Anda di halaman 1dari 7

Artikel Penelitian

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol dalam Penatalaksanaan Serangan Asma

Masdianto Musai, Muzakkir


Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang

Abstrak: Pemakaian agonis -2 saja dilaporkan terkadang kurang efektif mengendalikan asma bronkial, bahkan menimbulkan efek paradoksal. Inhalasi Magnesium sulfat cukup efektif pada penatalaksanaan serangan asma di unit gawat darurat dengan efek samping minimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penambahan magnesium sulfat pada nebulisasi salbutamol dalam penatalaksanaan serangan asma. Dilakukan penelitian uji klinik dengan pembanding, tertutup, add on terhadap 40 pasien serangan asma di instalasi gawat darurat, yang dibagi dalam 2 kelompok: kelompok I diberikan nebulisasi magnesium sulfat + salbutamol (20 pasien) dan kelompok II mendapat nebulisasi salbutamol + NaCl 0,9% (20 pasien). Semua pasien dinilai fungsi paru pada menit ke-30, 60, 90, 120, 180, 240 dan 300. Didapatkan peningkatan nilai APE pada kelompok I dari menit ke-30, 179,00 71,64 L/menit (33,50 15,29% prediksi) menjadi 226,00 88,69 L/menit (44,00 18,18 % prediksi) pada menit ke300. Peningkatan juga didapatkan pada kelompok II, yaitu dari menit ke-30, 138,50 49,15 L/ menit (28,70 10,46% prediksi) menjadi 221,50 93,59 L/menit (45,5019,71% prediksi) pada menit ke-300. Disimpulkan bahwa pada kedua kelompok didapatkan peningkatan bermakna fungsi paru. Ketika kedua kelompok dibandingkan, didapatkan bahwa penambahan magnesium sulfat tidak berbeda bermakna dengan inhalasi salbutamol saja dalam penatalaksanaan serangan asma. Kata kunci: serangan asma, salbutamol, magnesium sulfat

304

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol

The Effectiveness of Magnesium Sulphate Adjuvant to Nebulised Salbutamol in the Treatment of Asthma Attack Masdianto Musai, Muzakkir
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, Sriwijaya University, Palembang

Abstract: Inhalation of -2 agonist alone for controlling the bronchial asthma was sometimes less effective, and induced the paradoxal effect. Magnesium sulphate have successfully been used in the treatment of acute asthma, in the emergency room with minimal side effect. This study investigated the efficacy of the addition of magnesium sulphate in salbutamol nebulization in the treatment of asthma attack. An add-on, closed, controlled clinical trial was performed on 40 asthma attack patients in the emergency unit, which was randomly divided into two groups. Group I was nebulized with magnesium sulphate and salbutamol (20 patients), dan group II received salbutamol and normal saline (20 patients). The lung function of the patients was examined in the 30, 60, 90, 120, 180, 240 and 300 minutes after nebulization. The PEFR increased from 179.00 71.64 L/ minute (33.50 15.29% predicted) to 226.00 88.69 L/minute (44.00 18.18 % predicted) after 300 minutes in group I and from 138.50 49.15 L/minute (28.70 10.46% predicted) to 221.50 93.59 L/minute ( 45.5019.71% predicted) in group II. In conclusion, there were significantly improvements of the lung functions in both groups. There was no significant different of the addition of Magnesium sulphate on nebulized salbutamol compared with salbutamol alone in the treatment of asthma attack. Keywords: asthma attack, salbutamol, magnesium sulphate

Pendahuluan Eksaserbasi asma bronkial merupakan masalah yang sering ditemukan di unit gawat darurat rumah sakit seluruh dunia. Peningkatan mortalitas dan morbiditas diduga karena sulit menghindari faktor pencetus dan pengobatan yang tidak adekuat. 1,2 Kira-kira 15-20% penderita serangan asma bronkial membutuhkan rawat inap.3,4 Penatalaksanaan serangan asma dititikberatkan untuk mengendalikan bronkokonstriksi dengan inhalasi obat agonis 2 . Salbutamol banyak digunakan di berbagai pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Umumnya pengobatan dengan nebulisasi salbutamol cukup efektif untuk bronkodilatasi pasien yang mengalami serangan asma, tetapi terkadang respons terapi masih minimal sehingga masih ada pasien yang memerlukan rawat inap. Akhir-akhir ini kortikosteroid, antikolinergik dan magnesium sulfat ditambahkan pada pemberian inhalasi agonis 2.5,6 Magnesium sulfat telah dipakai sebagai terapi tambahan untuk penderita serangan asma dan tampaknya efektif digunakan pada penderita asma akut berat jika diberikan secara parenteral. Magnesium mempunyai efek relaksasi otot polos dan dapat menghambat kontraksi otot polos. Magnesium juga mempengaruhi homeostasis seluler melalui perannya sebagai kofaktor enzim, mempengaruhi pelepasan

asetilkolin dan histamin dari saraf tepi kolinergik dan sel mast.7-10 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efetivitas dan keamanan magnesium sulfat yang ditambahkan pada nebulisasi salbutamol untuk penderita yang mengalami serangan asma. Metode Desain penelitian adalah uji klinis dengan pembanding dalam bentuk tertutup, add on. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Dr. Mohd. Hoesin (RSMH) Palembang, selama 3 bulan (April 2009 sampai dengan Juni 2009). Populasi penelitian adalah penderita serangan asma yang datang ke IRD RSMH. Subjek penelitian adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel penelitian berdasarkan perhitungan statistik yang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Pc) x F (, ) N = Pt (1 Pt) + Pc (1 (Pt - Pc)2 Dari perhitungan didapatkan besarnya sampel masingmasing kelompok adalah 17,3 orang. Pada penelitian ini digenapkan 20 orang.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

305

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol Kriteria inklusi adalah penderita dengan serangan asma menurut kriteria ATS (The American Thoracic Society), usia 15-60 tahun, VEP1 <70% prediksi, saturasi O2 > 90%, mampu melakukan uji fungsi paru dengan usaha yang maksimal, bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah penderita serangan asma dengan penyakit paru obstruktif kronik, terdapat riwayat intoleran terhadap pemberian agonis 2, menderita penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner, gagal jantung), serangan asma sangat berat (respiratory arrest imminent) yaitu obstruksi saluran nafas berat dengan manifestasi sianosis, silent chest pada auskultasi (tidak ada mengi), bradikardi (nadi <60 detak/menit), mengantuk atau bingung (penurunan kesadaran), kelelahan yang hebat (exhaustion), pneumonia, tuberkulosis paru, riwayat operasi toraks, hamil trimester I. Semua penderita yang datang ke bagian IRD RSMH Palembang dan masuk kriteria pemilihan sampel akan dilakukan identifikasi meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama dan tempat tinggal. Pada anamnesis ditanyakan sesak nafas, bisa disertai batuk yang sering timbul (berulang) dan mengi akibat faktor pencetus, riwayat lama menderita asma dan keluarga yang asma, jumlah serangan (hari, minggu, bulan), riwayat pernah berobat di poliklinik Alergi Imunologi atau Pulmonologi RSMH dengan diagnosis asma, pemakaian obat-obat asma, dan riwayat alergi. Dilakukan pemeriksaan fisik mengenai keadaan umum berupa kesadaran, tekanan darah, respirasi, suhu, nadi, dan keadaan spesifik mengenai paru, jantung, atopi. Dilakukan pemeriksaan spirometri dengan spirometer (Vitalographcompact), untuk menentukan adanya penurunan fungsi paru. Status oksigenasi menggunakan parameter saturasi oksigen yang diperiksa dengan alat pulse oxymeter (Novametrix model 512-digital oximetry). Setelah didiagnosis sebagai penderita serangan asma, selanjutnya dilakukan randomisasi untuk dikelom-pokkan menjadi: kelompok I, mendapat salbutamol + magnesium sulfat dan kelompok II, mendapat nebulisasi salbutamol + NaCl 0,9 %. memakai jet nebulizer yang dihubungkan ke tabung O2 5 L dan ujung selang yang lain terhubung masker ke mulut/hidung, masing-masing penderita menerima salbutamol 2,5 mg yang diencerkan dalam 3 mL larutan NaCl 0,9% atau dalam 3 mL larutan isotonis magnesium sulfat (286 mOsm). Kedua kelompok mendapat injeksi deksametason 10 mg (2 ampul) i.v setelah menit ke-300. Nebulisasi diberikan selama 20 menit, kemudian diulang 2 kali lagi dalam 60 menit pertama. Kemudian dilakukan pemeriksaan spirometri pada menit ke-: 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan pada menit ke -300, penderita dievaluasi ulang (gejala sesak nafas, cara berbicara, kegelisahan, frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, bising mengi/wheezing, frekuensi nadi dan saturasi oksigen), sehubungan dengan respons pengobatan. Setelah itu ditentukan apakah pasien perlu rawat inap atau tidak. Penderita dengan respons pengobatan inkomplit
306

(persisten wheezing, FEV 1 >40% dan <60% prediksi) membutuhkan pengobatan lebih lanjut sesuai penatalaksanaan penderita serangan asma. Bila terjadi efek samping akan diberikan obat simptomatis bila tidak terdapat kontraindikasi. Parameter keberhasilan bila pada pemeriksaan fisis terdapat perbaikan. Respons pengobatan baik (APE >70% prediksi), respons menetap paling tidak selama 6 jam setelah pemberian bronkodilator dan berkurangnya derajat hipoksemia (SaO2 >95%). Parameter gagal bila setelah observasi 6 jam tidak ada perbaikan, pemeriksaan fisis bertambah berat, APE <70% prediksi dan tidak ada perbaikan hipoksemia (saturasi oksigen <90%). Bila pengobatan gagal penderita akan diterapi sesuai dengan penatalaksanaan serangan asma akut di rumah sakit dan penderita akan dirawat inap. Data dianalisis dengan program SPSS 12.0 for window. Perhitungan statistik perbaikan VEP1 dan APE sebelum dan sesudah perlakuan, perbandingan 2 kelompok pengobatan selama 6 jam dilakukan dengan one way ANOVA dengan faktor subjek ( kelompok I dan II ) dan yang lain dalam faktor waktu. Data dasar (baseline) kedua kelompok pengobatan dibandingkan dengan Uji t untuk sampel independen dengan variabel kontinu distribusi normal atau Uji U Mann-Whitney untuk dengan distribusi tidak normal. Semua uji statistik dianggap bermakna bila nilai p < 0,05, pada hipotesis two tailed. Hasil Didapatkan 51 pasien asma berdasarkan kriteria The American Thoracic Society . Sebanyak 9 pasien tidak memenuhi kriteria inklusi karena 2 orang serangan asma sangat berat (silent chest) dengan saturasi oksigen <80% dirawat di ICU, 1 orang penderita dalam kehamilan trisemester I, 1 orang menderita penyakit jantung koroner, 1 orang dengan pneumonia, 2 orang berusia di atas 60 tahun, 2 orang menolak diikutkan dalam penelitian. Didapatkan 42 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 42 penderita yang diikutkan dalam penelitian, 2 orang dikeluarkan dari penelitian karena keadaan umum lemah dan tidak mampu melakukan uji fungsi paru secara maksimal Karakteristik Umum Penderita Karakteristik umum penderita saat masuk dapat dilihat di tabel 1. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Pengaruh Pengobatan terhadap Fungsi Paru Setelah diberi pengobatan pada masing-masing kelompok didapatkan peningkatan nilai APE, VEP1 dan penurunan derajat hipoksemia. Selama 300 menit pengobatan, didapatkan peningkatan nilai APE pada kelompok I menit ke30; 179,00 71,64 L/menit (33,50 15,29% prediksi) menjadi 208,50 74,28 L/menit (41,25 16,27% prediksi) pada menit ke-60, 235,50 84,57 L/menit (45,90 17,58% prediksi) pada menit ke-90; 232,50 88,31 L/menit (44,90 17,44% prediksi)
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol


Tabel 1. Karakteristik umum penderita saat masuk Kelompok I (n=20) Usia (tahun) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berat Badan (kg) Tinggi Badan (Cm) Lama serangan sebelum ke IRD (jam) Status Merokok (%) Masih Pernah Tidak pernah Frekuensi Pernafasan (nafas/menit) Denyut Nadi (denyut/menit) Skor klinik Penggunaan agonis 2 dalam 24 jam sebelumnya (%) Penggunaan gol. xantine dalam 24 jam sebelumnya (%) Penggunaan steroid oral /injeksi dalam 7 hari sebelumnya (%) Penggunaan steroid inhaler dalam 7 hari sebelumnya (%) 40,1513,05 9 11 53,4512,18 10,407,34 3 5 12 31,305,03 111,309,02 11,603,36 30 32,5 17,5 12,5 Kelompok II (n = 20) 43,308,37 8 12 53,7011,87 11,7011,97 3 3 14 29,752,55 109,455,70 11,303,16 30 30 30 17,5 p 0,069 0,500 0,948 0,681 0,721

0,227 0,443 0,773 0,626 0,500 0,102 0,366

pada menit ke-120; 230,50 86,60 L/menit (44,80 17,47% prediksi) pada menit ke-180, 228,00 87,69 L/menit (44,45 17,68% prediksi) pada menit ke-240; dan 226,00 88,69 L/ menit (44,00 18,18 % prediksi) pada menit ke-300 (p<0,05). Pada kelompok II menit ke-30; 138,50 49,15 L/menit (28,70 10,46% prediksi) menjadi 193,00 63,75 L/menit (39,50 13,93% prediksi) pada menit ke-60, 209,00 72,68 L/ menit (42,65 14,89% prediksi) pada menit ke-90, 222,50 82,45 L/menit (45,60 17,70% prediksi) pada menit ke-120, 224,00 46,10 L/menit (46,10 19,45% prediksi), pada menit ke-180, 225,50 95,337 L/menit (45,60 19,97% prediksi) pada menit ke-240 dan 221,50 93,59 L/menit ( 45,5019,71% prediksi ) (p<0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan APE sesudah pengobatan pada kedua kelompok (p=0,000 [uji t]). Nilai APE antara kedua kelompok secara statistik bermakna pada menit ke-30 setelah pengobatan (p<0,05) Bila dibandingkan kedua kelompok, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna peningkatan APE sesudah pengobatan (p>0,05). (tabel 2). Selama 300 menit pengobatan, didapatkan peningkatan

nilai VEP1 pada kelompok I setelah diberikan pengobatan pada menit ke-30, 0,98 0,48 liter/menit (33,60 14,18% prediksi) menjadi 1,14 0,55 liter/menit (39,10 15,03% prediksi) pada menit ke-60, 1,20 0,55 liter/menit (41,15 15,31% prediksi) pada menit ke-90, 1,21 0,58 liter (41,50 15,72% prediksi) pada menit ke-120, 1,25 0,62 liter/menit (40,90 17,42% prediksi) pada menit ke-180, 1,170,61 liter/menit (39,90 17,48%prediksi) dan 1,13 0,60 liter/menit (38,35 17,23% prediksi) pada menit ke-300 (p<0,05). Pada kelompok II setelah diberikan pengobatan, pada menit ke-30 nilai VEP1 0,97 0,48 liter/menit (37,6018,28% prediksi) menjadi 1,110,53 liter/menit (43,55 19,23% prediksi) pada menit ke-60, 1,16 0,58 liter (45,0520,55% prediksi) pada menit ke-90, 1,180,60 liter/menit (45,3520,57% prediksi) pada menit ke-120, 1,170,61 liter/menit (45,0521,38% prediksi) pada menit ke-180, 1,170,64 liter/menit (44,721, 68%prediksi) dan 1,180,63 liter/menit (44,9021,53% prediksi) pada menit ke-120 (p<0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan VEP1 selama pengobatan pada kedua kelompok (p= 0,000). Bila dibandingkan antara

Tabel 2. APE Penderita Setelah Pengobatan Waktu (menit) Kelompok I Presentase pred (%) 35,00 41,25 45,90 44,90 44,80 44,45 44,00 15,29 16,27 17,58 17,44 17,47 17,68 18,18 Kelompok II Prsentase pred (%) 28,70 39,50 42,65 45,60 46,10 45,60 45,50 10,46 13,93 14,89 17,70 19,45 19,97 19,71

APE (L/menit)

p*

APE (L/menit)

p*

p**

30 60 90 120 180 240 300

178,00 208,50 235,50 232,50 230,50 228,00 226,00

71,64 74,28 84,57 88,31 86,60 87,69 88,69

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

138,50 193,00 209,00 222,50 224,00 225,50 221,50

49,15 63,75 72,68 82,45 90,75 95,337 93,59

0,137 0,029 0,020 0,107 0,335 0,298 0,388

0,049 0,483 0,295 0,713 0,818 0,932 0,877

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

307

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol


Tabel 3. VEP 1 Penderita setelah Pengobatan Waktu (menit) VEP1 (L/menit) 0,980,48 1,140,55 1,200,55 1,210,58 1,250,62 1,170,61 1,130,60 Kelompok I Persentase pred (%) 33,6014,18 39,1015,03 41,1515,31 41,5015,72 40,9017,42 39,9017,48 38,3517,23 p* VEP 1 (L/menit) 0,9790,451 1,1120,534 1,1660,588 1,1850,602 1,1730,618 1,1770,642 1,1870,636 Kelompok II Persentase pred (%) 37,6018,28 43,5519,23 45,0520,55 45,3520,57 45,0521,38 44,7021,68 44,9021,53 p* p**

30 60 90 120 180 240 300

0,001 0,001 0,001 0,002 0,002 0,011 0,040

0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,003 0,003

0,968 0,851 0,847 0,859 0,699 0,976 0,773

kedua kelompok ini, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dalam perbaikan nilai VEP1 sesudah pengobatan (p>0,05). (tabel 3). Pola perubahan yang mirip APE tejadi pada VEP1. Pengaruh pengobatan pada VEP 1 (pada menit ke60,90,120,180 dan 300) pada masing-masing kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,00 uji t berpasangan). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara dua kelompok. (p>0,05) Pengaruh Pengobatan terhadap Gejala Klinis Didapatkan perbaikan skor gejala klinis sebelum dan sesudah pengobatan pada kedua kelompok. Pada kelompok I, didapatkan penurunan skor gejala klinis dari 11,603,36 sebelum pengobatan menjadi 2,352,41 sesudah pengobatan. Secara statistik penurunan skor gejala klinis terdapat perbedaan yang bermakna. (p<0,05) Pada kelompok II, didapatkan juga penurunan skor gejala klinis dari 11,303,16 sebelum pengobatan menjadi 1,601,69 sesudah pengobatan. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kedua kelompok. Bila kedua kelompok dibandingkan, tidak dijumpai perbaikan skor gejala klinis yang bermakna selama pengobatan

(p>0,05). Dapat dilihat pada gambar 1. Efek Samping Obat Pada kelompok I, ditemui 2 orang (10%) mengeluh mual, 2 orang (10%) penderita mengalami palpitasi, 1 orang (5%) mengalami tremor, 1 orang penderita mengalami ansietas (5%) dan 1 orang penderita mengeluh sakit kepala (5%). Pada kelompok II, ditemui 1 orang (5%) mengeluh mual, 1 orang penderita mengalami palpitasi (5%), 2 orang (10%) mengalami tremor, 2 orang (10%) mengalami ansietas dan 1 orang (5%) mengalami sakit kepala. Efek samping yang timbul masih dapat ditoleransi oleh penderita, meskipun pengobatan diteruskan. (tabel 4)
Tabel 4. Efek Samping Kelompok I n= 20 (%) Mual Palpitasi Tremor Ansietas Sakit Kepala 2 2 1 1 1 (10%) (10%) (5%) (5%) (5%) Kelompok II n=20 (%) 1 1 2 2 1 (5%) (5%) (10%) (10%) (5%)

p = 0,011

p>0,05

p = 0,012
16 14 12 10 8 6 4 2 0 Awal Akhir 2.35 1.6 Kelompok I Kelompok II 11.6 11.3

Gambar 1. Skor Klinik Penderita Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Diskusi Perbaikan fungsi paru dan penurunan gejala klinis tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Selama 300 menit pengobatan, baik pada kelompok I maupun kelompok II menunjukkan perbaikan secara objektif melalui pemeriksaan faal paru. Pada kelompok I dan II didapatkan kenaikan APE yang bermakna sesudah pengobatan (p<0,05). Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna di antara kedua kelompok (p>0,05). Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian Nannini et al11 yang meneliti 35 penderita asma akut secara acak, double-blind, controlled trial. Penderita diberikan salbutamol 2,5 mg ditambah dengan 3 mL larutan Normal salin (n=16) atau ditambah dengan larutan isotonis magnesium sulfat (n=19) lewat nebulizer. Setelah 10-20 menit dilakukan pengukuran APE. Pada menit ke-10 sesudahnya, kenaikan persentase rata-rata APE terdapat lebih besar pada kelompok
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

308

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol magnesium sulfat-salbutamol (61%45%) dibandingkan dengan kelompok NaCl-salbutamol (31%28%). Pada menit ke-20, kenaikan persentasi arus puncak sebesar 57% lebih besar pada kelompok magnesium sulfat. Aggarwal et al12 membandingkan kelompok yang diberi 10 ml larutan yang terdiri dari 1 mL larutan nebulisasi salbutamol + 1 mL larutan MgSO4 (setiap mL larutan mengandung 500 mg MgSO4) + 8 mL air suling dibandingkan dengan kelompok yang diberi 1 mL larutan nebulisasi salbutamol diencerkan dengan 1,5 mL air suling dan 7,5 mL larutan normal salin. Hasilnya APE meningkat signifikan dalam setiap kelompok bermula pada menit ke 15 (p=0,000) dan bacaan tertinggi APE adalah pada menit ke-120 (p=0,000). Apabila APE pada kedua kelompok tersebut dibandingkan tidak ada perubahan yang bermakna (p>0,05) pada berbagai titik waktu tersebut. Bessmertny et al13 melakukan penelitian pada 80 pasien serangan asma ringan dan sedang yang dibagi menjadi dua kelompok, kelompok MgSO4 (384 mg dalam 6 mL aquades) dan plasebo NaCL 0,9% dalam jumlah yang sama. Masingmasing diberikan salbutamol 2,5 mg (2 mL), didapatkan hasil tidak ada perbedaan bermakna nilai APE antara kedua kelompok selama penelitian. Perbaikan nilai APE sesudah pengobatan masingmasing kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Pada menit ke-180, 240 dan 300 nilai APE menurun lagi karena efek bronkodilatasi salbutamol mulai berkurang (durasi 3-5 jam). Rau YL14 melaporkan bahwa salbutamol mencapai puncak pada menit ke-120, mulai menurun pada menit ke-180 sampai 240. Collony KC et al13 melaporkan peningkatan rerata APE sebesar 28 L/menit (18,2%) dan menunjukkan perbedaan yang bermakna baik secara statistis maupun klinis. Didapatkan kenaikan VEP 1 pada kelompok I dan kelompok II yang bermakna sesudah pengobatan (p<0.05). Peningkatan nilai VEP1 sebesar 1,130,60 liter/menit pada kelompok I dan 1,180,0,63 liter/menit pada kelompok II sesudah pengobatan, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna di antara kedua kelompok (P>0,05). Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya. Bessmertny et al13 , meneliti 80 pasien yang dibagi dalam 2 kelompok, kelompok yang mendapatkan MgSO4 (384 mg dalam 6 Liter aquades) dan plasebo NaCL 0,9 % dalam jumlah yang sama. Masing-masing diberikan salbutamol 2,5 mg (2 mL) Didapatkan 11 penderita (30%) dari kelompok MgSO4 + salbutamol nebulizer dan 7 penderita (19%) kelompok salbutamol nebulisasi terjadi peningkatan nilai VEP1 pada menit pertama dan beberapa menit berikutnya pada masing-masing kelompok. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna nilai VEP1 antara kedua kelompok yang dinilai selama penelitian. Mahajan et al16 melaporkan adanya peningkatan bermakna VEP1 pada menit ke-10 dan 20 dengan pemberian MgSO4 + salbutamol nebulizer dibandingkan salbutamol nebulisasi + NaCL 0,9% pada penderita serangan asma ringan dan sedang (1,41 L 0,53 vs 1,13 L 0,340, (P= 0,03). Perubahan VEP1 mirip perubahan APE, berdasarkan penelitian Rodrigo9 kenaikan VEP1 0,15 liter dianggap mempunyai arti penting. Pada penelitian ini meskipun terdapat peningkatan VEP1>0,15 L, tetapi secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna. Pemberian nebulisasi MgSO4 + salbutamol atau salbutamol saja dapat memberikan perbaikan skor gejala klinik secara subyektif pada penderita dengan serangan asma, yang tergambar dari penurunan jumlah skor gejala klinis, yang meliputi kesadaran, batuk, sesak, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, mengi, otot bantu pernafasan, kemampuan bicara. Terdapar perbaikan skor gejala klinis yang bermakna pada masing-masing kelompok (p<0,05), akan tetapi antara dua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0,918). Besmertny at al13 membandingkan nebulisasi MgSO4+ salbutamol dengan salbutamol saja pada 80 penderita dengan serangan asma. Didapatkan perbaikan skor gejala klinik secara subyektif yang sama pada kedua kelompok. Efek samping yang sering timbul selama pengobatan, baik pada kelompok I maupun kelompok II adalah sakit kepala, mual, tremor dan palpitasi. Bessmerty et al13 melaporkan efek samping yang sering timbul pada kelompok MgSO4 + salbutamol adalah rasa panas tenggorokan, sakit kepala dan dizzines. Beasly et al17 melaporkan efek samping yang paling sering timbul berupa sakit kepala, mual dan tremor setelah pemberian MgSO4. Sakit kepala tidak sepenuhnya akibat obat, rerata penderita sudah mengalami sakit kepala. Tidak ada penderita mengalami perburukan klinis karena pemberian magnesium sulfat atau salbutamol. Sementara pada kelompok NaCL 0,9% + salbutamol yang paling sering adalah dizziness dan sakit kepala. Kesimpulan Pada penelitian ini didapatkan perbaikan bermakna fungsi paru pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan efektivitas penambahan magnesium sulfat terhadap nebulisasi salbutamol dalam penatalaksanaan serangan asma, baik dinilai dari skor klinis dan fungsi paru. Efek samping obat yang sering timbul pada kedua kelompok umumya ringan seperti sakit kepala, mual, palpitasi dan ansietas. Daftar Pustaka
1. Sundaru H, Sukanto. Asma bronkial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.247-52. Asthma Toll Reaches 300 Million... and Still Set to Rise. Asthma prevalence appears to be increasing in most countries in south east Asia. Available on http: www.ginasthma.com. Barnes PJ. Oxis turbuhaler for maintenance and as needed treatment Available on http:www. Astrazeneca.com. Sundaru H. Asma akut berat. Dalam: Alwi I, Bawazir LA, editor. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam

2.

3. 4.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

309

Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol


FKUI; 2000.hal.101-9 Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention. NHBLI/WHO Workshop Report. National Institute of Health Publication. 2008;02(3659):1-120 6. Sundaru H. Penatalaksanaan asma akut. Dalam: Proceedings symposium on allergy and clinical imunology update. Bandar Lampung. 2003.hal.21-33 7. Walling AD. Magnesium Proves a Useful Adjunct in Acute Asthma. Am Fam Physician. 2004;69:715-7. 8. Blitz M, Blitz S, Hughes R, Diner B, Beasley R, Knoop J, et al. Aerosolized magnesium sulfate for acute asthma a systematic review. Chest. 2005;128:337-44 9. Rodrigo JG. Inhaled therappy for acute adult asthma. In Curr Opin Allergy Clin Immunol.2003;3:169-75. 10. Dominguez LJ, Barbagallo M, Di Lorenzo G, Drago A, Scola S, Morici G, et al. Bronchial reativity and intracellular magnesium a possible mechanism for the bronchodilating effects of magnesium in asthma. Clinical science. 1998;95:137-42 11. Nannini JL, Pendino JC, Corna RA, Mannarino S, Quispe R. Magnesium sulfat as a vehicle for nebulized salbutamol in acute asma. Am J Med. 2000;108:193-7. 12. Aggarwal P. Sharad S, Handa R, Dwiwedi SN, Irshad M. Comparison of nebulised magnesium sulphate and salbutamol combined with salbutamol alone in the treatment of acute bronchial asthma. Emerg Med J. 2006;23:358-62. Bessmerty O, Digregorio RV, Cohen H, Becker E, Looney D, Golden J, et al. A randomized clinical trial of nebulized magnesium sulfate in addition to albuterol in treatment of acute mild to moderate asthma exacerbation in adult, annals of emergency medicine. Am Coll Emergen Phys. 2002;585-91. Rau YL. Adrenergic (sympathomimetic) bronchodilator. Dalam: Yoseph LR eds. Respiratory care pharmacology. 6th edition. Georgia: Mosby; 2002.hal.108-32. Connoly KC, Peake MD, Halpin DM, Golightly L. Improved control of asthma symptoms with nebulized salbutamol in patient with severe asthma. Dis Manage Health Outcomes.2004; 217-25. Mahajan P, Haritos D, Rosenberg N, Thomas R.Comparison of nebulized magnesium sulfate plus albuterol to nebulized albuterol plus saline in children with acute exacerbations of mild to moderate asthma. J emergency Medicine. 2004:21-5. Beasley R. Aerosolized magnesium sulfate for acute asthma. American College of physician.2005;128:337-44.

5.

13.

14.

15.

16.

17.

FS

310

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 7, Juli 2010

Anda mungkin juga menyukai