Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN PROTOTIPE DISTRIBUTORLESS DIGITAL IGNITION MULTI PURPOSE

Mohamad Muzni H, Bambang Sampurno2 dan I Nyoman Sutantra3

Jurusan Teknik Mesin Universitas Khairun, Ternate Maluku Utara, Indonesia erik_cinta@yahoo.com 2 Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia 3 Guru Besar Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia

Abstrak. Dalam sistem pengapian konvensional digunakan distributor untuk membagi tegangan sekunder yang berasal dari coil menuju busi (spark plug). Sistem ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya terjadi kerusakan pada platina, oil seal dan keausan pada carbon electrode yang mengakibatkan berkurangnya daya pengapian. Untuk mengatasi permasalahan distributor, beberapa produsen kendaraan telah merancang sistem pengapian kendaraan yang meniadakan komponen distributor (distributorless). Namun Sistem distributorless tersebut merupakan sistem dual ignition dengan power ignitor analog, sehingga masih menggunakan sistem analog dan sulit diakses oleh pengguna (black box). Sementara Sampurno (2007) telah merancang distributorless digital multi purpose, namun sistem ini tidak fleksibel. Dalam makalah ini diusulkan sistem distributorless digital terbaru yang dapat diprogram (programmable) dan digunakan untuk berbagai kendaraan (multi purpose). Sistem ini menggunakan mikroprosessor AT89S51 sebagai kontroller dengan bahasa C++, filter sinyal, sensor putaran menggunakan hall IC dan power transistor untuk mengsuplay arus ke coil. Untuk memperoleh gambaran awal dari kinerja sistem dilakukan simulasi komputer dengan menggunakan software Proteus 6.2 sp4. Dari hasil simulasi selanjutnya dibuat prototipe sistem distributorless digital dengan data kendaraan Toyota kijang dan Daihatsu zebra. Pengujian prototipe dilakukan untuk mengetahui time delay, derajad pengapian before top dead center (BTDC), arus dan tegangan pada kumparan primer dan sekunder coil. Hasil penelitian menunjukkan makin besar putaran, time delay makin kecil, sedangkan BTDC makin besar, kecenderungan dari sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan sistem pengapian pada kendaraan. Sementara arus pada kumparan primer mencapai 6 (A) dan kumparan sekunder 30 (mA), tegangan kumparan primer mencapai 590 (Volt) dan sekunder 59 (kV). Hasil rancangan ini menunjukkan bahwa sistem pengapian dengan menggunakan distributorless digital lebih baik dari sistem pengapian dengan menggunakan distributor dan distributor analog. Kata Kunci : Distributorless Digital, Multi Purpose, Programmable, Waktu Tunda dan Derajad Pengapian

1.

Pendahuluan Umumnya kendaraan roda empat masih menggunakan komponen distributor sebagai pembagi tegangan sekunder coil pengapian untuk disalurkan ke busi pada silinder yang membutuhkan. Sistem ini relatif sederhana karena menggunakan komponen mekanis untuk mengatur waktu pengapian. Namun sistem ini memiliki beberapa permasalahan diantaranya kerusakan permanen pada platina dan kapasitor akibat dialiri arus yang cukup besar, keausan pada komponen bergerak (moving parts), kerusakan pada komponen vacuum advancer dan rute pengapian yang relatif panjang. Kondisi ini dapat mengurangi daya pengapian, gangguan pada firing order sehingga dapat melemahkan akselerasi mesin dan proses pembakaran menjadi tidak sempurna. Beberapa produsen kendaraan telah mengeluarkan varian diantaranya Mitsubishi Eterna DOHC ECI Multi (1990), Suzuki Baleno (1997), Daihatsu Taruna EFI (2000) dan Hyundai Atoz (2005) yang telah menggunakan sistem pengapian dengan meniadakan komponen distributor (distributorless) atau dikenal dengan direct igntion. Sistem distributorless yang dikembangkan pada kendaraan diatas menggunakan sistem Distributorless Dual Ignition System (waste spark) dengan menggunakan sensor putaran dan kemudian dikoreksi timing pengapiannya dengan power ignitor analog. Namun sistem distributorless yang dikembangkan oleh beberapa kendaraan diatas disamping belum terbagi secara independen (masing-masing busi) juga merupakan sistem black box yang sulit bahkan tidak bisa diakses oleh pengguna (programer), sehingga tidak mudah melakukan pemeliharaan. Akibatnya sistem distributorless tersebut harus di reset bahkan harus diganti jika mengalami gangguan. Pengesetan atau

penggantian distributorless merupakan solusi yang membutuhkan biaya mahal. Disamping itu, para konsumen kendaraan terus menerus mengalami ketergantungan teknologi. Mengacu pada permasalahan distributor dan distributorless analog, maka dalam makalah ini dipaparkan sistem distributorless terbaru yang menggunakan teknologi digital yang dapat diprogram dan dapat diterapkan pada berbagai kendaraan. Sistem ini disamping untuk memperbaiki proses pembakaran juga diharapkan mempermudah konsumen dalam pemeliharaan sekaligus mengurangi ketergantungan pada produsen kendaraan. 2. Tinjauan Pustaka Pada sistem pengapian konvensional, komponen distributor digunakan sebagai pembagi tegangan sekunder dari coil pengapian yang selanjutnya disalurkan ke busi. Sistem ini mengandalkan mekanis murni untuk mengatur waktu pengapian sebagaimana Gambar 1.

Gambar 1. Komponen Distributor

Terlihat bahwa komponen distributor terdiri dari komponen yang bergerak dan diam. Komponen yang bergerak diantaranya mechanical advancer, distributor shaft, platina, rotor dan bearing (bushing), sedangkan komponen yang diam diantaranya kondensator, housing dan cap distributor. Sebagai pendistributor tegangan tinggi ke busi maka dibutuhkan kabel busi yang relative panjang dan memiliki spesifikasi tertentu. Melihat dari struktur distributor diatas, sistem ini memiliki permasalahan diantaranya terjadi kerusakan permanen pada platina dan kapasitor akibat dialiri arus yang cukup besar, keausan pada komponen bergerak (moving parts), kerusakan pada komponen vacuum advancer dan rute pengapian yang relatif panjang. Kondisi ini dapat mengurangi daya pengapian, gangguan pada firing order sehingga dapat melemahkan akselerasi mesin dan pembakaran menjadi tidak sempurna. Untuk mengantisipasi kelemahan sistem distributor, beberapa kendaraan telah menerapkan sistem distributorless. System distributorless yang dikembangkan menggunakan system distributorless dual ignition system (Waste Spark) dengan sensor putaran dan kemudian dikoreksi timing pengapiannya dengan power ignitor analog sebagaimana Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Distributorless Dual Ignition System (waste spark).

Pada Gambar 2 terlihat pada sistem dual ignition, pengapian secara bersamaan diterapkan pada dua silinder yang berpasangan (keduanya pada posisi beberapa derajad sebelum TDC), dimana satu silinder pada posisi yang membutuhkan dan silinder pasangannya pada posisi tidak membutuhkan. Oleh karena pengapian dibuang pada satu silinder yang tidak membutuhkan, maka sistem ini dikenal dengan istilah 2

waste spark ignition. Untuk mesin bensin empat silinder dengan firing order 1-3-4-2, terdapat dua pasang silinder, yaitu 1-4 dan 2-3, sehingga diperlukan dua coil pengapian untuk melayani dua pasang silinder tersebut. Namun system distributorless diatas merupakan sistem black box yang sulit bahkan tidak bisa diakses oleh pengguna (programer), sehingga tidak mudah melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan. Beberapa peneliti juga melakukan studi maupun merancang system distributorless analog maupun digital, diantaranya Mircea and Dumitru (2007) yang mempelajari system distributorless waste ignition, dimana diperoleh hasil kurva tegangan primer dan sekunder sebagaimana Gambar 3. Terlihat bahwa pada saat terjadi pembakaran (waktu 5 ms), tegangan primer sekitar 360 volt sedangkan tegangan sekunder coil mencapai -36 kV. Dari grafik terlihat tegangan sekunder coil mengalami harga negatif, disebabkan karena arus yang mengalir dari ground ke elektroda. Beberapa kendaraan telah menggunakan pembalikan tegangan karena dapat mengurangi panas di elektroda.
Sekunder

Primer Gambar 3. Grafik tegangan primer dan sekunder terhadap waktu

Sementara itu Sampurno B (2007) telah merancang prototype system distributorless digital multi purpose sesuai dengan kebutuhan sistem pengapian. Sistem ini menggunakan hall sensor tipe KA8940 dan mikrokontroller AN4006. Hasil pengujian tegangan primer dan tegangan skunder distributorless digital multi purpose memiliki kemampuan dalam menstabilkan tegangan primer dan skunder pada berbagai putaran dan mampu menghasilkan time delay dan derajad BTDC yang mendekati kebutuhan kendaraan. Namun sistem tersebut menggunakan mikrokontroller yang sulit dilakukan penyesuaian dengan kendaraan roda empat. 3. Metode Penelitian Tahap awal dilakukan kajian literatur dan produk yang berkaitan dengan distributor dan distributorless untuk memperoleh karakteristik, dimensi dan persoalan nyata dari sistem tersebut. Dari hasil kajian diperoleh kelemahan sistem distributor dan distributorless analog sehingga diperlukan teknologi baru untuk mengantisipasi kompleksitas sinyal, kelemahan pada sistem analog dan kemudahan dalam pemeliharaan. Disain awal dari penelitian ini menggunakan software proteus 6.2 Sp4 untuk merancang rangkaian elektronika kemudian dilakukan simulasi untuk memperoleh time delay ideal sesuai dengan putaran mesin. Berdasarkan hasil rancangan sirkuit elektronik maka dipilih komponen yang selanjutnya dirangkai menjadi prototipe. Kemudian dilakukan uji prototipe untuk memperoleh system performance yang berkaitan dengan time delay dan derajad BTDC. Pengujian dilakukan pada putaran 1000 rpm sampai dengan 4000 rpm dengan pertambahan per 100 rpm. Pengujian selanjutnya untuk mengetahui arus dan tegangan kumparan primer dan kumparan skunder coil. Dari hasil pengujian arus dan tegangan kemudian dianalisis performanya dengan membandingkan sistem yang menggunakan distributor dan distributorless analog. 4. 4.1. Analisis Hasil Simulasi dan Prototipe Perancangan dan Pengujian Simulasi Komputer Secara lebih detailnya perancangan rangkaian elektronika system distributorless digital ignition multi purpose dari simulasi komputer dengan menggunakan software proteus 6.2 Sp4 dapat dilihat dalam Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa J-Clock yang menerima sinyal dari masing-masing sensor, selanjutnya diberikan ke mikrokontroller setelah melalui konverter. Di dalam mokrokontroller diatur waktu pengapian sesuai dengan kebutuhan. Keluar dari mikrokontroller sinyal tersebut dikuatkan oleh 3

power transistor setelah melalui logika not. Power transistor berfungsi untuk menguatkan arus menuju tegangan primer coil. Kemudian tegangan primer digandakan 100 kali menjadi tegangan skunder. Keluaran dari coil berupa tegangan skunder langsung dihubungkan dengan busi.

Gambar 4. Rangkaian Elektonika Pengapian SDDIMP.

Setelah komponen elektronika dirangkai maka dilakukan simulasi komputer untuk memperoleh time delay yang dibutuhkan. Besarnya time delay pada masing-masing putaran mengacu pada hasil perhitungan. Hasil perhitungan diperoleh dari data yang diketahui berupa putaran mesin dan konstanta yang ada, sehingga dapat menentukan time delay ideal yang nantinya dibandingkan dengan time delay simulasi komputer. Adapun perhitungan secara matematis :

T
dimana :

z rps / 2

z = jumlah silinder rps = radian per sekon 2 = transmisinrate Satuan dari time delay : milli sekon (ms) Pada putaran 1000 (rpm) merupakan putaran awal dimana waktu pengapian busi (frekuensi pengapian) T = 1/(rps/2) untuk satu busi, rps = 1000/60 = 16.7 (Hz), sehingga diperoleh waktu tunda (time delay) T = 1/(16.7/2) = 119,761 (ms). Untuk putaran 4000 (rpm) menghasilkan rps = 4000/60 = 66.7 (Hz), sehingga diperoleh waktu tunda (time delay) T = 1/(rps/2) = 1/(66.7/2) = 22,985 (ms). Perhitungan dilakukan setiap kenaikan 100 (rpm). 4.2 Perancangan dan Pengujian Prototipe Hasil rangkaian elektronika dengan menggunakan software selanjutnya direalisasikan kedalam prototipe system distributoless digital ignition multi purpose sebagaimana Gambar 5. Prototipe yang terlihat pada gambar dirangkai sehingga memperoleh peforma yang diinginkan dan digunakan untuk proses pengujian performance system. Performa yang diuji antara lain time delay, derajad BTDC, arus dan tegangan primer serta arus dan tegangan skunder.

Gambar 5. Prototipe SDDIMP

Terlihat dari Gambar 5 komponen prototipe antara lain kunci kontak(1), voltmeter(2), lampu indikator(3), electronics control modul(4), filter(5), rumah hall sensor(6), coil(7) dan busi(8).

4.3

Hasil Pengujian Prototipe Untuk memperoleh performa prototype distributoless digital ignition multi purpose maka dilakukan pengujian. Hasil pengujian derajad pengapian (BTDC) terhadap putaran sebagaimana Gambar 6. Pengujian dilakukan pada silinder satu yang merupakan representasi dari silinder lainnya, dimana pada kendaraan empat silinder firing order 1-3-4-2 yang diawali pada 8 derajad BTDC. Terlihat dari gambar makin besar putaran maka makin besar derajad yang dibutuhkan untuk pengapian (kasus kendaraan daihatsu zebra). Sedangkan pada Gambar 7 terlihat time delay makin kecil dengan bertambahnya putaran mesin. Kondisi ini sesuai dengan kebutuhan pengapian, dimana makin cepat putaran maka makin kecil waktu yang dibutuhkan untuk pengapian. Dalam pengujian ini, putaran awal motor 1000 (rpm) yang terjadi pada 8 derajad pengapian BTDC, kemudian dinaikkan setiap putaran 100 (rpm) hingga putaran maksimum 4000 (rpm).

Gambar 6. Grafik Derajad Pengapian terhadap putaran Mesin

Gambar 7. Grafik time delay terhadap putaran mesin

4.4 Pengujian Arus dan Tegangan 4.4.1 Hasil Pengujian Arus dan Tegangan Primer/Sekunder Distributor Pengukuran arus dan tegangan primer terhadap waktu pengapian sistem distributor kendaraan Daihatsu Zebra, terlihat pada Gambar 8. Sedangkan hasil pengujian arus dan tegangan sekunder terlihat pada Gambar 9.
3000.m 2000.m 1000.m 0000.m 1000.m 2000.m 3000.m 30000.V 20000.V 10000.V 00000.V 10000.V 20000.V 30000.V 0.000m

6.200m 9.200m 12.200m T Gambar 8. Grafik Arus dan Tegangan Primer terhadap Waktu pada Distributor Kendaraan Daihatsu Zebra

3.200m

Gambar 9. Grafik Arus dan Tegangan Sekunder terhadap Waktu pada Distributor Kendaraan Daihatsu Zebra.

Dari Gambar 8 terlihat hasil pengujian arus dan tegangan primer kendaraan yang menggunakan distributor maksimum arus sekitar 14,5 (mA), sedangkan tegangan primer maksimum sekitar 270 (Volt). Pada Gambar 9 terlihat hasil pengujian arus dan tegangan sekunder kendaraan yang menggunakan distributor maksimum sekitar 2,9 (Amper) sedangkan tegangan sekunder maksimum sekitar 27 (kV). 4.4.2 Hasil Pengujian Arus dan Tegangan Primer/Sekunder Distributorless Pengukuran arus dan tegangan primer terhadap waktu pengapian system distributorless digital ignition multi purpose terlihat pada Gambar 10. Sedangkan pengujian arus dan tegangan sekunder terlihat pada Gambar 11.
6000.m 4000.m 2000.m 0000.m 2000.m 4000.m 6000.m 60000.v 40000.V 20000.V 00000. V 20000. V 40000. V 60000. V 9.000m 6.000m 3.000m 0.000m Gambar 10. Grafik Arus dan Tegangan Primer terhadap Waktu pada System Distributorless Digital Ignition Multi Purpose

Gambar 11. Grafik Arus dan Tegangan Sekunder terhadap Waktu pada System Distributorless Digital Ignition Multi Purpose

Dari Gambar 10 terlihat hasil pengujian arus dan tegangan primer system distributorless digital ignition multi purpose maksimum arus sekitar 30 (mA), sedangkan tegangan primer maksimum sekitar 590 (Volt). Pada Gambar 11 terlihat hasil pengujian arus dan tegangan sekunder system distributorless 6

digital ignition multi purpose maksimum sekitar 6 (Amper) sedangkan tegangan sekunder maksimum sekitar 59 (kV). Dari hasil pengujian menunjukkan system distributorless analog dan digital memiliki arus dan tegangan lebih tinggi dibandingkan dengan sistem yang menggunakan distributor. Hal ini dikarenakan pada system distributorless terjadi pengurangan rute pengapian sehingga voltage drope menurun secara signifikan. Sementara hasil pengujian distributorless digital memiliki arus dan tegangan lebih baik dibandingkan distributorless analog, karena pada distributorless digital kabel busi sudah tidak ada lagi, sehingga voltage drop semakin menurun. Arus dan tegangan yang dihasilkan distributorless digital ignition multi purpose relatif besar, dikarenakan pemilihan komponen elektonika dan sistem rangkaian elektronika yang tepat. Sementara kelebihan arus dan tegangan pada coil tersebut diharapkan mampu menghasilkan daya pengapian yang besar pada busi dan proses pembakaran bahan bakar-udara lebih sempurna di dalam ruang bakar. Dampak langsung dari proses pembakaran yang lebih sempurna maka akan terjadi efisiensi pemakaian bahan bakar menjadi hemat serta emisi gas buang menjadi lebih baik. Energi yang dihasilkan keluaran dari elektroda busi besar, sehingga umur atau usi pemakaian busi bertambah panjang menghasilkan performance dan akselerasi kendaraan yang baik. 5. Kesimpulan Dari hasil rancangan rangkaian elektronika simulasi komputer dan prototype distributoless digital ignition multi purpose beserta pengujiannya dapat disimpulkan bahwa : 1. Untuk mengatasi voltage drop pada penyaluran tegangan ke busi dan mengatasi sistem analog maka digunakan system distributoless digital ignition multi purpose. 2. Arus primer system distributorless digital lebih besar 70 % dibandingkan sistem distributor dan 50 % system distributorless analog. 3. Tegangan primer system distributorless digital lebih besar 70 % dibandingkan sistem distributor dan 50 % system distributorless analog. 4. Arus sekunder system distributorless digital lebih besar 70 % dibandingkan sistem distributor dan 50 % system distributorless analog. 5. Tegangan sekunder system distributorless digital lebih besar 70 % dibandingkan sistem distributor dan 50 % system distributorless analog. 6. Waktu pengapian lebih tepat dan singkat, sehingga proses pembakaran bahan bakar-udara menjadi lebih sempurna dan kualitas emisi gas buang pada kendaraan dapat ditingkatkan, sehingga daya output mesin lebih besar karena penggunaan satu coil pengapian pada tiap silinder tanpa menggunakan kabel busi yang panjang (Direct Ignition), Ucapan Trima Kasih Bapak Direktur CV. Stanly Co., malang. Daftar Pustaka [1] Abdul Kadir, 1995, Pemrograman C++, Andi Yogyakarta. [2] Anonim, 2003, TCSS Ignition system, Toyota Motor Sales, U.S.A., 1 - 16 [3] Arismunandar, Wiratno, 2002, Penggerak mula: Motor bakar Torak, edisi ke-5. Institut Teknologi Bandung. Bandung. [4] Kosik, R. B, 2000, Digital Ignition & Electronik Fuel Injection Department of Computer Science and Electrical Engineering The Dean School of Engineering The University of Queensland St Lucia, 4072.Australia., 19 - 25 [5] Jurgen R. K, 1995, Automotive Electronics Handbook , McGraw-Hill Inc. New York. [6] Mircea dan Dumitru, 2007, The Study Of The Ignition To The Automotive Spice Simulation, Interdisciplinarity In Engineering Scientific International Conference, TG. MURES-Romania., 2-5 [7] Sutantra, I. N, 2002, Teknologi Otomotif Teori dan Aplikasinya, Guna Widya Surabaya. [8] Sampurno B dkk 2007, Rancang Bangun Sistem Distributorless Digital Multi Purpose Laporan hasil penelitian DIPA ITS Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai