya jari tabuh Palpasi Menghitung frekuensi jantung dan memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidak denyut jantung. Auskultasi Adanya gesekan pericardial (menunjukkan efusi)

c. Brain Inspeksi Adanya perasaan takut pada pasien ditandai menolak kondisi berat yang sedang dialami, kegelisahan. d. Bladder Inspeksi Peningkatan jumlah urin yang disebabkan ketidakseimbangan hormonal, tumor epidemoid. e. Bowel Inspeksi Pasien terlihat kurus atau penampilan kurang berbobot, edema wajah atau leher,nafsu makan berkurang, kesulitan menelan, peningkatan intake cairan. f. Bone Palpasi Adanya nyeri dada, nyeri bahu/tangan. Pasca operasi a. Breathing Inspeksi Klien tampak kurus, terlihat batuk, tanpa peningakatan produksi secret. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi biasanya dialami sebagai rasa sakit atau tidak nyaman akibat pembedahan. Palpasi Tidak ada ekpsansi meningkat dan traktil fremitus normal. Perkusi

Terdapat suara normal sampai hipersonor. Auskultasi Didapatkan bunyi stridor local, whezhing unilateral didapatkan apabila karsinoma melibatkan pnyampitan bronkus. b. Blood Palpasi Denyut nadi cepat Auskultasi Adanya peningkatan tekanan darah c. Brain Inspeksi Adanya gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi. d. Bladder Inspeksi Kateter urin terpasang/ tidak, karakteristik urine e. Bowel Inspeksi Menurunnya frekuensi eliminasi BAB, mual, muntah Auskultasi Bising usus suara jelas f. Bone Inspeksi Perubahan aktivitas

3) Pemeriksaan Diagnostik.

1. Radiologi. a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. 2. Laboratorium. a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma. b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi. c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. d. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru). 3. Histopatologi.
a.

Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

b.

Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.

c.

Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d.

Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

e.

Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam - macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

4. Pencitraan. a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN. a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999). 1). Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi. Kriteria hasil :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dengan hasil

PCO2 : 35-45 mmHg PO2 : 80-100mmHg

Bebas gejala distress pernafasan, ditandai dengan:

RR : 16-24 x/mnt

Intervensi :

a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas. Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas. b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi. Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor. c) Kaji adanmya sianosis Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari organ hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif. d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran. e) Awasi atau gambarkan seri GDA. Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi. 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru. Kriteria hasil :

Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada ronki Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahan jalan nafas.

Intervensi : a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas. b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya. Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus. c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum. Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen. d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan. Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi. e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia. Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat. 3). Ketakutan/Anxietas b/d Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati. Kriteria hasil : Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya. Mengakui dan mendiskusikan takut. Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani. Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.

Intervensi : a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.

Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas. b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan. Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi. c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol. d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi. Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu. e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan. Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi. 4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d Kurang informasi. Kriteria hasil : Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi. Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas. Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik. Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

Intervensi : a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas. Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru. b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan. c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi. Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan. d) Berikan pedoman untuk aktivitas. Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan. b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999). 1). Kerusakan pertukaran gas b/d Gangguan suplai oksigen Kriteria hasil :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal, dengan hasil: PCO2 : 35-45 mmHg PO2 : 80-100mmHg

Bebas gejala distress pernafasan. , ditandai dengan: RR : 16-24 x/mnt

Intervensi : a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa. Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru. b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.

Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada. c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas. d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring. Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret. e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat. Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis. 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Peningkatan jumlah/ viskositas secret Kriteria hasil : Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising. Intervensi : a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret. Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas. b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi. Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat. c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.

Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan. d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung. Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran. e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi. Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret. 3). Nyeri (akut) b/d Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal. Kriteria hasil : Melaporkan neyri hilang/ terkontrol. Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.

Intervensi : a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 10. Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri. b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien. Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi. c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi. Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.

d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri. Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri. e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian. 4). Anxietas b/d Ancaman/ perubahan status kesehatan Kriteria hasil : Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

Intervensi : a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa. Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat. b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya. c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya. d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.

Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi.. e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan. Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa. f) Berikan kenyamanan fiik pasien. Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap. 5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut. Berpartisipasi dalam proses belajar. Melakukan perubahan pola hidup.

Intervensi : a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan. Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi. b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.

Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi. c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang. Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok.Setiap tipe timbul pada tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam kecendrungan metastasis dan prognosis.Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada pencegahan misalnya dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari lingkungan polusi. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika mereka pertama kali didiagnosa.Asuhan keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks berpusat pada peningkatan ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan jalan nafas yang bersih, pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan rasa nyaman dengan peredaran nyeri, meningkatkan masukan nutrisi, dan pemantauan insisi terhadap perdarahan dan emfisema subkutan. 3.2 SARAN 1. Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. 2. Informasi atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien dengan kanker paru misalnya mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok, memperhatikan lingkungan kerja terkait dengan polusinya. 3. Dukungan psikologik sangat berguna untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC: Jakarta Hal: 184-194 Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Salemba medika: Jakarta. Hal :198-208 M.therney, lawerence.dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika P.T.Ward,Jane Ward, Jeremy.dkk.2007. At Glance Sistem Respirasi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga Somantri,Irwan.2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien denga Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika. Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai