Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir didunia, manusia telah bergaul dengan manusia-manusia lain didalam suatu wadah yang

bernama masyarakat.mula-mula dia berhubungan dengan orang tuanya, dan semakin meningkat umumnya, semakin luas pula daya cakup pergaulannya dengan manusia lain didalam masyarakat tersebut. Lama kelamaan dia mulai menyadari bahwa kebadayaan dan peradaban yang dialami dan dihadapainya, merupakan hasil pengalaman masa-masa yang silam.secara sepintas lalu dia pun mengetahui bahwa dalam berbagai hal dia mempunyai persamaan dengan orang-orang lain, sedangkan dalam hal-hal lain dia mempunyai sifat-sifat yang khas berlaku bagi dirinya sendiri. Sementara semakin meningkat usianya manusia muali mengetahui bahwa dalam hubungannya dengan warga-warga lain dari masyarakatdia bebas,namun dia tidak boleh berbuat semau-maunya. Hal tersebut sebenarnyatelah dialaminya sejak kecil, walaupun dalam arti yang sangat terbatas. Dari ayah, ibu dan saudara-saudaranyadia belajar tentang tindakan-tindakan apa yang boleh dilakukan dan tindakan-tindakan apa yang terlarang baginya. Hal ini semuanya, lama kelamaan menimbulkan kesadaran dalam dirimanusia bahwa kehidupan didalam masyarakat sebetulnya berpedoman pada suatu aturan yang oleh bagian terbesar masyarakat tersebut dipatuhi dan ditaatioleh karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antara manusia serta antara manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan peri kelakuannya lama-kelamaan melembaga menjadi pola-pola. Jadi,sejak dilahirkan didunia ini manusia tekah mulai sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebudayaan. Selain dari pada itu, manusi sebetulnya telah mengetahui bahwa kehidupannya dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam atauran ataupedoman. Dengan demikian seorang awam, secara tidak sadar dan dalam batas-batas tertentu dapat mengetahui apa yang sebenarnya menjadi objek atau ruang lingkup dari sosiologi dan ilmu hukum, yang merupakan induk-induk dari sosiologi hukum.

BAB II PEMBAHASAN

A. Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Sosial Dengan Hukum Perubahan-perubahan social yang terjadi didalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut ( sebab-sebab eksteren). Sebagai sebab-sebab intern antara lain dapat disebutkan misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnyapenduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict) atau mungkin karena terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekteren dapat mencakup sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain,peperangan dan seterusnya. Suatu perubahan social lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat-masyarak lain, atau telah mempunyai system pendidikan yang maju. System lapisan social yang terbuka, penduduk yang heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan yang tertentu, dapat pula memperlancar terjadinya perubahan-perubahan social, sudah tentu disamping faktor-faktor yang dapat memperlancar proses perubahan-perubahan social, dapat juga diketemukan faktor-faktor yang mungkin menghambatnyaseperti sikap masyarakat yang mengagung-agungkanmasa lampau (tradisionalisme), adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam denga kuat (vested- interest),prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing, hambatan-hambatan yang bersifat idiologis,dan seterusnya. Factor-faktor diatas sangat mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan social beserta prosesnya. Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan sosil pada umumnya adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan di bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan titik tolak, tergantung pada penilaian tertinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap m asingmasing lembaga kemasyarakatan tersebut.

Di dalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksanaan hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakan hukum serta badan-badan pelaksanaan yang menjalankan hukum, merupakan ciri-ciri yang terdapat pada negara-negara modern. Pada masyarakat-masyarakat sederhana, ketika fungsi tadi mungkin berada ditangan satu badan tertentu atau diserahkan pada unit-unit terpenting dalam masyarakat seperti misalnya keluarga luas. Akan tetapi, baik pada masyarakat modern maupun sederhana ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum mana hukum mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan social dan perubahan-perubahan hukum ( atau sebaliknya, perubahan-perubahan hukum yang perubahan-perubahan social) tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya, pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi. Apabila terjadi hal yang demikian, maka terjadilah suatu social lag, yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidak seimbangan dalam perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakan yang mengakibatkan terjadinya kepincangan-kepincangan, (W.F.Ogburn 1966:200). Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur social lainnya, atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakikatnya merupakan suatu gejala wajar didalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah social lainnya. Hal ini terjadi oleh Karena hukum pada hakikatnya disusun atau disahkan oleh bagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan wewenang. Walaupun mereka terdiri dari orang-orang dapat dianggap mewakili masyarakat, namun adalah tak mungkin untuk mengetahui, memahami, menyadari dan merasakan kepentingan-kepentingan seluruh warga masyarakat atau bagian terbesar dari masyarakat. Oleh karena itu perbedaan antara kaidah hukum disatu pihak, dengan kaidah-kaidah social lainnya di lain pihak Tertinggalnya hukum merupakan ciri yang tak dapat di hindarkan dalam masyarakat. Namun demikian, keadaan tadi bukanlah berarti bahwa pasti timbul social lag.

terhadap bidang-bidang lainnya baru terjadi apabila hukum tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada suatu ketika tertentu, apa lagi perubahanperubahan dibidang-bidang lainnya telah melembaga serta menunjukan suatu kemantapan. Suatu contoh dari adanya lag dari hukum terhadap bidang-bidang lainnya adalah hukum perdata (barat) yang sekarang berlaku di Indonesia. Dibidang hukum perdata masi dijumpai warisan system hukum yang dijankan oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu, yakni tidak adanya kesatuan dalam peraturan hukum bagi golongangolongan hukum diIndonesia. B. Hukum Sebagai Sosial Kontrol Social control biasanya diartikan sebagai suatu proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi system kaidah dan nilai yang berlaku. Perwujudan social control tersebut mungkin berupa pemindahan, kompensasi, tetapi, maupun konsiliasi.. Standar atau patokan dari pemindahan adalah suatu larangan, yang apabila dilanggar mengakibatkan penderitaan atau sanksi negative bagi pelanggarannya. Dalam hal bila kepentingan-kepentingan dari suatu kelompok dilanggar, insiatif datang dari seluruh warga kelompok yang mungkin dikuasakan pada pihak tertentu. Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, dimana inisiatif untuk memprosesnya adad pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan memintah ganti rugi, oleh karena pihak lawan melakukan wanprestasi. Disini adad pihak yang kala da nada pihak yang menang, seperti halnya pemidanaan yang sifatnya akusator. Berbeda dengan kedua hal diatas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya mengembalikan situasi interaksi social pada keadaan yang semula. Oleh karena itu, yang pokok bukanlah siapa yang kalah dan siapa yang menang melainkan yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak. Hal itu tampak bahwa konsiliasi, standarnya adalah normalitas, keserasian, dan kesepadanan yang biasa disebut keharmonisan. Setiap kelompok masyarakat selalu memiliki problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan actual, antara yang standard dan yang praktis, antara

yang seharusnya atau yang harapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai fariasi sebagai factor yang menentukan tingka laku individu. Penyimpangan nilai-niali yang ideal dalam masyarakat dapat disebut sebagai contoh : pencurian, perzinaan, ketidak mapuan membayar hutang, melukai orang lain, pembunuhan, mencemarkan nama baik orang yang baik-baik, dan semacamnya. Semua contoh itu merupak bentuk-bentuk tingkalaku penyimpang yang menimbulkan persoalan dalam masyarakat baik masyarakat yang sederhana maupun masyarakat modern. Didalam situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan denga problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistentinya. Fungsi hukum dalam kelompok dimaksud diatas adalah menerapkan mekanisme kontol social yang akan membersikan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu. C. Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat Selain sebagai control social, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social engineering. Alat-alat yang dimaksudkan oleh Roscoe pound, dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Hal itui terlihat dengan adanya perkembangan industry dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran pengubah tersebut dipegang oleh hakim melalui interpretasi dalam mengadili kasus yang dihadapinya secara seimbang (balance). Interpretasiinterpretasi tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut. 1. Study tentang aspek social yang aktul dari lembaga hukum. 2. Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efektif. 3. Study tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum. 4. Study tentang metodologi hukum. 5. Sejarah hukum.

6. Arti penting tentang alasa-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang pada angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dan suatu hukum yang abstrak. Keenam langka tersebut perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum dalam melakukan interpretasi sehingga perlu ditegaskan, bahwa dengan memperhatikan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu yang harus dilindungi, unsur-unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan apa yang disebut dengan hukum alam (natural law). D. Fungsi Hukum Sebagai Sosial Kontrol Fungsi Hukum Sebagai Sosial Kontrol merupakan aspek yuridis normative dari kehidupan social masyarakat atau dapat disebut pemberi devinisi dari tingka laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, perintah-perintah, pemindanaan, dang ganti-rugi. Sebagai alat pengendalian social, hukum dianggap berfungsi untuk menetapkan tingka laku yang baik dan tidak baik atau perilaku yang menyimpang dari hukum, dan sanksi hukum terhadap orang yang mempunyai perilaku yang tidak baik. Setiap masyarakat mempunyai perbedaan kuantitas sanksi terhadap

penyimpangan tertentu terhadap hukum. Sebagai contoh dapat diungkapkan, bagi masyarakat muslim dimekah, orang berzina dikenai hukuman cambuk seratus kali bagi pezina pemuda/pemudi dan hukuman rajam bagi pezina janda/duda. Lain halnya pada masyarakat muslim diindonesia, saat ini tidak ditemukan sanksi hukum yang demikian, baik bagi pezina pemudi/pemuda maupun pezina janda/duda. Dengan demikian, tingka laku yang menyimpang merupakan tindakan yang tergantung dari control social masyarakat atau sanksi hukum yang dijadikan acuan untuk menerapkan hukuman. Hal itu berate control social adalah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang rencanakan dan yang tidak direncanakan untuk mendidik dan mengajak warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nili nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

Dari uraian diatas, tampak bahwa manfaat yang dapat diperoleh dari control social terhadap penyimpangan perilaku seseorang yang terjadi dalam masyarakat adalah pranata hukum berfungsi bersama pranata lainnya dalam melakukan pengendalian social. Selain itu, dapat diketahui bahwa pranata hukum itu pasif, yaitu hukm menyesuaikan diri dengan kenyataan social dalam masyarakat. Oleh karena itu, terlaksana atau tidaknya fungsi hukum sebagai alat pengendalian social amat ditentukan oleh factor aturan hukum dan factor pelaksana hukum. E. Fungsi Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat yang disebut oleh Roscoe Pound a tool of social engineering. Perubahan masyarakat yang dimaksud terjadi bila seseorang atau sekelompok orang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebai pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah system social dan didalam melaksanakan hal itu berlangsung tersangkut tekanan-tekanan untuk melakukan perubahan, dan mungkin pula menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya. Sebagi contoh dapat diungkapkan bahwa sebelum nabi Muhammad hijra (pindah) dari kota mekah ke kota madina, penduduk yang mendiami kota madian selalu berperang ( suku aus dan suku khazraj). Namun, sesudah nabi Muhammad hijra kekota madina, penduduk madina tidak ditemukan berperang karena tunduk dan patuh kepada kepemimpinan Muhammad sebagai kepala negara yang menggayomi seluruh penduduk madina. Melihat hal ini, tampak bahwa hukum yang dijadikan acuan oleh penduduk madina dibahwah kepemimpinan Muhammad mengubah masyarakat yang suka berperang diantara sukusuku menjadi masyarakat yang bersatu dan tunduk kepada hukum. Ada empat factor minimal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Factor dimaksud diungkapkan sebagai berikut. 1. Mempelajadi efek social yang nyata dari lembag-lembaga serta ajaran-ajaran hukum.

2. Melakukan study sosiologi dalam mempersiapkan peraturan perundang-undangan serta dampak yang ditembulkan dari undang-undang itu. 3. Melakukan study tentang peraturan perundang-undanga efektif. 4. Memperhatikan sejara hukum tentang bagaiman suatu hukum itu muncul dan bagaimana diterapkan dalam masyarakat. F. Hukum dan Gejala Sosial Soerjono soekanto mengungkapkan bahwa rule of law berarti persamaan dihadapan hukum yaitu setiap warga negara harus tunduk kepada hukum. Demian pengertian yang dapat dipahami dari suatu negara hukum. Namun demikian, terdapat kecenderungan keterkaitan antara hukum dengan gejala-gejala social, dalam hal ini stratifikasi social yang terdapat pada setiap masyarakat. Tujuan kajiannya tidak lain hanya untuk mengindentifikasi fakta yang mungkin ada manfaatnya didalam pelaksanaan penegakan hukum yang saat ini banyak dipersoalkan oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan. Kasus-kasus semacam ini dapat diungkapkan, misalnya peristiwa penembakan Mahasiswa Trisaksi dan universitas Tadulako oleh oknum aparat keamanan ketika melakukan aksi demontrasi atas proses terhadap situasi kondisi perekonomian negara, dwifungsi ABRI dan semacamnya, baik di Jakarta, Makasar, maupun Palu. Terhadap kasus penembakan tersebut, muncul pertanyaan mengapa oknum Aparat Polri dan/ atau TNI melakukan penembakan terhadap Mahasiswa? Mungkin akan dapat diungkapakan latar belakang sosialnya sehingga kita semua akan lebih mengerti mengapa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi dinegara hukum yang berdasarkan pancasila. Selama ini memang terjadi banyak peristiwa yang agaknya mengejutkan Datangnya sedemikian bertubi-tubi, sehingga kelihatan bahwa mekanisme hukum memang kurang efektif; seolah-olah telah terjadi anarki didalam kesibukan penegakan hukum. Untuk praktisnya, didalam tulisan ini hukum diartikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh penguasa.peraturan-peraturan tadi dapat bersifat umum dan dapat juga bersifat khusus dari sudut ruang lingkup norma-normanya. Hal itu kemudian

dihubungkan dengan stratifikasi social, oleh Karena masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam. Jadi, hukum disini diartikan sebagai suatu jenis social control yang diterapkan oleh penguasa. G. Ke Arah Sosiologi Hukum Yang Murni. Perhatian utama dari sosiolgi hukum seharusnya ditekankan pada pengembangan teori umum mengenai hukum untuk menentukan bahwa suatu teori hukum itu umum, berarti dapat mengatur hukum dimana saja. Teori harus mampu mengungkapkan prinsipprinsip dan mekanisme yang menunjukan pola-pola empiris dari hukum, tampa memandang wilayah subtansi hukum yang bersangkutan maupun masyarakatnya; sedangkan study/penelitian kontemporer tentang hukum bersifat ideographic, sangat kongkrit dan historis. Namun, bila tidak ada upaya menemukan generalis dalam study atau penelitian hukum tidak akan diperoleh suatu sosiologi hukum yang benar-benar serius. Apabila lingkup sosiologi hukum sedemikian luas maka diperlukan suatu konsepsi hukum yang luas pula. Hukum didevinisikan sebagai pengendali social oleh pemerintah, yang merupakan salah satu kemungkinan yang konsisten dengan strategi positifis. Konsepsi ini mudah diterapkan dalam analisa lintas social dan harus dapat menafsirkan hukum sebagai salah satu dari sekian banyak system control social. Suatu teori umum tentang hukum ditunjukan bagi hubungan hukum dengan aspek-aspek kehidupan social lainnya termasuk bentuk-bentuk lain kontrol social, stratifikasi social, pembagian kerja, integrasis social, ukuran kelompok serta struktur serta substansi jaringan social. Hal ini memungkinkan untuk mengajukan pola ini sebagai usulan teori, yaitu : hukum cenderung terlibat dalam kehidupan social sejauh tidak terdapatnya bentuk-bentuk control social.

BAB III KESIMPULAN

Diatas telah dibicarakan dalam garis-garis besarnya tentang hubungan antara perubahanperubahan social dengan hukum. Perubahan-perubahan social disatu pihak menonjolkan segi dinamika dari suatu masyarakat yang dapat dikatakan merupakan ciri yang tetap dari setiap masyarakat. Dilain pihak, hukum sebagai gejala social merupakan suatu sarana untuk mempertahankan untuk menjaga adanya ketertiban. Khususnya bagi negara-negara yang lahir melalui suatu perjuangan kemerdekaan dan revolusi, hukum seringkali dianggap sebagai lambang status quo. Namun negara-negara yang mudah yang disebut dimana Indonesia yang merupakan salah-satu contoh, pada dewasa ini sedang mengalami proses pembanguna yang mempunyai ciri berupa suatu prosesperubahan. Perubahan tidak selamnya menghasilkan keadaan- kaedaan yang positif, apalagi bila proses tersebut tidak berjalan secara teratur. Hukum berperan untuk menjamin bahwa perubahan-perubahan tadi terjadi dengan teratur dan tertib. Walaupun demikian, sebagai alat untuk mengubah masyarakatdan menjamin ketertiban proses perubahan tersebut, maka hukmu mempunyai batas-batas kemampuan dan terikat oleh kondisikondisi tertentu. Apabila batas-batas dan kondisi-kondisi tersebut diperhatikan, dimengerti dan diterapakan, maka dapatlah diperkirakan bahwa penggunaan hukum sebagaialat mempunyai harapan-harapan yang positif dalam mengubahmasyarakat serta mendukung pembangunan. Apakah harap-harapan tersebut akan terwujud atau tidak, harus dikembalikan kepadapada pelopor perubahan atau pembangunan yang mempergunakan hukum tersebut sebagai sarana. Di dalam mempergunakan hukum sebagai sarana, perlu pula diperhatikan dengan sunggu-sungguh anggapan-anggap bagian terbesar warga-warga masyarakat tentang hukum. Hukum bukanlah satu-satunya alat pengendalian social; apabila ada alat-alat pengendalian social lain yang dianggap lebih ampuh oleh bagian terbesar warga-warga masyarakat, maka penerapan hukum hanya kan merupakan usaha yang sia-sia belaka ataubahkan dapat menimbulkan yeaksireaksi yang negative. Jadi didalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah sampai sejau mana hukum telah melembaga atau bahkan telah mendarah daging dalam diri bagian terbesar wargawarga masyarakat yang bersangkutan.dalam menelaah itu seorang ahli hukum hendaknya dapat bekerja sama denga ahli-ahli ilmu-ilmu social lainnya, oleh karena dengan kerja sama tersebut hasil yang lebih banyak akan dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Soerjono, Soekanto. dkk. 1988. Pendekatan Sosiologi Terhadap hukum. Jakarta: PT BINA AKSARA. Soerjono, Soekanto. 1998. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ali, Zainuddin. 2006. Sosiologi Hukum.Jakarta. Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai