Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang Edema menunjukkan cairan berlebihan di jaringan tubuh. Pada sebagian besar keadaan edema, terutama terjadi pada kompartemen cairan esktrasel, tapi dapat juga melibatkan kompartemen cairan intrasel(1,2). Edema intrasel Dua kondisi yang memudahkan terjadinya pembengkakan intrasel: (1) depresi sistem metabolism jaringan dan (2) tidak ada nutrisi sel yang adekuat. Contohnya, bila aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrien berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan normal, maka pompa ion membran sel menjadi tertekan. Bila hal ini terjadi, ion natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi dipompa keluar dari sel, dan kelebihan ion natrium dalam sel menimbulkan osmosis air ke dalam sel. Kadangkadang hal ini dapat meningkatkan volume intrasel suatu jaringan, bahkan pada seluruh tungkai yang iskemik, contohnya sampai dua atau tiga kali volume normal. Bila hal ini terjadi, biasanya merupakan awal terjadinya kematian jaringan. Edema intrasel juga dapat terjadi pada jaringan yang meradang. Peradangan biasanya mempunyai efek langsung pada membran sel yaitu meningkatkan permeabilitas membran, dan memungkinkan natrium dan ion-ion lain berdifusi masuk ke dalam sel, yang diikuti osmosis air ke dalam sel(1).

Edema ekstrasel Edema ekstrasel terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ruang ekstrasel. Ada dua penyebab edema esktrasel yang umum dijumpai: (1) kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler dan (2) kegagalan sistem limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam darah. Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan(2).
1

Hubungan tekanan koloid osmotik dan tekanan hidrostatik 1. Tekanan Hidrostatik Tekanan permukaan air pada tubuh sama dengan tekanan atmosfir tetapi tekanan meningkat 1 mmHg untuk setiap jarak 13,6 mm dibawah permukaan. Tekanan ini diakibatkan oleh berat air yang disebut tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik timbul disistem vaskuler manusia akibat pembuluh darah. Tekanan hidrostatik juga mempengaruhi tekanan di arteri perifer dan kapiler(2). Tekanan hidrostatik dibagi dua, yaitu:
a. Tekanan Hidrostatik Kapiler (Pc): Tekanan yang bekerja pada bagian dalam

dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar melalui membran kapiler. venula(2).
b. Tekanan Hidrostatik Cairan Interstitium (Pi )

Rata-rata tekanan hidrostatik diujung arteriol kapiler

jaringan adalah 37 mmHg dan semakain menurun menjadi 17mmHg di ujung

Tekanan cairan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstitium. 2. Tekanan Osmotik Osmosis molekul air yang melintasi membrane semipermeabel dapat dihambat dengan memberi tekanan yang berlawanan arah dengan osmosis. Besar tekanan yang dibutuhkan untuk hal ini disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik sama dengan tekanan yang harus diberikan untuk mencegah difusi akhir melalui membran. Semakin tinggi tekanan osmotik suatu larutan, konsentrasi air semakin rendah tetapi konsentrasi zat terlarut semakin tinggi(2). Tekanan osmotik ada 2, yaitu:
a. Tekanan Koloid Osmotik plasma.

Tekanan ini cenderung mendorong cairan ke dalam melalui

membran kapiler(2).

Tekanan osmotik dikenal juga sebagai tekanan onkotik yang merupakan gaya yang disebabkan oleh dispersi koloid protein-protein plasma. Tekanan ini cenderung menimbulkan osmosis cairan ke dalam melalui membran kapiler. Karena terdapat perbedaan konsentrasi antara protein plasma dan cairan interstititium, juga perbedaan konsentrasi air antar dua kompartemen tersebut, maka menimbulkan efek yang mendorong air dari daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma(2).
b. Tekanan Koloid Cairan Interstitium. 2

Tekanan ini menimbulkan osmosis cairan keluar melalui membran kapiler. Tekanan ini tidak banyak berperan dalam bulk flow karena sebagian kecil protein plasma yang bocor keluar dinding kapiler dan masuk ke ruang interstitium dalam keadaan normal dikembalikan ke dalam darah melalui sistem limfe. Dengan demikian, konsentrasi protein dalam cairan intertitium sangat rendah dan tekanan osmotik koloid cairan intertitium mendekati nol. Tetapi apabila protein plasma bocor secara patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan interstisium(2). Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstisial, dan perbedaan tekanan koloidosmotik intravaskuler dan interstisial. Maka aliran cairan(2).

I.2.

Batasan Masalah Referat ini membahas tentang anatomi, definisi, manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan. etiologi, patofisiologi,

I.3.

Tujuan Penulisan Penulisan referat ini bertujuan untuk:


1. Memahami anatomi, definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan

penatalaksanaan pada edema paru. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran 3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Paru RS. Camatha Sahidya Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung.
3

BAB II PEMBAHASAN

II. 1. Anatomi

Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya 90m2. Banyaknya gelembung paru ini kurang lebih 700juta buah. Paru dibagi dua: Paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Paru kiri, terdiri dari dua lobus, pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen pada inferior. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm(2,3).

Letak paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru yang disebut hilus. Pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua:
1.

Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar. Antara

langsung membungkus paru(3).


2.

kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas(3).

II. 2. Definisi Edema paru adalah akumulasi cairan di paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa ada gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan(2,5).

II. 3. Patofisiologi Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah) (1,2).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktorfaktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic edema paru, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic edema paru(1,2). Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru: 1. Membran kapiler alveoli Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial. sistemik(2). 2. Sistem limfatik Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk merima larutan, koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negative di daerah interstisial peribronkial dan perivascular dan dengan peningkatan kemampuan dari interstisium nonalveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari
6

Studi eksperimental membuktikan bahwa

hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi

saluran limfatik tersebut berlebihan.

Bila kapasitas dari saluran limfe

terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat badan 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20ml/jam. dewasa dengan ukuran rata-rata. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensinya terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi(2). Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3 kelompok(2):
1. Peningkatan Afterload (Pressure overload):

Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis Aorta(2).
2. Peningkatan preload (Volume overload):

Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect) (2). 3. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer: Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum(2).

II. 4. Etiologi
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:

Peningkatan tekanan kapiler paru:

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain(2,4):
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan

fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).


2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena

gangguan fungsi ventrikel kiri.


3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena

peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion edema paru).


Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia hati, protein-losing

sekunder

oleh

karena penyakit

penyakit dermatologi

ginjal, atau

enteropaday,

penyakit nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru(2,4). Peningkatan tekanan negatif intersisial: Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura

(unilateral) (2,4).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi

saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma).


Peningkatan tekanan onkotik intersisial. 8

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.


2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory

Distress Syndrome) Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force(2,4).
Pneumonia (bakteri, virus, parasit). Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO). Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,

alpha-naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung. Pneumonitis radiasi akut. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). Disseminated Intravascular Coagulation. Imunologi:

pneumonitis

hipersensitif,

obat

nitrofurantoin,

leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik:
Post Lung Transplant. Lymphangitic Carcinomatosis. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas


9

High Altitude Edema paru. Neurogenic Edema paru. Narcotic overdose.

Pulmonary embolism Eclampsia Post cardioversion Post Anesthesia Post Cardiopulmonary Bypass

II. 5. Manifestasi Klinik Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda(4,5). Stadium 1: Ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi (4,5). Stadium 2: Terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru (garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas
10

bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takipnea (4,5). Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja (4,5). Stadium 3: Terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt (4,5). Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (4,5). Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal dan supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik (4,5). Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras (4,5). II. 6. Pemeriksaan dan Diagnosis Edema Paru Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal jantung kiri. Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur keluar pada ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan hipoksia berat. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan bernafas, yang
11

berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas edema paru kardiogenik masih tinggi(4,7).

Manefestasi klinis dapat diketahui dari: Anamnesis. Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum) (4,7). Pemeriksaan fisik. Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, akan

terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. disertai wheezing. Pemeriksaan pada paru akan jantung dapat ditemukan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering Pemeriksaan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat(4,7). Radiologis. Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar(4,6,7). Foto thoraks. Edema paru secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area
12

putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluhpembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan edema paru lebih mungkin parah menunjukan dari edema lebih banyak paru dari dapat bidangtampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasusyang paru dengan menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada visualisasi yang minimal bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari edema paru, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin mendasarinya(4,6,7).

Gambaran Radiologi yang ditemukan: 1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus) 2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral) 3. Kranialisasi vaskuler 4. Hilus suram (batas tidak jelas) 5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

13

Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru 1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

Gambar 3: Bats Wing


1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada

paru

yang

mempunyai

kelainan

sebelumnya,

contoh:

emfisema) (6).

14

Laboratorium. Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi(6). EKG. Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. edema paru kardiogenik tetapi yang Pasien dengan biasanya non-iskemik

menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia subendokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin(2,4,6).

Tabel 1. Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK) EPK Anamnesis Acute cardiac event (+) Jarang
15

EPNK

Penemuan Klinis Perifer S3 gallop/kardiomegali JVP Ronki Laboratorium EKG Foto toraks ENzim kardiak PCWP Shunt intra pulmoner Protein cairan edema JVP: jugular venous pressure PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure Iskemia/infark DIstribusi perihiler Bisa meningkat > 18 mmHg Sedikit < 0. 5 Biasanya normal Distribusi perifer Biasanya normal < 18 mmHg Hebat > 0. 7 Dingin (low flow state) (+) Meningkat Basah Hangat (high flow meter) Nadi kuat (-) Tak meningkat Kering Tanda penyakit dasar

II. 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita cari penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan segera penyebabnya (3,6). Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab diketahui, maka pemberian terapi suportif sangatlah penting. Tujuan umum adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu dengan cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga perlu dipasang (3,6). :
Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan

kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan

pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
16

Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun

saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.
Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat

diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.


Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi

hipoventilasi.
Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan

dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.


Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg

walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral, meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif.
Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan

Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.
Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru

karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mg sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang optimal.
Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0 mg/kg.

Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran (preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali
17

dosis awal dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal terganggu.
Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila TD

>100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan.

18

BAB III PENUTUP

Edema paru ialah kondisi dimana terjadi penumpukan cairan pada sistem respirasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh. Edema paru terjadi oleh karena aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru bisa terjadidisebabkan oleh faktor peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru (misalnya pada gagal jantung kiri), tapi edema paru pada ARDS timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang pada gagal jantung menyebabkan edema paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik sehingga terjadi edema paru. Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh payah jantung kiri apapun sebabnya. Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh payah jantung kiri akut. Tetapi dengan faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri kronik. Edema paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3rd edition, vol. 2,

Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.


2. Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007.


3. Anonim. Shvoong. com. Desember 24, 2009. http://id. shvoong. com/medicine-

and-health/1957902-anatomi-paru/#ixzz1tGCI0p2T (accessed April 27, 2012).


4. Harun S, Nasution SA. Edema Paru Akut. In : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,

Simandibarata, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
5. Ingram RH Jr. , Braunwald E. Edema paru : cardiogenic and noncardiogenic. In:

Han Disease. Textbook pf Cardiovascular Medicine. Braunwald E. (Ed). 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 1988, pp. 544-60
6. Faruq. scribd. com. 2010. http://www. scribd. com/doc/41785545/Edema-Paru-

Sken4blok18-by-Faruq (accessed April 28, 2012).


7. Santoso Karo, SpJP et al. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut

ACLS 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2008.

20

Anda mungkin juga menyukai