Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Di antara beberapa sediaan farmasi yang ada, tablet merupakan bentuk sediaan

farmasi yang paling umum diresepkan dan juga sebagai obat bebas yang paling banyak jenis dan jumlahnya yang dijual di apotik dan toko obat dari bentuk sediaan yang lainnya (Siregar, 2010), oleh karena itu banyak dilakukan penelitian supaya dapat dihasilkan tablet yang berkualitas. Bentuk sediaan obat tablet menguntungkan karena takarannya tepat, harganya murah, stabilitas yang terjaga dalam sediaannya serta mudah digunakan. Bentuk tablet ada bermacam-macam yaitu bentuk silinder, kubus, batang, cakram dan oval (Voigt, 1994). Maka cara pemberian yang paling utama untuk memperoleh efek sistemik adalah pemberian melalui mulut. Dari obat yang diberikan melalui mulut maka sediaan padat berbentuk tablet lebih disenangi (Ansel,1989). Tujuan utama merancang bentuk sediaan tablet adalah untuk mengadakan perencanaan formulasi yang dikehendaki untuk mencapai suatu respon terapi. Seperti yang diuraikan di atas, zat aktif obat merupakan bagian dari suatu formula dari suatu gabungan dengan satu atau lebih zat non aktif (eksipien atau ingredient) yang mengadakan fungsi farmasetik yang beragam yang dikehendaki dan khusus (Siregar, 2010).

Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi menggunakan mesin yang mampu menekan bahan-bahan dalam bentuk serbuk atau granulasi dengan berbagai bentuk dan ukuran. Dalam pembuatan tablet kompresi, metode granulasi basah merupakan metode yang paling banyak dipakai. Dalam pembuatanya hampir tidak ada bahan yang dapat langsung dikempa, sehingga diperlukan bahan-bahan tambahan untuk memperoleh hasil yang baik. Bahan-bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin, pewarna, dan lain-lain (Voigt, 1994). Komponen tablet nonaktif atau eksipien merupakan zat inert secara fisik, kimia, dan farmakologi yang ditambahkan kedalam formulasi sediaan tablet untuk membantunya memenuhi persyaratan proses teknologi persyaratan spesifikasi teknis, fisik, penampilan, persyaratan mutu resmi (farmakope), dan juga persyaratan tidak resmi yang ditetapkan oleh pabriknya sendiri. Seleksi dan pengujian eksipien dalam formula tablet memberikan tantangan untuk formulator di masa depan. Kemampuan mengatasi masalah yang terjadi merupakan suatu sifat yang berharga, sedangkan kemampuan mencegah masalah melalui desain eksperimental memadai merupakan suatu kebajikan, menuju pengembangan produk yang lebih handal dan tepat guna dan jika dirangkaikan dengan metode optimisasi, formulator mungkin dapat menunujukkan seberapa dekat suatu formula tertentu ke kondisi optimal (Siregar, 2010).

Zat pewarna dimasukkan ke dalam tablet pada umumnya untuk memberi identitas pada prodak yang kelihatannya sama dalam suatu jalur produk industri farmasi. Zat pewarna terbagi atas 2 jenis, yaitu : 1. 2. Pewarna yang larut air, memberi warna yang jernih. Pigmen yang tidak larut air, yang harus didispersikan kedalam produk (Siregar, 2010). 3. Pewarna dalam bentuk pigmen khusus. Pigmen ini dapat langsung di tambahkan dalam formulasi tablet. Untuk meminimalkan timbulnya bercak lebih baik pigmen dicampur lebih dahulu dengan pengencer. Penggunaan warna dalam suatu produk berfungsi sebagai identitas dan dapat digunakan untuk menarik konsumen agar membeli produk tersebut, sehingga penggunaan warna sangatlah penting. Pewarna sintetik banyak digunakan produsen untuk menghasilkan suatu produk ( Yulianti, 2009 ). Pewarna alami ada beberapa golongan, yaitu golongan flavonoid (antosianin, antosianidin, antoxanthin), golongan alkaloid (betalain, betasianin, betaxantin), golongan karotenoid (karotin, xanthofil, retinoid), klorofil dan lain-lain (Burdock, 1997). Betalain adalah pigmen berwarna merah, merah anggur yang ditemukan dalam

tanaman dari kelas Caryophyllales, salah satunya adalah umbi bit (Beta vulgaris L). (Davies, 2004 dan Anil, 2003). Umbi bit telah dimanfaatkan masyarakat sebagai pewarna makanan. Hal ini dikarenakan umbi bit mempunyai warna yang khas berwarna merah yang sangat bagus dan hanya dengan cara direbus dapat menghasilkan warna yang dapat digunakan sebagai pewarna (Wirakusuma, 2007 dan Suyanti, 2008). Penggunaan pewarna alami sebagai pewarna memiliki beberapa syarat, yaitu memiliki daya larut yang tinggi, stabil saat diolah maupun disimpan. Untuk

menstabilkan suatu zat pewarna alami harus memperhatikan beberapa faktor - faktor yang yang mempengaruhi stabilitas zat warna yaitu, pH suhu, enzim dan sinar matahari (Henry dan Hougton,1996).

B.

Keaslian Penelitian Dalam menggali informasi tentang ada atau tidaknya bahan alami sebagai

pewarna pada tablet menggunakan umbi bit (Beta vulgaris L) tidak kami temukan, pemanfaatan umbi bit baru sebagai pewarna dalam makanan. Maka itu penelitian

mengenai bahan pewarna untuk tablet merupakan penelitian yang baru dan belum pernah dilakukan. C. Faedah yang diharapkan Pada penelitian ini ingin diketahui pewarna umbi bit (Beta vulgaris L) sebagai bahan pewarna pada tablet dengan pertimbangan bahwa zat pewarna ini harganya murah dan digunakan di bidang farmasi.

D.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk : 1. Memperoleh zat warna dari umbi bit sehingga didapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pewarnaan pada tablet. 2. Mengetahui kemampuan zat warna umbi bit sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet.

E.

Permasalan Apakah warna dari ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L) dalam etanol absolut

dapat homogen dan berpengaruh terhadap sifat fisik, jika digunakan sebagai bahan tambahan dalam pewarnaan pada tablet.

F.

Hipotesis Zat warna yang dihasilkan dari umbi bit (Beta vulgaris L) memenuhi syarat

sebagai bahan tambahan dalam mewarnai tablet menurut farmakope Indonesia edisi ke IV . G. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknologi Farmasi Falkultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman 1. Klasifikasi Tanaman Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2. Morfologi Tanaman a. Batang Batang menyerupai bentuk tanaman lobak dan tinggi batang mencapai 30 sampai 40 cm. batang berwarna merah ungu. : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Hamamelidae : Caryophyllales : Chenopodiaceae : Bet : Beta vulgaris L.(Anonim, 2008)

b. Daun Daun berbentuk crenatus, yaitu sinus berbentuk lancip dan angulus berbentuk tumpul. Panjang daun sekitar 10 sampai 30 cm dan lebar daun sekitar 5 sampai 8 cm. Berwarna hijau muda. c. Akar Umbi akar berbentuk gasing (napiformis) dan berupa akar tunggang

mengandung banyak pigmen warna dan glukosa dengan diameter 5 sampai 10 cm dan massanya sekitar 500 sampai 1000 gram (Tjitrosoepomo, 2000 dan Anonim, 2007). 3. Kandungan Kimia Warna merah pada umbi bit, karena adanya pigmen betalain. Betalain pada bit berada di dalam betanin, isobetanin, probetanin, dan neobetanin (yang

merupakan bagian dari betacyanin). Selain itu bit mengandung pigmen lain yaitu indicaxanthin dan vulgaxanthins (kuning ke oranye pigmen dan merupakan bagian dari (betaxantin) (Davies, 2004).

B.

Betalain Betalain adalah pigmen berwarna merah, merah anggur yang ditemukan dalam

tanaman dari kelas Caryophyllales. Dalam bentuk garam dapat larut dalam air maupun etanol. Pigmen warna ini menggantikan pigmen dari antosianin dan banyak terkandung di dalam kelopak bunga, tetapi terdapat juga di dalam buah daun, batang, dan akar. Nama "betalain" berasal dari bahasa Latin nama spesies bit (Beta
8

vulgaris L). Tananam yang mengandung betalain selain bit adalah bugenvil, amarantha, dan bunga pada kaktus. Betalain berbentuk aromatik indola derivative yang disintesis dari tirosin. Setiap betalain mengandung glikosida, dan terdiri dari gula dan bagian berwarna, yaitu betacyanins untuk warna ungu kemerahan dan betaxantin untuk warna kuning. Betalain memiliki panjang gelombang maksimal 530 nm dalam pelarut air (Davies, 2004 dan Anil, 2003) .

Gambar 1. Struktur bangun kadungan Umbi Bit

C.

Ekstrak 1. Pengertian Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa dipelakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

2. Metode Ekstraksi a. Metode Secara Dingin 1) Maserasi Maserasi merupakan cara ekstrasi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarutnya selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya Maserasi kinetik adalah maserasi dengan cara pengadukan dan memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik (Voigt, 1995). 2) Perkolasi Menggunakan alat pekolator. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas akan mengalir turun menurun melalui simplisia sehingga pelarut yang selalu baru sampai sempurna, karena adanya pelarut yang dialirkan secara kontinyu maka akan proses maserasi bertahap banyak, dibandingkan maserasi yang akan mengalami
10

keseimbangan

konsentrasi

antara

larutan

sel

dengan

cairan

disekelilingnya. Biasanya pada suhu temperatur ruangan (Voigt,1995).

b. Metode Secara Panas 1) Metode Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Proses pengulangan residu pertama sampai 3 5 kali sehingga proses ekstraksi berjalan sempurna (Anonim, 2000). 2) Soxletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan pelarut yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan pelaruti telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Keuntungan metode ini adalah : menggunakan pelarut yang lebih sedikit (Voigt,1995).

11

3) Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan 40-50oC (Anonim, 2000). 4) Infus Ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air dengan temperature 96 98 oC selama 15 20 menit (Anonim, 2000). 5) Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30oC) dan temperatur sampai titik didih air (Anonim, 2000). 6) Destilasi Uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sebagian (Anonim, 2000; Harbone, 1987).

12

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, etanol-air atau eter (Anonim, 1979), dimana cairan penyari harus memiliki criteria antara lain; inert, dapat melarutkan zat uji sesuai kepolarannya, selektif, mudah di uapkan, tidak toksik, murah dan mudah diperoleh. Etanol dipertimbangkan dalam sebagai cairan penyaring karena lebih selektif, kuman sulit tumbuh dalam etanol > 20%, tidak beracun, netral, absobsi baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit

D.

Granulasi Pada umumnya sebelum penabletan dilakukan, obat dan bahan pembantu perlu

digranulasi yang artinya partikel-partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat. Dalam hal ini diperoleh butiran, dimana partikel- partikel sebuknya memiliki daya lekat, disamping itu daya alirnya menjadi lebih baik. Dengan daya alir yang baik, pengisian ruang cetak dapat berlangsung secara countinue dan homogeny (Voigt, 1973). Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel kecil atau serbuk, umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Aulton,1988). Ukuran dari granul yang ideal umumnya berkisaran antara 400-800 m (Martin,1933).

13

Tujuan utama granulasi adalah untuk memperbaiki sifat alir serbuk yang akan dibuat tablet dengan jalan memperbaiki ukuran partikel serbuk dan berifat free flowing (dapat mengalir bebas). Selain itu tujuan lainnya adalah : 1. 2. Mentransformasi sifat permukaan serbuk yang hidrofobik menjadi hidrofilik. Menjaga homogenitas campuran yang akan dikempa selama proses kompresi, agar tercapai keseragaman kadar. 3. 4. 5. Menambah kohesifitas serbuk. Mengurangi debu. Memudahkan kompresi campuran serbuk karena serbuk telah mengumpal dan struktur partikelnya telat dimodifikasi. 6. Menjamin aliran granul kedalam ruang cetak selalu konstan sehingga tercapai keseragaman bobot. Granul yang baik harus memiliki sifat-sifat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tidak teralu keras dan tidak rapuh. Cukup padat tetapi tidak rapat. Memberikan kohesi yang baik terhadap tablet yang dibuat. Dapat melepaskan zat aktifnya. Tidak mudah rusak selama proses pengempaan. Bentuk mendekati bundar. Tidak teralu banyak fines (bagian yang halus dari granul) sehingga tidak mengganggu sifat alirnya.

14

Dari bahan asal yang sama, bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisika dan kimia. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu, granul tidak segera mengering dan mengeras bila dibandingkan dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan granul lebih kecil dibandingkan dengan serbuknya. Granul biasanya lebih tahan terhadap pengaruh udara (Ansel,1989). Metoda pembuatan granul memiliki beberapa metoda dengan karakteristik masingmasing meliputi : 1. Metode Kempa Langsung. Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki daya kohensif (gaya tarik menarik antara molekul sejenis) yang besar dan sifat alir yang baik. Merupakan cara yang paling cepat, sederhana, dan tidak banyak memerlukan peralatan yang dipakai, karena bahan obat dan zat tambahan dapat langsung dicetak menjadi tablet tanpa memerlukan granulasi kering dan granullasi basah. Namun cara ini terbatas pada massa bakal tablet atau granul yang mudah dicampur mengalir bebas (Lachman et al, 1994). 2. Metode Granulasi Kering Metode ini cocok untuk bahan obat yang tidak stabil dalam pemanasan dan kelembaban. Caranya bahan obat dan semua zat tambahan dalam keadaan kering dicampur hingga terbentuk campuran serbuk yang homogen, campuran serbuk ini dikempa cetak dengan tekanan tinggi terbentuk tablet yang besar dan dipipih, besarnya 2-3 kali tablet biasa. Proses ini disebut slugging dan hasilnya disebut slug. Slug-slug ini kemudian dihancurkan kembali menjadi granul-granul kering
15

dengan derajat halus yang sesuai dengan besarnya tablet yang yang akan dibuat dan siap untuk dicetak, bila perlu dengan penambahan zat tambahan (Ansel, 2008). 3. Metoda granulasi basah Metode ini digunakan untuk bahan obat yang tahan air dan pemanasan, metode ini menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan lebih lama karena memiliki kompresibilitas (kemampuan untuk dikempa) yang lebih tinggi dibandinkan cara granulasi yang lain, sehingga tablet tidak mudah rapuh (Arthur et al, 1975). Caranya obat atau campuran obat dijadikan serbuk halus, ditambahan zat tambahan, diaduk hingga terjadi campuran homogen, dalam mortar atau dalam alat pengaduk serbuk, diayak dengan derajat halus yang cocok, lalu ditambahkan larutan zat pengikat berupa musilago amilum secara sedikit demi sedikit sehingga campuran serbuk dengan musilago membentuk massa lunak basah / banna breaking (lachman et al, 1994),kemudian diayak dengan derajat halus yang cocok dan dikeringkan pada suhu 60 . Setelah menjadi massa yang kering diayak lagi dengan derajat halus yang sesuai dengan besarnya tablet yang dibuat (Ansel, 2008).

16

F.

Tablet Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk

tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung , mengandung satu jenis obat atau lebih denganatau tanpa zat penambah. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisih, zat pelicin, zat pengembang, zat penghancur, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979) atau sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Anonim, 1995). Tablet dapat berbentuk bundar, pipih atau cembung rangkap dan tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian dan metoda pembuatannya tablet pada umumnya digunakan pada pemberian oral (Ansel, 1989), mempunyai garis tengah 5-17 mm, bobotnya 0,1-1,0 g (Voigt, 1994) dan dengan diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1/3 tablet, yaitu tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak adalah tablet yang dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan, sedangkan tablet kempa adalah tablet yang dibuat dengan cara tekanan yang tinggi pada serbuk atau granul dengan cetakan baja (Gusmayadi, 2000). Keuntungan dari sediaan tablet adalah sebagai berikut : 1. 2. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang baik.
17

3. 4.

Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatan paling rendah. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

5.

Tablet biasa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasam diusus atau produk lepas lambat.

6.

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas dan dikirim.

Tablet mempunyai kerugian sebagai berikut : 1. 2. 3. Beberapa bahan obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak. Bahan obat yang memiliki bau dan rasa yang pahit sukar untuk dihilangkan. Pemakaiannya terbatas (Hanya untuk yang dapat menelan tablet).

Beberapa masalah pada tablet misalnya capping yaitu terpisah sebagian atau seluruh atau seluruh permukaan tablet dari tubuhnya; laminating adalah terkelupasnya lapisan permukaan menjadi lapisan-lapisan tipis; picking yaitu sebagian massa tablet menempel pada punch; sticking yaitu terjadinya penempelan sebagian massa tablet pada dinding rongga kempa (die); mottling merupaka tidak meratanya zat pewarna sehinggga tablet nampak bertotol-totol pada permukaannya; whiskering keadaan terbentuk sayap pada tepi permukaan tablet.

Masalah lain yang timbul dan dapat terjadi adalah ketidak seragaman bobot yang disebabkan oleh faktor ukuran dan distribusi granul, kecpatan alir granul yang

18

buruk, pencampuran yang kurang baik, pencampuran yang kurang baik, dan masalah ketidakseragaman kekerasan (hardness) yang disebabkan oleh faktor beda kerapatan diantara granul cukup besar (Santosa, 1993).

G.

Evaluasi Untuk memperoleh tablet yang baik perlu adanya uji terhadap bahan baku,

granul yang diperoleh dari proses granulasi, serta tablet yang dihasilkan. Tahapantahapan dalam proses pembuatan juga perlu diperhatikan. 1. Evaluasi Bahan Baku Uji organoleptis : bentuk, ukuran, warna luar, warna dalam, bau dan rasa. 2. Evaluasi granul meliputi : Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah granul yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik atau tidak. a) Uji visual, melihat granul secara langsung. b) Waktu alir, waktu yang diperlukan untuk mengalir sejumlah granul atau serbuk pada alat yang akan dipakai. Mudah tidaknya granul atau serbuk mengalir dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, dan kelembaban granul, untuk 100 gram granul atau serbuk dengan waktu alir lebih dari 10 detik akan mengalami kesulitan pada waktu penabletan (Parrott,1971).

19

c) Sudut diam, sudut tetap yang terbentuk antara tibunan partikel berbentuk kerucut dengan bidan horizontal. Besar kecilnya sudut dipengruhi oleh bentuk dan ukuran partikel serta kelembapan granul. Granul akan mengalir dengan baik jika memiliki sudut 25- 45 (Siregar, 2010). Sudut diam dapatdihitung dengan rumus: Tg = (1)

Keterangan: Tg = sudut diam () h = tinggi kerucut (cm) t = jari-jari (cm) d) Pengetapan, penurunan volume volume granul / serbuk akibat hentakan dan getaran. Semakin kecil indeks pengetapan (%), semakin baik alirnya. Uji pengetapan dilakukan dengan alat Bulk density Tester. Pegurangan volume campuran akibat pengtapan dinyatakan dengan harga tap (C). Granul memiliki sifat alir bagus bila indeks tapnya lebih dari 20% (Lacman et al, 2008).

C=

x 100% ..(2)

Keterangan: C = Persen Kompresibilitas (%) Vo = volume granul sebelum tab (ml) Vt = volume granul sesudah tab (ml)
20

e) Distribusi ukuran granul, uji untuk mengetahui penyebaran ukuran granul yang diperoleh. Zat padat yang secara alamiah berada dalam bentuk partikel dan granul adalah metode pengayakan, metode yang praktis dan mudah dalam pelaksanaannya. Alat yang digunakan adalah ayakan bertingkat (Anonim, 1995). Sedangkan untuk mengetahui ukuran partikel rata-ratanya dapat dihitung dengan rumus : Ukuran rata-rata =
) ))

(3)

Ukuran diameter granul yang baik adalah 400 m sampai 800 m (Martin et al, 1988). Granul dilakukan dengan cara pengayakan. Seperti halnya pada uji distribusi ukuran granul. 3. Evaluasi tablet yang dihasilkan Granul yang telah dikempa menjadi tablet perlu di uji untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan sudah memenuhi prasyarat atau belum. a) Uji visual, melihat tablet secara langsung. b) Keseragaman bobot, timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masingmasing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada

21

kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet (Anonim, 1979).
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

Bobot Rata-Rata 25 mg atau kurang 26 mg - 150 mg 151 mg - 300 mg Lebih dari 300 mg

Penyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam % A 15% 10% 7.50% 5% B 30% 20% 15% 10%

c) Kekerasan tablet, adalah suatu parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, tekanan, dan kemungkinan terjadinya terjadi keretakan tablet pada saat pembungkusan atau pengepakkan, pengakutan, dan penyimpanan. Tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-8 kg (Parrott, 1971). d) Kerapuhan, yaitu parameter lain dari ketahanan tablet terhadap goncangan dan pengangkutan. Nilai kerapuhan yang baik yaitu tidak boleh lebih dari 1% (Lachman, 1994). ) 100% .....(4)

B= ( 1-

22

Keterangan : B = Kerapuhan (%) W = Bobot setelah diputar (dalam friability tester), setelah dibebaskan debu Wo = Bobot mula-mula, setelah dibebaskan debu e) Waktu hancur, waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam media yang sesuai, sehingga tidak ada lagi tablet yang tertinggal diatas kasa. Semakin besar kekerasan tablet, maka waktu hancurnya akan semakin lama. Waktu hancur tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit atau 900 detik (Anonim, 1995).

Pemberian bahan yang digunakan : 1. Pewarna tablet adalah zat pewarna yang berasal dari buah bit (Beta vulgaris L ). Serbuk bewarna merah, rasa sedikit manis dan tidak berbau. 2. Amprotab adalah nama dagang dari De Meikindustries Veghel (DMP) untuk amilum manihot yang telah dibuat sedemikian rupa sehinga berkualitas farmasetis dan baik untuk dipakai sebagai bahan tambahan untuk pembuatan tablet. Berupa serbuk halus putih, tidak berbau dan tidak berasa, tidak larut dalam air dim ngin dan alcohol, positif terhadap pereaksi larutan iodium dan tidak organism patogen (Gusmayadi, 2000). 3. Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul hidrat. Laktosa monohidrat dihasilkan dengan cara

23

rekristalisasi dari larutan lewat jenuh dibawah suhu 93,5C. Serbuk atau massa herblur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau, dan rasa sedikit manis, stabil diudara tetapi mudah menyerap bau (anonym, 1995). 4. Corn starch, Adalah nama dagang dari amiylum jagung yang dibuat sedemikian rupa sehingga berkualitas farmasetik dan baik untuk dibut sebagai zat tambahan pada pembuatan terutama sebagai bahan panghancur tablet (Aulton, 1988). 5. Magnesium stearat, berupa serbuk halus berwarna putih, licin dan mudah melekat pada kulit dengan bau lemah khas. Praktis tidak larut dalam air, dalam etenol 95%P dan dalam eter P (Anonim, 1995), berguna sebagai bahan tambahan yang umumnya sebagai bahan pelicin dalam formulasi tablet (Aulton, 1988). 6. Talkum, adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit alumunium silikat. Berupa serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah melekat pada kulit, warna putih atau kelabu, tidak larut dalam semua pelarut (Anonom, 1995), umumnya digunakan sebagai bahan pelicin dalam formula tablet (Wade dan Weller, 1994).

24

Bab III Metode Penelitian

A.

Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik

(ADAM ), timbangan kasar, botol coklat, kertas saring, kompor, cawan uap, krustang, botol timbang, rotary evapolator (Buchi), pisau, ayakan, bertingkat, mesin pengetap, corong alumunium, lumpang dan alu, mesin tablet single punch, jangka sorong, hardness tester, friability tester, disintegration tester, stop watch, palat silica gel, pipa kapiler, chamber (CAMAG), Erlemayer, Beaker gelas, lampu UV.

B.

Bahan Umbi beet (Beta vulgaris L) yang telah dilakukan keseragaman dengan

berdiameter kurang lebih 4 cm, yang telah dideterminasi pada pusat Herbarium Bogoriense LIPI, Cibinong, Etanol absolute.

25

C.

Cara Kerja 1. Persiapan simplisia Umbi dicuci kemudian di kupas dan dirajang sampai halus. 2. Pemeriksaan simplisia a. Uji Organoleptis : bentuk, ukuran, warna luar, warna dalam, bau dan rasa. b. Penetapan kadar abu Ditimbang 2,5 gram simplisia dengan seksama ke dalam kurs yang telah ditara, dipijarkan perlahan lahan kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 25o C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta timbang berat abu hingga konstan.(Anonim, 1979). Rumus : Kadar abu: Keterangan : A B C : bobot kui kosong+ekstrak seblum ditanur : bobot kui kosong+ekstrak setelah ditanur : bobot kui kosong
) )

X 100% (5)

26

3. Pembuatan ekstrak kental Ekstrak di buat dengan cara maserasi. Umbi segar bit ( Beta vulgaris L ) yang sudah di bersihkan dan dirajang halus sebanyak 1 kg direndam dengan etanol absolut sebanyak 1,5 liter selama 5 hari dan pelarut diganti sebanyak 3 kali, sambil diaduk secara berulang ulang (3 kali sehari). Maserat dikumpulkan, kemudian dikentalkan dengan rotari evaporator sampai kental yang dapat dituang. Hasil dari rotari evaporator diuapkan dengan menggunakan penangas air sambil diaduk sampai kental (Voigt, 1995). 4. Pemeriksaan ekstrak kental Parameter spesifik (Depkes RI, 1980) a. Uji Organoleptis Ekstrak diamati bau, rasa, warna, bentuk. b. Perhitungan Rendemen Rumus: x100%................................................................................(6)

Keterangan : A : bobot ekstrak kental B : bobot simplisia

27

c. Penetapan kadar abu Ditimbang 2,5 g ekstrak dengan seksama ke dalam kurs yang telah ditara, dipijarkan perlahan lahan kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 25o C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta timbang berat abu hingga konstan (Anonim, 1979). Penetapan kadar abu dihitung dengan rumus (5). d. Penetapan kadar air Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Ratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal (5 mm- 10 mm) dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, biarkan botol timbang dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase kadar airnya (Anonim, 1995). Penetapan kadar air dihitung dengan rumus (5). e. Skrining Fitokimia (Harbone, 1987) 1) Pemeriksaan minyak atsiri Satu ml ekstrak bit diuapkan sampai kering ( dalam cawan uap ) jika didapat bau aromatik, tambahkan alkohol sebagian larutan diuapkan dan

28

sebagian untuk melakukan identifikasi lemak. Jika berbau aromatik maka positif mengandung minyak atsiri. 2) Pemeriksaan lemak Satu ml alcohol sisa identifikasi minyak atsiri, diuapkan didalam cawan uap, lalu dilakukan penyabunan dengan KOH 0,5 % dalam alcohol. Jika terdapat tetesan tetesan minyak berarti positif mengandung minyak lemak. 3) Pemeriksaan alkaloid Sebanyak 4 gram ditambah 20 ml chloroforom, kemudian ditambahkan NH4OH lalu disaring dan diuapkan sampai mengental, kemudian ditambahkan HCl 2N dikocok, ambil lapisan asam lalu dibagi 3 bagian dalam tabung reaksi, ditambah beberapa tetes pereaksi dragendorf menunjukan endapan jingga, ditambah pereaksi bouchardad akan terbentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi mayer endapan putih menunjukan adanya alkaloid. 4) Pemeriksaan tanin Ekstrak kental ditambahkan 3 tetesan larutan FeCl3 lalu diamati perubahan warna. Jika terbentuk warna biru kehijauan maka positif tannin.

29

5) Pemeriksaan saponin Ditimbang 0,5 gram simplisia ditambahkan 10 ml air didalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 menit, diamkan selama 10 menit bila busa stabil, positif saponin. 6) Pemeriksaan flavonnoid Ekstrak kental ditambahkan HCl pekat dan ditambahkan logam Mg jika terbentuk busa warna merah atau jingga, berarti positif tannin, kemudian ditambah amil alkohol lalu dikocok, jika warna merah naik keatas positif flavonoid. 7) Pemeriksaan kumarin Ekstrak kental ditambahkan air panas dan dinginkan. Setelah dingin bagi menjadi dua tabung, tabung I diberi ammonia 10 % dan tabung ke II sebagai pembanding. Lihat dibawah lampu UV, jika terdapat flourosensi kuning kehijauan atau kebiruan berarti positif mengandung kumarin.

30

5. Formulasi Untuk membuat granul digunakan formula : R/ Amprotab Laktosa Bahan pewarna Musilago Amili 10% 250 Gram 250 Gram X% QS

Untuk membuat tablet ditambahkan pada granul bahan penghancur, bahan pelicin dan bahan pewarna dengan formula sebagai berikut : R/ Untuk membuat tablet pada granul bahan penghancur dan bahan pelicin dengan formula sebagai berikut : R/ Granul Bahan penghancur Bahan pelicin 75 Gram 4% 1%

Penambahan Bahan pewarna dari buah Bit ini di lakukan secara eksternal yaitu dengan kadar 0,1% ; 0,5% dan 1%.Untuk bahan pelicin digunakan

kombinasi Magnesium Stearat dan talkum dengan perbandingan 1 : 9 sebanyak 1% yang di tambahkan pada setiap formula. Untuk bahan penghancur yang digunakan corn starch dengan kadar 5%.

31

6. Granulasi Ekstrak campuran umbi Bit dicampur dengan bahan tambahan lainnya serta dengan bahan pengikat yang telah dibuat musilag, sampai terbentuk massa yang dapat menggumpal ketika dikepal dan bila di patahkan tidak hancur berantakan (Banana Breaking). massa ini kemudian di ayak dan dikeringkan dalam lemari pengering dengan suhu 40-60 selama (Anief, 2006). Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam serbuk. Granul yang sudah kering diayak dengan ayakan nomor 12 (Anief, 2006) yang bertujuan untuk menghindari variasai ukuran granul sehingga dihasilkan granul yang memiliki fluiditas baik dan menjamin keseragaman bobot tablet.

7. Evaluasi granul a. Uji visual Melihat secara langsung granul yang dihasikan. b. Waktu alir Seratus gram granul dimasukkan tankainya ke dalam corong yang ujung tankainya ditutup. Penutup corong dibuka dan granul dibiarkan mengalir sampai habis, kemudian menghitung waktu alir granul dengan stopwatch (Siregar, 2010). c. Sudut diam Seratus gram granul dimasukan secara perlahan melalui lubang bagian atas sementara bagian bawah ditutup. Setelah semua serbuk dimasukan,
32

penutup dibuka dan serbuk dibiarkan keluar, kemudian diukur tinggi kerucut yang terbentuk dan diameternya. Sudut diam dihitung dengan rumus (1) (Siregar, 2010). d. Pengetapan Granul dimasukan kedalam gelas ukur 250 ml secara perlahanlahan,kemudian dicatat sebagai Vo. Gelas ukur dipasang pada alat uji. Kemudian dihentakan sepuluh kali secara berulang hingga tidak terjadi perubahan volume. Volume akhir setelah pengetapan dicatat Vt. Indeks tap kemudian dihitung dengan rumus (2) (Siregar,2010). e. Distribusi ukuran granul Seratus gram granul dimasukan ke dalam ayakan bertingkat yang telah disusun berdasarkan ayakan dengan nomor terkecil pada ayakan teratatas lalu ditutup dan mesin dinyalakan pada frekuensi 30Hz selama 25 menit. Bobot granul yang tertinggal pada masing-masingayakan ditimbang lalu dihitung ukuran granul rata-rata dengan rumus (3) dan persentase distribusinya (Lachman et al, 2008).

8. Pembuatan tablet Granul yang telah dievaluasi, kemudian ditambahkan bahan pelicin lalu dicetak dengan mesin pencetak tablet single punch, bobot tablet 300 mg (Siregar, 2010).

33

9. Evaluasi tablet a. Uji visual Melihat secara langsung tablet yang dihasikan. b. Uji Keseragaman Bobot Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet (Anonim, 1979).
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

Bobot Rata-Rata 25 mg atau kurang 26 mg - 150 mg 151 mg - 300 mg Lebih dari 300 mg

Penyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam % A 15% 10% 7.50% 5% B 30% 20% 15% 10%

c. Kekerasan tablet Satu tablet diletakan tegak lurus pada alat Hardness Tester yang telah di kalibrasi, kemudian penekanan alat diputar pelan-pelan hingga tablet pecah. Skala alat yang menunjukan kekerasan tablet dinyatakan dengan satuan kg dan pengukuran diulangi sebanyak enam kali (Siregar, 2010).

34

d. Kerapuhan Sepuluh tablet yang telah dibebasdebukan ditimbang ditimbang dalam neraca analitik yang dinyatakan sebagai Wo. Kemudian dimasukkan ke dalam Friability Tester selama 4 menit dengan kecepatan 25 putaran per menit. Setelah 4, tablet dikeluarkan lalu dibebas debukan lagi dan di timbang kemudian dinyatakan dalam W, pengkuran dilakukan secara triplo, kemudian dihitung presentase kerapuhan dengan rumus (4). e. Waktu hancur Pengukuran waktu hancur tablet dilakukan dengan alat disintegration Tester. Enam tablet dimasukkan kedalam keranjang tes yang dicelupkan kedalam air bersuhu 37C kemudian dinaik-turunkan hingga seluruh tablet hancur dan dicatat waktunya ( Lachman et al, 2008). f. Analisa data Data hasil penelitian di analisa dengan perbandingan teoritis, yaitu data parameter yang diperoleh dibandingkan dengan yang terdapat pada farmakope Indonesia dan buku standar lain yang diketahui, serta pengujian statistik ANOVA one way.

35

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2007. Teknologi bahan Alam. Bandung: institute Teknologi Bandung. Agoes, G. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Anif, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yokyakarta: Gajamada Muda University Press. Anil JE Icas, 2003, General Chemistry Experiments, America, Hal 85. Anonim , 2007, Buku Pintar Tanaman Obat, Redaksi Agromedia, Jakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal xxx, 9, 772, 840. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal 7, 1033. Anonim, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal 10 - 11 Anonim, 2004. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Direktorat Jendral Obat dan Makanan, Departemen kesehatan RI, hal 13-22. Anonim, 2008, Bit (Beta vulgaris L.), Situs http://www.plantamor.com/index. Februari 2010 Dunia Tumbuhan,

Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Arsyah, 255-271, 607-608. Jakarta: UI Press Banker, G.S. and N.R. Anderson. 2008. Tablet dalam Teori dan praktek Farmasi Industri Edisi III, diterjemahkan oleh Siti suyatmi. Jakarta: UI Press. Burdock, G. A, 1997, Encyclopedia of Food and Color Additives, CRC Press, Inc, New York. Cairns, Donal, 2004, Kimia Farmasi. Diterjemahkan oleh Rini Maya Puspita S.Farm, Apt .Edisi dua, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

36

Davies, Kevin, 2004, Plant Pigmen and Their Manipulation Annual Plant Reviews Vol 14,USA. Departemen Kesehatan RI,1980,Materia Medika Indonesia,Jilid IV, Indonesia. Jakarta. GAF, Henry dan JD, Houghton, 1996 , Natural Food Colorants, edisi ke 2, London . H.C, Ansel, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan oleh F. brahim, Edisi ke empat, UI Press. Jakarta.Hal 247 269 Harbone, J.B. 1987. Metode fitokimia Penuntun Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi III, Bandung: ITB Press. Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia , Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terbitan kedua, terjamahan Padmawinata, K. dan Soediro I., Penerbit ITB, Bandung, hal 4 6. Lacman, L., H.A. Lieberman dan J.L. Kanig. 2008. Teory dan Praktek farmasi Industri. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Lis Arsyah, Ed. III . Jakarta: UI Press. Lamit, R. T., 1979, Skripsi Akhir dengan Judul Identifikasi Zat Warna Dalam Makanan, UI, Jakarta. Magaret, Veronica , 2008, Skripsi Akhir dengan Judul Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu yang Dijual Dipasarpasar DiMedan, Universitas Sumatera Utara. McLellan, M. R. dan Cash, J. N, 1979, Application of Anthocyanins as Colorants for Maraschino-Type Cherries, Hal 483-487. Mulyani, Sri, 2006, Anatomi Tumbuhan, Jakarta. Shi, Z., Lin, M., dan Francis, F. J., 1992, Stability of Anthocyanins from Tradescania pallid, Journal of Food. hal 758 - 760. Siregar. C.J.P. 2010. Teknologi farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Stacketal, 2003, Phytochesmistry 62 , Walshinton state universitas, USA

37

Sujiono Lie, 2011, Skripsi akhir dengan judul Uji Kestabilan Warna Dari Ekstrak Etanol Absolut Umbi Bit ( Beta vulgaris L ), UNTAG. Syaputri, M.V., 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan Bahan Terkatit Vol I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal 62. Tjitrosoepomo, G., 2000, .Morfologi Tumbuhan, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Voigh, R, 1995, Pelajaran Teknolohgi Farmasi, Universitas Gajah Mada . Yogyakarta, Hal 554 570. Watson, David G , Analisa Farmasi.1997, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai