Anda di halaman 1dari 9

INFORMED CONSENT SEBAGAI WUJUD UPAYA MENGHINDARI TUNTUTAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN MEDIK

Oleh : Yuli Prasetyo Adhi *)

A. PENDAHULUAN
Pembangunan disegala bidang telah membuahkan hasil-hasil yang nyata yaitu berupa naiknya derajat dan kadar kesejahteraan rakyat termasuk didalamnya taraf kesehatan masyarakat. Saat ini Pemerintah tampaknya telah bertekad menangani menyangkut segera sarana masalah-masalah kesehatan. yang Upaya

mengemukakan hal tersebut seperti apa yang sering didengung-dengungkan orang yaitu gerakan hidup sehat (GHS), hospitals without walls, pelayanan kesehatan holistik, dan sebagainya. Oleh karena itu pembangunan kesehatan sangat memerlukan dukungan masyarakat luas, termasuk diri pasien itu sendiri. . Pasien sebagai seorang manusia yang membutuhkan pelayanan kesehatan menyerahkan sepenuhnya kepada seorang dokter. Pada saat seorang pasien menyatakan kehendaknya untuk mendengar kesepakatan tidak hanya keluhan antara pasien, kedua maka belah terjadi pihak.

mendekatkan pelayanan kesehatan kepada rakyat secara makro ini sudah selayaknya harus diikuti juga upaya mendekatkan pelayanan kesehatan kepada rakyat secara mikro-individual yaitu melibatkan langsung diri pasien. Pelayanan kesehatan membatasi diri pada pelayanan tubuh manusia yang sakit, tetapi juga memberikan perhatian sepenuhnya pada peningkatan pasien ke arah pemulihan. menjaga, Pelayan memelihara, kesehatan dan seharusnya melangkah pada arah yang lebih luhur lagi yaitu mempertahankan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu pendekatan pelayanan kesehatan yang menjadi communis opinio saat ini ialah bukan hanya pelayanan fungsi-fungsi tubuh manusia saja, akan tetapi juga fungsi-fungsi psikis, sosial dan segala bentuk keterkaitan kemanusiaan seutuhnya, menjadi sasaran utamanya. Upaya pelayanan kesehatan saat ini sudah serba mencakup dan menjangkau segi-segi yang semakin luas dan sudah jauh melampaui segi-segi medik murni. Istilah-istilah yang sepadan untuk
*)

Kedatangan pasien ke tempat praktek dokter, Rumah Sakit, atau Klinik dapat ditafsirkan sebagai usaha untuk mengajukan penawaran kepada dokter untuk dimintai pertolongan dalam mengatasi keluhan yang dideritanya. Begitu pula sebaliknya, dokter juga akan melakukan pelayanan medis berupa rangkaian tindakan yang meliputi diagnosa dan tindakan medik. Hubungan hukum ini selanjutnya disebut transaksi, yang dalam hukum perdata disebut perjanjian. Hubungan pasien, dokter dan rumah sakit selain berbentuk sebagai ikatan hubungan medik, juga berbentuk ikatan atau hubungan hukum. Sebagai hubungan medik, maka hubungan ini akan diatur oleh kaidah-kaidah medik. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit mempunyai hak utama untuk menentukan apa yang harus dilakukan terhadap tubuhnya. Berdasarkan hak itu maka setiap pasien mempunyai hak untuk

Dosen Bagian Perdata Fakultas Hukum UNDIP

INFORMED CONSENT SEBAGAI WUJUD UPAYA MENGHINDARI TUNTUTAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN MEDIK

mengetahui prosedu perawatan bagaimana yang akan dialaminya, termasuk risiko yang harus ditanggungnya sebagai akibat metode perawatan tertentu. Kecuali itu pasien juga mempunyai hak untuk mengetahui apakah ada alternatif-alternatif lain, termasuk pula resikonya. Ada pula yang berpendapat bahwa pasien berhak mengetahui halhal yang berada di luar ruang lingkup kesehatan, namun yang berkaitan, seperti misalnya, faktor sosial. Itulah yang lazim disebut informed consent, yakni persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi selengkapnya (Soerjono Soekanto, 1989 : 68). Setiap orang harus mendapat pertolongan kedokteran dengan perasaan yang aman dan bebas. Ia harus dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggunya, baik yang bersifat jasmaniah maupun rokhaniah, dengan keyakinan khawatir bahwa bahwa hak segala itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Ia tidak boleh merasa sesuatu mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter maupun petugas kedokteran yang bekerjasama dengan dokter tersebut. Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien. Penandatanganan formulir informed consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri

(informed decision). Oleh karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter yang merawatnya. Yang wajib memberikan penjelasan atau informasi kepada pasien adalah penanggung jawab perawatan terhadap pasien tersebut, misalnya seorang dokter. Dalam keadaan-keadaan tertentu dokter tersebut dapat mendelegasikan wewenangnya kepada tenaga kesehatan lain, akan tetapi tanggung jawab hukum tetap ada padanya. Secara yuridis, seorang perawat sebenarnya tidak berwenang melaksanakan proses informed consent. Hal ini menjadi tugas dokter, dan kalau ada pendelegasian wewenang, maka dokter harus yakin benar bahwa perawat yang diberi tugas benar-benar menguasai masalah dan mampu memberikan penjelasan yang dipahami oleh pasien. Oleh karena itu dari sudut hukum tanggung jawab mengenai informed consent tetap ada pada dokter (Soerjono Soekanto, 1989 : 68-69). Di Indonesia tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktek semakin meningkat. Hal tersebut menunjukan bahwa adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat Indonesia akan hak-hak sebagai warga negara Indonesia. Di sisi lain, para dokter di tuntut untuk melaksanaan kewajiban dan tugas profesinya dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan standar pelayanan medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan. Malpraktek medik adalah kelalaian seorang doketr atau perawat untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim

Pandecta Vol.5. No. 1, Januari Juni 2011

dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Kelalaian yang dimaksud dalam hal ini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hatihati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan

peran

Informed Consent untuk menghindari

tuntutan malpraktek dalam pelayanan medik, 2) kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan Informed Consent untuk menghindari tuntutan malpraktek, 30 bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan Informed Consent.

B. PEMBAHASAN
1. Peran Informed Consent untuk menghindari tuntutan malpraktek dalam pelayanan medik. Secara harfiah consent artinya persetujuan, atau izin. Jadi, informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya. Selanjutnya kata informed terkait dengan informasi atau penjelasan. Dapat disimpulkan bahwa informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh UU sehingga dengan kata lain informed consent adalah persetujuan setelah penjelasan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, persetujuan tindakan medik adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai

melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum de minimis noncurat lex, yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil. Tolok ukur culpa lata yaitu bertentangan dengan hukum, akibatnya dapat dihindarkan, akibatnya dapat di bayangkan, perbuatannya dapat dipersalahkan. Di Amerika Serikat, kasus pengambilan ovum atau ova dari pasien tanpa informed consent merupakan dasar yang kuat untuk menuntut pelaku di pengadilan. Dalam hal ini perbuatan yang dituduhkan adalah melakukan malpraktek. Kasus riil yang terjadi yaitu kasus pasangan suami isteri Del Zio. Pengadilan Federal New York memenangkan suami isteri Del Zio, oleh karena sama sekali tidak ada informed consent (Soerjono Soekanto, 1989 : 182). Berdasarkan paparan tersebut di atas maka permasalahan yang timbul yaitu : 1) bagaimana

INFORMED CONSENT SEBAGAI WUJUD UPAYA MENGHINDARI TUNTUTAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN MEDIK

tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Ketentuan perundangan yang menjadi dasar pemberian informed consent pada tindakan medis yaitu : Permenkes No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, Undang Undang No : 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Permenkes No. 1419 / Menkes / Per / IX/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehata. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI). Undang Undang No : 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 yang berbunyi : (1). Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus menandatangi persetujuan. (2). Persetujuan yang dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3). Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang kurangnya mencakup : a. diagnosa dan tata cara tindakan medis b. tujuan tindakan medis yang akan dilakukan c. alternatif tindakan lain dan risikonya d. risiko dan komplikasinya yang mungkin terjadi. Dan e. prognosis terhadap tindakan tindakan yang dilakukan (4). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. (5). Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(6). Ketentuan memhenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Fungsi dari informed consent adalah : (J Guwandi, 2003 : 2). a. Promosi dari hak otonomi perorangan b. Proteksi dari pasien dan subyek c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri e. Promosi dari keputusan-keputusan rasional f. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip ekonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik. Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan/tujuan dibagi tiga, yaitu : (Ratna Suprapti Samil, 2001 : 45). a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untk menjadi subyek penelitian) b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis c. Yang bertujuan untuk terapi Tujuan dari Informed Consent adalah : (J Guwandi, 2005 : 32). a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien; b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tidak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti. Dalam keadaan gawat darurat Informed Consent tetap meripakan hal yang paling penting

Pandecta Vol.5. No. 1, Januari Juni 2011

walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun Informed Consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhan serta memberikan keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak setuju tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan emergency tidak diperlukan Informed Consent. Ketiadaan menyebabkan Informed tindakan Consent malpraktek dapat dokter,

b. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang resiko dan akibat dari tindakan medis yang diambilnya. c. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan resiko dan akibat dari tindakan medis yang diambilnya. d. Informed Consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara substansial dengan yang dilakukan oleh dokter. Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan itu bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi kontrak terapeutik antara dokter dan pasien. Pembuktian tentang adanya perjanjian terapeutik dapat dilakukan pasien dengan mengajukan arsip rekam medis atau dengan persetujuan tindakan medis (Informed Consent) yang diberikan oleh pasien. Bahkan dalam kontrak terapeutik adanya kartu berobat atau dengan kedatangan pasien menemui dokter untuk meminta pertolongannya, dapat dianggap telah terjadi perjanjian terapeutik.

khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum diberbagai negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan Informed Consent setara dengan kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal ketiadaan Informed Consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan adalah sebagai berikut: a. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter tetap melakukan tindakan tersebut.

INFORMED CONSENT SEBAGAI WUJUD UPAYA MENGHINDARI TUNTUTAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN MEDIK

Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat : (http://www.lettolink.com, diakses tanggal 24 Oktober 2009). a. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek samping yang bermakna, b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi, c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak pasien, d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian. Di dalam Lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor : HK. 00.06.3.5.1866 tanggal 21 April 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) disebutkan, bahwa pihak yang berhak menyatakan persetujuan ialah : a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah. b. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun, Persetujuan (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : (1) Ayah/ibu kandung (2) Saudara-saudara kandung c. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : (1) Ayah/Ibu adopsi (2) Saudara-saudara kandung (3) Induk semang yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial

d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : e. Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele), Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut urutan hal tersebut. f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut urutan hal tersebut : (1) Suami/isteri (2) Ayah/ibu kandung (3) Anak-anak kandung (4) Saudara-saudara kandung Informed consent memiliki peran yang sangat penting terutama bagi para pihak yang melakukan persetujuan. Informed consent sangat berperan dalam mencegah terjadinya tuntutan malpraktek atas dasar tidak diberikannya penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap seorang pasien. Informed consent berperan melindungi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif yang tak mungkin dihindarkan dokter walalupun dokter telah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati serta teliti. 2. Kendala-kendala pelaksanaan Beberapa yang timbul Consent timbul dalam untuk dalam

Informed kendala

menghindari tuntutan malpraktek pelaksanaan informed consent yang dilakukan untuk menghindari tuntutan malpraktek. Kendalakendala tersebut berasal dari tenaga medis, tenaga kesehatan, rumah sakit, pasien dan keluarga pasien.

Pandecta Vol.5. No. 1, Januari Juni 2011

a. Tenaga Medis 1) Tenaga medis ( Dokter ) memiliki pasien yang banyak. 2) Kebiasaan dokter untuk mendelegasikan tugasnya kepada Tenaga Kesehatan, padahal tidak semua Tenaga Kesehatan kompeten dalam bidang tersebut. 3) Dokter boleh mendelegasikan bila kondisi life saving ( emergency ), setelah dokter datang harus menandatanganinya. b. Tenaga Kesehatan ( Perawat / Bidan ) 1) Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan delegasi meminta informed concent ke pasien / keluarga tanpa ada beban karena merasa hal tersebut sudah tugas rutin. 2) Beberapa tenaga kesehatan belum sepenuhnya memahami kesalahan. c. Pasien dan keluarga Dari pasien dan keluarga informed concent merupakan hal yang biasa layaknya menulis identas yang perlu ditanda tangani seperti saat masuk RS, dan tidak tahu dampak bila terjadi masalah. d. Rumah sakit Rumah sakit belum tegas dalam pelaksanaan SOP informed concent terhadap dokter dan Tenaga Kesehatan, perlu diberi sangsi bila terjadi pelanggaran. Dengan adanya SOP informed consent yang jelas maka jelas pula perlindungan bagi dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya, setidak-tidaknya perlindungan terhadap kejadian yang tak terduga. dampak yang timbul bila ada sibuk praktek dibeberapa tempat / RS dan selain itu dokter

3. Upaya mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan Informed Consent. Melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medik merupakan salah satu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuntutan malpraktek pidana karena kecerobohan. Oleh karena itu masalah persetujuan tindakan medik perlu untuk menghindari kesalahpahaman antara kedua belah pihak dokter maupun pasien. Sehubungan dengan cara pernyataan kehendak menurut hukum, Mertokusumo (1987) menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain : (Veronika Komalawati, 2002 : 111). a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis, b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan, c. Dengan bahasa tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan, d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan, e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah bahwa informed consent merupakan syarat yang tidak boleh diabaikan. Yang lebih penting lagi adalah menentukan substansi minimal informed consent tersebut sehingga ada pegangan bagi tenaga kesehatan yang akan melaksanakannya. Selain itu melakukan informed consent sebagaimana mestinya tanpa mengabaikannya. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan informed consent (yang seyogyanya hal tersebut dapat digunakan untuk menghindari tuntutan malpraktek) yang timbul oleh pihak rumah sakit, yaitu dengan cara pihak rumah sakit segera membuat SOP informed consent yang jelas dan

INFORMED CONSENT SEBAGAI WUJUD UPAYA MENGHINDARI TUNTUTAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN MEDIK

terarah sehingga dapat dipahami oleh pasien dan dokter maupun tenaga kesehatan.

tenaga kesehatan belum sepenuhnya memahami dampak yang timbul bila ada kesalahan. Kendala yang berasal dari rumah sakit yaitu : Rumah sakit belum tegas dalam pelaksanaan SOP informed concent terhadap dokter dan Tenaga Kesehatan, perlu diberi sangsi bila terjadi pelanggaran. Dengan adanya SOP informed consent yang jelas maka jelas pula perlindungan bagi dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya, setidaktidaknya perlindungan terhadap kejadian yang tak terduga. Selain itu kendala juga berasal dari Pasien dan keluarga yaitu bagi pasien dan keluarga informed concent merupakan hal yang biasa layaknya menulis identas yang perlu ditanda tangani seperti saat masuk RS, dan tidak tahu dampak bila terjadi masalah. c. Upaya mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan Informed Consent. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah bahwa informed consent merupakan syarat yang tidak boleh diabaikan. Yang lebih penting lagi adalah menentukan substansi minimal informed consent tersebut sehingga ada pegangan bagi tenaga kesehatan yang akan melaksanakannya. Selain itu melakukan informed consent sebagaimana mestinya tanpa mengabaikannya. Setiap RS segera membuat SOP informed consent untuk menjaga terjadinya tuntutan malpratek karena tidak melakukan informed consent. Perlu adanya tindakan pencerdasan pada masyarakat akan arti penting informed consent agar tidak menyesal dikemudian hari. Selain itu untuk mengatasi kendala bagi tenaga kesehatan perlu dilakukan pelatihan tentang informed consent. Agar tenaga kesehatan mampu menjalankan tugas yang telah didelegasikan kepadanya.

C. PENUTUP
Simpulan a. Peran Informed Consent untuk menghindari tuntutan malpraktek dalam pelayanan medik. Informed consent memiliki peran yang sangat penting terutama bagi para pihak yang melakukan persetujuan. Informed consent sangat berperan dalam mencegah terjadinya tuntutan malpraktek atas dasar tidak diberikannya penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap seorang pasien. Informed consent berperan melindungi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif yang tak mungkin dihindarkan dokter walalupun dokter telah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati serta teliti. b. Kendala-kendala yang timbul Consent berasal dalam untuk dari

pelaksanaan

Informed

menghindari tuntutan malpraktek. Kendala-kendala tersebut tenaga medis, tenaga kesehatan, rumah sakit, pasien dan keluarga pasien. Kendala yang berasal dari tenaga medis yaitu : tenaga medis ( Dokter ) sibuk praktek dibeberapa tempat / RS dan selain itu dokter memiliki pasien yang banyak, kebiasaan dokter untuk mendelegasikan tugasnya kepada Tenaga Kesehatan, padahal tidak semua Tenaga Kesehatan kompeten dalam bidang tersebut. Sedangkan kendala dari Tenaga Kesehatan ( Perawat / Bidan ), yaitu : Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan delegasi meminta informed concent ke pasien / keluarga tanpa ada beban karena merasa hal tersebut sudah tugas rutin, beberapa

Pandecta Vol.5. No. 1, Januari Juni 2011

Saran a. Mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatur praktek dokter pada maksimal tiga tempat menjadi dua tempat saja sehingga dokter menjadi tidak terlalu sibuk, kemudian tempat yang lain hanya sebagai konsultan saja. b. Pihak RS harus tegas dalam penerapan SOP informed concent, bila melanggar diberi sangsi, baik dokter maupun tenaga kesehatan. c. Pihak RS melakukan kesehatan sekaligus pelatihan tentang SOP dan informed concent kepada dokter dan tenaga sosilisasi mengevaluasi pelaksanaanya. d. RS memberikan penyuluhan arti pentingnya informed concent bagi pasien dan keluarga melalui layanan TV RS. e. Penambahan pengetahuan bagi para penegak hukum khususnya pengetahuan dalam bidang kedokteran, sehingga jika terjadi kasus malpraktek mereka dapat menyidik, menuntut dan memutus perkara dengan tepat sesuai dnegan kemampuan/pengetahuannya. f. Dokter dan tenaga medis lainnya agar lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan tugasnya. DAFTAR PUSTAKA Anny Isfandyarie. 2005. Malpraktek & Resiko Medik (Dalam Kajian Hukum Pidana). Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher D. Veronika Komalawati. 2002. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien) Suatu Tinjauan Yuridis. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

J. Guwandi. 2003. Informed Consent dan Informed Refusal. Jakarta : Penerbit FK UI _________. 2005. Rahasia Medik. Jakarta : Penerbit FK UI _________. 2005. Hukum Medik (Medical Law). Jakarta : FK UI Ninik Mariyanti. 1988. Malapraktek Kedokteran (Dari Segi Hukum Pidana dan Perdata). Jakarta : Bina Aksara Ratna Suprapti Samil. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo Soerjono Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan (Suatu Kumpulan Catatan). Jakarta : Penerbit Ind-Hill-Co http://www.lettolink.com, diakses tanggal 24 Oktober 2009.

Anda mungkin juga menyukai