Anda di halaman 1dari 4

Anemia Menurut definisi, anemia adlah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada

sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisioogis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu, mekanisme kompensasinya, tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang didasari, dam parahnya anemia.

Karena jumlah efektif sel darah merah kurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardia, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok. Namun, pengurangan hebat massa sel darah merah dalam beberapa bulan (walapun pengurangan 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui : 1. peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah 2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin 3. mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan 4. redistribusi aliran darah dari organ-organ vital

Salah satu tanda-tanda yan paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vaskontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan

indeks pucat yang dapt diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan O2 tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea, nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia berat juga dapat timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.

Klasifikasi anemia Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan indeksindeksnya atau etiologi. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunukan ukuran sel darah sedangakan kromik menunjukan warnanya. Sudah dikenal 3 klasifikasi besar yaitu : 1. Anemia normositik normokrom di mana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlaj yag normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatic pada sumsum tulang. 2. Anemia makrositik normokrom makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel. 3. Anemia mikrositik hipokrom mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV kurang, MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis heme (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalasemia.

Anemia juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah meningkatnya kehilangan sel darah merah dan penurunan atau gangguan pembentukan sel.

Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perredaran atau oleh pengahancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat perdarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoroid atau menstruasi. Pengahancuran sel darah merah dalam sirkulasi (hemolisis) terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan pengahancuran sel darah merah itu sendiri terganggu adalah : 1. Hemoglobinopati yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misalnya anemia sel sabit. 2. Gangguan sintesis globin, misalnya thalasemia. 3. Gangguan membransel darah merah, misalnya sferositosi herediter. 4. Defisensi enzim, misalnya defisiensi G6PD Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah, yang sering kali memerlukan respon imun.Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh transfusi darah yang tidak cocok. Respon imun autoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang dinamakan anemia hemolitik autoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberiam suatu obat tertentu, seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, atau L-dopa, atau pada penyakitpenyakit sperti limfoma, leukemia limfositik kronik, SLE, arthritis rheumatoid dan infeksi virus. Anemia hemolitik autoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu di mana antibody bereaksi dengan sel-sel darah merah-antibodi tipe panas atau antibody tipe dingin. Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi, penyakit ini akan menimbulkan

anemia hemolitik berat ketika sel darah merah, diinfestasi oleh parasit Plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada permukaan sel darah merah, di mana permukaan sel darah merah menajdi tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa. Klasifikasi etiologis utama yg kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritripoesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah : 1. Keganasan yang tersebar di payudara, leukemia, multipel mieloma, obat dan zat kimia toksik, dan penyinaran dengan radiasi. 2. Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakitpenyait infeksi dan defisiensi endokrin. Kekurangan vitamin penting, sperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi, dapat mengakibtakan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk itu meneggakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi . Anemia aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang dan diklasifikasikan menjadi jenis primer (congenital atau didapat) atau sekunder. Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah penguragan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotenssia hemopoetik, dan kelaina pada sel induk tersebut, yang membuatnya tidak mampu berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang. Pemikiran mengenai adanya suatu kelainan primer dalam lingkungan mikro sumsum tulang juga diajukan tetapi keberhasilan transplantasi sel induk (SCT) memperlihatkan bahwa hal ini mungkin jarang terjadi, karena sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga sumsum tulang resipien.

Anda mungkin juga menyukai