Anda di halaman 1dari 13

PERTEMUAN 1

POKOK BAHASAN Pengertian periklanan dalam konteks komunikasi pemasaran DESKRIPSI Pembahasan pada modul ini meliputi definisi dan pengertian periklanan dalam konteks komunikasi dan pemasaran. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Dari materi kuliah tersebut di atas, diharapkan mahasiswa dapat memahami pengertian periklanan pada konteks komunikasi dan pernanannya dalam industri komunikasi pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA Frank F.Jefkins, Introduction to Marketing, Advertising and Public Relations (London: Macmillan Press Ltd., 1982). Advertising: Principles and Practice, Fifth Edition, William Wells, John Burnett and Sandra Moriarty, Prentice-Hall, 2000.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

PENGERTIAN PERIKLANAN DALAM KONTEKS KOMUNIKASI PEMASARAN

Pengertian Periklanan

Iklan secara umum didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media dengan tujuan untuk membujuk seseorang atau sekelompok orang untuk membeli barang atau jasa yang dikomunikasikan1. Istilah iklan pertama kali diperkenalkan oleh Soedardjo Tjokrosisworo, seorang tokoh pers nasional Indonesia tahun 1951, untuk menggantikan istilah advertentie dari bahasa Belanda atau advertising (bahasa Inggris) agar sesuai dengan semangat penggunaan bahasa nasional Indonesia2.

Dalam perkembangan selanjutnya, Masyarakat Periklanan Indonesia memberikan pembatasan istilah iklan dan periklanan. Iklan didefinisikan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedangkan periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan3. Oleh Keller, periklanan juga dapat didefinisikan sebagai presentasi dan promosi nonpersonal atas ide-ide, produk maupun jasa oleh sebuah perusahaan atau lembaga4.
1 2

Frank F.Jefkins, Introduction to Marketing, Advertising and Public Relations (London: Macmillan Press Ltd., 1982) Tams Djajakusumah, Periklanan (Bandung: Armico, 1982) 3 Direktorat Bina Pers & Grafika Departemen Penerangan RI, Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (Jakarta, 1983) 4 Kevin Lane Keller, Strategic Brand Management (2003)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

Periklanan adalah kunci dalam ekonomi konsumen. Tanpa periklanan, manusia harus menyediakan waktu yang banyak untuk dapat mengetahui produk dan jasa yang tersedia di pasaran. Periklanan adalah bisnis yang besar, setidaknya dapat dikatakan demikian, untuk Indonesia saja total belanja iklan di tahun 2003 sekitar 18 trilyun rupiah dan 24 trilyun di tahun 2004, hingga kemudian mencapai 30 trilyun rupiah pada tahun 2006 dan bahkan 35 trilyun rupiah pada tahun 2007 (untuk iklan di TV dan media cetak).

Belanja iklan di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan naik Rp 5 triliun. Jika pada 2008 belanja iklan mencapai Rp 47 triliun, maka pada 2009 menjadi Rp 52 triliun. Data ini disampaikan oleh Wakil International Relation Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Andi Sadha dalam acara kunjungan para delegasi periklanan China di Jakarta, Selasa 17 Februari 2009

Iklan dalam Kegiatan Pemasaran

Dalam konteks kegiatan pemasaran, peranan periklanan adalah mengkomunikasikan secara lengkap ide-ide atau gagasan-gagasan penjualan dari produsen agar diterima oleh konsumennya. Prinsip kerja dalam kegiatan periklanan adalah mengirimkan stimulus dalam bentuk pesan (message) lewat suatu media tertentu, yang dirancang sedemikian rupa agar dapat menembus batas kesadaran konsumen dan mampu mempengaruhi pikiran serta perilaku konsumen sesuai dengan target yang dikehendaki produsen.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

Pada tabel di bawah ini, iklan atau Advertising berada dalam kegiatan Promotion Mix. Marketing Mix Promotion Mix Product Advertising Price Personal Selling Place Sales Promotion Promotion Publicity Sumber: Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan

Menurut pendapat Daniel Starch5, meskipun periklanan merupakan bagian promosi namun pengertian dari keduanya tidaklah sama. Dalam periklanan, yang menjadi sasaran adalah mengubah jalan pikiran (state of mind) calon konsumennya untuk membeli produk yang diiklankan. Sedangkan dalam promosi yang menjadi sasaran adalah menstimulasi kegiatan pembelian di tempat (immediately stimulating purchase).

Periklanan dibayar untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, serta mengharapkan adanya suatu tindakan dari calon konsumennya yang menguntungkan kepentingan produsen (pengiklan). Untuk dapat mencapainya diperlukan proses komunikasi dengan tahapannya agar pesan suatu produk yang disampaikan dengan iklan dapat diterima oleh konsumennya. Pendekatan yang sangat terkenal yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah metode DAGMAR yaitu Defining Advertising Goals for Measured Advertising Results

Daniel Starch, Principles of Advertising (Chicago: A.W.Shaw,1926)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

yang diperkenalkan oleh Russel H. Colley6 tahun 1961 dengan urutan tahapan sebagai berikut: Unawareness Ketidaksadaran Awareness Kesadaran Comprehensive and Image Pemahaman dan Citra Attitude Sikap Action Tindakan

Fungsi Periklanan

Secara umum periklanan dihargai karena dkenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya yakni : Informing - Memberi Informasi Persuading - Mempersuasi Reminding - Mengingatkan Adding value - Memberi Nilai Tambah Assisting - Mendampingi upaya-upaya lain dari perusahaan

Russel H.Colley, Defining Advertising Goals for Measured Advertising Results (New York: Association of National Advertiser,1961)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

Jenis-jenis Media Periklanan

Dalam periklanan, media penyampai pesan dibedakan menjadi dua pengertian: Above the line media Media lini atas, yang terdiri dari iklan-iklan yang disampaikan lewat: media cetak (surat kabar, majalah, brosur, leaflet, poster, dsb) media elektronik: media audio, media audiovisual (radio, televisi, film, video, dsb) media luar ruang (outdoor media): billboard, spanduk, neon-sign, painted bulletin, dsb)

Below the Line Media Media lini bawah, yang terdiri dari media seperti: Direct Mail Pameran Souvenir/gift dan Merchandise Point of Sale Display

Perkembangan Industri Periklanan di Indonesia Industri periklanan merupakan industri yang cukup prospektif. Periode 2002-2003 pendapatan iklan nasional naik 24 % dari Rp 13,4 trilyun menjadi Rp 16,7 trilyun. Jjumlah perusahaan periklanan juga membengkak dari 217 agensi menjadi 438 agensi (menurut anggota PPPI Persatuan Perusahaan periklanan di Indonesia. Periklanan Indonesia). Perusahaan periklanan yang menjadi anggota PPPI mencapai 98 % dari seluruh perusahaan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

Media TV menyerap kue iklan terbanyak sebesar 62 %, media cetak seperti majalah dan suratkabar : 30%, media radio: 5% dan sisanya diserap oleh media outdoor. PPPI mengklaim bahwa industri periklanan berperan membantu terciptanya skala ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit produk.

Sejarah Periklanan Indonesia Perintis tumbuhnya iklan di Hindia Belanda adalah Jan Pieterzoen Coen, pendiri Batavia dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1619-1629. Dalam masa pemerintahannya, ia mengirim berita yang salinannya ditulis dengan tulisan tangan pada tahun 1621 ke pemerintah setempat di Ambon dengan judul Memorie De Nouvelles. Tulisan tangannya yang indah ternyata merupakan refleksi dari naluri bersaing antara pemerintah Hindia Belanda dengan Portugis yang terlibat dalam perebutan hasil rempah-rempah dari kepulauan Ambon, dan Jan Pieterzoen Coen "menulis" iklan untuk melawan aktivitas perdagangan oleh Portugis. Iklan pertama di Hindia Belanda muncul bulan Agustus tahun 1744, bersamaan dengan surat kabar pertama, yaitu Bataviaasche Nouvelles di Batavia (Jakarta). Surat kabar ini dapat dikatakan merupakan surat kabar pemerintah Hindia Belanda, karena ia diterbitkan dan dicetak oleh Vereenigde Oost Compagnie (VOC) dimana hampir seluruh halamannya dipenuhi iklan. Dan surat kabar ini menerbitkan tulisan tangan Jan Pieterzoen Coen pada tanggal 17 Agustus 1744, sebagai iklan pertama yang muncul di Hindia Belanda.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

1.1

Iklan-iklan pertama di Media

Pemanfaatan iklan untuk menunjang pemasaran, juga sudah lama dikenal para pengelola suratkabar. Contoh khas surat kabar pertama ini adalah Tjabaja Siang, terbit di Minahasa tahun 1825, telah mengiklankan produk obat-obat tradisional. Tjabaja Siang adalah suratkabar pribumi yang pertama kali memanfaatkan iklan sebagai penunjang pemasaran, dan iklannya disebarluaskan hingga ke Eropa. Kemudian disusul oleh Soerabaja Advertentie Blad, Surabaya, terbit pertama kali tahun 1836. Ia mengiklankan produknya dengan teks iklan sebagai berikut: Nomor satoe soedah tidak bisa dapatkan lagi, oentoek itoe tjepat segera pesan langsoeng ke kantoor Redakteur7. Surat kabar Bientang Timoor, Surabaya, bahkan telah menggunakan iklan untuk meluncurkan produknya. Dalam penerbitan nomor pertamanya ia telah memuat iklan: Siapa siapa njang biasa trima soerat kabar bernama Bientang Timoor, soeka diteroeskan ini taon 1865, dikasi taoe njang oewangnja itoe soerat kabar, barganja f. 15, -bole lekas dikirimkan sama njang kloeawarken itoe soratkabar.8

Atau surat kabar Surabaya lain tahun 1872 yang berbahasa Melayu, Bromartani, yang dalam nomor perdananya, juga telah memuat iklan: Bermoelanja kita mengeloearkan kepada orang-orang njang soeka batja ini Soerat kabar, njang bergoena soeda terseboet didalam Soerat Kabar Oospost, jaini Soerat Kabar bahasa Melajoe sanget didjadiken pertoelangannja orang berdagang dinegrie Djawa soeblah timor. Mangka segala orang berdagang njang soeka taroh satoe kabar dari dagang atawa belaijar, berseangkat, datang dari pendjoelan barang, harga oetawa dari lain2 kabar, ija boleh kirim di kantor tjitakan ini soerat di kota Soerabaja.9

Dikutip dari, Sekilas Sedjarah Perdjuangan Perss Suratkabar sebangsa, diterbitkan oleh Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS), Djakarta 1958. 8 Bientang Timoor, 4 Djanuari 1865 9 Bromartani Soerat Kabar Bahasa Melajoe, 3 Djanuari 1872

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

1.2

Asosiasi Periklanan

1.2.1 Zaman Hindia Belanda Pada zaman Hindia Belanda tidak ditemui catatan mengenai asosiasi dari masyarakat periklanan yang terdiri dari asosiasi pengiklan, media periklanan ataupun asosiasi dari perusahaan periklanan sendiri. Namun itu tidak berarti tidak ada kegiatan dari para praktisi periklanan. Ini terbukti dari vokalnya para praktisi pemasaran dan periklanan menyuarakan aspirasinya. Banyak sekali tulisan mengenai periklanan di surat kabar atau majalah. Malah terlihat adanya kecenderungan meningkatnya aktivitas maupun kesadaran beriklan. Hingga sesaat sebelum pendudukan Jepang, di Jakarta sudah beroperasi beberapa perusahaan periklanan. Beberapa diantaranya yang terkenal, adalah: A de la mar, di jalan Merdeka Utara. Aneta, di jalan Antara, (sekarang gedung LKBN Antara). Elita, berkantor di jalan Antara (dahulu jalan Pos Utara). Globe, di jalan Kalibesar Timur. IRAB (Indonesia Reclame and Advertentie Bureau), semula berkantor di jalan Hayam Wuruk, tetapi kemudian pindah ke jalan KH Samanhudi. Preciosa, di jalan Veteran IV (kantor Sekretariat Negara sekarang). Elita dan IRAB dimiliki dan dipimpin oleh orang-orang Indonesia, sedangkan sisanya dimiliki dan dipimpin oleh orang-orang Belanda. Waktu itu belum terdapat asosiasi perusahaan periklanan.

1.2.2 Zaman Pendudukan Jepang Masuknya tentara Jepang ke Indonesia segera menyebabkan terhentinya aktivitas perusahaan-perusahaan milik Belanda. Di Jakarta, perusahaan-perusahaan periklanan milik orang-orang Indonesia yang semula hanya dua, bertambah cukup banyak. Meskipun demikian, tidak diketahui mengapa tidak ada catatan mengenai perusahaanperusahaan periklanan milik kelompok Cina yang pernah sangat berprestasi pada periode-periode sebelum masuknya tentara Jepang.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

Kebanyakan dari perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang Indonesia ini masih relatif kecil. Namun ada lima perusahaan periklanan yang menonjol, yaitu: Elita, dipimpin bersama oleh M. Nasroen AS dan Sofjan. Irab, dipimpin oleh D. Karisoetan. Korra (juga mempunyai kantor-kantor di Bandung, Semarang, dan Yogyakarta). Korra dipimpin oleh Sujadi Hadikusumo dan beralamat di jalan Gajah Mada No.7-Jakarta. Di masa itu, perusahaan periklanan ini merupakan salah satu yang paling aktif. Kantorkantor cabangnya di Bandung dan Yogyakarta merangkap Semarang, masing-masing dipimpin oleh R. Soendjojo dan Soejono Hadikoesoemo. Pikat, dipimpin oleh Rameli Adjam yang merupakan pula aktifis gerakan kepanduan di masa itu. Tanjung, dipimpin oleh Amir Hamzah Tanjung. Namun setelah proklamasi kemerdekaan, ia beralih profesi menjadi wartawan LKBN (Lembaga Kantor Berita Nasional) Antara, sampai akhir hayatnya. Meskipun perubahan-perubahan lingkungan makro banyak mempengaruhi usaha periklanan, tetapi hingga saat itu para usahawan periklanan belum merasa perlu mendirikan asosiasi periklanan.

1.2.3 Pasca Kemerdekaan Setelah kemerdekaan (1945-1947), kegiatan periklanan di Indonesia sempat menurun tajam. Sebagian, akibat terkonsentrasinya aktivitas masyarakat pada perjuangan melawan tentara Sekutu dan Belanda. Baru tahun 1948, di daerah-daerah yang diduduki tentara Belanda, seperti Jakarta dan Bandung, mulai tumbuh perusahaan-perusahaan periklanan. Hingga saat itu pun perusahaan periklanan masih menggunakan nama Reclame Bureau atau Biro Reklame, dan semata-mata dianggap sebagai perusahaan perantara, yang menghubungkan pengiklan dengan media. Maraknya lagi aktivitas periklanan adalah akibat pulihnya perdagangan barang - barang eks impor. Namun konsepsi tentang perusahaan periklanan sebagai bagian dari industri komunikasi atau pemasaran , belum diakui. Hal ini terjadi karena kemampuan penyedia barang belum mampu memenuhi permintaan pasar. Saat itu, fungsi periklanan praktis

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

10

hanya untuk menyampaikan informasi tentang sesuatu produk atau jasa, secara ringkas dan populer. Perusahaan-perusahaan periklanan yang ada di Jakarta, adalah: Azeta, Contact, Cotey, De Unie, Elite, F.Bodmer, Frank Klein, Garuda, Grafika, Ippres, IRAB, Kilat, Korra, Life, Lintas (Limbung Advertising Service), Oriental, Patriot, Pikat, Reka, Studio Brek dan Titi.

1.2.4 Asosiasi Perusahaan Periklanan pertama Awal September 1949, atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta dan Bandung, dibentuk suatu asosiasi bagi perusahaan- perusahaan periklanan. Asosiasi ini mereka beri nama Bond Van Reclamebureaux in IndonesiaPBRI (Perserikatan Biro Reklame Indonesia). Nama asosiasi ini menggunakan bahasa Belanda, karena keanggotaan PBRI ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan periklanan milik orang-orang Belanda. Sebelas perusahaan tercatat menjadi anggota Bon Van Reclamebureaux in Indonesia, yaitu: Budi Ksatria, Contact, De Unie, F. Bodmer, Frank Klien, Grafika, Life, Limas, Lintas, Rosada dan Studio Berk. PBRI ini pada masa selanjutnya menjadi cikal-bakal munculnya PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) yang dikenal hingga saat ini. Sebagai asosiasi dari hanya perusahaan-perusahaan periklanan besar dan dikuasai oleh orang-orang Belanda, PBRI tentu saja tidak mampu menampung aspirasi para perusahaan periklanan milik orang-orang Indonesia. Situasi ini memicu berdirinya asosiasi perusahaan periklanan lainnya di tahun 1953yang didirikan di Jakarta dan diberi nama SBRN (Serikat Biro Reklame Nasional). Terbentuknya SBRN mungkin diilhami pula oleh adanya dua asosiasi penerbit suratkabar saat itu. Salah satu diantaranya adalah PPPI (Perserikatan Persuratkabaran Indonesia) yang merupakan kelanjutan dari Verenigde Dagblad Pers. Asosiasi suratkabar lainnya adalah Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Tercatat tigabelas anggota pertama SBRN, yaitu : Azeta, Elite, Garuda, Irab, Kilat, Kinibalu, Kusuma, Patriot, Pikat , Reka, Lingga, Titi dan Trio.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

11

Namun terbentuknya dua asosiasi perusahaan periklanan tampaknya membuat para anggota dan eksponennya prihatin. Karena itu pada tahun 1954, F. Berkhout, ketua PBRI waktu itu, menghubungi beberapa pimpinan SBRN. Ia mengusulkan penggabungan kedua asosiasi tersebut. Dua asosiasi yang memperjuangkan tujuantujuan yang sama ternyata menyulitkan pembinaan ke dalam maupun oleh instansiinstansi Pemerintah. Gagasan melakukan fusi ini berjalan cukup lancar. Dan sejalan dengan kecenderungan Indonesiani yang terjadi, para aktivis dari perusahaan-perusahaan periklanan Belanda yang mendominasi PBRI bersedia menyerahkan pimpinan asosiasi baru hasil fusi, kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia. Meskipun demikian, untuk menjaga kelancaran roda asosiasi, disepakati pula bahwa pelaksanaannya baru akan dilakukan pada tahun berikutnya. Secara organisatoris, sebenarnya fusi ini tidak pernah efektif, karena beberapa waktu sebelumnya, terjadi perpecahan dalam tubuh SBRN, perpecahan ini berkaitan dengan kebijaksanaan penyelenggaraan Pool Iklan Pemerintah yang ditangani oleh pengurus SBRN. Pool iklan Pemerintah adalah suatu badan yang menyelenggarakan iklan- iklan undian dari Departemen Sosial maupun dari instansi-instansi lainnya. Tujuannya adalah untuk pemerataan kesempatan. Mekanisme yang dipilih waktu itu adalah secara bergiliran kepada para anggota SBRN diberi hak untuk melaksanakan pemasangan iklan pemerintah. Namun keberhasilan SBRN memperjuangkan hak penyelenggaraan Pool iklan Pemerintah itu malah menimbulkan silang pendapat di antara para anggota dan pengurusnya. Mayoritas anggota SBRN kemudian menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan SBRN, dan secara bersama-sama justru kemudian menjadi anggota PBRI.

1.2.5 Berdirinya PPPI Tanggal 27-29 Maret 1972, bertempat di Restaurant Geliga-Jakarta, diselenggarakan Seminar Periklanan yang diikuti oleh masyarakat periklanan; media, pengiklan dan perusahaan periklanan. Seminar ini diprakarsai oleh SPS, dan merupakan seminar

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

12

pertama yang berhasil menghimpun seluruh komponen masyarakat periklanan di Indonesia setelah kemerdekaan. Sebagai ketua panitia seminar diangkat HG Rorimpandey, salah satu ketua SPS saat itu yang juga Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan, Jakarta. Dia sekaligus memberikan prasaran berjudul "Pembinaan PBRI dalam menghadapi masalah-masalah pokok periklanan di Indonesia". Dalam seminar tersebut ada tiga tujuan pokok yang hendak dicapai Panitia, pertama, agar eksistensi periklanan memperoleh pengakuan, baik dari masyarakat maupun dari Pemerintah. Kedua, untuk mengefektifkan Peraturan Pemerintah tentang larangan penggunaan modal dan tenaga asing di bidang periklanan, ketiga, Untuk menggairahkan kembali periklanan khususnya periklanan pers. Hasil-hasil seminar tersebut juga ternyata kemudian menjadi pemicu bagi bangkitnya generasi muda periklanan, penerus generasi Muhammad Napis. Desember 1972, dilangsungkan Rapat Anggota PBRI yang dihadiri Direktur Bina Pers Departemen Penerangan saat itu, Drs.T.Atmadi. Rapat Anggota yang diadakan d Restaurant Chez Mario Jalan Ir.H. Juanda III /23 Jakarta Pusat itu, dimaksudkan untuk memilih pengurus baru. Rapat yang dipimpin oleh AM Chandra itu akhirnya berhasil memilih Ketua PBRI yang baru. AM Chandra, yang memang sejak lama telah menjadi aktivis PBRI akhirnya bersedia menjadi Ketua. Bersamaan dengan itu, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia dan tuntutan jaman, istilah "Biro Reklame" yang digunakan oleh asosiasi ini pun diganti menjadi "perusahaan periklanan." Dengan usainya Rapat Anggota terakhir PBRI tersebut, era PBRI ditutup dan era PPPI pun dimulai.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Hardiyanto, M.Si.

PENG. PERIKLANAN DAN KOM. PEMASARAN

13

Anda mungkin juga menyukai