Abstrak
Kompeknya konsep dan bidang dalam pemerintahan yang menyebabkan ada perbedaan
cara pandang dalam menetapkan sebuah model evaluasi dampak proyek-proyek
pemerintah. Dalam makalah ini, dijelaskan mulai dari definisi secara umum mengenai
pemerintahan berbasis online / e-government. Kami akan membahas sebuah model yang
tepat bagi evaluasi sistem- e-government berdasarkan pada konsep nilai publik. Pada
bagian akhir makalah ini kami akan menyarankan suatu pendekatan konsep nilai publik
yang bersifat sentralistik terutama pada warga dan berbasis peran, sehingga kami dapat
membedakan aspek-aspek yang berbeda dari nilai publik pada masing-masing peran
yang dimiliki warga dalam interaksi mereka dengan Administrasi Publik. Pendekatan
yang kami sarankan akan digambarkan sebagai pertimbangan evaluasi proyek-proyek
yang ditujukan bagi Pusat Pelayanan Lokal, seperti yang diminta oleh Italian Action
Government Plan atau Rencana Tindakan Pemerintah Italia untuk inklusi kotamadya-
kecamatan dan penyebaran e-government. Kata kunci: e-government, nilai publik,
organisasi-organisasi pemerintah lokal skala kecil ( Kecamatan ), kerja sama antar
komunal.
1. Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, ada begitu banyak sumber daya yang telah
ditemukan untuk menunjang inovasi dalam Administrasi Publik. Tetapi, meskipun telah
terdapat bermacam usaha yang dilakukan oleh banyak institusi (untuk contoh lihat
eGEP (2006), belum ada suatu konsensus tentang cara menilai hasil-hasil investasi
dalam proyek-proyek e-government. Di satu sisi, merupakan kenyataan bahwa tidak
semua hasil proses inovasi e-government yang telah dilaksanakan telah terlihat hasilnya.
Sebaliknya, kompleksitas konsep e-government itu sendiri menyulitkan dalam
menetapkan suatu sistem evaluasi yang dapat diterapkan pada semua bidang yang
tercakup dalam konsep tersebut (e-Demokrasi, e-Administrasi, e-Servis).
Dalam makalah ini, kami mengadopsi suatu definisi luas dari e-government,
seperti yang disarankan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan
(OECD(2003)). Menurut definisi ini, e-government dapat dianggap sebagai proses
inovasi Administrasi Publik untuk mencapai bentuk-bentuk inovatif dari pemerintahan
dan penguasaan melalui penggunaan ICT. Dalam hakekat ini, evaluasi dari suatu sistem
e-government harus diarahkan pada kapasitasnya dalam meningkatkan seluruh performa
organisasi yang mengadopsinya. Konsep nilai publik memberikan suatu sudut pandang
menarik untuk evaluasi performa Administrasi Publik (Kelly, Mulgan, Muers (2002)).
Tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan suatu pendekatan terhadap
evaluasi sistem-sistem e-government berdasarkan pada suatu sudut pandang nilai publik
yang berpusat pada warga negara dan berdasar peran. Suatu pendekatan semacam ini,
yang dijelaskan dalam bab 2, dimana pola penerapan akan di deskripsikan dalam suatu
model yang dapat digunakan bagi evalusi proyek-proyek untuk inklusi kotamadya-
Kecamatan dalam penyebaran e-government, seperti yang diminta oleh Italian Action
Plan atau Rencana Tindakan Pemerintah Italia bagi penerapan e-government pada
tingkat lokal dan regional (CNIPA (2005)).
Italian Action Plan mewajibkan Organisasi-organisasi Pemerintah Lokal Skala
Kecil (kotamadya-kecamatan dengan penduduk kurang dari 5000 orang yang mewakili
72% dari kotamadya-kotamadya di Italia) untuk menetapkan perjanjian-perjanjian
kerjasama untuk aktivasi Pusat-Pusat Pelayanan Lokal atau Local Service Centres
(LSC), berdasarkan pada model kerja sama antar komunal. Dalam Bab 3, kami akan
membahas model kerjasama antar komunal. Salah satu unsur yang paling penting bagi
suatu kerjasama antar komunal adalah manajemen proses yang mengarah pada
aktivasinya. Untuk mengurangi resiko kegagalan akibat rancangan kerja sama yang
tidak akurat, kami akan menyajikan suatu model standar untuk definisi kerjasama antar
komunal yang dihasilkan dari suatu analisis kasus Pemerintah Lokal di Italia (IreR
(2002); Castelnovo, Simonetta (2006b)). Terakhir, dalam Bab 4, kami akan membahas
suatu pendekatan yang berdasar pada nilai publik terhadap evaluasi proses definisi suatu
kerja sama antar komunal untuk manajemen inovasi yang melibatkan SLGOs. Secara
lebih spesifik, kami akan mempertimbangkan bagaimana evaluasi kerjasama dapat
bergantung pada nilai publik seperti yang dirasakan oleh warga-warga yang memainkan
peran secara langsung yang dilibatkan dalam definisi dan manajemen kerjasama.
2. e-Government dan Nilai Publik
Dalam pengertian luas, nilai publik mengarah pada nilai yang diciptakan oleh
pemerintah lewat pelayanan-pelayanan, undang-undang, peraturan, dan tindakan-
tindakan lain. Nilai publik memberikan suatu ukuran yang lebih luas daripada yang
digunakan secara konvensional dalam literature manajemen publik baru, mencakup
outcome atau hasil, alat-alat yang digunakan untuk menyampaikannya sebagaimana
kepercayaan dan legitimasi. Nilai publik mencakup masalah-masalah seperti keadilan,
etos atau jiwa suatu bangsa dan pertanggungjawaban (Kelly, Mulgan, Muers (2002)).
Hubungan erat antara konsep nilai publik dan e-government telah ditunjukkan oleh
Kearns (2004). Dalam suatu diskusi kritis tentang penekanan berlebihan yang diberikan
terhadap pelayanan-pelayanan online sebagai unsur pusat unsur pusat dari sistem e-
government, Kearns menerapkan karya Kelly, Mulgan, dan Muers secara langsung
pada evaluasi e-government. Administrasi Publik ditujukan untuk menghasilkan nilai
bagi para warga; dari perspektif ini, penggunaan ICTs untuk meningkatkan
pemerintahan merupakan suatu alat untuk meningkatkan produksi nilai publik. Dengan
demikian, suatu sistem e-government yang dihasilkan dari suatu proses inovasi
teknologi dan organisasi secara tidak langsung dapat dievaluasi dengan peningkatan
yang mungkin dari nilai publik yang diperoleh dari adopsi sistem tersebut. Karena e-
government ditujukan untuk visi pemerintahan yang berpusat pada warga, demikian
pula evaluasi suatu sistem e-government seperti yang dihasilkan nilai publik harus
berdasarkan pada suatu pendekatan yang terpusat pada warga (Bannister (2002), Alford
(2002)). Dengan membahas nilai ICTs untuk Administrasi Publik, Bannister
menggarisbawahi bahwa definisi nilai mencerminkan fakta bahwa para warga
berinteraksi dengan Adminsitrasi Publik, oleh karena itu, dengan nilai publik, mereka
memainkan peran-peran yang berbeda. Suatu klasifikasi yang mungkin dari peran-peran
yang dilibatkan dalam produksi dan penggunaan nilai publik adalah sebagai berikut:
• Warga layaknya sebagai warga: siapapun yang memiliki hak warga.
• Warga sebagai pembayar pajak: orang yang lewat pembayaran pajak, mereka
membayar atau membiayai Administrasi Publik.
• Warga sebagai pengguna/konsumen: orang yang “membeli” suatu pelayanan dari
Administrasi Publik, yang dengan demikian memperoleh nilai pribadi (bagi
dirinya sendiri).
• Warga sebagai ahli waris: orang yang menerima suatu pelayanan dari Administrasi
Publik tanpa harus membelinya.
• Warga sebagai pengusaha: orang yang memperoleh keuntungan dari pelayanan
Administrasi Publik sebagai subjek ekonomis.
• Warga sebagai partisipan: orang yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
demokratis atau rumusan kebijakan.
• Warga sebagai pembuat kebijakan: orang yang memainkan peranan pembuat
kebijakan dalam Administrasi Publik.
• Warga sebagai penyelenggara: orang yang bekerja untuk Administrasi Publik.
• Warga sebagai agen delegasi: orang yang bekerja untuk atau atas nama
Administrasi Publik tanpa menjadi seorang penyelenggara Administrasi Publik.
• Warga sebagai supplier atau penyedia: orang yang sebagai subjek ekonomi,
menyediakan barang dan jasa bagi Administrasi Publik.
Peran-peran ini berkaitan dengan beberapa cara interaksi antara warga dan
Administrasi Publik. Beberapa dari cara ini menyangkut hubungan antara Administrasi
Publik dan subjek-subjek yang bersifat eksternal: mereka berkaitan dengan peran-peran
di mana para warga menerima suatu nilai dari Administrasi publik sebagai pengguna
pelayanan atau partisipan dalam proses-proses demokratis (pengguna/konsumen, ahli
waris, pengusaha, partisipan). Sebaliknya, cara-cara interaksi lain menyangkut
hubungan-hubungan internal: mereka menyangkut hubungan antara Administrasi Publik
dan warga yang memainkan peran langsung atau tidak langsung dalam proses produksi
nilai (pembuat kebijakan, penyelenggara dengan tanggung jawab manajerial,
penyelenggara tanpa tanggung jawab manajerial). Dalam peran-peran ini, warga
menerima suatu nilai publik dari Administrasi Publik (dalam hal penghargaan politis
atau ekonomis). Meskipun demikian, karena peran-peran ini bertanggung jawab pada
tingkat-tingkat yang berbeda untuk menjalankan fungsi organisasi, maka mereka juga
dapat menerima suatu nilai publik, sebagai contoh dalam hal menjalankan fungsi yang
baik dari Administrasi Publik. Pada dua jenis peran ini kita dapat menambahkan peran
ketiga, yang mencakup peran-peran eksternal pada Adminsitrasi Publik namun
dilibatkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dalam produksi nilai publik, seperti kasus
Pemerintahan berbasis Network. Contoh dari peran-peran “gabungan” semacam ini
adalah peran agen delegasi dan peran penyedia, dalam penyedia pelayanan tertentu.
Dengan melakukan pengamatan-pengamatan ini sebagai suatu dasar, kami dapat
menyarankan klasifikasi peran-peran berikut ini, yang harus diingat dalam visi nilai
publik yang terpusat pada warga.
Tabel 1 Sebuah model berbasis peran dari interaksi antara warga dan administrasi
publik
Peran-peran Eksternal Warga layaknya sebagai warga (peran umum)
Warga sebagai pembayar pajak
Warga sebagai pengguna/konsumen
Warga sebagai ahli waris
Warga sebagai pengusaha
Warga sebagai partisipan
Peran-peran Internal Warga sebagai pembuat kebijakan
Warga sebagai penyelenggara dengan tanggung jawab
manajerial
Warga sebagai penyelenggara tanpa tanggung jawab
manajerial
Peran-peran Gabungan Warga sebagai agen delegasi
Warga sebagai supplier atau penyedia
Gambar 1: Proses-proses definisi suatu kerja sama antar komunal untuk syarat atau
ketentuan pelayanan
Definisi suatu kerja sama antar komunal antara SLGOs bertujuan untuk
mencapai hasil-hasil yang lebih baik dari hasil-hasil yang dapat dicapai para anggota
secara perseorangan. Dari sudut pandang nilai publik, ini berarti bahwa suatu jaringan
kerja sama diharapkan akan menghasilkan lebih banyak nilai bagi para warga daripada
yang dapat dihasilkan setiap anggota secara perseorangan. Dalam suatu pendekatan
berbasis peran kita dapat memandang nilai ini dari perspektif-perspektif yang berbeda,
setidaknya sebanyak peran yang dijelaskan dalam tabel 1. Dalam memainkan peran-
peran gabungan atau ganda, sebagai akibatnya, warga merupakan pihak berkepentingan
ganda. Prosesnya yang menurut gambar 1 menentukan suatu kerja sama antar komunal
yang menentukan kondisi-kondisi untuk suatu manajemen kerja sama yang efektif dan
efisien. Proses-proses semacam ini tidak memiliki pengaruh langsung pada nilai yang
dirasakan oleh warga, karena mereka memiliki peran-peran eksternal. Bagi para pihak
berkepentingan eksternal, proses-proses itu bersifat signifikan karena suatu definisi
yang bagus dari kerjasama dapat menjamin kondisi operasional yang lebih baik bagi
pengiriman pelayanan, dan mungkin saja, suatu jajaran penyediaan pelayanan yang
lebih luas. Sebenarnya, dari sudut pandang para pihak berkepentingan eksternal, objek
evaluasi harus merupakan hasil-hasil proses definisi, dan bukannya proses-proses itu
sendiri. Namun demikian, jika kerja sama mencapai tujuan menghasilkan nilai yang
dirasakan oleh para pihak berkepentingan eksternal semacam ini, stabilitas dan
kesinambungannya dalam waktu dapat dipertanyakan karena tidak adanya suatu
kesamaan persepsi nilai oleh orang-orang yang memiliki peran-peran yang bersifat
mengatur (pembuat kebijakan) atau peran-peran manajerial (manajemen) dalam
jaringan kerja sama. Kemungkinan evaluasi-evaluasi yang bertentangan oleh pihak
berkepentingan internal dan eksternal mengakibatkan perlunya menunjuk elemen-
elemen yang dapat menentukan persepsi nilai juga bagi para pihak berkepentingan
internal. Jika stabilitas kerja sama dianggap sebagai suatu elemen yang dapat
menghasilkan nilai, maka evaluasi kerja sama dari sudut pandang nilai yang dirasakan
oleh para pihak berkepentingan eksternal harus terkait pada evaluasinya dari sudut
pandang yang dirasakan oleh para pihak berkepentingan internal.
Bagi para pemegang saham eksternal, evaluasi dari suatu kerja sama antar
komunal tergantung secara eksklusif pada hasil-hasil yang dapat dicapainya, sedangkan
untuk pihak berkepentingan internal merupakan hal yang penting pula melihat caranya
disusun dan dikelola. Dari sudut pandang ini, bagi para pihak berkepentingan internal,
nilai yang dihasilkan oleh suatu kerja sama antar komunal juga tergantung pada kualitas
proses-proses definisinya. Tabel 2 menghubungkan proses-proses definisi dari suatu
kerja sama antar komunal terhadap pihak berkepentingan internal yang terlibat di
dalamnya. Keterlibatan pihak berkepentingan ditentukan dengan mempertimbangkan
dua elemen:
• Partisipasi langsung dalam proses-proses penetapan kerja sama (sebagai contoh,
pilihan bentuk institusional dari kerjasama secara eksklusif terserah pada pembuat
kebijakan)
• Konsekuensi beberapa pilihan yang dibuat selama proses-proses definisi jatuh di
atas suatu pihak berkepentingan tertentu (sebagai contoh, menentukan suatu
bentuk kegiatan tertentu untuk kerja sama memiliki beberapa konsekuensi pada
kegiatan para penyelenggara)
Tabel 2: Peran-peran yang dilibatkan dalam definisi kerja sama antar komunal
PROSES-PROSES
Proses penyusunan struktur Definisi bentuk Pembuat kebijakan
institusional
Definisi cara-cara Pembuat kebijakan
pengendalian atau kontrol Penyelenggara dengan
oleh para anggota jaringan tanggung jawab manajerial
Definisi tugas-tugas
kewajiban dan tanggung Pembuat kebijakan
jawab yang merupakan Penyelenggara dengan
objek kerja sama tanggung jawab manajerial
5. Kesimpulan
Dalam makalah ini kita telah menggarisbawahi aspek-aspek umum dari suatu
pendekatan terhadap evaluasi kerja sama antar komunal yang berbasis pada visi konsep
nilai publik yang terpusat pada warga dan berbasis peran. Adopsi perspektif
memungkinkan untuk menyaring deskripsi nilai publik dan untuk menyatukan proses
evaluasi dan juga sudut pandang yang pada umumnya tidak dianggap penting. Dalam
seksi 2 kami telah memperkenalkan beberapa peran yang dapat dipertimbangkan dalam
definisi suatu pendekatan berbasis peran terhadap konsep nilai publik dan yang
berkaitan dengan beberapa cara interaksi antara warga dengan Administrasi Publik.
Beberapa dari cara ini menyangkut tentang warga yang memainkan suatu peran
langsung atau tidak langsung dalam proses produksi nilai (pembuat kebijakan,
penyelenggara dengan tanggung jawab manajerial, penyelenggara tanpa tanggung jawab
manajerial). Bahkan memelihara suatu pendekatan yang terpusat pada warga, dengan
memperhatikan peran-peran ini, merupakan hal yang mungkin untuk menentukan secara
relevan dalam perspektif nilai publik dan juga sudut pandang, para warga dapat
mengadopsinya karena mereka memainkan peran yang internal terhadap Administrasi
Publik. Dalam Bab 3, peran internal telah terkait dengan beberapa kegiatan yang
relevan bagi definisi dan manajemen bentuk-bentuk yang berbeda dari kerja sama antar
komunal bagi syarat pelayanan (berdasarkan pada analisis konteks Pemerintah Lokal di
Italia).
Akhirnya dalam bab 4, kami membahas beberapa elemen evaluasi yang terkait
dengan tiga area kualitas pelayanan, evaluasi hasil, dan peningkatan kepercayaan, yang
pada umumnya dianggap menjadi tiga sumber Nilai Publik. Dalam seksi ini, kualitas
pelayanan, hasil-hasil atau outcome, dan kepercayaan telah diperhatikan dari sudut
pandang peran-peran internal yang terlibat dalam definisi dan manajemen suatu kerja
sama antar komunal. Ini membentuk dasar suatu model untuk evaluasi kerja sama
berbasis nilai yang dirasakan oleh para anggotanya. Pendekatan yang dijelaskan dalam
makalah ini merupakan pendekatan yang umum dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi bentuk kerja sama antar komunal apa saja bagi syarat pelayanan. Italian
Action Plan atau Rencana Tindakan Pemerintah Italia bagi inklusi kotamadya-
kotamadya kecil dalam penyebaran pemerintahan berbasis online mengasumsikan
model kerja sama antar komunal karena model SLGOs dapat mengambil jalan untuk
mengelola proses-proses inovasi teknologi dan organisasi yang disyaratkan oleh E-
government. Dari sudut pandang ini, pendekatan evaluasi yang digambarkan dalam
masalah ini juga dapat diterapkan pada evaluasi proyek-proyek E-government yang
melibatkan SLGOs.