Anda di halaman 1dari 15

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis akan menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan motivasi dan kinerja, selanjutnya penulis akan membicarakan kerangka pemikiran dan bab ini akan ditutup dengan perumusan hipotesa penelitian. 2.1. Motivasi Kerja. 2.1.1. Definisi Motivasi Kerja. Sebelum menguraikan pengertian motivasi kerja ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu definisi dari motivasi. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere yang berarti mendorong atau menggerakkan. Menurut arti katanya motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau suatu keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat pula diartikan sebagai faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu (Manullang 1985:146). Menurut Gibson, Ivencevich dan Donnelly (1996:150) dikatakan bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Sedangkan menurut Scott (1962:83) dijelaskan bahwa motivasi adalah sebagai serangkaian pemberian dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindakan guna pencapaian tujuan yang diinginkan. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu hal ataupun kondisi yang dapat merangsang, memberi dorongan ataupun menggerakkan seseorang individu melakukan suatu kegiatan yang di dalamnya mencakup berbagai aspek tingkah laku menusia yang mendorongnya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Theodore T. Herbert dalam bukunya Dimension of Organizational (1984:220) mengatakan: Motivation is the internal state through which behavior decisions are made and through which the individuals goal or desire are attained. Dari apa yang diuraikan di atas dapat diartikan bahwa motivasi adalah sebagai suatu dorongan internal dimana keputusan berperilaku dbuat dengan tujuanyang ingin dicapai, sehingga seluruh aktivitas perilaku seseoranga terfokus untuk pencapaian tujuan tersebut. Menurut Wahjusumidjo dalam bukunya Kepemimpinan dan Motivasi (1992) dikatakan bahwa: Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang.(Wahjusumijo,1992:25) Dari pengertian itu dapat dikatakan bahwa terdapat proses interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang yang mengakibatkan seseorang itu melakukan suatu tindakan. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa motivasi seseorang untuk melakukan tindakan tersebut dipengaruhi

oleh sikap, persepsi dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Menurut Sondang Siagian dijelaskan bahwa yang dimaksud dangan motivasi adalah: Daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organiasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.(Sondang P Siagian,1989:138-139) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa agar seorang karyawan mau dan rela untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya, maka diperlukan sesuatu pendorong sehingga apa yang dikerjakan karyawan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya tersebut mencapai sasaran organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa berbagai hal yang terkandung tentang motivasi adalah adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif (Siagian 1995:142). Dalam kaitan dengan motivasi ini ia mengatakan terdapat tiga hal yang penting yaitu: 1. Berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan. Tersirat di dalamnya mencakup tujuan perusahaan dan tujuan pribadi (karyawan) dalam perusahaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri para bawahan yang digerakkan itu terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi, maka tujuan pribadi pun akan ikut pula tercapai. 2. Merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Dengan perkataan lain bahwa motivasi merupakan kesediaan untuk mengerahkan usaha untuk mencapai tujuan, namun usaha itu tergantung pada kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhannya. Jika seseorang termotivasi, maka ia akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian dikatakan terdapat dorongan yang berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. 3. Adanya kebutuhan. Yang dimaksud kebutuhan disini adalah keadaan yang timbul dari dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Akibat kekurangan tersebut terjadi ketegangan yang selanjutnya menimbulkan dorongan tertentu bagi seseorang untuk memuaskannya. Untuk menghilangkan ketegangan tersebut mereka akan melakukan usaha tertentu. Sesuai dengan apa yang diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa motivasi berkaitan dengan pencapaian tujuan, dimana di dalamnya mancakup tujuan perusahaan serta tujuan orang-orang yang bekerja di perusahaan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya dan untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan suatu proses sesuai dengan kemampuan masing-masing karyawan. Sedangkan dalam konteks organisasi, menurut Winardi dijelaskan bahwa: Motivasi merupakan proses dengan apa seorang pimpinan

merangsang pihak lain (bawahan) untuk bekerja dalam rangka upaya mencapai sasaran-sasaran organisatoris, sebagai alat untuk memuaskan keinginan-keinginan probadi mereka sendiri, maka motivasi merupakan hasil dari proses tersebut.(Winardi,1990:440) Senada dengan itu The Liang Gie memberikan pengertian motivating (motivasi) atau pendorong kegiatan sebagai berikut: Pekerjaan yang dilakukan seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakantindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut. (The Liang Gie,1972:265) Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk menggerakkan atau mendorong orang-orang (dalam hal ini para bawahan) untuk melaksanakan pekerjaan dengan untuk mencapai hasil sebagaimana yang dikehendaki. Dengan demikian seperti yang diuraikan di atas bahwa apabila sasaran-sasaran tersebut dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan maka bawahan juga mengharapkan terpenuhinya keinginankeinginan pribadi mereka atau mereka akan memperoleh hasil atas pekerjaannya. Hal yang diharapkan tersebut dapat berupa imbalan yang wajar, bonus atau bentuk-bentuk penghargaan lainnya. Di dalam lingkungan kerja, dengan bertitik tolak dari arti kata motivasi di atas, maka motivasi kerja diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja (Manullang 1985:147). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi kerja ini merupakan suatu fungsi yang cukup penting dalam organisasi untuk mendorong seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, walaupun dalam pencapaian tujuan itu seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. 2.1.2. Teori-Teori Motivasi Menurut para ahli , teori tentang motivasi dapat dibagi dalam dua ketegori yaitu teori isi (centent theory) dan teori proses (proces theory). 2.1.2.1. Teori Isi. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan : kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang, dan apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu. Sering pula disebut dengan teori kebutuhan (need theory). Teori ini menekankan pentingnya pemahaman pada faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Menurut teori ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong atau dimotivasi untuk memenuhinya serta memfokuskan pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang mendorong,

mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Dalam hal ini, untuk mencapai keadaan termotivasi maka seorang individu harus mempunyai kebutuhan. Kebutuhan ini sangat bervariasi antar individu. Apabila kebutuhan tertentu terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhan lain. Perwujudan kebutuhan dalam tindakan juga sangat bervariasi antara satu orang dengan orang lain. Dalam tindakannya, seorang individu juga tidak selalu konsisten, karena dorongan suatu kebutuhan. Akhirnya reaksi para individu terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam memuaskan kebutuhannya juga bisa berbeda-beda. Nama-nama para ahli yang berkaitan dengan content theory ini adalah Abraham Maslow dengan teori hirarki kebutuhannya, teori ERG dari Adelfer, Herzberg dengan teori dua faktor, dan McClelland dengan teori motivasi prestasi. (Winardi, 1990:440). 2.1.2.1.1. Teori Kebutuhan Abraham Maslow. Abraham Maslow beranggapan bahwa semua motivasi terjadi sebagai reaksi atas persepsi seseorang individu atas lima macam tipe kebutuhan yang senantiasa dialami oleh individu yaitu: a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs): seperti sandang, pangan, kebutuhan seksual, tempat tinggal. Dipandang sebagai kebutuhan paling mendasar, primer dan bersifat universal, sebab tanpa pemuasan kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Dikatakan bersifat universal sebab semua orang membutuhkannya. b. Kebutuhan keamanan (safety needs): yaitu kebutuhan keamanan dari kejadian/lingkungan yang mengancam. Tidak hanya diartikan dari segi fisik, namun juga bersifat psikologis yang dalam konteks organisasi tercermin lewat keinginan pekerja akan kepastian pekerjaan, imbalan, asuransi, jaminan hari tua dan perlakuan yang adil. c. Kebutuhan sosial (social needs): tercermin dalam bentuk: (1) diterima dan berinteraksi dengan orang lain, (2) pengakuan atas kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, (3) kebutuhan untuk maju dan berkembang, serta (4) adalah perasaan untuk diikutsertakan. d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) yaitu: (1) penghargaan atas diri sendiri (self esteem) karena memiliki kemampuan, pengetahuan tertentu, kedewasaan dan kemampuan berdiri sendiri dan (2) penghargaan dari pihak lain, maksudnya adalah kepuasan karena reputasi pribadi, pengakuan, status kelompok rekan kerja yang pada perusahaan tercermin melalui pujian, pengakuan, simbol-simbol status, jabatan, tanggung jawab serta promosi-promosi. e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Hal ini didasari oleh kesadaran dan keinginan dari diri sendiri untuk merealisasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki secara maksimum. Selanjutnya Maslow mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut tersusun menurut hirarki.
Sumber : Roberto P. Vecchio, Organizational Behvior, Third Ed. 1987, p.189

Pada hirarki kebutuhan yang lebih tinggi tidak memberi motivasi kecuali jika semua kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi, dan jika kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah telah terpenuhi, maka

hal tersebut tidak lagi memotivasi. Jadi kalau kebutuhan jasmaniah sudah terpenuhi secara layak, orang jadi relatif memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain. Bila standar hidup meningkat sehingga keamanan terjamin, maka kebutuhan-kebutuhan sosial menempati prioritas pertama, diikuti kebutuhan egoistik, dan jika itu sudah terpenuhi barulah orang beralih pada bentuk pencapaian kebutuhan terakhir yaitu aktualisasi diri. Namun dalam praktek, orang tidak harus menunggu sampai kebutuhan terendah terpenuhi baru mengusahakan kebutuhan tingkat selanjutnya, tetapi dapat dilakukan serentak, dan setiap orang mempunyai skala prioritas untuk memenuhinya. 2.1.2.1.2 Teori Motivasi ERG-Adelfer Teori ini sependapat dengan Maslow, bahwa kebutuhan-kebutuhan individu tersusun secara hierarki, namun hierarki kebutuhan yang diusulkan terdiri dari tiga set yaitu Existence (E) kebutuhan yang bersifat primer, identik dengan hirarki pertama dan kedua dalam teori Maslow ; Relatedness (R) atau hubungan sosial, identik dengan kebutuhan ketiga dan keempat, dalam hal ini tercakup semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain yang dapat diwujudkan dalam bentuk saling menerima, mengerti yang merupakan proses kekerabatan ; Growth (G) kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang, merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang seperti pertumbuhan pribadi maupun pertumbuhan kreativitas. Kebutuhan ini mengandung makna yang sama dengan self actualization dari kebutuhan Maslow. Adelfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serempak. Selanjutnya Adelfer menjelaskan: - Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memenuhinya; - Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi, semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; - Sebaliknya semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar. 2.1.2.1.3. Teori Motivasi Dua Faktor - Herzberg Herzberg memberi kontribusi penting dalam pemahaman motivasi para karyawan Teori yang dikembangkan dikenal dengan Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor higiene. Sebelum temuan Herzberg, orang mempelajari motivasi melihat kepuasan kerja sebagai suatu konsep satu dimensi, yaitu mereka menempatkan kepuasan kerja pada ujung dari suatu kontinum dan ketidakpuasan kerja pada ujung lainnya dari kontinum yang sama.

Pandangan Maslow tentang faktor-faktor motivasi. Jika suatu kondisi kerja menyebabkan kepuasan kerja, maka menghilangkannya akan menyebabkan ketidakpuasan kerja; sebaliknya jika suatu kondisi kerja menyebabkan ketidakpuasan kerja, menghilangkannya akan menyebabkan kepuasan kerja. Secara empiris Herzberg dalam Gibson dan kawan-kawan (1996:198) mengatakan, apabila para pekerja merasa puas dengan pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik (berasal dari dalam diri pekerja) yaitu: pencapaian prestasi, pengakuan, tanggungjawab, jaminan karir, pekerjaan itu sendiri dan, kemungkinan berkembang. Faktor ini disebut juga motivator atau pemberi kepuasan (satifiers). Tidak adanya kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, namun kalau ada akan membentuk motivasi yang kuat bagi karyawan yang akan menghasilkan prestasi kerja. Sebaliknya apabila pekerja merasa tidak puas terhadap pekerjaannya, ketidakpuasan itu umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik (bersumber dari luar pekerja) yaitu: upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, supervisi, hubungan antar sesama rekan kerja. Faktor ini disebut faktor hygiene, pemelihara (maintenance) atau dissatisfers. Keberadaan kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka, namun ketidakberadaannya akan menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan.
Sumber: Gibson dkk, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, 1996, hal. 199

Karya Herzberg menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa ternyata hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan kerja berbeda dengan hal-hal yang menyebabkan ketidakpuasan kerja dan ia menemukan cukup bukti bahwa terdapat dua macam tipe faktor yang bersifat khas yang dapat menimbulkan perilaku yang berorientasi pada tujuan yaitu: - Faktor-faktor hygiene yang dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan suatu tingkat motivasi yang memuaskan. - Motivator-motivator yang dapat pula digunakan untuk menstimulasi suatu tingkat motivasi yang tinggi setelah kebutuhan-kebutuhan hygiene telah cukup terpuaskan. Kepuasan dan ketidakpuasan menurut Herzberg tidak dapat dianggap sebagai skala tunggal. Artinya jika seseorang merasa puas 70% itu tidak berarti skala ketidakpuasannya 30%. Jadi sebagaimana digambarkan sebelumnya bahwa kepuasan dan ketidakpuasan adalah dua skala yang terpisah, masingmasing memiliki konsep yang berbeda, setiap konsepnya disebabkan oleh berbagai faktor kerja yang berbeda pula. 2.1.2.1.4. Teori Motivasi Prestasi dari McClelland. Menurut McClelland, suatu kebutuhan yang kuat berada dalam diri seseorang, dampaknya adalah akan memotivasi seseorang untuk bertindak ke arah pemuasan kebutuhan. Dijelaskan bahwa karyawan

mempunyai cadangan energi potensial, pelepasan dan pemanfaatan energi potensial tersebut akan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang, harapan keberhasilan dan situasi serta peluang yang tersedia. Menurut teori ini ada 3 komponen yang memotivasi orang bekerja yaitu: a. Need for Achievment (nAch) atau berprestasi. Dalam kehidupan organisasi/perusahaan, kebutuhan untuk berprestasi biasanya tercermin pada adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan mencapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan . Biasanya orang dengan nAch yang besar menyenangi pekerjaan yang kemungkinan berhasil besar, akan tetapi tidak senang pada tugas yang terlalu berat atau terlalu ringan, namun bertanggungjawab terhadap keberhasilan pekerjaannya. b. Need for Power (nPo). Merupakan suatu ekspresi dari keinginan individu untuk mempengaruhi pihak lain. McClelland melihatnya sebagai suatu sifat positif, dimana kebutuhan tersebut sangat dekat hubungannya dengan keinginan mencapai suatu posisi kepemimpinan. Seorang denga nPo yang besar biasanya menyukai kondisi persaingan dengan orientasi status serta akan lebih memberikan perhatiannya pada hal-hal yang memungkinkan memperbesar pengarunya terhadap orang lain, dengan cara memperbesar ketergantungan orang lain itu padanya. Baginya, efektivitas pelaksanaan pekerjaan sendiri tidak teramat penting kecuali bila hal tersebut memberi peluang untuk memperbesar dan memperluas pengaruhnya. c. Need for Affiliation (nAf). Merupakan kebutuhan dari setiap manusia terlepas dari kedudukan, jabatan dan pekerjaannya. Umumnya tercermin pada keinginan berada pada situasi yang bersahabat dalam interaksi seseorang dengan orang lain itu teman sekerja yang setingkat ataupun atasan. Kebutuhan akan afiliasi biasanya diusahakan agar terpenuhi melalui kerja sama dengan orang lain, yang berarti dengan pemuasan kebutuhan itu suasana persaingan akan dihindari sajauh mungkin. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang bekerja didasarkan oleh adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun prioritas pemenuhan kebutuhan tersebut amat bervariasi antar individuyang satu dengan lainnya. Bagi pimpinan/manajer dalam suatu perusahaan merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui kebutuhan para karyawan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengamati perilaku mereka dan kemudian memilih cara apa yang bisa digunakan agar para karyawan mau bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.2.2. Teori Proses (Process Theory). Teori ini menerangkan bagaimana perilaku dimulai, diarahkan, dipertahankan dan dihentikan, serta menekankan bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivisir. Menurut pandangan teori ini, kebutuhan hanyalah satu elemen dalam suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku. Misalnya, seseorang mungkin melihat adanya kemungkinan besar untuk menerima suatu imbalan apabila mereka bertindak tertentu. Imbalan ini dapat menjadi suatu perangsang (incentive) atau motif

bagi perilaku mereka. Dasar teori proses ini adalah adanya expextancy (harapan) yaitu apa yang dipercaya oleh para individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. Faktor tambahan dari teori ini adalah valence, yaitu suatu kekuatan dari preferensi individu terhadap hasil yang diharapkan. Pada intinya teori ini mengatakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan harapan dimana tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil tersebut bagi individu bersangkutan. Teori-teori yang menekankan proses antara lain yaitu: 2.1.2.2.1. Teori Ekspetansi V. Room V. Room dalam bukunya yang berjudul Work and Motivation mengetengahkan suatu teori yang disebutnya teori harapan. Menurut V. Room dalam Siagian (1996:292), motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya jika seseorang dapat menginginkan sesuatu dan jalan untuk memperolehnya cukup terbuka, maka ia akan berupaya untuk mendapatkannya. Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka ia akan sangat terdorong untuk memperolehnya. Sebaliknya jika harapan untuk memperolehnya kecil, maka motivasinyapun akan menjadi rendah. Motivasi untuk menghasilkan kegiatan tertentu dari usaha kerja yang dikerahkan bergantung pada dua persepsi yaitu: - Kemungkinan yang diharapkan bahwa usaha itu akan memberikan hasil tertentu (suatu prestasi yang lebih baik). - Nilai atau manfaat dari hasil itu yang dapat dimiliki oleh yang bersangkutan. Menurut Sondang P. Siagian dalam bukunya Teori Motivasi dan Aplikasinya (1989), teori harapan ini menekankan empat hal pokok yang menjadi perhatian: - Menekankan pada imbalan, artinya terdapat keyakinan bahwa imbalan yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh karyawan. - Memperhitungkan daya tarik imbalan, dimana dalam hal ini diperlukan pemahaman dan pengetahun tentang nilai apa yang diberikan karyawan dari imbalan yang diterimanya. - Menekankan perilaku yang diharapkan dari karyawan, artinya bahwa pentingnya keyakinan dalam diri pekerja tentang apa yang diharapkan perusahaan dari karyawan dan prestasi kerja karyawan dinilai dengan menggunakan kriteria yang rasional dan objektif. - Menyangkut harapan, yang menekankan bahwa harapan pekerja mengenai prestasi kerja, imbalan dan hasil pemuasan tujuan karyawan akan menentukan tingkat usahanya, bukan hasil itu sendiri. 2.1.2.2.2. Teori Kehadiran dari J. Stacy Adam. Inti teori ini mengatakan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya bila seorang karyawan

mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yaitu: - akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau - mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi teori ini menekankan pada apakah seseorang beranggapan bahwa ia diperlakukan secara adil dibandingkan dengan perlakuan terhadap orang lain yang berada dalam situasi yang sama dengannya. Telah umum diakui bahwa keadilan menyangkut persepsi seseorang tentang perlakuan yang diterimanya dari orang lain. Biasanya seseorang akan mengatakan bahwa dirinya diperlakukan dengan adil apabila perlakuan itu menguntungkan, dan sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia diperlakukan tidak adil apabila perlakuan yang diterima dirasakan merugikannya. Dalam menentukan persepsi tertentu, seseorang biasanya menggunakan tiga hal yaitu orang lain, sistem yang berlaku dan diri sendiri. 2.1.2.2.3. Reinforcement Theory. Teori ini dikembangkan B. F. Skiner yang menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan datang dalam suatu siklus belajar. Dalam pandangan teori ini individu bertindak tertentu karena dimasa lalu mereka belajar bahwa perilaku tertentu akan berhubungan dengan hasil yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Karena umumnya individu akan lebih suka akibat yang menyenangkan, dan belajar dari pengalaman sebelumnya maka para karyawan akan melaksanakan pekerjaan yang menyebabkan dicapainya hasil-hasil yang diinginkan dan mereka umumnya akan mengulangi perilaku yang akan mengakibatkan konsekuensi yang menyenangkan, sebaliknya karyawan akan menghindari tugas-tugas yang hasilnya akan menyebabkan tidak menyenangkan. Dari apa yang diuraikan dalam proses teori di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang melakukan suatu tindakan atau berperilaku dipengaruhi oleh adanya suatu harapan yang ingin dicapai. Disamping itu seseorang melakukan tindakan didasarkan pada pertimbangan keadilan dan juga berdasarkan proses belajar dimasa yang telah lalu yang dapat dijadikan patokan untuk melakukan tindakan yang menyenangkan. 2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan akan berhasil melaksanakan programprogramnya bila orangorang yang bekerja dalam perusahaan itu dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam menyelesaikan pekerjaannya itu maka para karyawan perlu diberi arahan dan dorongan sehingga potensi yang ada dalam dirinya dapat diubah menjadi prestasi yang menguntungkan bagi perusahaan. Pemberian motivasi

dikatakan penting, karena seorang pimpinan/manajer tidak dapat melakukan pekerjaannya sendirian. Keberhasilannya amat ditentukan oleh hasil kerja yang dilakukan oleh para bawahannya. Untuk melaksanakan tugas sebagai seorang atasan, maka ia harus membagi-bagi tugas kepada bawahan yang ada dalam unit kerja itu. Disinilah letak pentingnya pemberian motivasi kepada para karyawan agar mereka tetap mau melaksanakan pekerjaan tadi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dengan demikian diharapkan bahwa para karyawan bukan saja asal mau bekerja, tetapi yang terpenting adalah pekerjaannya itu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan. Motivasi juga menjadi penting artinya sebab kuat lemahnya motivasi kerja seseorang akan ikut menentukan besar kecilnya prestasi kerjanya (Anoraga, 1998:35).Dalam pemberian motivasi ini seorang pimpinan sering mengalami kendala. Hal ini disebabkan faktor-faktor yang mendorong seseorang bekerja berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam suatu unit kerja, dimana terdapat karyawan yang bekerja dengan tekun, loyal terhadap perusahaan, menunjukkan sikap yang bertanggungjawab, namun di satu sisi juga terdapat karyawan yang kurang menunjukkan semangat bekerja. Seperti telah diuraikan di atas bahwa hampir semua ahli sepakat menyatakan bahwa seseorang mau bekerja karena ia mempunyai keinginan untuk memebuhi kebutuhannya. Sebagai seorang manusia selalu saja mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi namun tidak seorangpun yang dapat memuaskan semua kebutuhannya. Petersen dan Plowman dalam bukunya Business Organizational and Management (1958:471) dengan sistematis mengemukakan bahwa kebutuhan atau keinginankeinginan yang mendorong seseorang mau bekerja. Kebutuhan atau keinginan tersebut adalah: 1. The desire to live (keinginan untuk hidup). Keinginan untuk hidup adalah merupakan keinginan utama dari setiap manusia. Manusia bekerja untuk dapat makan dan manusia makan untuk dapat melanjutkan hidupnya. Sehubungan dengan itu, maka manusia akan mau bekerja. 2. Desire to posession (keinginan memiliki sesuatu). Semua orang berkeinginan untuk memiliki sesuatu dan keinginan untuk memiliki sesuatu tersebut menjadi pendorong seseorang untuk mau bekerja. Hal ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa keinginan yang keras untuk dapat sesuatu itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja. 3. Desire for power (keinginan akan kekuasaan). Untuk mencapai keinginan ini, kadang-kadang dilakukan dengan segala macam cara, bahkan dengan cara-cara yang kurang terpuji, namun apa yang dilakukan itu masih termasuk bekerja juga. 4. Desire for recognition (keinginan adanya pengakuan). Seseorang akan mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dhormati orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang akan bekerja lebih keras. Dari uraian di atas tentang pendorong seseorang mau bekerja dapatlah disimpulkan bahwa seseorang akan mau bekerja atau tidak, amat tergantung pada apakah ia mempunyai keinginan untuk dipenuhi atau

tidak. Sebab ketika suatu keinginan tumbuh dalam diri seseorang maka saat itu sebenarnya sedang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Senada dengan itu Winardi (1990:440) mengatakan bahwa untuk mencapai keadaan termotivasi tersebut, maka seseorang harus mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan yang berupa keinginan itu seseorang akan mau bekerja dan mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu yang dimilikinya. Hal ini menjadi penting artinya sebab untuk mencapai suatu hasil/kinerja kerja maka diperlukan suatu usaha untuk mencapainya. Siagian (1995:139) menjelaskan bahwa dorongan untuk melakukan tindakan ke arah pemenuhan kebutuhan tersebut dapat bersumber ari: a) dalam diri seseorang yang disebut istilah motivasi internal atau instrinsik. b) luar diri seseorang yang disebut motivasi eksternal atau ekstrinsik. Kedua motivasi tersebut disebut juga dengan motivasi kerja (Nawawi 1996:359). Pernyataan Siagian tersebut juga didukung oleh Ravianto (1985:23) yang mengatakan bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu motivasi ekstrinsik yaitu rangsangan yang datangnya dari luar diri individu dan motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri seseorang. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Crow (1973:132) yang mengatakan bahwa motivasi dapat disebabkan oleh adanya stimulus dari dalam maupun dari luar individu. Kedua faktor motivasi yang disebutkan di atas baik intrinsik maupun ekstrinsik dapat bersifat positif dan negatif dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan prestasi kerja seseorang (Anoraga dan Suyati 1995:74). Karena itu perlu diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan dan bagi para manajer hal ini penting diperhatikan untuk memberi dorongan bagi para bawahan agar bawahan dapat lebih giat meningkatkan prestasi kerjanya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kunci keberhasilan seorang pimpinan dalam menggerakkan para bawahannya terletak pada kemampuannya untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif dalam pencapaian tujuan. Sejalan dengan apa yang diuraikan di atas Heidjrahman (1984:204-216) menjelaskan bahwa pada garis besarnya motivasi bisa dibagi menjadi dua, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. 1) Motivasi positif: adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang diinginkan dengan cara memberi kemungkinan untuk mendapat sesuatu (reward), yang dapat berwujud uang, penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan, perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai individu dan sebagainya. 2) Motivasi negatif: adalah kegiatan mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan, namun dilakukan lewat kekuatan (power) atau ancaman. Dalam hal ini jika seseorang tidak melakukan sesuatu yang kita inginkan, maka kemungkinan ia akan kehilangan sesuatu, bisa dalam bentuk pengakuan, uang bahkan kehilangan jabatan. Menurut Lyman Porter dan Raymond Miles (1974:546-550) terdapat tiga kelompok variabel ayng

mempengaruhi motivasi dalam organisasi yaitu: 1) Ciri-ciri/karakteristik pribadi yaitu: minat, sikap, pendidikan, kemampuan, pengalaman, kebutuhan yang dibawa individu dalam situasi pekerjaannya. 2) Ciri pekerjaan: atribut pekerjaan, tanggung jawab, wewenang, variasi dalam pekerjaan. 3) Lingkungan pekerjaan: rekan sekerja, supervisor, praktek-praktek imbalan yang diterapkan, kultur organisasi. Sedangkan menurut Siagian (1994:294), motivasi karyawan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: 1) Faktor internal meliputi: persepsi mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja dan prestasi yang dihasilkan. 2) Faktor eksternal yaitu: jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada umumnya, dan sistem imbalan. Dari apa yang diuraikan di atas terlihat bahwa motivasi seseorang berkaitan dengan prestasi kerja seseorang, atau dengan kata lain bahwa tinggi rendahnya prestasi atau kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh motivasinya. Dalam hal memotivasi karyawan menurut Strauss dan Sayless (1990:3959) ada 5 pendekatan yang dapat digunakan yaitu: 1) Pendekatan Tradisional Sesuai dengan pendekatan ini, aspek yang sangat penting dari pekerjaan para manajer adalah bagaimana membuat para karyawan bisa menjalankan pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien. Untuk memberikan dorongan kepada karyawan, para manajer menggunakan sistem upah insentif, dimana semakin banyak karyawan menghasilkan maka semakin besar penghasilan mereka. Motivasi ini didasarkan pada anggapan bahwa para pekerja sebenarnya adalah pemalas dan bisa didorong hanya dengan imbalan (uang). Dalam berbagai kondisi, insentif tesebut cukup efektif, namun demikian, lama kelamaan manajer akan mengurangi tingkat insentif upah yang diberikan. Dengan semakin meningkatnya prestasi kerja, akibatnya adalah makin berkurangnya kebutuhan akan tenaga kerja. Adapun cara-cara yang dilakukan dengan pendekatan ini adalah: - memaksa orang untuk bekerja dengan ancaman; - menganggap setiap orang membutuhkan uang, dan untuk itu orang hanya mau bekerja hanya karena uang; - pekerja mau bekerja didorong oleh rasa takut akan kehilangan pekerjaan; - pimpinan harus memberitahu apa yang harus dikerjakan karyawan; - keleluasaan dalam bekerja sedikit; Kelemahan-kelemahan ini adalah: - orang mau bekerja hanya karena takut ancaman; - tekanan yang berlebihan akan menyebabkan bumerang bagi perusahaan;

- tidak menimbulkan kreativitas, karyawan akan frustasi; - karyawan akan membentuk kelompok untuk melindungi diri dari tekanan; 2) Pendekatan motivasi secara Hubungan Manusiawi. Elton Mayo dan peneliti lainnya sebagaimana diuraikan Heidjrahman dan Suad Husan (1983:202) menjelaskan bahwa kontak sosial yang dialami karyawan dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting bagi mereka, dan kebosanan serta rutinitas pekerjaan merupakan hal-hal yang mengurangi motivasi mereka dalam bekerja. Para manajer bisa memotivasi para karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa penting dan berguna. Sesuai pendapat ini pendekatannya diterapkan melalui: - memenuhi kebutuhan para karyawan; - memperlakukan karyawan secara adil dan layak; - memberi kebebasan kepada karyawan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaan mereka; - menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. 3) Pendekatan dengan Tawar-Menawar secara Implisit. Melalui pendekatan ini manajemen mendorong karyawan untuk memberikan hasil kerja yang layak sesuai dengan kompensasi yang layak. Perundingan biasanya merupakan masalah yang implisit, tidak diutarakan secara lisan. Para bawahan bekerja tidak ditentukan secara sepihak oleh manajer, tetapi melalui persetujuan antara manajer dan bawahan. Melalui penerapan pendekatan ini maka: - karyawan dapat berkembang sepanjang pimpinan konsisten dengan persetujuan yang telah dibuat kedua belah pihak sebelumnya; - pimpinan dapat menegakkan disiplin karyawan; - pimpinan memberi kelonggaran bagi karyawan dalam bekerja; - karyawan harus konsisten pula dengan persetujuan yang telah dibuat. 4) Pendekatan Motivasi dengan Persaingan. Pendekatan ini dilakukan melalui persaingan untuk kenaikan gaji atau untuk promosi melalui hasil pekerjaan yang dicapai. Karyawan yang berprestasi akan mendapat tambahan gaji atau promosi yang lebih tinggi. Persaingan seperti ini akan menimbulkan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik. Melalui pendekatan ini, pimpinan sebenarnya tidak perlu mendorong para karyawan untuk bekerja lebih rajin, karena masing-masing sudah termotivasi untuk mengejar bonus yang disediakan. Kelemahan pendekatan ini adalah: - tidak semua orang mempunyai ambisi yang sama untuk bersaing; - persaingan yang berlaku dapat merusak dan membahayakan perusahaan; - bagi perusahaan besar, sulit menentukan siapa yang paling berprestasi;

- usaha-usaha untuk mendorong persaingan kadang-kadang dapat dianggap sebagai tekanan dan dapat menimbulkan frustasi di kalangan karyawan. 5) Pendekatan Motivasi Terinternalisasi. Dengan pendekatan ini karyawan diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan itu sendiri. Dengan demikian orang senang melakukan pekerjaannya dengan baik. Dalam pendekatan ini ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan yaitu: - pendekatan ini memanfaatkan motivator Herzberg; - pimpinan menciptakan kondisi agar karyawan dapat bekerja dengan baik; - tidak memerlukan motivasi ekonomi, melainkan kebutuhan ego seseorang ditonjolkan; - karyawan dianggap mempunyai kemampuan kreatif yang belum dimanfaatkan karena harus diberi penyaluran; - bekerja lebih giat akan dapat memberi kepuasan lebih besar. 2.2. Kinerja. Menurut Maeir (1965) kinerja diartikan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dalam Kamus Bahasa Inggris istilah yang paling mendekati kinerja adalah performance yang didefinisikan sebagai what a person does when faced with a task (Jerry M. Rasenberg 1978:331) yang dapat diartikan sebagai suatu hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sedangkan Porter & Lowler (1967) mengatakan bahwa kinerja kerja adalah suatu succesfull role of achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (pekerjaannya). Menurut Siswanto (1989:105) definisi kinerja dapat disinonimkan dengan prestasi kerja, yang merupakan hasil kerja yang dicapai seorang kepercayaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Senada dengan pendapat itu V. Room mengemukakan bahwa tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menuyelesaikan pekerjaannya dinamakan tingkat kinerja/level of performance (Asad, 1995:48). Menurut Stoner & Freeman (1989:426) kinerja seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu motivasi, kemampuan dan persepsi peran. Motivasi disini adalah merupakan dorongan yang dapat menimbulkan semangat kerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan, dijelaskan sebagai kesanggupan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dan persepsi peran merupakan pandangan seseorang terhadap lingkungannya. Hal senada juga dikatakan oleh Wahjosumidjo (1987:177) yang mengatakan bahwa Performance (P) (kinerja) adalah fungsi dari Motivasi (M), Ability (A) (kemampuan) dan Role Perception (R) (persepsi peran) yang secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut: P = f (M A R). Pendapat lain dikemukakan dikemukakan oleh Mc.Cormick dan Tiffin (1974:40) yang mengatakan bahwa prestasi kerja karyawan tidak saja ditentukan oleh variabel-variabel individu, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik (alat-alat kerja) maupun lingkungan sosial (teman sekerja, atasan dan

sebagainya) yang mempunyai peranan penting dalam menentukan prestasi kerja seseorang. Bagi perusahaan, hasil penilaian kinerja ini sangat penting peranannya karena akan membantu manajemen dalam pengambilan keputusan dalam berbagai hal antara lain menyangkut identifikasi program pendidikan dan latihan, rekrutmen, seleksi, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia secara efektif. Sebagaimana diuraikan oleh Mare G. Singer (1990:204) bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu proses resmi untuk mempersiapkan karyawan-karyawan dengan input balik diagostic (pengetahuan atas hasil yang positif dan negatif) mengenai prestasi kerja mereka. Dengan demikian karyawan dapat menyadari kekuatan maupun kelemahannya berdasarkan hasil penilaian kinerja dan berusaha untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya dalam bekerja. Jadi penilaian kinerja juga bermanfaat dalam meningkatkan kinerja seseorang. Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu motivasi, kemampuan dan persepsi peran. Mengingat luasnya pembahasan tersebut maka penulis akan membahasnya dari sudut motivasi dengan pertimbangan bahwa motivasi kerja mempunyai hubungan terhadap kinerja. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa motivasi dipandang sebagai bagian integral dari manajemen SDM dalam rangka menunjang proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan tenaga kerja dalam perusahaan. Sebagaimana yang diuraikan Buchari (1995:85) bahwa motivasi dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen sehingga sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan, potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas perorangan maupun kelompok dalam suatu organisasi. 2.3. Kerangka Pemikiran. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel motivasi sebagai variabel pengaruh atau variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat atau tidak bebas (dependent variable). 2.4. Perumusan Hipotesa Penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah tujuan dan manfaat penelitian serta landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya maka penulis merumuskan hipotesa pengertian sebagai berikut: motivasi kerja karyawan mempengaruhi kinerja karyawan di Kantor PT. Prismakreasi Arthista.

Anda mungkin juga menyukai