Anda di halaman 1dari 2

2013, Tahun Kepastian Kenaikan Harga BBM...?

Tidak kurang dari satu bulan kebelakang, beberapa para birokrat negara ini seperti Menteri dan wakilnya beserta tokoh-tokoh politik nasional mengeluarkan pernyataan akan naiknya BBM. Mulai dari Wakil menteri ESDM Rudi Rubiandini yang menegaskan bahwa pada 2013, merupakan kesempatan terakhir pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Karena dia menganggap bahwa pada 2014, tidak akan ada yang berani menaikkan harga BBM menjelang pemilihan umum presiden. Rudi juga mengatakan bahwa Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga sudah menyetujui kenaikan harga BBM subsidi. Hanya saja kata dia Kenaikan harga ini tinggal menunggu waktu tepat. Tidak hanya dari kementerin ESDM, kementerian Perdagangan yang di pimpin oleh Gita Wirjawan juga mengeluarkan isu yang sama dia meminta pemerintah segera menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Karena dianggap hal itu mampu untuk menekan defisit neraca perdagangan yang semakin parah. Begitu pula dengan ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto yang mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyampaikan persoalan BBM kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka menginginkan pemerintah segera merelokasi BBM subsidi bahkan meminta kepada pemerintah untuk menghapus BBM bersubsidi ini untuk pembangunan infrastruktur dan pendidikan. Senada Suryo Bambang, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla juga mengatakan hal serupa, dia mengungkapkan pemerintah harus segera melakukan tindakan untuk mengatasi persoalan BBM subsidi, salah satunya dengan menaikkan harganya. Bahkan Kalla mengatakan harusnya sudah sejak dua tahun lalu BBM itu dinaikkan untuk pembangunan infrastruktur, khususnya untuk penanggulangan banjir. Kesimpulan dari semua pernyataan itu, adanya hasrat yang kuat dari pemerintah untuk segera menaikkan harga BBM bersubsidi, apalagi ditambah dengan dukungan dari beberapa tokoh nasional yang bukan hanya menginginkan kenaikan tetapi juga menginginkan penghapusan BBM bersubsidi. Pada tahun 2012 kemarin, pemerintah gagal menaikkan harga BBM bersubsidi karena adanya desakan dari berbagai elemen masyarakat yang turun ke jalan menolak kebijakan pemerintah ini. Berbeda dengan tahun lalu, tahun 2013 ini kepercayaan diri pemerintah lebih banyak untuk menaikkan harga BBM bersubsidi , hal itu wajar karena dalam APBN 2013, pemerintah diberikan kewenangan utk menaikkan harga BBM bersubsidi perliter tanpa perlu persetujuan DPR. Pertanyaanya, jika pemerintah tidak perlu lagi meminta persetujuan DPR (yang dianggap sebagai representasi dari rakyat) , apakah pemerintah akan meminta persetujuan rakyat secara umum? Kewenangan pemerintah ini didapatkan setelah adanya pengesahkan UU APBN-P 2012 yang pasal 7 ayat 6 dengan disertai tambahan ayat 6a yang berbunyi "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung". Gema Pembebasan dari awal telah mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat khsususnya gerakan mahasiswa bahwa pengesahan UU APBN-P 2012 adalah ibarat bom waktu yang sebentar lagi akan meledak karena ini adalaha rekayasa DPR yang melakukan kongkalikong dengan pemerintah untuk menipu rakyat. Dengan disahkan UU APBN-P 2012 ini maka bagi pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi adalah hal yang sah tanpa perlu restu DPR. Isu yang lain dimunculkan adalah penghapusan BBM bersubsidi. Hal inilah yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari liberalisasi di sektor migas. Dimulai dengan kenaikan harga BBM hingga kemudian penghapusan BBM bersubsidi. Penghapusan BBM bersubsidi ini dianggap perlu karena subsidi BBM dipandang membebani APBN. Yang harus dipahami adalah pemerintah selama ini tidak pernah mau memaparkan biaya produksi minyak mentah lokal dan impor secara transparan agar bisa diketahui oleh publik berapa harga bahan bakar minyak yang bisa disubsidi dan mana yang tidak. Yang dilakukan pemerintah hanyalah menyerahkan kepada mekanisme pasar. Cara penentuan harga BBM subsidi yang berlaku saat ini berangkat dari asumsi, yaitu antara biaya yang dikeluarkan untuk produksi minyak dalam negeri dan minyak impor adalah sama. Padahal,

menurutnya pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy tidaklah demikian, BBM seharusnya dibanderol setelah mempertimbangkan harga campuran yang keluar berdasarkan perhitungan terhadap biaya produksi pokok minyak mentah yang dihasilkan di dalam negeri dan biaya pokok dari impor minyak mentah. Dari situ kemudian kita bisa memberikan harga kepada masyarakat atas BBM ini. Selama ini pemerintah hanya terus saja berkata bahwa subsidi BBM membebani APBN, tanpa pernah mau mengungkapkan kepada publik sebelah mana yang membebani? Kesimpulan Tahun 2013, mungkin akan menjadi tahun yang sangat bisa diduga kuat kepastian pemerintah menaikan harga BBM, atau bahkan sampai pada penghapusan BBM bersubsidi. Kepercayaan diri pemerintah menaikkan harga BBM ini berada pada puncak-puncaknya. Namun, kita tetap tidak boleh diam melihat kebijakan zalim pemerintah ini terlaksana. Momentum ini harus digunakan oleh gerakan mahasiswa untuk menjelaskan kembali kepada masyarakat, bahwa kebijakan khianat ini akan diterapkan atas mereka, dan masyarakat harus menolaknya. Umat Islam (dan masyarakat secara umum) tidak punya pilihan kecuali pengaturan sumber daya alam mereka diserahkan ke sistem Islam. Sumber: Koran Pikiran Rakyat 21 Januari 2013 http://finance.detik.com/read/2013/01/11/161706/2139887/1034/harga-bbm-subsidi-naik-tinggaltunggu-waktu http://bandungekspres.com/id/2013/01/19/kadin-dan-jk-sepakat-bbm-naik/ Imaduddin Al Faruq Kajian strategis Gema Pembebasan Kota bandung

Anda mungkin juga menyukai