Anda di halaman 1dari 9

MASALAH PADA SISTEM PENCERNAAN

System pencernaan terdiri dari organ-organ utama yang meliputi saluran pencernaan yang merupakan suatu pipa panjang mulai dari mulut, esophagus, gaster, usus halus, usus besar (colon), rectum dan anus serta organ asesori yang meliputi kelenjar saliva, hepar, pancreas dan kandung empedu.

FUNGSI SYSTEM PENCERNAAN

System pencernaan berfungsi menyediakan nutrient bagi kebutuhan sel melalui proses ingesti, digesti dan absorbs serta menyediakan sarana eliminasi bagi makanan yang tidak dapat dicerna melalui proses defekasi.

Ingesti

Pada proses ingesti, makanan yang berada dilingkungan masuk kedalam tubuh melalui pengunyahan yang dilakukan koordinasi otot rangka dan system saraf sehingga makanan menjadi lebih halus dan pada saat yang bersamaan makanan bercampur dengan saliva yang disekresikan oleh kelenjar saliva sehingga makanan menjadi licin dan mudah ditelan. Saat makanan ditelan, terjadi kerjasama otot-otot menelan yang dipersyarafi oleh dua jenis syaraf yaitu syaraf autonom melalui N.X, saraf Cranialis (N.IX dan N.XII) dan syaraf enteric melalui pleksus Auerbach. Nampak bahwa proses menelan berlangsung sebagian secara disadari dan sebagian secara tidak disadari.

Digesti

Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan menggunakan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormon dan syaraf, sehingga makanan menjadi molekulmolekul yang dapat diabsorpsi kedalam aliran darah. Misalnya hidrat arang menjadi monosakarida, lemak menjadi asam lemak dan gliserol, dan protein menjadi asam amino. Proses digesti ini dimulai dari mulut dan terakhir di usus halus.

Absorbsi

Molekul-molekul zat makanan dari saluran pencernaan akan diabsorpsi kedalam aliran darah dan aliran limfe tergantung dari jenis makanannya. Lemak dan zat yang larut dalam lemak diabsorpsi melalui proses difusi sederhana kedalam aliran limfe, sementara monosakarida, asam amino dan zat yang larut dalam air diabsorpsi kedalam aliran darah melalui proses difusi difasilitasi dan transport aktif. Proses ini terutama terjadi pada usus halus.

Sisa makanan yang tidak dapat dicerna dikeluarkan dari tubuh melalui anus. Makanan yang masuk kedalam tubuh dimetabolisme didalam sel untuk menghasilkan energy, membentuk jaringan, hormon, enzim dan sebagainya.

Makanan dapat bergerak dari saluran cerna bagian atas sampai ke anus karena adanya gerakan peristaltic yang berasal dari kontraksi ritmis dari usus yang diatur oleh system syaraf autonom dan saraf enteric. Sepanjang saluran cerna makanan bercampur dengan sekresi saluran cerna seperti mucus, elektrolit, cairan dan enzim.

Sulit untuk mengelompokan gangguan system pencernaan berdasarkan fungsional, karena seringkali masalah secara bersama-sama mengganggu digesti dan absorpsi, sebab jika makanan mengalami gangguan digesti, makanan tersebut tidak dapat diabsorpsi. Oleh karena itu, masalah akan dikelompokkan berdasarkan area, yaitu ; masalah Esophagus, masalah Gaster, masalah Usus Halus, masalah Colon dan masalah Organ Asesori

MASALAH ESOFAGUS 1. 1. Kegagalan menelan

Menelan dikoordinasikan oleh pleksus Auerbach sehingga terjadi kontraksi-relaksasi yang temporer pada otot-otot gastrosofageal dan otot-otot orofaringeal. Melalui proses tersebut makanan akan masuk kedalam gaster.

Dysphagia; kesulitan menelan, dapat terjadi karena masalah neuromuscular ataupun penyakit syaraf seperti pada myesthania gravis, polio bulbar, muscular dystrophy, botulism. Pada keadaan ini otot tak mampu berkontraksi dan peristaltic saluran cerna menjadi hilang. Hal ini akan menyebabkan stagnasi makanan. Dysphagia dapat juga diawali oleh adanya tumor yang menyumbat saluran cerna atau menurunnya kontraktilitas esophagus misalnya pada achalasia yang terjadi karena kontraktilitas pada 2/3 bagian bawah esophagus menurun yang disertai dengan kerusakan spincter gastroesofageal akibat degenerasi serabut saraf pada pleksus Auerbach. 2. Inflamasi mukosa esophagus

Dalam kondisi normal, esophagus dilindungi oleh mucus yang disekresi oleh tunika mukosa dan kontraksi spincter gastroesofageal yang mencegah cairan lambung masuk ke esophagus. Jika oleh karena suatu keadaan misalnya pada hiatal hernia, cairan lambung refluks ke esophagus, hal ini akan menyebabkan iritasi pada esophagus yang akan menyebabkan esofagitis, sehingga akan menimbulkan rasa nyeri dan sulit menelan.

MASALAH GASTER

Gaster berfungsi mencampur, mengaduk dan memecah molekul makanan menjadi partikel-partikel yang kecil sehingga permukaan makanan yang akan kontak dengan enzim selama proses digesti menjadi lebih luas. Gaster juga menghasilkan 2-3 liter cairan per hari yang berisi elektrolit, air, mucus, asam hidrochlorid, enzim pepsin dan lipase, serta factor intrinsic. Makanan yang sudah halus bercampur dengan sekresi gaster mempunyai konsistensi yang kental, membentuk kimus (Chyme). Chyme ini memfasilitasi proses digesti pada usus halus. Adanya gangguan pada gaster menyebabkan terhambatnya proses digesti pada usus halus yang akan menghambat juga proses absorpsi.

1. Obstruksi gaster

Obstruksi gaster yang paling sering terjadi adalah karena stenosis pylorus yang terjadi secara congenital. Manifestasi yang tampak adalah adanya muntah-muntah dan regurgitasi yang terjadi pada usia 1-2 minggu sehingga pertumbuhan bayi terhambat (failure to thrive). Dapat juga ditemui pada orang dewasa sebagai komplikasi dan inflamasi yang dihubungkan dengan ulkus gaster, kanker gaster atau kanker pancreas.

Adanya sumbatan pada pylorus menyebabkan muntah yang persisten sehingga intake nutrisi menjadi terganggu dan kehilangan asam lambung yang dapat mengakibatkan tubuh menjadi lebih alkalis, ratio H2CO3 : NaHCO3 adalah <1 : 20 atau disebut juga alkalosis metabolic. 2. Neoplasma gaster

Neoplasma gaster dapat terjadi di berbagai tempat tetapi utamanya terjadi pada daerah pylorus. Neoplasma dapat berupa tumor benigna ataupun maligna. Benigna pada gaster seringkali tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), kecuali jika tumor tersebut menyebabkan obstruksi. Sedangkan maligna pada fase awal hanya merupakan pertumbuhan suatu masa pada gaster, tetapi pada fase berikutnya akibat proses keganasan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah dan sel-sel kanker memproduksi enzim dan toksin metabolic yang mampu merusak sel sekitarnya maka terjadi kerusakan pada lapisan mukosa gaster yang tidak sembuh-sembuh. Hal ini menimbulkan rasa nyeri yang hebat, anorexia, muntah-muntah, kehilangan berat badan dan perubahan dalam kebiasaaan defekasi.

3. Inflamasi gaster a. Gastritis Akut

Perubahan degenerative yang biasa terjadi pada lapisan superficial yang disebabkan karena terpaparnya gaster oleh zat irritant seperti alcohol, aspirin, steroid dan asam empedu. Zat kimia ini menyebabkan terganggunya barriers mukosa gaster yang menyebabkan kerusakan pada tunika mukosa gaster. Keadaan ini menyebabkan hydrogen masuk kejaringan gaster sehingga keasaman interstitial gaster meningkat yang dapat merangsang pengeluaran zat vasoaktif seperti histamine, serotonin, kinin, yang mengakibatkan meningkatnya permeabilitas kapiler, dan vasodilatasi yang menimbulkan edema, infiltrasi limfosit dan sel plasma. Manifestasi yang muncul adalah nyeri epigastrium, anorexia, mual dan muntah sehingga intake nutrisi menurun.

b. Gastritis Kronis

Perubahan degenerative yang menimbulkan atropi beberapa sel fungsional tunika mukosa sehingga produksi asam lambung dan factor intrinsic menurun. Keadaan ini menyebabkan gangguan digesti yang dapat menyebabkan gangguan aborpsi zat menurun dan menurunnya factor intrinsic menyebabkan gangguan absorpsi vitamin B12 yang menyebabkan terjadinya anemia pernisiosa.

c. Peptic Ulcer

Jika sekresi asam lambung menyebabkan degenerasi dan nekrosis mukosa gastrointestinal, terjadilah peptic ulcer (Ulkus Peptikum). Adanya ulkus menurunkan kemampuan sekresi sel gaster yang akan merangsang hipertropi pylorus yang yang akan menyebabkan stenosis pylorus. d. Ulcus Duodenum

Hiperstimulasi sel parietal oleh N.Vagus yang menyebabkan massa sel bertambah sehingga sekresi asam lambung meningkat. Selain itu dapat juga disebabkan oleh peningkatan sekresi gastrin yang abnormal akibat adenoma sel-sel non pulau Langerhans (Zollinger-Ellison Syndrome).

MASALAH USUS HALUS

Usus halus adalah bagian dari saluran cerna yang merupakan tempat digesti terakhir dan tempat absorpsi zat makanan, sehingga gangguan pada usus halus menyebabkan gangguan digesti dan absorpsi.

1. Gangguan digesti-absorpsi a. Crohns disease

Merupakan peradangan kronis yang terutama terjadi pada ileum. Lesi terdapat pada nodus limfatik sehingga menyebabkan obstruksi limfatik yang mengakibatkan penebalan lapisan submukosa yang akan menghambat proses absorpsi zat makanan.

b. Zollinger-Ellison syndrome

Peningkatan sekresi gastrin abnormal menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung sehingga lingkungan pada intestine menjadi sangat asam yang mengakibatkan tidak aktifnya enzim pancreas, presipitasi garam-garam empedu. Keadaan ini menyebabkan makanan pada usus tidak tercerna sehingga tidak dapat diabsorspsi.

c. Gastroenteritis akut

Bakteri dan virus yang menyebabkan inflamasi pada gastroenteritis menimbulkan kondisi patologis melalui 3 cara yaitu; agent toxigenic (misalnya Shigella dan E.Colli) dengan cara mengeluarkan enterotoxin yang bekerja pada usus halus sehingga terjadi local inflamasi dan diare; invasive mikroorganisme pathogen (misalnya Shigella, Campylobacter) dengan cara menembus dinding usus halus atau colon sehingga terjadi nekrosis jaringan dan menyebabkan ulkus; dan virus pathogen (misalnya rotavirus) dengan cara menempel pada mukosa epithel tanpa melakukan invasi tetapi merusak villli-villi usus sehingga absorpsi cairan dan elektrolit terganggu.

Efek yang umum terjadi dari patologis diatas adalah meningkatnya motilitas usus dan meningkatnya kecepatan sekresi cairan dan elektrolit kedalam lumen usus. Akibatnya dengan segera dapat terjadi dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, shock hipovolemik dan kematian, tergantung dari beratnya kerusakan dan cepatnya kehilangan cairan-elektrolit dan cepatnya penanggulangan.

Menempelnya agent pathogen pada mukosa usus dapat dihambat oleh mekanisme pertahanan non spesifik pada host yaitu dengan adanya bakteri flora normal, pH gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal.

d. Celiac disease

Ditandai dengan adanya degenerasi sel usus halus yang menyebabkan defisiensi lactase yang mengakibatkan gangguan dalam digesti laktosa susu.

Manifestasi dari gangguan digesti-absorpsi adalah :

Menurunnya supply nutrient ke jaringan sehingga pembakaran zat makanan menurun yang menyebabkan produksi energy berkurang yang dimanifestasikan dengan adanya kelemahan fisik.

Penggunaan massa tubuh sebagai sumber energy yang menyebabkan penurunan berat badan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, penurunan absorpsi protein dan penggunaan massa tubuh sebagai sumber energy menyebabkan menurunnya albumin plasma sehingga tekanan onkotik menjadi rendah, terjadilah perpindahan cairan ke interstitial (edema). Pada keadaan yang berat, sintesa protein menurun, massa otot berkurang, anemia dan defisiensi enzim. 2. Obstruksi usus

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gerakan anti peristaltic dari usus halus yang menyebabkan cairan usus terkumpul diatas obstruksi dan sebagian kembali ke lambung dan muntah bersama dengan cairan lambung. Terkumpulnya cairan diatas obstruksi menyebabkan distensi yang menyebabkan tekanan pada lumen usus meningkat sehingga mengakibatkan ischemia dinding usus, akibatnya permiabilitas kapiler meningkat dan cairan shift ke cavum abdomen. Terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrosis ke peritoneal dan system sirkulasi , dan menyebabkan munculnya peritonitis dan septicemia.

Selain itu, akumulasi cairan pada lumen proximal menyebabkan proliferasi bakteri, serta kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan menurunnya volume ekstra sel yang mempunyai potensi untuk terjadinya shock hypovolemik.

MASALAH COLON

Colon merupakan bagian saluran cerna yang berperan dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Cairan agar bergerak dari tekanan osmotic yang rendah (pada lumen colon) ke tekanan yang lebih tinggi (pada epitel colon). Jika terjadi gangguan absorpsi pada usus halus akan mengakibatkan osmolalitas chime pada colon lebih tinggi dari tekanan osmotic pada epitel colon sehingga proses absorpsi air tidak terjadi bahkan sebaliknya cairan akan tertarik ke lumen usus yang menyebabkan tubuh akan kehilangan banyak cairan yang biasanya membawa elektrolit.

1. Inflamasi a. Diverticulitis

Adalah pembentukan kantung-kantung kecil pada dinding intestine (diverticuli). Diverticuli ini mudah terkena radang yang disebut diverticulitis dengan manifestasi adanya rasa nyeri dan jika perforasi menyebabkan perdarahan dan peritonitis.

b. Colitis ulcerative

Adalah suatu peradangan pada colon yang ditandai dengan edema dan kongesti jaringan mukosa yang akan menghambat absorpsi air sehingga feses yang terbentuk menjadi encer (diare) dan seringkali bercampur darah.

c. Obstruksi colon distal

Obstruksi pada colon distal menyebabkan feses tertumpuk diatas obstruksi. Dalam beberapa minggu klien mengalami konstipasi yang hebat. Pada tahap awal muntah tidak hebat, tetapi jika colon sudah terisi penuh, kimus dari usus halus tidak dapat bergerak ke colon, menyebabkan muntah hebat, colon rupture dan hipovolemia.

d. Neoplasma

Neoplasma yang terjadi pada colon bisa berupa tumor benigna maupun maligna. Pada tumor benigna seringkali pada awalnya asimptomatik kecuali jika besarnya tumor sudah mengganggu passage usus sehingga menimbulkan manifestasi obstruksi.

Manifestasi yang pada tumor maligna bisa menyebabkan bermacam-macam tergantung dari lokasi maligna. Maligna yang tumbuh pada colon ascenden dimana isi colon berbentuk cairan yang halus, isi lumen usus akan melewatinya dengan relative mudah sehingga manifestasi obstruksi tidak tampak sampai maligna ini tumbuh lebih lanjut. Tetapi jika maligna tumbuh pada area descenden dimana isi lumen usus adalah setengah padat memungkinkan terjadinya manifestasi obstruksi dan menimbulkan nyeri, distensi abdomen dan diare jika maligna menyebabkan penyempitan lumen colon.

e. Gangguan motilitas usus

Terdapat dua jenis masalah yang terjadi akibat gangguan pada motilitas usus, yaitu konstipasi dan diare.

Konstipasi, dapat terjadi karena kebiasaan buruk untuk menunda keinginan buang air besar, atau akibat kerusakan syaraf yang menyebabkan stimulasi terhadap reflex defekasi terganggu.

Diare, adalah peningkatan frekuensi defekasi (>3 kali) yang disertai dengan konsistensi feses yang cair. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya peristaltic usus sehingga absorpsi air mengalami gangguan.

Keadaan ini merupakan akibat meningkatnya stimulasi saraf parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristaltic usus dan peradangan atau infeksi virus/bakteri yang menyebabkan iritasi mukosa yang mengakibatkan meningkatnya sekresi mucus dan motilitas usus yang pada akhirnya tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit.

MASALAH ORGAN ASESORI 1. Pancreas a. Pancreatitis akut

Pancreatitis akut, umumnya terjadi karena obstruksi ductus biliaris sehingga sekresi pancreas (enzim) terbendung. Tripsinogen dalam jumlah yang sangat banyak memungkinkan melebihi kapasitas tripsin inhibitor sehingga sebagian kecil menjadi tripsin yang akan merubah enzim non aktif menjadi enzim yang aktif dan terjadilah autodigesti yang menimbulkan nyeri hebat. Jika autodigesti mencapai permukaan pancreas, enzim akan dikeluarkan dan masuk ke cavum abdomen dan menimbulkan peritonitis dengan manifestasi demam, leukositosis, distensi abdomen dan nyeri tekan abdomen.

Dengan adanya obstruksi, enzim pancreas masuk kedalam aliran darah, sehingga pada pemeriksaan darah akan dijumpai peningkatan lipase pancreas dan amylase pancreas dalam serum. Selain itu terhambatnya pengeluaran enzim ke duodenum menyebabkan gangguan dalam digesti-absorpsi dan adanya nyeri hebat dan gangguan digesti menyebabkan perasaan mual dan muntah-muntah

Selain itu terjadi perpindahan calcium extrasel ke jaringan pancreas yang mengalami degenerasi yang menyebabkan terjadinya hipocalcemia.

b. Pancreatitis kronis

Merupakan

penyakit

degenerasi

jaringan

pancreas

akibat

suatu

radang

yang

mengakibatkan

terbentuknya jaringan nekrotik yang akan di ikuti dengan pembentukan jaringan fibrotic. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan alcoholism, malnutrisi atau keduanya yang seringkali disertai dengan akumulasi calcium pada ductus pancreas yang menimbulkan obstruksi dan kadang-kadang disertai obstruksi ductus biliaris yang menyebabkan terhambatnya sekresi kandung empedu ke duodenum.

Keadaan ini menyebabkan terjadinya ikterus, gangguan dalam pencernaan lemak dan pembentukan jaringan ikat pada pancreas menyebabkan kemampuan sekresi pankreas juga menjadi terbatas sehingga mengganggu digesti-absorpsi. Gangguan absorpsi lemak menyebabkan vitamin K tidak dapat diabsorpsi dengan akibat terganggunya aktivitas factor pembekuan II, VII, IX dan X yang dimanifestasikan dengan perdarahan.

2. Hepar dan Empedu a. Gangguan produksi dan ekskresi bile

Bile diproduksi oleh hepar dan disimpan dikandung empedu untuk disekresikan ke duodenum. Ada beberapa masalah yang dapat terjadi, diantaranya adalah :

Produksi bilirubin yang berlebihan

Terjadi karena meningkatnya destruksi sel darah merah sehingga bilirubin unconjugated meningkat melebihi kemampuan hepar untuk melakukan konjugasi. Bilirubin unconjugated ini akan kembali bersirkulasi didalam darah dan menyebabkan perubahan warna kulit menjadi ikterik. Keadaan ini seringkali dijumpai pada bayi baru lahir. Sedangkan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa destruksi eritrosit yang berlebihan dapat terjadi pada keadaan sickle cell anemia, anemia pernisiosa, transfuse darah, reaksi terhadap obat atau pada thalasemia.

Insufisiensi ekskresi bilirubin

Pada keadaan ini bilirubin yang sudah dikonjugasi dihepar tidak dapat masuk kedalam duodenum karena kompresi ductus biliaris intrahepatik (pada hepatitis atau chirosis hepatis), oklusi ductus biliaris ekstrahepatik (misalnya oleh Ca.Pancreas),akibatnya bilirubin yang sudah dikonjugasi kembali diabsorpsi oleh liver dan masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi ikterik, warna urine seperti teh, menurunnya produksi sterkobillin dan urobilinogen sehingga feses menjadi tidak berwarna melainkan seperti dempul (pucat), dan gangguan dalam digesti dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.

b. Gangguan fungsi sel hepar

Hepatitis

Adalah peradangan pada jaringan hepar yang dapat disebabkan oleh zat toksik (alcohol, carbon tetrachloride, asetaminophen dalam dosis yang berlebihan) dan virus pathogen. Pada hepatitis terjadi peradangan yang disertai nekrosis, penurunan fungsi hepar, peradangan sel hepar yang menyebabkan ductus intrahepatik terdesak sehingga ekskresi bilirubin menurun dan bilirubin yang telah dikonjugasi bersirkulasi kembali didalam aliran darah dan meningkatkan kadar bilirubin conjugated, peningkatan bilirubin conjugated dan bilirubin unconjugated didalam darah menyebar keseluruh tubuh sehingga dimanifestasikan dengan keadaan ikterik, bilirubin conjugated yang tidak dapat dialirkan ke kandung empedu menyebabkan sekresi ke duodenum berkurang dan kemampuan mengemulsifikasikan lemak berkurang sehingga pembentukan urobilinogen dan stercobilin menurun.

Cirrhosis hepatis

Adalah penyakit hepar kronis yang ditandai dengan degenerasi fibrotic jaringan hepar. Hal ini hampir semua terjadi karena hepar mendapatkan stress yang terus menerus dalam waktu yang lama dan akhirnya terjadi kerusakan sel yang irreversible. 50% dari penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh chronic alcoholic hepatitis (Iaennec chirrosis) dimana pengaruh toksik dari ethanol adalah penyebabnya, penyebab lainnya adalah infeksi hepatitis virus, toxic hepatitis dan biliary statis. Pada Negara berkembang mungkin juga karena perlemakan hati yang hebat karena kekurangan kalori protein yang berat dalam waktu yang lama.

Karakteristik chirrosis adalah

terjadinya

nekrosis

jaringan

yang mengenai 2/3 bagian

hepar,

penggantian sebagian jaringan nekrotik oleh jaringan ikat penunjang yang permanen, dan pembentukan nodul besar untuk mengganti sebagian jaringan hepar yang nekrotik.

Akibat dari perubahan struktur ini maka suplai darah menurun yang menyebabkan sel hepar mengalami ischemia, vena dalam hepar tertekan oleh nodul, venous return menurun dan terjadi congesti (hiperemi), meningkatnya tekanan darah kapiler porta yang menyebabkan edema dinding intestine.

Manifestasi klinis akan berkembang lambat dan asimptomatis untuk periode yang lama. Tanda dini adalah lesu, anorexia, nyeri tumpul perut kanan atas, mual dan muntah. Manifestasi lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda hepatic cellular failure dan portal hypertension.

Hepatic cellular failure

hepatic celluler failure menggambarkan keadaan dimana hepar gagal dalam melakukan fungsinya. Manifestasi yang dapat dijumpai adalah menurunnya fungsi prothrombin dan fibrinogen sehingga cenderung terjadi pendarahan, menurunnya produksi albumin sehingga tekanan osmotic koloid menurun dan menyebabkan edema,terjadi ikterus, hiperglikemia, meningkatnya ammonia dalam darah karena ketidakmampuan hepar untuk merubah ammonia menjadi ureum sehingga terjadi penurunan tingkat kesadaran, keadaan tersebut ditambah dengan menurunnya kemampuan hepar untuk melakukan detoxifikasi lainnya, menyebabkan terjadinya hepatic coma atau hepatic encephalopathy.

Portal hypotension

2/3 aliran darah ke hepar berasal dari Vena Porta dan 1/3 nya berasal dari Arteri hepatica. Seluruh darah yang mengalir ke hepar akan dikeluarkan melalui Vena hepatica untuk menuju ke Vena cava inferior. Terhambatnya aliran darah ke hepar menyebabkan peningkatan tekanan darah dalam vena porta. Peningkatan tekanan darah ini mendesak darah dari Vena Porta untuk shunted ke pembuluh kolateral, Vena esophagus merupakan pembuluh darah yang paling sering digunakan sebagai jalan pintas menuju Vena cava, sehingga tekanan pada Vena esophagus meningkat, pembuluh darah berdilatasi dan menimbulkan varices esophagus. Jika tekanan terus menerus meningkat dapat menyebabkan pembuluh darah ini pecah dan menyebabkan perdarahan.

Menurunnya venous return menyebabkan tekanan darah kapiler dalam hepar meningkat, yang akan meningkatkan pembentukan cairan limfe dan berkumpul dirongga peritoneum membentuk ascites. Terjadinya hiperglikemia dan hiperamonia sama seperti pada hepatic failure.

Akibat dari kongesti Vena porta menyebabkan limpa membesar dan terjadi peningkatan destruksi sel erithrosit, leukosit dan thrombosit pada reticuloendothelial yang menyebabkan anemia, rentan terhadap infeksi dan kecenderungan perdarahan menjadi bertambah.

Anda mungkin juga menyukai