Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK PERTUSIS

MAD HAMZAH

DISUSUN :

ARDIANTO AHMAD HAMZAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR PRODI KEPERAWATAN PAREPARE TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur

kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas Rahmat dan

MagfirahNyalah makalah ini dapat terselesaikan dalam bentuk yang sederhana. Adapun makasud dan tujuan pembuatan makalah ini yaitu membantu mahasiswa agar lebih mudah mengerti dan memahami inti-inti pembelajaran yang harus dikuasai. Makalah ini tersusun atas tiga Bab yaitu Bab I PENDAHULUAN, Bab II PEMBAHASAN dan Bab III PENUTUP serta DAFTAR PUSTAKA. Selain itu, makalah ini disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual mahasiswa. Selanjutnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan penjelasan dan contoh tentang sistematika penulisan makalah, kami juga

ucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan masukan, juga kepada orang tua yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Akan besar manfaatnya bila Bapak/Ibu dosen dan pembaca makalah ini berkenan memberi saran dan kritik. Saran dan kritik itu akan kami gunakan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan pada penulisan makalah ini, sebab kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Semoga hikmah dari makalah ini dapat dipetik oleh seluruh generasi muda dan menjadi bekal dalam perjuangan dan pengabdian terhadap Nusa, Bangsa, dan Negara dimasa kini dan yang akan datang. Amin Parepare, Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Judul .................................................................................................................................................. i Kata Pengantar ...............................................................................................................................ii Daftar Isi ........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2 D. Manfaat Hasil Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3 A. Pengertian ...................................................................................................................... 3 B. C. Etiologi ........................................................................................................................... Manisfestasi klinis ..........................................................................................................

D. Cara penularan ................................................................................................................ E. F. Patofisiologis .................................................................................................................. Komplikasi ......................................................................................................................

G. Diagnosa banding ............................................................................................................ H. Pemeriksaan penungjang.................................................................................................. I. J. Penatalaksanaan................................................................................................................ Pencegahan.......................................................................................................................

K. Diagnosa keperawanan .................................................................................................... BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 23 A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 24

BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Uraian pertama epidemi penyakit ini ditulis pada tahun 1578 di Paris. Kuman penyebab baru diketahui pada tahun 1908 oleh Bodet dan Gengou. Pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis, merupakan penyakit infeksi saluran napas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun. Orang yang tinggal di rumah yang sama dengan penderita pertusis lebih mungkin terjangkit. Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kematian dan kesakitan pada anak terutama di negara berkembang. World Health Organization) WHO memperkirakan + 600.000 kematian disebabkan pertusis setiap tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi. Dengan kemajuan perkembangan antibiotik dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Imunisasi amat mengurangi risiko terinfeksi, tetapi infeksi ulang dapat terjadi. Jika diderita bayi penyakit ini merupakan penyakit yang gawat dengan kematian 15% sampai 30%. Pada anak-anak penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi pengobatan terhadap penyakit ini sulit dan memakan waktu lama (8 minggu) sehingga pengobatan terhadap pertusis memerlukan biaya yang cukup tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi pertusis? 2. Bagaimana etiologi terjadinya pertusis? 3. Bagaimana manifestasi klinis dari pertusis? 4. Bagaimana cara penularan dari pertusis?

5. Bagaimana patofisiologi terjadinya pertusis? 6. Apa komplikasi dari pertusis? 7. Bagaimana diagnose banding dari pertusis? 8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari pertusis? 9. Bagaimana penatalaksanaan klien anak dengan pertusis? 10. Bagaimana pencegahan dari pertusis?

BAB II PEMBAHASAN

A.

Pengertian

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960) Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.

B.

Etiologi

Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000) Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain: 1. Berbentuk batang (coccobacilus). 2. Tidak dapat bergerak. 3. Bersifat gram negatif. 4. Tidak berspora, mempunyai kapsul. 5. Mati pada suhu 55C selama jam, dan tahan pada suhu rendah (0- 10C). 6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.

7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin.

`C.

Manifestasi klinik Masa tunas 7 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan

terbagi dalam 3 stadium: 1. Stadium kataralis Stadium ini berlangsung 1 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai influenza. 2. Stadium spasmodik Berlangsung selama 2 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka lebar. 3. Stadium konvalesensi Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali.

D. Cara Penularan

Cara penularan pertusis, melalui: Droplet infection Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi

Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alatalat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

E.

Patofisiologi

Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahan-bahan berbahaya. Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3), dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin, disfungsi leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan limfositisis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.

F. Komplikasi

1. Alat Pernafasan

Bronchitis,

atelektasis

yang disebabkan sumbatan mucus, emfissema,

bronkiektasis dan bronkopneumonia yang disebabkan infeksi sekunder, misalnya karena streptokokkus hemolitik, pneumukokkus, stafilokokkus, dll. 2. Saluran Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaps rectum atau hernia, ulkus pada ujung lidah dan stomatitis. 3. Sistem Saraf Pusat Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntahmuntah. Kejang berat bisa terjadi karena penyebab anoksia. Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, serta dapat pula terjadi perdarahan otak

G. Diagnosa Banding

1. Bordetella parapertusis lebih ringan kurang lebih 5% dari penderita pertusis. 2. Bordetella broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis, sering pada binatang. 3. Infeksi oleh clamydia. Penyebab biasanya clamydia trachomatis. Pada bayi menyebabkan pneumonia oleh karena terkena infeksi dari ibu. 4. Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5. Gejala hampir sama dengan pertusis seperti pada penyebab penyakit sebelumnya. 5. Trakhea bronkitis. Adalah suatu sindrom yang terdiri dari batuk, suara paraudan stridor inspiratoir. 6. Bronkiolitis. Merupakan penyakit infeksi paru akut ditandai dengan whizing ekspirator obstruksi broncioli. 7. Infeksi bordetellah broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis sering pada binatang H. Pemeriksaan Penunjang a. Pembiakan lendir hidung dan mulut. b. Pembiakan apus tenggorokan.

c. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai mdarah. d. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis. e. Tes ELISA (Enzyme Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A. f. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel /

I.

Penatalaksanaan Penatalaksanan Medis 1. Antibiotik a. Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini menghilangkan B. Pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata-rata 3-6 hari ) dan dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral, mecegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda. b. Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis. c. Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin. 2. Ekspektoran dan mukolitik. 3. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali. 4. Luminal sebagai sedative Penatalaksanaan Keperawatan 1. Pembersihan jalan nafas. 2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis. 3. Pemberian makanan dan obat. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair. 4. Pemberian terapi suportif. a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi. b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

J.

Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif: a. Secara aktif 1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan pada umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DTP. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS). Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada umur 2-4 minggu. Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis : 1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius 2. Riwayat kejang 3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya. 2. Perawat sebagai edukator Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi. b. Secara pasif Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.

K. Diagnosa Keperawatan

1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. 3. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas) 4. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan ditandai dengan batuk berlebih dimalam hari. 6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrik berlebihan : muntah.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi.(american academy of pediatric,2006) Pertusis sering dikenal dengan sebutan batuk rejan atau batuk anjing. Pertusis biasanya disebabkan oleh Bordetella Pertusis (Hemophilus Pertusis). Bordetella Pertusis adalah suatu kuman tidak bergerak, gram negative, dan didapatkan dengan cara melakukan pengambilan usapan pada daerah nasofaring pasien pertusis. B. Saran

Bayi sangat rentan terhadap infeksi pertusis, oleh karena itu dianjurkan pemberian vaksin DTP pada usia 2, 4, dan 6 bulan sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi untuk mencegah infeksi yang berat. Vaksin booster dianjurkan pada usia 4 tahun dan 15 tahun karena imunisasi dasar pertusis tidak memberi kekebalan permanen. Selain itu bila ada kontak erat dengan penderita pertusis perlu diberikan profilaksis eritromisin dan isolirkan penderita, jika tidak mungkin memutus kontak, maka perlu diberi eritromisin profilaksis hingga batuk berhenti.

DAFTAR PUSTAKA Behram, klieman & Nelson. 2000. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Wilson,Hockenberry. Wongs, nursing care of infants and children jilid 2.Canada: Evolve Marlyn E. Doenges,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Hadinegoro Sri Rejeki.2011.Panduan Imunisasi Anak Edisi1. Jakarta : IKD dr T.H Rampengan,Dsak.1997.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke III.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai