Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kangker kolesterol (Robinson dan Weigley,1989). Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak nyamanan. Saluran gastrointestinal merupakan saluran betrlubang yang terdiri atas organ-organ muskular yang dilapisi ileh membran mukosa. Tujuan organ-organ tersebut adalah untuk absorpsi cairan dan nutrisi serta mempersiapkan makanan untuk proses absorpsi dan digunan dengan sel-sel tubuh. Volume cairan yang diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal cukup banyak, oleh karena itu agar sistem pencernaan berfungsi dengan baik penting sekali untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. (potter perry, ) I.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari eliminasi alvi? 2. Bagaimana proses eliminasi alvi? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses dari eliminasi alvi? 4. Bagaimana ciri-ciri dari eliminasi alvi normal? 5. Apa saja gangguan eliminasi alvi pada seseorang? 6. Bagaimana fokus pengkajian eliminasi alvi? 7. Bagaimana diagnosa keperawatan eliminasi alvi?

I.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari eliminasi alvi 2. Untuk mengetahui proses eliminasi alvi 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dari eliminasi alvi 4. Untuk mengetahui ciri-ciri dari eliminasi alvi normal 5. Untuk mengetahui gangguan eliminasi alvi pada seseorang 6. Untuk mengetahui fokus pengkajian eliminasi alvi 7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan eliminasi alvi

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Definisi Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. ( Tarwoto, 2004, 48). Eliminasi alvi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan makhluk hidup. ( Wartonah, 2004). Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).

ANATOMI DAN FISIOLOGI ELIMINASI FEKAL Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah. 1. Saluran gastrointestinal bagian atas.

Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus dan lambung. a. Mulut Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-tajuk platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang di sebut dengan faucium yang terdapat dua lengkungan yaitu palatofaringeal dan palatoglossal. Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut tonsil.

Di rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik denagn cara di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva.

b.

Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa yang terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut ismus fausium.

c.

Esofagus Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.

d.

Lambung Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum. Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.

2.

Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan anus.

a.

Usus halus

Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus. Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm). Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pancreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang di hasilakan oleh usus halus adalah: Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida. Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah menjadi eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino. Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus. Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk

mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus. Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltic akan di dorong menuju usus besar. b. Usus besar atau kolon Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden. Fungsi dari kolon yaitu: 1. Menyerap air selama proses pencernaan.

2. Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli. 3. Membentuk massa fases. 4. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh. c. Rektum Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila fases sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan otot lurik. II.2 Proses eliminasi alvi Eliminasi Alvi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter ani.Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis . Gerakan kolon meliputi 3 gerakan yaitu gerakan mencampur , gerakan peristaltik , dan gerakan masa kolon. Gerakan masa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna dari kolon ke rectum. Begitu ada feses yang sampai di rectum maka ujung saraf sensorik yang berada pada rectum menjadi regang dan terangsang . Kemudian inplus ini diteruskan ke medulla spinalis. Setelah itu, inplus dikirim ke dua bagian yaitu kortek serebri serta sakral dua dan empat. Inplus dikirim ke korteks serebri agar individu menyadari keinginan buang air besar. Inplus dikirim ke sakral dua dan empat yang selanjutnya dikirim pada sistem saraf simpatis untuk mengatur membuka sphincter ani internal. Terbukanya sphincter ani tersebut menyebabkan banyak feses yang masuk ke dalam rectum. Kemudian terjadi proses defekasi dengan mengendornya sphincter ani eksternal dan tekanan yang mendesak feses bergerak oleh kontraksi otot perut dan diafragma. Sphincter ani eksternal ini merupakan otot rangka , bukan otot polos yang diatur korteks serebri. Keberadaan otot rangka menyebabkan individu dapat mengatur kapan sphincter akan dibuka.

PROSES DEFEKASI Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009). Defekasi adalah proses pembuangan tau pengeluaran sisa metabolisme berupa fases dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Waktu defekasi

dan jumlah feses bersifat individual . orang dalam keadaan normal,frekuensi buang air besar 1x sehari. Tetapi ada pula yang buang air besar 3 - 4x seminggu. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel training yang dilakukan pada masa kanakkanak.Umumnya jumlah feses bergantung pada jumlah intake makanan. Namun secara khusus,jumlah feses sangat bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan. Pola defekasi akan berubah karna adanya konstipasi, fekal infaction, diare, dan inkontinensia. Kondisi ini berpengaruh terhadap konsistensi dan frekuensi BAB. Fisiologi Defekasi. Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

Proses defekasi terbagi menjadi dua macam reflex yaitu: 1. Reflex defekasi intrinsic Reflex ini berawal dari fases yang masuk ke rectum ehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic. Setelah fases sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.

2.

Reflex defekasi parasimpatis Fases yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal. Dari jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan fases juga di pengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma, dan kontraksi ototelevator. Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO, metana, HS, O dan nitrogen. Fases terdiri atas 75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna kuning kecoklatan karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun bebentuk.

II.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi. a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.

c. Tonus otot Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf. d. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi e. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras f. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obatobatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare g. Usia Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga

pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otototot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan

tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. h. Penyakit Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat

menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkterani. i. Gaya hidup Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya. j. Nyeri Adanya nyeri dapat mempengarihi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus hemoroid dan episiotomi. k. Kerusakan motorik dan sensorik Kerusakan pada sistem sensoris dan metoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang ataukerusakan saraf lainnya. No Keadaan 1. Warna Normal Bayi : Kuning Abnormal Penyebab kadar perdarahan

Putih, hitam / tar, atau Kurangnya merah empedu,

saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian

bawah. Dewasa : coklat 2. Bau Pucat berlemak Malabsorpsi lemak.

Khas fases dan dipengaruhi Amis dan perubahan bau Darah dan infeksi. oleh makanan

3.

Konsistensi

Lunak dan berbentuk.

Cair

Diare kurang.

dan

absorpsi

4.

Bentuk

Sesuai diameter rectum

Kecil, bentuknya seperti Obstruksi pensil.

dan

peristaltik yang cepat. bleeding,

5.

Konstituen

Makanan yang tidak dicerna, Darah, pus, benda asing, Internal bakteri yang mati, lemak, mukus, atau cacing. pigmen usus, air. empedu, mukosa

infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.

II.4 Ciri-ciri alvi normal Perhatikan tabel berikut : KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL Karakteristik Normal Warna Dewasa kecoklatan Bayi : kekuningan Hitam / spt ter. Abnormal : Pekat / putih Kemungkinan penyebab Adanya (obstruksi pemeriksaan pigmen empedu empedu); diagnostik

menggunakan barium Obat (spt. Fe); PSPA

(lambung, usus halus); diet tinggi buah merah dan sayur hijau tua (spt. Bayam) Merah PSPB (spt. Rektum),

beberapa makanan spt bit.

Pucat

Malabsorbsi

lemak;

diet

tinggi susu dan produk susu dan rendah daging. Orange atau hijau Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Infeksi usus Dehidrasi, motilitas kurangnya usus serat, penurunan akibat kurang

agak cair / lembek, basah.

latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse. Diare Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi kolon oleh bakteri). Bentuk Silinder (bentuk Mengecil, bentuk Kondisi obstruksi rektum 2,5 pensil atau seperti benang

rektum) dgn

cm u/ orang dewasa Jumlah Tergantung diet (100 400 gr/hari) Bau Aromatik dipenga-ruhi makanan

: Tajam, pedas oleh yang

Infeksi, perdarahan

dimakan dan flora bakteri. Unsur pokok Sejumlah bagian makanan dicerna, yg kecil Pus kasar tdk Mukus Parasit Konsidi peradangan Perdarahan gastrointestinal Malabsorbsi dalam Salah makan Infeksi bakteri

potongan

bak-teri yang mati, sel epitel, lemak, Darah protein, unsurLemak jumlah besar empedu Benda asing

unsur kering cairan pencernaan (pigmen dll)

a) Karakteristik feses normal 1) Konsistensi Secara normal feses memiliki bentuk , tetapi lembek karena mengandung 75% air dan 25% sisa nya berupa zat ampas. 2) Permukaan feses Permukaan feses yang normal sesuai dengan permukaan rectum. Abnormalitas permukaan feses menunjukkan adanya kelainan pada rectum. 3) Bau Karakteristik bau feses tidak menyenangkan. Bau cenderung berfariasi tergantung dari makanan yang di konsumsi. 4) Lemak dan protein Secara normal terdapat dalam jumlah sedikit dalam feses jumla ini bergantung pada kandungan zat tersebut dalam makanan yang di konsumsi.

b) Karakteristik feses abnormal 1) Konsistensi Feses dikatakan abnormal bila bentuknya cair atau keras. Feses yang encer mengandung air lebih dari 75% yang disebabkan karena sedikit air dan zat makanan yang di absorbsi sepanjang kolon oleh karena chime terlalu cepat bergerak di kolon. Feses yang keras mengandung sedikit air dan biasanya sulit untuk dikeluarkan sehingga menimbulkan nyeri saat defekasi. 2) warna Warna feses yang tidak normal merupakan indikasi adanya gangguan pada system pencernaan. Feses yang warnanya sangat pucat mungkin karena adanya penyakit pada organ empedu. Feses berwarna merah dapat diakibatkan oleh adanya pendarahan pada rectum dan anus. Feses berwarna kehitaman menunjukkan terjadinya pendarahan pada saluran pencernaan. Perubahan warna feses dapat pula akibat pengaruh makanan ataupun obat-obatan tertentu. 3) Kandungan Feses mengandung mucus atau lemak yang berlebihan, darah feses, organisme pathogen, dan atau parasit.

II.5 Gangguan eliminasi alvi

1. Konstipasi

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. A.Tanda klinis a. Adanya feses yang keras b. Defekasi yang kurang dari 3 kali seminggu c. Menurunnya bising usus d. Adanya keluhan dari rektum e. Nyeri saat mengejan dan defikasi f. Adanya perasaan masih da sisa feses

B. kemungkinan penyebab a. Defekpersarafan: kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera

serebrospinalis, CVA, dll. b. Pola defekasi yang tidak teratur c. Nyeri saat defekasi karena hemeroid d. Menurunnya peristaltik karena stres psikologis e. Mengguna obat seperti antasida f. Proses menua Penyebabnya : b. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lainlain. c. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang. d. Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.

e.

Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.

f.

Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.

g.

Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.

h.

Impaction Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

2. Diare Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB). A. Tanda klinis a. adanya pengeluaran feses cair b. frekuensi lebih dari 3 kali c. nyeri/kram abdomen d. bising usus meningkat B. Kemungkinan penyebab a. mengabsorbsi atau inflamansi proses infeksi b. peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme c. efek tindakan pembedahan usus d. efek penggunaan obat e. stres psikologis

3. Inkontinensia fecal Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat. A. Tanda klinis Penguaran feses yang tidak di kehendaki B. Kemungkinan penyebab a. gangguan sfingter rektal akibat cedera anus,pembedahan,dll b. disfensi rektum berlebihan c. kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis,dll d. kerusakan kognitif 4. Flatulens Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol. 5. Hemoroid Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi. 6. Impaksi fekal Massa feses yang keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan.

II.6 Fokus pengkajian Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kalainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keparawatan, pengkajian fisik abdomen, menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan. RIWAYAT KEPERAWATAN. Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakan sebagai normal atau tidak normal mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebiasaan, dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan masalah klien. Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor faktor yang mempengaruhi eliminasi. 1. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa. Termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari. Pengkajian terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan meminta klien atau tenaga kesehatan melingkapi lembar pencatatan eliminasi fekal atau defekasi (Doughty, 1992). Seperti pada penyuluhan klien, perawat harus memastikan bahwa

individu yang melengkapi lembaran pencatatan memahami informasi yang harus ia tulis. 2. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengkonsumsian makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari. 3. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi. Informasi ini mungkin merupakan informasi yang paling penting karena pola eliminasi bervariasi dan klien dapat dengan sangat mudah mendeteksi adanya perubahan. 4. Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan warna khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras. 5. Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam sehari. Perawat menghitung penyajian buah buahan, sayur sayuran, sereal, dan roti. 6. Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan. Klien mungkin harus memperkirakan jumlah cairan dengan menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan dirumah. 7. Riwayat olahraga. Perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik. 8. Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah. Perawat mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif atau makanan khusus sebelum defekasi 9. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GL. Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-gejala yang muncul. 10. Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memilki ostomi, perawat mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan iritasi), tipe peralatan yang digunakan, dan metode yang digunakan untuk mempertahankan fungsi ostomi. 11. Riwayat pengobatan.

Perawat menanyakan apakah klien mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat besi dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau karakteristik feses 12. Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya stres. 13. Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih. Apabila klien tinggal didalam rumah yang ditempati oleh beberapa orang, berapa banyak kamar mandi yang tersedia? Apakah klien memilki kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu menggunakan kamar mandi bersama-sama yang menyebabkan mereka harus menyesuaikan waktu dalam menggunakan kamar mandi untuk mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal bersama mereka? Apakah klien tinggal sendiri, apakah mereka mampu berjalan ke toilet dengan aman? Apakah klien tidak dapat defekasi secara mandiri, perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan menentukan caranya. 14. Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu di evaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien. PENGKAJIAN FISIK. Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi. evaluasi. PARAMETER STRATEGI PENGKAJIAN. Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan. Observasi cara klien berjalan; tetapakan adanya kebutuhan penggunaan peralatan bantuan atau seseorang untuk membantu klien. Pada klien yang menggunakan kursi roda. Catat tingkat kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi ke commode atau ke kamar mandi Ketangkasan Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan dibutuhkan untuk memasukan supositoria atau melakukan stimulasi secara manual ( mis, memegang Pemeriksaan fisik yang terfokus pada

sebuah pensil, memutar jari telunjuk. Sensasi anorektal Pada klien yang mengalami rembesan feses tanpa merasa ingin defekasi. Masukan kateter urine dengan balon berukuran 30 cc ke dalam rektum; gembungkan balon dengan perlahan dan instruksikan klien dengan memberitahu Anda jika ia merasakan distensi rektum. Kegagalan klien untuk berespon terhadap balon kateter berukuran 30 cc ini mengindikasikan adanya kerusakan fungsi. Fungsi sfingter anus Inspeksi anus saat beristirahat. Kemudian lakukan pemeriksaan secara manual sambil meminta klien mengontraksi dan merelaksasikan sfingternya yang diikuti dengan valsalva manuver. Ketidakmampuan untuk merasakan distensi rektum, mengontraksikan anus secara sadar atau mengedan merupakan indikasi terjadinya kerusakan fungsi. Kontraktilitas otot abdomen Instruksikan klien untuk mengedan (atau meminta klien mendorong tangan pemeriksa) sementara mempalpasi dinding abdomen dengan perlahan. Periksa keberadaan, volume dan konsistesi feses di dalam rektum. Keberadaan feses dalam jumlah besar merupakan indikasi penurunan sensasi dan atau gangguan pada proses pengosongan usus. Mulut. Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengeruhi kemampuan mengunyah.

Abdomen. Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat. Namun, gelombangperistaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus. Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga peritonium dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan direnggangkan. Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus disetiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5-15 detik dan berlangsung selama sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memeperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada

bising usus atau bunyi tinkling (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus kkurang dari lima kali per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi. Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada dibawah abdomen tersebut.

Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi. Rektum. Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rektum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang relaksasi menuju umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

II.7 Diagnosa keperawatan Label diagnostik masalah eliminasi alvi menurut NANDA meliputi : Inkontinensia alvi Konstipasi Resiko terjadi konstipasi Konstipasi yang dirasakan Diare

(aplikasi klinis dari diagnosa ini lihat pada pedoman diagnosa NANDA yang meliputi tujuan dan intervensi) Masalah eliminasi alvi dapat mempengaruhi banyak area fungsi manusia dan dapat menjadi etiologi diagnosa NANDA yang lain, seperti : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan a. Diare berkepanjangan b. Hilangnya cairan abnormal melalui ostomy Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan a. Diare berkepanjangan b. Inkontinensia alvi Harga diri rendah berhubungan dengan a. Ostomy b. Inkontinensia usus c. Perlunya bantuan untuk toileting Defisit pengetahuan tentang bowel training, manajemen ostomy berhubungan dengan kurangnya pengalaman Ansietas berhubungan dengan a. Hilangnya kontrol eliminasi alvi akibat ostomy b. Respon lain terhadap ostomy

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. ( Tarwoto, 2004, 48). Defekasi adalah proses pembuangan tau pengeluaran sisa metabolisme berupa fases dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi: usia, aktivitas, obat-obatan, gaya hidup, tonus otot, cairan, pola diet, penyakit, nyeri, kerusakan sensorik dll. Gangguan eliminasi alvi: hemoroid, diare, impaksi fekal, flatulens, inkontinansial fecal.

DAFTAR PUSTAKA

Perry potter.2009.Fundamental Keperawatan.Edisi 7.Jakarta:Salemba Medika. Tim Penulis Poltekkes Jakarta 3.2009.Panduan Pratikum KDM 1.Jakarta:Salemba Medika. Asmadi.2008.Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.Jakarta:Salemba Medika. http://id.scribd.com/doc/91801070/jurnal http://spink-master.blogspot.com/2011/09/makalah-eliminasialvibab.html?zx=24e0811fd2deea63 http://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI http://nursing-academy.blogspot.com/2011/09/eliminasi-alvi.html http://perawatsupri.wordpress.com/2008/07/07/asuhan-keperawatan-dengan-masalaheliminasi-alvi/ http://id.scribd.com/doc/75341615/Gangguan-eliminasi-fekal

Anda mungkin juga menyukai