Anda di halaman 1dari 4

BENTENG VREDEBURG SEBAGAI INGATAN BANGSA Ada banyak cara untuk menjadi Indonesia, ada banyak cara untuk

memiliki rasa nasionalisme, dan ada banyak cara juga untuk memupuk ingatan bangsa yang kian rapuh. Di akhir abad ke-21 ini, semakin tampak beberapa hal yang kian membusukan jiwa nasionalisme bangsa. Telah terlalu banyak fenomena yang bertutur tentang kasus-kasus yang bertolak belakang dengan nilai-nilai pancasila dan nampaknya tak perlu saya sebutkan semuanya disni, karena memang telah terlalu banyak. Jiwa muda nasionalis yang ada pada bangsa ini nampaknya memang telah tidak lagi tumbuh bermekaran, mereka yang menganggap dirinya sebagai intelektual muda nyatanya tak lebih dari antek-antek westernisasi yang telah kerasukan ide-ide barat. Waktu itu saya melakukan kunjungan ke sebuah museum yang berada di Yogyakarta, dalam kunjungan saya saat itu, saya ditugaskan untuk mengetahui nilai-nilai positif apa yang terdapat di dalam museum tersebut. Saat saya pertama kali memasuki museum tersebut, ada hal unik yang terjadi pada saya. Saat itu si pegawai yang menjaga loket tidak memberikan tiket yang harusnya saya terima setelah saya melakukan transaksi, dan ia melakukan hal tersebut tanpa lasan yang jelas. Silahkan langsung masuk aja mas, gak usah pake tiket, yang pentingkan sudah bayar ujar si penjaga loket, oh begitu ya mas jawab saya kepada si penjaga loket, tapi saya butuh tiket tersebut untuk kepentingan laporan yang akan saya buat mas tambah saya. Setelah saya mengatakan tentang kepentingan saya untuk mengunjungi museum ini, akhirnya si penjaga loket memberikan tiketnya kepada saya. Sebenarnya kejadian yang saya ceritakan diatas bukanlah inti dari pembahasan yang akan saya tulis dalam tulisan ini, tapi itulah kesan pertama saya saat memasuki benteng vredeburg, benteng yang kaya akan peristiwa sejarah, dan benteng yang kaya akan nilai-nilai pancasila, khususnya sila ke-3 (persatuan Indonesia). Saat saya melihat-lihat lingkungan yang berada di dalam benteng nampaknya saya bisa memaafkan kesalahan petugas yang tidak menjaga amanat tersebut. Alasannya adalah bahwa kebersihan yang ada di dalam benteng nampak masih di pelihara, begitu juga kemurnian bangunan yang nampaknya memenag masih berdiri dengan kokoh. Saya memasuki ruang-ruang yang berada di sebelah kanan. Saya bersimpul dalam senyum, sebab apa yang saya lihat memanglah bukan hal yang saya bisa saya temukan di mall-mall, caf-cafe, atau pinggiran jalan yang dipenuhi nafas pemuda, ataupun gedunggedung mewah. Inilah sejarah, sebuah nilai abadi dari suatu peristiwa. Saya terus saja melihat kaca-kaca yang dipenuhi dengan ilustrasi-ilustrasi dari kejadian-kejadaian yang memang pantas untuk diabadaikan. Dalam kesepian lorong ruangan saya membaca, memikirkan, dan mencoba meresapi tentang apa yang telah terjadi di masa lalu. Inilah perjuangan, sebuah amukan jiwa bangsa, yang sekarang berada di dalam kaca-kaca tebal. Saya semakin tertarik dengan semua yang saya temui didalam benteng tersebut, dan ketertarikan saya akhirnya membawa saya pada pertanyaan yang ingin saya lontarkan kepada salah seorang pegawai yang nampak sedang melakukan bersih-bersih lingkungan benteng. Ya, ternyata ia adalah orang yang membuat saya memaafkan petugas loket yang tidak amanat. Ia adalah petugas kebersihan. apakah museum ini ramai pengunjung pak? Tanya saya, ya, tentu, di sini memang rami pengunjung, tapi, ya hanya dalam waktu-waktu tertentu jawabnya. apakah bapak mengetahui tujuan dari rata-rata pengunjung yang ada ad disini? Tanya saya lagi. hemm, saya sih gak begitu tahu pasti, tapi saya yakin jika beberapa dan mungkin rata-rata dari mereka yang berkunjung bertujuan guna berwisata dan hanya melihat-lihat, bahkan untuk berpacaran, ya, dan yang pasti banyak dari mereka yang datang kesini kalo disuruh dosen,

atau guru, karena memang banyak yang sering datang kesini dan bertanya kepada saya tentang berbagai hal mengenai museum ini ujarnya ya, mereka mewawancarai saya dan berkata jika yang ia lakukan adalah tugas akademik imbuhnya sambil menengok pada tumpukan debu yang sekiranya akan ia bersihkan. Pengunjung yang datang ke museum ini memang beragam, ada turis, pelajar, keluarga yang berniat untuk berjalan, hingga para penggali kearifan lokal. Namun dibanding mereka yang berniat untuk menggali nilai-nilai di museum ini nampaknya lebih banyak yang datang untuk sebuah kesia-siaan. Pemuda di zaman ini nampaknya memang lebih menyukai berada diruangan AC dengan fasilitas WIFI yang harus dibayarnya secara mahal ketimbang berada di museum. Selain itu memang jelas jika mall merupakan tujuan pokok bagi rata-rata anak muda guna mengisi aktivitasnya. Lantas tempat-tempat berguna dan bermakna, seperti perpustakaan, ruang-ruang diskusi serta museum, yang dalam tulisan ini sebutlah museum vredeburg, merupakan tempat-tempat yang dapat dikategorikan sebagai tempat-tempat yang minim penggemar. Sepertinya anak muda pada zaman sekarang memang terkesan hanya menanti penyesalan atas yang telah ia lakukan sendiri, hanya saja ini lebih parah sebab mereka tak tahu apa yang perlu mereka sesalkan. Bagaimana mungkin kita dapat melangkah ke depan dengan baik atau dengan kata lain bagaimana mungkin kita dapat berjalan mulus, tanpa mencoba untuk mengingat kesalahan-keslahan yang telah terjadi di perjalanan sebelumnya? jelas mustahil. Benarlah jika untuk memperbaiki langkah bangsa yang kian tergontai-gontai ini diperlukan ingatan yang kuat atas kesalahan di masa lalu. Museum, buku-buku sejarah, serta monument-monumen dipinggiran kotalah yang memberikan ingatan tersebut. Maka dari itu sudah sepantasnya, kita, saya, kalian sebagai pemegang estapet bangsa harus menempatkan museum sebagai tujuan dari kekosongan aktivitas. Karena dengan membaca sejarah kita juga dapat menerawang masa depan, dan dengan begitulah kita dapat menghindari lubang-lubang kesalahan yang telah menunggu bangsa ini untuk terkurung di dalamnya, lagi dan lagi.

KESIMPULAN Bangsa yang kuat adalah bangsa yang ingat akan sejarahnya. Seorang pemuda yang bertugas memegang estapet bangsa sudah selayaknya meninggalkan gedung-gedung mewah yang syarat akan konsumtifitas. Mereka sudah sepatutnya menengok kejadian-kejadian pilu yang membawa bangsa ini pada kemerdekaan. Sudah sepatutnya ingatan bangsa dikembalikan dan diletakan pada sejarahnya sendiri, bukan pada gedung-gedung berkaca yang dipenuhi alat elektronik, baju-baju mewah, makanan-makanan ala barat serta hal-hal memabukan lainya. Sepinya minat kunjungan guna mengingat sejarah dan menggali nilai-nili positif kebangsaan di Benteng Vredeburg adalah cerminan atas bobroknya penalaran makna dari sila ke-3. Kegiatan, dan minat pemuda yang terus saja bertolak pada kepuasaan nafsu belaka akan membawa Indonesia untuk menjemput kuburannya sendiri. Sosok-sosok pemuda yang sangat jauh dari nilai-nilai konstruksi bangsa jelas yang akan menggali kuburan tersebut. Maka dari itu, jadikanlah museum, ruang-ruang diskusi, perpustakan sebagai tempat berlabuhnya aktifitas jiwa muda yang kaya akan gebuan-gebuan gerakan guna memajukan dan mempertahankan estapet bangsa yang telah di serahkan pada kita-kita sekarang ini.

BENTENG VREDEBURG SEBAGAI INGATAN BANGSA

TUGAS PANCASILA

Nama: Ridwan Firdaus NIM : 12/335928/fI/03730

FAKULTAS ILMU FILSAFAT UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Anda mungkin juga menyukai