Anda di halaman 1dari 6

Jakarta, 28 November 2007.

PERSIMPANGAN JALAN PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA LAPORAN EKSEKUTIF, PELAKSANAAN DISKUSI PANEL
Berdasarkan berbagai dokumen Pemerintah yang terbit selama tahun 2004 2006, pada tahun 2007 telah diterbitkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RP JPN) yang antara lain menyebutkan bahwa PLTN akan beroperasi pada tahun 2015-2019. Energi nuklir masuk dalam perencanaan energi jangka panjang sebagai bagian dari bauran energi yang berubah selama periode 2005 2025. Di pihak lain mulai tahun 2007 juga muncul berbagai keberatan dari sebagian masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN ini. Hal tersebut adalah sesuatu hal yang normal dalam alam demokrasi dan harus disikapi dengan bijaksana dan ditanggapi secara cerdas. Masyarakat harus mendapatkan penjelasan bahwa pembangunan PLTN adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional jangka panjang yang pada dasarnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Dalam usaha menjaring masukan dari masyarakat mengenai rencana pembangunan PLTN, khususnya dari aspek-aspek non-teknis, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) menyelenggarakan sebuah Diskusi Panel pada tanggal 28 November 2007 dengan tema Persimpangan Jalan Pembangunan PLTN di Indonesia. Lima panelis diminta untuk menyampaikan pendapatnya dan pemikirannya dan para peserta dipersilahkan untuk menyalurkan aspirasinya. Kelima panelis yang diundang oleh MPEL adalah tokoh-tokoh masyarakat yang secara nasional tidak diragukan lagi integritas dan kredibilitas pribadinya, dan masingmasing diharapkan menyoroti rencana pembangunan PLTN dari aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan hidup dan aspek kepentingan dunia usaha. Kelima tokoh masyarakat yang dimaksud adalah:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta aspek politik; 2. Ir Airlangga Hartarto, MBA, Ketua Komisi VII DPR-RI, yang berhalangan hadir dan diwakili oleh Hendarso Hadiparmono, anggota Komisi VII DPR-RI- aspek ekonomi; 3. Ir. Sarwono Kusuatmadja, anggota Dewan Perwakilan Daerah RI dan mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup aspek lingkungan hidup;

4. Prof. Dr. A. Syafii Maarif, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah aspek sosial budaya; dan

5. Ir. Arifin Panigoro, Komisaris Utama PT. Medco, yang berhalangan hadir dan diwakili oleh Ir. Hilmi Panigoro, CEO PT Medco Energi Internasional TBK dan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) aspek kepentingan dunia usaha. Bertindak sebagai moderator diskusi adalah bapak Parni Hadi Direktur Utama RRI. Dalam kata pengantarnya Ketua Panitia Penyelenggara Sutaryo Supadi menyatakan bahwa program pembangunan PLTN tidak akan mengganggu program kelistrikan lainnya, termasuk crash program 10.000 MW PLTU batubara, karena semua alternatif diperlukan dan nuklir adalah salah satu. Dalam diskusi panel tersebut terungkap hal-hal sebagai berikut: Seorang panelis, Sarwono Kusumaatmadja, menyatakan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia dengan laju 7-8 % per tahun tidak mungkin dipenuhi jika mengharapkan dipenuhi dari sumber alternatif non-nuklir. Ketersediaan energi sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya bermuara pada tersedianya kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Secara teknologi PLTN adalah aman, yang terbukti dengan rendahnya tingkat kecelakaan yang terjadi dibandingkan dengan jumlah PLTN yang telah beroperasi di dunia saat ini. Selanjutnya diutarakan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan PLTN ini masalah utama yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh adalah merancang strategi perjuangan memenangkan persepsi publik, karena sampai saat ini masyarakat masih banyak yang belum memahami PLTN dan persepsi publik terhadap PLTN cenderung negatif. Pemenangan persepsi publik dapat dilakukan dengan mengangkat isu lingkungan, kebutuhan energi yang terus meningkat serta dapat mengangkat posisi tawar Indonesia di mata internasional. Pandangan panelis ini didukung oleh panelis lain, Prof. Syafii Maarif yang menyatakan bahwa penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan pembangunan listrik sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak mungkin ditolak. Penolakan terhadap proyek PLTN Muria dan sampai-sampai difatwakan dengan hukum haram adalah semata-mata karena adanya misinformasi dan miskomunikasi belaka. Proyek PLTN akan berhasil dengan syarat masyarakat harus diberi informasi secara terbuka, persuasif, jujur, melalui nara sumber yang baik dan mengerti psikologi masyarakat pedesaan. Apabila dilakukan pendekatan secara terbuka masyarakat 2

tidak akan mudah terprovokasi oleh media dan kelompok yang mengharamkan PLTN. Saat ini budaya distrust rakyat kepada Pemerintah masih kuat. Untuk keberhasilan proyek PLTN, pertimbangan politik harus dijauhkan, jangan dikaitkan dengan segala macam bentuk pemilihan yang sarat dengan kepentingan kekuasaan. Kita harus maju dengan penuh keberanian untuk suksesnya proyek PLTN ini yang sudah menjadi aksioma dan Pemerintah harus menunjukkan kesungguhan dan komitmennya yang konkrit terhadap pembangunan PLTN ini. Prof. Komaruddin Hidayat, berkaca dari kunjungannya ke beberapa negara di Asia menyatakan kesalutannya terhadap konsistensi program pembangunan di beberapa negara tersebut yang terlepas dari pergantian kepemimpinan dan bahkan sejarah masa lalu, jika hal ini menyangkut teknologi canggih. Pemikiran sebaiknya berorientasi ke depan dan jangan dibumbui kalkulasi politik. Saat ini banyak agenda pembangunan besar yang terganjal oleh keputusan politik yang seringkali tidak rasional. Bisa jadi SBY-JK menahan diri untuk memulai mencanangkan isu nuklir, karena pertimbangan Pemilu 2009, jangan sampai menurunkan popularitas. Sejak awal harus dipertegas bahwa proyek PLTN sama sekali bukan untuk memperkuat senjata tempur, melainkan untuk maksud damai. Bagi masyarakat awam, isu nuklir memang selalu dikaitkan dengan peperangan, sebagaimana yang terjadi di Iran, Korea Utara, Israel dan Pakistan, dan Indonesia jangan ikut-ikutan. Pada hal pembangunan PLTN tidak hanya sebatas mengatasi kebutuhan listrik, akan tetapi dapat memacu kemajuan penguasaan teknologi canggih, memacu tumbuhnya standar teknologi dan memacu pertumbuhan ekonomi, mendongkrak harkat dan martabat bangsa. Melihat pembangunan PLTN yang sedemikian pesatnya, terutama di kawasan Asia, seharusnya kita dapat berfikir bahwa PLTN bukanlah hal yang menakutkan atau mengkhawatirkan. Dalam kaitan ini teori politik konspirasi mungkin saja ada benarnya. Dalam perhitungan geopolitik, Indonesia memang sengaja dikacaukan agar tidak menjadi maju, tetapi juga tidak dihancurkan. Raksasa ekonomi China dan India akan mengubah peta politik kawasan Asia. Indonesia hanya akan menjadi obyek pemasaran kalau tidak bangkit. Selama ini sudah banyak ongkos dan korban kebijakan reformasi. Di antaranya kita tidak dapat menjaga aset negara baik fisik maupun sumber daya manusia untuk secara berkelanjutan. Sumber daya manusia pilihan banyak pindah ke luar negeri, kegiatan penelitan dan pengembangan lumpuh total, sedang sektor pendidikan masih kedodoran berhadapan dengan era globalisasi dan era pasar bebas. Terlepas 3

dari pro-kontra isu nuklir, negara yang mampu mengembangkan PLTN, disamping menyediakan jumlah listrik yang cukup dan harga terjangkau, tampaknya lebih disegani dan diperhitungkan dalam politik global. Sementara itu panelis dari Komisi VII DPR-RI, Hendarso Hadiparmono, setelah memaparkan permasalahan sektor energi, antara pertumbuhan konsumsi listrik yang cepat, keterbatasan cadangan, harga yang tinggi, fluktuasi harga energi fosil terutama minyak bumi dan terjadinya pemanasan global akibat polusi yang terus meningkat akibat pembakaran energi fosil, menyatakan bahwa teknologi PLTN makin handal dan makin aman, ramah lingkungan sedang tingkat harga relalltif lebih murah dan stabil, dan tidak rentan terhadap gejolak harga bahan bakar lainnya, sedang tingkat suplai energi juga stabil dan cadangan sumber dayanya masih melimpah. Selanjutnya dikatakan bahwa kecenderungan (trend) penggunaan energi ke depan akan bergeser dari energi bersumber pada sumber daya alam (resource based energy) ke energi bersumber pada teknologi (technology based energy ). Panelis ke-lima, Hilmi Panigoro, juga menguraikan kondisi energi saat ini, pemenuhan kebutuhan energi di masa mendatang dan peran swasta nasional dalam penyediaan energi. Disebutkan juga bahwa perusahaannya telah melakukan kajian ekonomi PLTN dengan skenario keuntungan rendah, sedang dan tinggi. Bedasarkan kajian tersebut, disebutkan bahwa PLTN merupakan pembangkit listrik yang kompetitif. PT Medco Energi telah mempersiapkan segala sesuatunya ke arah pembangunan suatu PLTN temasuk program sosialisi terhadap masyarakat di sekitar lokasi dan penyediaan SDM. Selanjutnya panelis menyebutkan bahwa penggunaan energi nuklir sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Isu persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah terdengar sejak tahun 70-an, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. Untuk ini diperlukan suatu introspeksi kita semua para stake holders untuk mengkaji kembali persiapan dan kegiatan yang sudah dilakukan dan melangkah lagi dengan lebih pasti ke depan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan benar. Semua aspek harus diperhatikan, khususnya yang menyangkut permasalahan community development masyarakat sekitar tapak PLTN. Dengan demikian maka Pemerintah akan lelbih berani dan lebih tegar memutuskan untuk membangun PLTN yang pertama di Indonesia, dan para stake holders menunggu keputusan Pemerintah tersebut. Tanggapan peserta diskusi Panel cukup beragam. Salah seorang politisi, mantan angota DPR-RI menyatakan bahwa untuk saat ini sudah tercapai kondisi yang baik untuk mengembangkan PLTN, akan tetapi Pemerintah tampaknya masih maju4

mundur dan tidak kompak dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN ini, meskipun sudah merupakan satu kebijakan yang diundangkan dan tercantum dalam Peraturan Presiden. Pembicara lain dari kalangan muda menyatakan bahwa hendaknya Pemerintah menyatakan kemauan politiknya (political will) terhadap pembangunan PLTN ini, dan diharapkan agar DPR memberikan dorongan kepada Pemerintah agar Pemerintah menunjukkan kemauan politik ini, dan disertai kemudian dengan tindak lanjut dengan arah yang jelas.. Selanjutnya disebutkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan penggunaan nuklir di pulau Jawa mengingat pertambahan penduduk yang sudah sebesar 3,5 % per tahunnya. Salah seorang pembicara, yang selama ini dikenal sebagai sosok anti nuklir, menyatakan bahwa menurut website World Nuclear Association (WNA) harga listrik untuk energi nuklir masih lebih tinggi dari batubara, juga menyebutkan bahwa cadangan batubara dan gas hanya cukup untuk 70 tahun mendatang justru diekspor, serta cadangan uranium duniapun terbatas juga. Pendapat itu dibantah oleh beberapa peserta yang lain. Yang menarik pernyataan selanjutnya yang mengatakan bahwa ia tidak anti PLTN, ia setuju adanya PLTN namun hendaknya PLTN yang akan dibangun dengan cara yang elegan, bukan sekedar membeli, tetapi mengembangkan secara mandiri teknologi PLTN. Seorang panelis membantah bahwa issue tersebut merupakan pilihan, tetapi tidak realistis karena memakan waktu yang lama. Pembicara lain menyebutkan antara lain perlunya diaktifkan Dewan Energi Nasional dengan partisipasi wakil-wakil rakyat, dan menjauhkan isu PLTN dalam pemilihan Presiden yang akan datang, sedang seorang ahli PLN mengutarakan perlunya mengembangkan teknologi sendiri di dalam negeri dan untuk itu PLTN dipilih dan ditentukan sendiri; namun perlu diperhatikan berbagai kendala untuk menjadi spesialis nuklir di PLN. Seorang ibu, Ketua Women in Nuclear mendukung sumber energi listrik dari nuklir dan agar terdapat peningkatan penggunannya dalam rumah tangga. Sedang pembicara dari Organisasi Pengamat Senjata Massal, meminta perhatian terhadap perencanaan Food and Energy Security. Pembicara juga tidak menyetujui dependency from outside atau ketergantungan terhadap pihak luar, akan tetapi meminta agar tercapai interdependency atau saling ketergantungan. Dalam kata penutupannya moderator menyebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut: Para pakar peserta diskusi panel dan pembicara menyatakan setuju agar hasil diskusi panel ini segera ditindaklanjuti sehingga terwujud kebijakan go nuclear. 5

Namun pelaksanaannya harus hati-hati dan didukung dengan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat luas. Penguasaan teknologi keselamatan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh agar pembangunan dan pengoperasian PLTN berlangsung secara aman. Hal yang lebih penting dari semua ini adalah komitmen Pemerintah terhadap pembangunan PLTN. Sumber : Parni Hardi, wartawan senior

Anda mungkin juga menyukai