Anda di halaman 1dari 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18 gram.(Guyton.1997) Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus. Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik. saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.( guyton 1997 )

Kelenjar tiroid menghasilkan dua jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses

ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion sianat. ( guyton 1997)

Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding Iodine). ( guyton 1997 )

Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:

a.

Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis

b.

Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.

c.

Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang

d.

Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin

e.

Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.

f. g.

Merangsang pembentukan sel darah merah Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.

h.

Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan ;pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang

pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung. ( guyton 1997)

2. 2. Anatomi Tiroid :

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah. ( guyton 1997 )

Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.

Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.

Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.

Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.

Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

1. A. thyroidea superior (arteri utama). 2. A. thyroidea inferior (arteri utama). 3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna). 2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna). 3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:

1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis 2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).

Vaskularisasi

Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral.

Tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

Sistem Limfatik

Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.

2. Histologi Kelenjar Tiroid:

Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle.

Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang disebut SEL FOLIKEL

Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut.

ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut.

SEL PARAFOLIKULER

Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompokkelompok sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada basal membran dari thyroid folikel. Sel ini vempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih pucat dari sel folikel.

Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat menurunkan kadar kalsium darah.

2.3. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak

reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.

Proses pembentukan hormon tiroid adalah:

a. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah; b. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid; c. Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase. d. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat. e. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan

monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin) f. Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan

menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)

EFEK HORMON TIROID

Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :

(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria; (2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.

Efek tiroid dalam transpor aktif : meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel.

Efek pada metabolisme karbohidrat : menaikkan aktivitas seluruh enzim,

Efek pada metabolisme lemak: mempercepat proses oksidasi dari asam lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.

Efek tiroid pada metabolisme vitamin: menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme. Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.

Efek Pada berat badan. Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.

Efek terhadap Cardiovascular. Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.

Efek pada Respirasi. Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.

Efek pada saluran cerna. Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. ( guyton 1996)

PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID

Regulasi hormon tiroid diprakarsai oleh hormon TSH (Tiroid Stimulating Hormone) yang dilepas hipotalamus. TSH berfungsi untuk :

1.Meningkatkan proteolisis tiroglobulin 2.Meningkatkan aktivitas pompa iodium 3.Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan kecepatan proses coupling 4.Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel tiroid 5.Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai perubahan sel kuboid jadi kolumner.

Hormon TSH dirangsang oleh TRH (Tirotropin Releasing Hormone). (Guyton. 1997).

2.3.1

SINTESIS,

SEKRESI,

DAN

TRANSPORT

HORMON

YANG

DIHASILKAN TIROID

2.3.1.1UPTAKE DAN SEKRESI IODIUM

Kebutuhan iodium untuk pembentukan tiroksin.. Iodida yang ditelan secara oral akan diabsorbsi dari saluran cerna kedalam darah denga pola yang kira-kira mirip dengan klorida. Biasanya, sebagian besar dari iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan dipergunakan untuk sintesis hormone tiroid. Kemudian, agar dapat digunakan untuk pembentukan hormone tiroksin maka pertama-tama harus terjadi pengangkutan iodide dari darah kedalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal tiroid mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodide secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodide (iodide trapping).

I. Sintesis tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) terdiri dari:

A. Pembentukan dan sekresi non-iodinated Tiroglobulin (non-iodinated Tg)

1. Proses di Retikulum endoplasma kasar: Tiroglobulin merupakan suatu glikoprotein dimer. Sebagaimana protein lain, sintesis tiroglobulin diawali dengan protein sintesis yang terjadi pada reticulum endoplasma kasar untuk menghasilkan unit karbohidrat Tg. 2. Coupling unit karbohidrat Tg di RE halus dan apparatus golgi dan menghasilkan Tg yang belum teriodinasi (non-iodinated Tg)

3. Pembentukan vesikula yang berisi non-iodinated Tg. 4. Transport vesikel dan eksositosis non-iodinated Tg ke dalam lumen folikel tiroid melalui membran apical sel.

B. Uptake dan pengangkutan iodida oleh tiroid

Iodida dari darah dijerat dan diangkut ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Penjeratan iodida dari darah ke sel terjadi pada membran basal sel tiroid melalui NIS (Natrium-Iodide Symport).

C. Pembentukan T3 dan T4 dari Iodida dan Tg

Oksidasi iodide, Iodinasi Tg, dan coupling iodotyrosyl menjadi residu iodothyronyl

i. Oksidasi iodide

Proses oksidasi iodide melibatkan peran enzim peroksidase. Reaksi tersebut dirangsang oleh TSH, dan dihambat oleh tiourea, amino benzen dan imidazol. Enzim peroksidase ini terletak di bagian apical membrane sel atau bahkan melekat pada membrane apical sel, tempat dimana vesikula berisi non-iodinated Tg dieksositosis ke dalam folikel. ii. Proses Organifikasi TiroglobulinIodinasi gugus tirosil

Yang dimaksud proses organisasi Tg adalah pengikatan iodium dengan molekul non-iodinated Tg. Iodium yang teroksidasi akan berikatan langsung dengan gugus tirosil

yang ada di dalam Tg dengan dipercepat oleh enzim iodinase. mula-mula terbentuk monoiodotirosin (MIT), kemudian diiodotirosin (DIT).

iii. Coupling (penggandengan) MIT dan DIT

Baik MIT maupun DIT sama-sama bergandengan satu sama lainnya dan membentuk Tiroksin (T4) dan triiodo tironin (T3)

D. Penyimpanan T3 dan T4 di dalam folikel

Hormon tiroid disimpan dalam folikel dalam bentuk molekul tiroglobulin yang mengandung 1-3 molekul tiroksin dan 1 molekul triiodotironin untuk tiap 14 molekul tiroksin.

II. Sekresi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)

1) Pembentukan vesikula pinositik; Mula-mula bagian apical sel membentuk pseudopodia yang menjulur ke dalam folikel dan mengitari koloid di dalam folikel. 2) Pinositosis;Vesikula pinositik yang berisi koloid terbentuk dan menelan cairan koloid ke dalam sel 3) Pembentukan droplet koloid 4) Migrasi lisosom ke bagian apical sel; protease enzim-enzim digestif, yang terpenting Lisosom berisi

5) Fusi lisosom dengan koloid droplet; Lisosom bergabung dengan droplet koloid membentuk suatu vesikula digestif. Enzim-enzim digestif yang ada di dalam lisosom memncerna koloid untuk melepaskan T3 dan T4 dari Tg 6) Hidrolisis tiroglobulin; Di dalam vesikula digestif, terjadi proses digestif oleh protease yang melepaskan molekul molekul T3 dan T4 dari Tg. 7) Sekresi T3 dan T4 ke dalam darah 8) Deiodinasi MIT dan DIT ; Pelepasan iodium dari gugus tirosin untuk bahan pembentukan hormone tiroid tambahan.

III. Transport tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) Pengangkutan T3 dan T4 ke jaringan Baik tiroksin dan triiodo tironin, hampir seluruhnya segera berikatan dengan protein plasma, yakni: Tiroksin banding globulin (TBG) Prealbumin banding globulin (pABG) Albumin

Pelepasan Lambat Tiroksin ke jaringan; Pelepasan hormone dari protein plasma membutuhkan waktu yang lama, mengingat besarnya afinitas protein pengikat terhadap hormone. ( arispurnomo 2013 )

2.4 Hipertiroidisme 2.4.1 Definisi Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. ( aru w. sudoyo, bambang setiyohadi.2009)

2.4.2 Etiologi 1) Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat kelebihan yodium (fenomena Jod Basedow). 2) Tiroiditis silent, destruksi tiroid (tanpa amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid yang berlebihan (tirotoksikosis factitia) 3) Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. (aru w. sudoyo, bambang setiyohadi.2006).

2.4.3 Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. 2. 3. 4.

Struma Non Toxic Diffusa Struma Non Toxic Nodusa Stuma Toxic Diffusa Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiol ogis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1.Struma non toxic nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1.

Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2.

Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada pre-existing penyakit tiroid autoimun.

3.

Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar

4. 5.

Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)

2. Struma Non Toxic Diffusa Etiologi: Defisiensi Iodium Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating

immunoglobulin Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid. Terpapar radiasi Penyakit deposisi Resistensi hormon tiroid Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis) Silent thyroiditis Agen-agen infeksi Suppuratif Akut : bacterial Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit Keganasan Tiroid. (Mulinda, 2005)

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4 Aktivasi reseptor TSH Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G Mediator-mediator pertumbuhan termasuk: Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor. (Davis, 2005)

4.

Struma Toxic Diffusa yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004)

2.4.4 Patofisiologi Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. (Sutjahjo, Ari dkk. 2007) Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang

disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. (Sutjahjo, Ari dkk. 2007)

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. (Sutjahjo, Ari dkk. 2007)

TSI

Patofisiologi Hipertiroid

2.4.5 Manifestasi Klinis

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih

menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort , tremor, nervous dan penurunan berat badan.( Sudoyo AW. 2007.)

2.4.6 Diagnosis : Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan dengan penilaian Indeks Wayne atau indeks Newcastle.

Tabel 1. Indeks Wayne Keterangan : Hipertiroid Kemungkinan Hipertiroid Tidak Hipertiroid : > 20 : 10 20 : < 10

Index New Castle N o Item Grade Score

Age of onset (year)

15-24 25-34 35-44 45-54 >55

0 +4 +8 +12 +16 -5 0 -3 0 -3 0 +5 0 +3 0 +18 0 +9 0 +2 0 +4 0

Psychological Precipitant

Present Absent

Frequent Cheking

Present Absent

4 anxiety 5

Severe

Anticipatory

Present Absent

Increased appetite

Present Absen

Goiter

Present Absent

Thyroid bruit

Present Absent

Exopthalmos

Present Absent

Lid Retraction

Present Absent

1 0

Hyperkinesis

Present Absent

1 1 1 2

Fine Finger tremor

Present Absent

+7 0 +16 +8 0

Pulse Rate

>90/min 80-90/min <80

Keterangan : Euthyroid Probably Hyperthyroidi Definite Hyperthyroid : -11 sampai +23 : +24 sampai +39 : +40 sampai +80

Status Lokalis : Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan: lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa) konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi mobilitas:ada atau tidak perletakan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea pembesaran KGB di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Status Generalis : (Hipertiroid) Tekanan darah meningkat Nadi meningkat Mata : Exopthalmus Stelwag Sign : Jarang berkedip Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus

okuli waktu melihat ke bawah Moebius Sign : Sukar konvergensi Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup

Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus Jantung : Takikardi (Adediji., Oluyinka S.,2004)

Von Graefes Sign

Eksoftalmus

Moebius Sign

Dalrymples sign

Stelwags Sign

2.4.7 Pemeriksaan penunjang Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay) yang lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding assay-RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).11 Kadar TSH biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini 11: (1) penyakit hipofisis atau hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid, dan atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum normal berkisar antara 0,4-4,8 U/ml. ( Noer, 1996) Tiroksin (T4)

Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin) dalam darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG (Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadap kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 g/dl, sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl. ( Noer, 1996)

Triiodotironin (T3)

T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali penderita tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-obatan (Propylthiouracil) yang bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas

dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkan dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11 Kadar T3 serum total normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl. ((Noer, 1996) Autoantibodi Tiroid

Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody, baik yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block]). Tg Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA) ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Tg Ab tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun. TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibodi tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau goiter. TSH-R Ab [stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves. Kemudian diukur peningkatan cAMP pada media kultur tersebut. Tes ini positif pada 80% sampai 100% penderita dengan penyakit Graves yang belum mendapat terapi dan tidak terdeteksi pada manusia sehat atau penderita tiroiditis Hashimoto (tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau

goiter nodular toksik. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves pada penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi penyakit Graves pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit Graves atau yang masih aktif menderita penyakit Graves.1,2,9 Pemeriksaan TSH-R Ab dengan bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara luas. (Noer, 1996) Radioactive Iodine Uptake (RAIU)
131

Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium radioaktif (123I atai

I).

Dengan mengukur persentase penangkapan iodium radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetik iodium intratiroid yang secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi kelenjar tiroid.10 RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis. ((Noer, 1996)

Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada hipertiroidisme dapat dilihat pada gambar 1. Kombinasi dari peningkatan FT4 dan penurunan TSH digunakan untuk menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat tanda-tanda oftalmopati pada penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan. Jika tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid dengan atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yang meningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter nodular toksik. Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSH-R Ab tidak selalu diperlukan. ((Noer, 1996)

Gambar . Tes Laboratorium untuk Diagnosis Banding Hipertiroidisme Pemeriksaan Radiologis

Di samping gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan radiologis (Thyroid scanning, USG, CT scan) dan histologis (FNAB): Thyroid scanning
131

Isotop yang sering digunakan untuk imaging tiroid adalah

I,

99m

Tc, dan

123

I. Pada

penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH.12 Scan tiroid memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi jaringan tiroid yang normal

disebut dengan hot nodule dan yang tidak berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama dengan jaringan tiroid normal.Tidak semua penderita dengan nodul tiroid memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu nodul tiroid. Indikasi scan tiroid adalah : (1) evaluasi morfologik fungsional nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas (3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi (5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal (7) evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik. (Noer 1996 ) Ultrasonografi (USG) Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume, besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multipel pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat pula divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak dapat menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas. ((Noer, 1996) Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic Resonance Imaging (MRI) CT Scan biasanya dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya oftalmopati. Jika oftalmopati sudah jelas maka CT Scan digunakan untuk evaluasi pengobatan oftalmopati. CT scan mampu memvisualisasikan dengan baik hubungan kelenjar tiroid dengan organ sekitar, ukuran kelenjar, volume, serta kepadatan jaringan kelenjar tiroid. Manfaat MRI dalam tirodologi hampir sama dengan CT scan, namun MRI dapat mendeteksi kekambuhan

karsinoma dan membedakannya dengan fibrosis. MRI dan CT scan juga tidak dapat membedakan apakah suatu lesi bersifat ganas atau tidak. ((Noer, 1996) Pemeriksaan Histologis

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid. Pemeriksaan histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang difus. Dapat terlihat hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis. Terjadi pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan sel B dapat ditemukan. FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada penyakit Graves. (Noer, 1996)

2.4.8 Komplikasi Hipertiroid menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium dan kelainan ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia terjadi episode paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi, berkurannya jumlah sperma, dan ginekomastia. Penyakit Graves dapat memberikan komplikasi berupa oftalmopati Graves, dermopati. Krisis tiroid dapat men ebabkan mortalitas. (Kapita Selekta Metabolik Endokrin. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.1999 Dan Ganong, Fisiologi )

2.4.9Penatalaksanaan Sasaran terapi hipertiroidisme adalah :

1. menghambat sintesis hormon tiroid, 2. menghambat sekresi hormon tiroid, 3. menekan konversi T4 menjadi T3 di perifer 4. mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini pilihan terapi: 1. obat antitiroid 2. iodin radioaktif 3. pembedahan. Pengobatan yang ideal untuk penyakit Graves bertujuan untuk menangani respon autoimun pada kelenjar tiroid dan orbita, namun belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi respon autoimun tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk menormalkan fungsi kelenjar tiroid dan menghilangkan oftalmopati. (Barret, 2003). Obat Antitiroid Tujuan pemberian obat antitiroid adalah : (1) sebagai terapi yang berusaha memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada penderita muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis (2) sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif (3) sebagai persiapan untuk tiroidektomi (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut umur (5) penderita dengan krisis tiroid.

Obat antitiroid yang sering digunakan untuk menangani penyakit Graves adalah golongan thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan pengikatan iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid. Propylthiouracil (PTU) dapat menekan konversi T4 menjadi T3 pada jaringan perifer. Berikut obat golongan thionamide yang digunakan untuk terapi penyakit Graves :

1.

Methimazole Merupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada wanita hamil. Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3.Tidak memiliki efek segera. Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat ini dapat diberikan dua kali sehari. Tidak berhubungan dengan hepatitis. Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada neonatal setelah terjadi paparan in utero. Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan eutiroid.Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati, kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid. Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan aktivitas obat antikoagulan oral. Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis.

Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, kolestatik jaundice, neutropenia, dan agranulositosis.

2.

Propylthiouracil (PTU) Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan kehamilan karena tidak melewati plasenta. Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus.Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati.Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapat meningkatkan aktivitas antikoagulan oral. Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis. Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis, neutropenia, dan agranulositosis.

Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari apakah ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencaririwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormon tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar.

Perbaikan ini biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu.

Radioaktif Iodin

Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin pada kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid, (4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma toksik dan goiter multinodular toksik. Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat mengakibatkan terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah 131I dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis dalam 3 bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi hipertiroidisme dan tiroiditis. Terapi Pembedahan Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar dengan/atau tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala penekanan, terutama gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak kooperatif meminum obat antitiroid; (5)

ada reaksi dengan obat antitiroid; (6) karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak memungkinkan dipantau secara teratur oleh dokter; (7) gondok nodular toksik terutama pada penderita muda. Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah meninggalkan 2-3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri. Penyebab lain terjadinya kekambuhan adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi penderita. Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat dari oftalmopati. Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu). Biasanya penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid. Pengobatan Tambahan Obat-obat lain yang biasa digunakan sebagai obat tambahan adalah Penyekat beta-adrenergik. Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Yodium. Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300 mg/hari. Ipodate. Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer, mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid. (Barret, 2003).

Anda mungkin juga menyukai