Anda di halaman 1dari 57

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Masalah dalam pencernaan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak terutama bayi. Gangguan pada pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan dan gangguan akibat infeksi. Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut (labioskisis, labio-palato-skisis), esophagus (atresia esophagus dengan atau tanpa fistula trakeo-esofagus, kalasia dan akalasia), pylorus (stenosis pylorus hipertrofik kongenital) dan gangguan pasase di daerah duodenum (obstruksi total, obstruksi parsial, kelainan akibat meconium), atresia rekti dan anus imperforate, penyakit Hirschsprung, obstruksi biliaris dan omfalokel. Gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans), basil coli (Escherichia coli), virus, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan parasit. Gastroenteritis ataupun diare merupakan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena sistem dan barier mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit pada bayi dan anak-anak. Selain itu, Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang. Kombinasi paparan 1

lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993)

Di samping itu, penyakit yang berkaitan dengan masalah infeksi pada pencernaan yaitu thypus abdominalis. Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus. Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever. Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 23:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang gram negatif Salmonella Typhi maupun Salmonella Para Typhi A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005) Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi. 2

1.2 TUJUAN Tujuan dari makalah terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: 1. Mengetahui tentang definisi, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi pada penyakit diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid. 2. Mengetahui pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan intervensi, melakukan implementasi dan evaluasi pada pasien dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid. 3. Mampu melakukan keterampilan dalam pemasangan infus, menghitung kebutuhan cairan dan keterampilan tepid sponge. 1.3 MANFAAT Manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut: 1. Manfaat pengetahuan Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan terutama dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid. 2. Manfaat praktis a. Bagi profesi Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan khususnya tentang asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid. b. Bagi orang tua 3

Memberikan masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam memberikan perawatan pada anak saat terserang penyakit diare dan demam typhoid. c. Bagi peneliti Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.

1.4 METODELOGI PENULISAN Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 4

3.2

Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN 2.1 DIARE DAN GASTROENTERITIS 2.1.1 DEFINISI Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009) Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau darah saja. (Ngastiyah, 2002). Diare adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk. (Lynda Juall Carpenito, 2001). Jenis diare antara lain : 1) Menurut perjalanan penyakit Akut Berkepanjangan : jika < 1 minggu : antara 7 14 hari 5

Kronis Persisten

: > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi : > 14 hari, disebabkan oleh infeksi

2) Menurut patofisiologi Gangguan absorbsi Gangguan sekresi Gangguan osmotik

3) Menurut penyebab 4) Infeksi Konstitusi Malabsorbsi

Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Seperti : demam, gangguan gizi dan penyakit lainnya.

2.1.2 ETIOLOGI Etiologi dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor infeksi a) Infeksi enteral, yaitu infeksi pada saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi : 1). Infeksi Bakteri : E.Coli, Salmonella, Shigella SPP, Vibrio Cholera 2). Infeksi Virus 3). Infeksi Jamur : Enterovirus, Protozoa, Adenovirus : Protozoa, Candida SPP, Entamoeba Histolityca

b) Infeksi parental, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti OMA, broncopneumonia, tonsilofaringitis. 6

2. Faktor malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat Malabsorbsi lemak (LCT) Malabsorbsi protein Malabsorfsi mineral

3. Obat-obatan : zat besi, antibiotika 4. Post pembedahan usus 5. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, makanan pedas dan asam. 6. Faktor psikologis: misalnya ketakutan atau jenis-jenis stress tertentu yang diperantarai oleh stimulasi usus oleh saraf para simpatis. 7. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

2.1.3

MANIFESTASI KLINIS 1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang. 2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata. 3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. 4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat. 5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.

6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun, suhu tubuh meningkat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik. 7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). 8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul). 2.1.4 KOMPLIKASI

Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti : 1. 2. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik). Renjatan hipovolemik

Terjadi pada dehidrasi berat akibat kehilangan cairan yang besar, maka jantung akan bekerja lebih cepat. 3. Hipokalemia Kalium rendah < 3,5, keletihan otot, kembung. Ileus paralatik terjadi karena kurangnya total kalium tubuh. Gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram). 4. protein Dapat terjadi karena serum natrium > 165 m.mol kehilangan air sama dengan kehilangan natrium, biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik selama diare. 5. 2.1.5 Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus. PATOFISIOLOGI Diare disebabkan karena ketidaknormalan absorbsi air dan elektrolit. Transport air dan elektrolit ini terjadi di dalam sistem pencernaan meningkat pada usia anak anak. Mukosa usus pada anak kecil lebih permeabel dari pada anak yang lebih dewasa. Karena pada anak kecil dengan peningkatan osmolalitas menimbulkan diare, banyak cairan dan elektrolit akan hilang pada anak yang lebih dewasa. Diare 8 Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik dan malnutrisi energi

dapat disebabkan karena proses patologik. Organisme masuk pada mukosa epitel, berkembang biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan enterotoksin yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan elektrolit. Interaksi antara toksin dan epitel, usus menstimulasi enzim Adenilsiklase dalam membrane sel dan mengubah cyclic AMP yang menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit. Proses ini disebut diare sekretorik. Pada proses invasi dan pengrusakan mukosa usus. Pada pemeriksaan histology, bakteri dapat menyebabkan ulserasi superficial pada usus dan dapat berkembang biak di sel epitel. Sedangkan bila bakteri menembus dinding usus melalui plague peyeri di ileum maka akan diikuti dengan multiplikasi organisme intraselular dan organisme mencapai sirkulasi sistematik. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah : 1. Gangguan osmotic

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare.

10

2.1.6

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan feces: a. Makroskopis dan mikroskopis b. PH dan kadar gula dalam tinja c. Bila perlu diadakan uji pemeriksaan biakan dan resistensi bakteri 2. Pemeriksaan darah : leukositosis 13.000-22.000/mm3 3. Analisa gas darah : base excess rendah 4. Pemeriksaan serum elektrolit : natrium dan kalium menurun, kalsium dan fosfat. 5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

2.1.7

PENATALAKSANAAN MEDIS

Prinsip utama penanganan Gastroenteritis adalah: Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit Mengembalikan fungsi normal system pencernaan Mencegah penyebaran infeksi pada orang yang kontak dengan anak diare. 11

Dasar pengobatan diare adalah: Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan cairan per usia Dietetik ( cara pemberian makanan) Obat-obatan : antidiare, antispasmolitik, antibiotika, antipiretik

Derajat Dehidrasi Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan: Kehilangan berat badan - Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%. - Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%. - Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO a. Dehidrasi ringan - Diare : bab kurang dari 4 kali sehari - Muntah sedikit, rasa haus normal - Denyut nadi normal, atau meningkat - Membran mukosa kering - Berat badan turun : anak 3 % dan bayi 5 % 12

- Tekanan darah dalam batas normal - Turgor kulit kurang baik

b. Dehidrasi sedang - Kehilangan berat badan : 6% dan bayi 10% - Mengantuk dan lesu - Pucat eksremitas dingin - Diare 4-10 kali sehari - Muntah beberapi kali - Mata cekung, mulut/ lidah kering - Turgor kulit tidak elastis - Nafas dan denyut nadi agak cepat - Ubun-ubun cekung

c. Dehidrasi berat - Sangat mengantuk, lemah - Diare lebih dari 10 kali sehari - Sering muntah - Air mata tidak ada, mulut dan lidah sangat kering - Elastis kulit sangat lambat - Nafas dan denyut nadi sangat cepat, ubun-ubun sangat cekung 13

- Berat badan turun : anak 9% dan bayi 15%

Dasar pengobatan diare adalah : Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.

1. Cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.

2. Cairan parentral Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut: a. Untuk anak umur 1 bln -2 tahun berat badan 3-10 kg 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes). 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg 14

1 jam pertama :30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes). 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral. d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1 %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts). e. Untuk bayi berat badan lahir rendah Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO 3 1 %).

Pengobatan dietetik: Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan: - Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh)

15

- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim) - Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.

Rehidrasi Sebagai Prioritas Utama Terapi Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

1.

Jenis cairan yang hendak digunakan Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia

cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.

2.

Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai

dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus: Mengukur BJ Plasma Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

16

BJ Plasma - 1,025 - x BB x 4 ml 0,001

Metode Pierce : Berdasarkan keadaan klinis, yakni: diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

3. Jalan masuk atau cara pemberian cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.

4. Jadwal pemberian cairan Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3. 17

Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, anak diberi rehidrasi oral seperti Pedialyte, Ricelyte, atau Lytren untuk bayi dan anak yang masih kecil. Gatorade diberikan untuk anak yang lebih besar. Minuman yang mengandung karbonat dan gula sebaiknya tidak diberikan karena fermentasi gula dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan peningkatan gas, distensi abdomen, dan meningkatkan frekuensi diare. Untuk dehidrasi berat, rehidrasi dengan pemberian cairan intravena yang sesuai untuk mengkoreksi ketidakseimbangan yang spesifik. Anak dipuasakan untuk mengistirahatkan usus. Bila dehidrasi sudah teratasi dan diare sudah berjurang, anak dapat mulai makan bertahap. Bila diare disebabkan oleh bakteri/ parasit, maka terapi antibiotika diberikan. Absorbent seperti Donnagel dan Kaopectate dapat merubah bentuk tinja, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah kehilangan cairan. Pemberian cairan. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : a. b. c. Memberikan asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. Obat-obatan. Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Loperamide merupakan longitudinal usus. Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan 18 golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan

Pseudomonas pencernaan.

aeruginosa.

Nifuroxazide

bekerja

lokal

pada

saluran

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.

2.1.8

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Identitas a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat. b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat. 2. diare. Keluhan utama: frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3. 4. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. Riwayat psikososial keluarga Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. sehari,BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. 19 Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali Riwayat keperawatan. Awalan serangan: gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul

Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 6. Pemerikasaan fisik Tanda-tanda vital Suhu badan : mengalami peningkatan Nadi : cepat dan lemah Pernafasan : frekuensi nafas meningkat Tekanan darah : menurun Antropometri Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan. - pemeriksaan fisik persistem 1. Pernafasan Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan. 2. Cardiovasculer Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah. 3. Pencernaan Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer 4. 5. Perkemihan: Volume diuresis menurun. Muskuloskeletal: Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan. 20

6. jelek

Integumen: lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit

7. Endokrin: Tidak ditemukan adanya kelaianan. 8. Penginderaan: Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan 9. Reproduksi: Tidak mengalami kelainan. 10. Neorologis: Dapat terjadi penurunan kesadaran. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. berlebihan. 2. 3. 4. 5. pemaparan 6. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekuensi BAB yang berlebihan. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau Kecemasan anak berhubungan keterbatasan kognitif. dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang

3.

INTERVENSI KEPERAWATAN tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan Tujuan : keseimbangan cairan pasien kembali normal. Kriteria hasil : Intake dan output seimbang Diare berhenti 21

Turgor kulit baik Tidak mual dan muntah Mukosa bibir lembab Kadar elektrolit dalam batasan normal : * Natrium = 3,5 5,5 mEq/l *Kalium = 135-145 mEq/l Intervensi : Lakukan pendekatan pada penderita. R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien. Catat frekuensi, jumlah dan konsistensi faces yang keluar. R : memudahkan membuat asuhan keperawatan secara tepat untuk intervensi selanjutnya.

1. 2.

3. 4.

Anjurkan penderita untuk minum banyak (sedikit-sedikit sering). R : untuk mengganti caiaran yang hilang. Kolaborasai dengan tim dokter dalam pemberian obat dan infus. R : terapi yang tepat dan cepat dapat mempercepat kesembuhan dan mencegah komplikasi secara dini.

5.

Monitoring tanda-tanda dehidrasi. R : mendeteksi secara dini tanda-tanda dehidrasi.

6. Anjurkan penderita untuk tidak makan makanan yang merangsang timbulnya diare. R : untuk mencegah diare lebih lama lagi. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi. Kriteria hasil : Intake nutrisi yang adekuat. Mual, muntah tidak ada. Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan. Hb dalam batas normal = 12-17 gr% Klien tidak terlihat anemis 22

1. 2. 3. 4. 5.

Intervensi : Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga. R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien. Kaji tingkat nutrisi klien. R : untuk mengetahui keadaan nutrisi klien. Beri makanan dalam porsi kecil tetapi sering. R : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Hitung BB R: untuk mengetahui apakah ada penurunan berat badan selama perawatan. Kolaborasi dengan tim medis (kokter) dalam pemberian terapi. R: untuk mengetahui jenis obat yang dapat diberikan.

3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. Tujuan: gangguan integritas kulit dapat teratasi. Kriteria hasil: Integritas kulit kembali normal. iritasi tidak ada. tanda-tanda infeksi tidak ada Intervensi: Observasi bokong dan perineum dari infeksi. R: membantu dalam melakukan intervensi selanjutnya 2. Kaji integritas kulit R: untuk mengetahui tingkat kerusakan kulit akibat sering terpapar feses 3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antipungi dan antibiotic sesuai indikasi. R: membantu mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan integritas kulit 23

1.

4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya. Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang. Intervensi : 1. Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah 2. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama. Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian 3. Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien. Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan

5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah. Intervensi : 24

1. Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya. Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya. 2. Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari. Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien 3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan. 4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya 6. Kecemasan anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru. Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda kenyamanan Intervensi: 1. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn yang dilakukan. 2. Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin Rasional : Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress 25

3. Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien Rasional : Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun. 2.2 DEMAM TIFOID (TIFUS ABDOMINALIS) 2.2.1 DEFINISI Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985) Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991). Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.

2.2.2

ETIOLOGI Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884. Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora. Salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan maltosa, tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu: 1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan berifat sfesifik group. 26

2. 3. 4.

Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma. Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Sumber penularan

berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002) Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhi A, dan Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 41C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6 8.

2.2.3

MANIFESTASI KLINIS Masa tunas 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah: 1. Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten yaitu terjadi pada sore dan malam hari dan suhu tidak tinggi sekali. Selama 27

minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal. 3. Gangguan Kesadaran Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen., jarang terjadi sopor, koma atau gelisah ( kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). (Ngastiyah, 2005)

2.2.4

KOMPLIKASI

Pada usus halus, umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal. a. Pendarahan usus Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda tanda renjatan. b. Perforasi usus Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. 28

c. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence musculair). Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah: 2005)

2.2.5

PATOFISIOLOGI Infeksi di saluran pencernaan akibat dari makanan serta minuman yang terkontaminasi. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga organorgan tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005) Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.

29

2.2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium: 1. Darah tepi Terdapat gambaran leukopenia limfositosis relatif dan ameosinofila pada permulaan sakit mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan

hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat. 30

2. Pemeriksaan Widal Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya. b. Darah untuk kultur (biakan empedu)

2.2.7

PENATALKSANAAN MEDIS 1. Pengobatan a. Kloramfenikol b. Kotrimoksasol c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis. 2. Perawatan a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. 3. Diet a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien. 31

2.2.8 1.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Anamnesa 1. Identitas Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat. 2. Keluhan utama Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST ) Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala 32

pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya. 6. Riwayat Imunisasi Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll. 7. Riwayat Psikososial Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. 8. Lingkungan dan tempat tinggal Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.

Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda Vital Keadaan umum

33

Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia. 2. Kepala dan wajah Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. 3. Dada dan abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. 4. Sistem respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung. 5. Sistem kardiovaskuler Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. 6. Sistem integument Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. 7. Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). 8. Sistem muskuloskolesal Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. 34

9.

Sistem endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.

10. Sistem persyarafan Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan yang mendukung diagnosis : Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan. 2. Pemeriksaan diagnosis: Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang Serologis widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan. 3. Pemeriksaan penunjang komplikasi: Perdarahan usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja. Perforasi usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi. Kolesistitis : USG hati dan kandung empe Meningitis/ensefalitis : punksi lumbal Bronkhopneumonia : thoraks foto. Hepatitis : uji faal hati dan SGOT/SGP

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

35

1. 2. 3. 4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut

3.INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi: 1. Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi. 2. Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan 3. Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan 4. Rasional: 36 Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan Berikan kebersihan oral Anjurkan istirahat sebelum makan Dorong tirah baring

Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan 5. Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses 6. Rasional: Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting. 2. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal Intervensi: 1. Observasi suhu klien Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut 2. Observasi suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal 3. Berikan kompres hangat Rasional : Dapat membantu mengurangi demam 4. Kolaborasi pemberian antipiretik 37 Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus

3.

Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder.

Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal Intervensi: a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi c. Kaji tanda vital Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi akut

38

Tujuan: Melaporkan Intervensi: a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan c.Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat d.Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio) kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas

4. IMPLEMENTASI Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut : a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi. d. Dokumentasi intervensi dan respons klien. (Keliat, Anna Budi, 1999).

5. EVALUASI 39

Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah : a.Anak menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi. b.Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan cairan. d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak. e.Anak akan menunjukkan tanda tanda vital dalam batas normal. (Suriadi, dkk 1999).

2.3 PROSEDUR KETERAMPILAN 2.3.1 PEMASANGAN INFUS Tujuan Utama Terapi Intravena:

1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh 2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi 3. Transfusi darah dan produk darah 4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi

Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena 40

Keuntungan: Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis

Kerugian: Tidak bisa dilakukan drug Recall dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan speeed Shock Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu: Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan

41

Peran Perawat Dalam Terapi Intravena Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun kemasannya Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian) Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan

Persiapan Infus dan Insersi Kateter pada Vena Perifer Persiapan Pasien Periksa rekam medis untuk mengetahui riwayat penyakit, alergi dan rencana perawatan Periksa ulang perintah dokter mengenai cairan yang harus diberikan dan kecepatan tetesan. Edukasi ( pendidikan) pasien mengenai: Arti dan tujuan terapi intravena (I.V) Lama terapi intravena Rasa sakit sewaktu insersi (penusukan) Anjuran: Laporkan ketidaknyamanan setelah insersi (penusukan) Laporkan jika kecepatan tetesan berkurang atau bertambah

Persiapan Peralatan 42

Alat Alat untuk kateter I.V. / Venocath Prinsip: Pilih alat dengan panjang terpendek, diameter terkecil yang memungkinkan administrasi cairan dengan benar Lihat: Pedoman ukuran jarum kateter dibawah ini: Ukuran 16 Guna: Dewasa Bedah Mayor, Trauma Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan Pertimbangan Perawat: Sakit pada insersi Butuh vena besar Ukuran 18 Guna: - Anak dan dewasa Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya Pertimbangan Perawat: Sakit pada insersi Butuh vena besar Ukuran 20 Guna: Anak dan dewasa Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya Pertimbangan Perawat: umum dipakai Ukuran 22 43

Guna: Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut) Cocok untuk sebagian besar cairan infus Pertimbangan Perawat: Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat Sulit insersi melalui kulit yang keras rapuh

Ukuran 24, 26 Guna: Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut) Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat Pertimbangan Perawat: Untuk vena yang sangat kecil Sulit insersi melalui kulit keras

Paket I.V line yang berisi: torniquet, kasa alkohol, povidone-iodine (alkohol 70 %), pisau cukur, kasa steril, plester, perban Label Papan untuk lengan Alas/perlak Alat untuk menggantung cairan infus 44

Sarung tangan untuk mencegah kontaminasi dari darah dan cairan tubuh pasien

2. Cairan Pastikan kemasan dan tipe cairan Periksa kejernihan, kadaluarsa, kebocoran, cairan bervariasi dalam warna, tetapi tidak pernah tampak berawan, keruh atau separated Dicantumkan informasi: nama perawat, nama pasien, nomor identifikasi pasien, nomor kamar, tanggal dan jam pemasangan infus, tambahan obat, no urut kemasan

3. Infus Set - Sesuai untuk pasien dan kemasan cairan yang akan dipakai - Tidak ada retak, lubang atau bagian yang hilang

Pemilihan Tempat Insersi Petunjuk Umum: Vena yang terlihat jelas bukan berarti vena yang terbaik Pastikan tempat insersi dirotasi. Frekuensi rotasi tergantung bahan kateter: - Kateter Teflon atau Vialon perlu diganti setiap 48-72 jam Kateter Aguavene dapat dipertahankan lebih lama Kateter yang terpasang lebih dari 72 jam perlu diberi alasan yang

didokumentasikan dalam catatan perawatan pasien 45

Tempat insersi perlu diganti jika terjadi kemerahan, edema, nyeri tekan, atau filtrasi Pedoman pemilihan vena Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu Gunakan lengan pasien yang tidak dominan Pilih vena-vena diatas area fleksi Pilih vena yang cukup besar untuk aliran darah adekuat ke dalam kateter

Palpasi vena untuk tentukan kondisnya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh dan yang tidak tersumbat

Pastikan lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan

Vena-vena superficial yang sering digunakan untuk infus IV pada bayi, anak dan dewasa A. Bagian atas tangan Metacarpal Veins Dorsal Venous Arch Cephalic Vein Basilic Vein B. Bagian bawah tangan Median antebrachial vein Accessory Cephalic Vein Median cuboital vein Cephalic Vein

A. Membersihkan Tempat Insersi 46

Cuci tangan, lalu pakai sarung tangan Jika perlu, jepit rambut diatas insersi agar vena lebih jelas dan untuk mengurangi rasa sakit sewaktu plester dilepas Jangan mencukur, karena mencukur dapat menggores kulit, menimbulkan iritasi jika terkena povidone-iodine/ alkohol dan menimbulkan resiko infeksi. Bersihkan dengan larutan povidone iodine (atau alkohol 70 % jika alergi terhadap iodine)

B. Menstabilkan Vena

Bila pasien kedinginan/ badan dingin/ pre-syok gunakan penghangat Untuk memperbesar vena dapat digunakan posisi yang ditusuk lebih rendah daripada jantung. (Jika perlu gunakan manset tensimeter) Pukul-pukul vena dengan lembut Pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan

C. Berikan anastesi lokal bila perlu Siapkan alat-alat,lalu dekatkan ke pasien Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan Pilih vena yang paling baik Jika perlu, jepit rambut yang ada, agar vena terlihat jelas dan mengurangi sakit jika plester dilepaskan Bersihkan area insersi dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan antiseptik dan biarkan mengering Pasang torniquet 4-6 inci diatas tempat insersi Fiksasi vena; letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan. Tusuk vena; pegang tebung bening kateter, bukan pusatnya: Metode langsung: tempatkan bevel jarum mengarah ke atas adanya aliran darah. Tehnik Pemasangan Infus 47 dengan sudut 30-40 0

dari kulit pasien. Tusukan searah dengan aliran vena: rasakan letupam dan lihat

metode tidak langsung: tusuk kulit disamping vena, kemudia arahkan kateter untuk menembus sisi samping vena sampai terlihat aliran balik darah. Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit Dorong kateter ke dlam vena kira-kira inci sebelum melepaskan stylet (jarum penuntun), dan dorong kateter Lepas torniquet dan tarik stylet Pasang ujung selang infus atau tutup injeksi intermitten Fiksasi kateter dan selang IV (lihat macam-macam fiksasi) Atur kecepatan tetesan infus sesuai instruksi dokter Pasang balutan steril Label dressing meliputi tanggal, jam, ukuran kateter dan inisial/nama pemasang Lepas sarungtangan dan cuci tangan Rapikan alat-alat

Tehnik Fiksasi Metode Chevron Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan bagian yang berperekat menghadap ke atas. Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan rekatkan pada kulit pasien Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang infus untuk memperkuat, kemudian berikan label Metode U o Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang dibawah hub kateter o Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel dengan hub kateter o Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter terekat sempurna dan berikan label 48 berperekat

Metode H - Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap kateter Dokumentasi Terapi Intravena Inisiasi: 1. Ukuran dan tipe peralatan 2. Nama petugas yang melakukan insersi 3. Tanggal dan jam insersi 4. Tempat insersi IV 5. Jenis cairan 6. Ada tidaknya penambahan obat 7. Kecepatan tetesan 8. Adanya pemakaian alat infus elektronik 9. Komplikasi, respon pasien, intervensi perawat 10. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya

Maintenance 1. Kondisi tempat insersi 2. Pemeliharaan tempat insersi 3. Pergantian balutan 4. Pemindahan tempat insersi 5. Pergantian cairan dalam infus set 6. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya. Penghentian 1. Jam dan tanggal 2. Alasan dihentikan terapi IV 49

3. Penilaian tempat insersi sebelum dan sesudah alat dilepaskan 4. Reaksi dan komplikasi yang terjadi pada pasien, serta intervensi perawat 5. Kelengkapan alat akses vena sesudah dipasang 6. Tindaklanjut yang akan dilakukan (mis: memakai perban untuk tempat insersi, atau melakukan inisiasi di tungkai yang baru)

Tipe vena yang harus dihindari:

1. Vena yang telah digunakan sebelumnya 2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau phlebitis 3. Vena yang keras dan sklerotik 4. Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan 5. Area-area fleksi, termasuk antekubiti 6. Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi 7. Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis 8. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke 9. Vena yang memar, merah dan bengkak 10. Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi 11. Vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium

Cara Penusukan Cairan dengan Infus Set

1. 3.

Putar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup Buka penutup botol dengan tehnik aseptik atau antiseptik 50

2. Pertahankan sterilitas penusuk botol

4. 5.

Perhatikan arah menarik penutup Tusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus dengan menerapkan tehnik aseptik. Jangan diputar

6. Bila menggunakan botol gelas, pasang jarum udara 7. Tekan chamber sampai cairan terisi setengah 8. Naikkan ujung infus set sejajar chamber 9. Jarak botol dengan IV catheter minimal setinggi 80 cm

2.3.2

TEPID SPONGE Tepid water sponge dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi yang

berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak dengan air hangat (Sharber, 1997). Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Tindakan tepid water sponge juga akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan merangsang sistem effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak (Filipinomedia, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan bahwa tepid water sponge ditambah acetominophen dapat menurunkan suhu tubuh anak lebih cepat dibandingkan dengan acetominophen itu sendiri. Penelitian lain tentang tepid sponge juga dilakukan oleh Setiawati (2009), dimana penelitian ini melihat pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah. Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid sponge menunjukkan bahwa tindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika pemberian antipiretik saja. Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol (Johnson, Temple, & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi di bawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat menyebabkan anak menjadi syok (Hastings, 2005). Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh 51

sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010). Skema 3. Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh Anak Demam

Tepid water sponge

Hipotalamus anterior

Sinyal menurunkan set point

Vasodilatasi, berkeringat

Penurunan suhu tubuh pada anak

Sumber: potter dan perry (2005)

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian lain dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid sponge mengalami 52

penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat direkomendasikan adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak terutama pada anak usia sekolah. Penelitian terkait lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) The efficacy of tepid sponge bathing to reduce fever in young children. Penelitian ini membandingkan penurunan suhu badan pada saat demam yaitu dengan acetaminophen sendiri dan asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Dua puluh anak-anak, usia 5-68 bulan yang mengalami demam >38,9C secara acak diberikan acetaminophen saja atau asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Semua subyek menerima dosis 15-mg/kg asetaminophen. suhu timpani dimonitor setiap 30 menit selama 2 jam. Subjek dipantau untuk tanda-tanda ketidaknyamanan (menangis, menggigil, merinding). Responden dengan tindakan tepid sponge bathing lebih cepat merasa kedinginan selama 1 jam pertama, tetapi tidak ada perbedaan temperatur yang signifikan antara 2 kelompok tersebut selama 2 jam ( p = 0,871). Responden dalam kelompok tepid sponge bathing ketidaknyamanannya lebih tinggi (p = 0,009). Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses, dan Antonisamy (2009) Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children: a randomized controlled trial. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektivitas spon hangat dan obat antipiretik (paracetamol) dengan obat antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak yang demam. Desain penelitian yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150 anak-anak usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila 38.3C. Anak-anak secara acak diberikan nomor untuk menerima tindakan tepid sponging dan obat antipiretik atau hanya dengan obat antipiretik. Kelompok yang pertama diberikan sirup/tablet parasetamol dengan dosis 10 mg/kg dan tepid sponging selama 15 menit. Prosedur Tepid sponging adalah sebagai berikut: 5 handuk atau wash lap, baskom, 2 handuk mandi, termometer, termometer mandi dan air keran (kamar temperatur -0,5C). Setelah mencuci tangan dan memeriksa suhu anak, letakkan handuk panjang di tubuh anak. Usapkan wash lap atau spons ke seluruh tubuh anak. Kemudian temperatur 53

diperiksa pada 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Anak-anak yang hanya menerima obat antipiretik yaitu parasetamol (10 mg / kg) diukur suhunya. Tingkat ketidaknyamanan anak-anak juga dinilai pada titik waktu yang sama dalam hal kriteria 3 kegelisahan, menangis, dan mudah tersinggung. Penurunan suhu tubuh antara kelompok perlakuan dianalisis dengan menggunakan analisis metode kovarians disesuaikan dengan suhu awal. Tingkat ketidaknyamanan juga dikenakan uji statistik signifikansi. Perangkat lunak STATA digunakan untuk analisis statistik data. Hasil penelitian ini adalah penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponging dan obat antipiretik secara signifikan lebih cepat daripada hanya kelompok obat antipiretik, namun pada 2 jam terakhir kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama. Anak-anak yang diberikan tepid sponging dan obat antipiretik memiliki tingkat ketidaknyamanan secara signifikan lebih tinggi daripada hanya kelompok antipiretik, tapi ketidaknyamanan itu sebagian besar ringan. Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008, dalam Setiawati, 2009): a. Tahap persiapan 1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water sponge. 2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37C-40C), lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital. b. Pelaksanaan 1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water sponge. 2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik pada klien. 3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak. 4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air (37C-40C). 5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.

54

6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat. 7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan seperti diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid sangat penting dilakukan. Penyakit pada pencernaan tersebut disebabkan adanya infeksi dan menyebar dengan mudah melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak. 55

Gastroenteritis merupakan inflamasi pada lambung dan usus halus ataupun diare sebagai suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi feces yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir. Sedangkan penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus. Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever (demam tifoid). demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut. Klien yang mengalami penyakit gastroenteritis ataupun diare mengalami beberapa gangguan kebutuhan tubuh yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi, gangguan integritas kulit dan mengalami kecemasan. Sedangkan klien yang mengalami penyakit kejang tifoid atau thypus abdominallis mengalami gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan sistem termoregulasi, Oleh karena itu cara yang paling utama untuk dilakukan yaitu melakukan pemenuhan kebutuhan cairan dan melakukan tepid sponge.

3.2 SARAN Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekal bila menghadapi kasus yang kami bahas ini. 56

57

Anda mungkin juga menyukai