Anda di halaman 1dari 49

Teori Budaya Organisasi Berdasarkan penelitian Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, dan Nick O'Donnell-Trujillo

(Diterjemahkan Dari Buku Introducing Communication Theory : Analysis and Application 3nd ed. Richard West dan Lynn H. Turner. Dari Sub Judul Organization Culture) Oleh : Muslih Aris Handayani, sumadi, Mukti Ali Pengantar Cerita: Sebagai karyawan dari Grace'sJewelers, Fran Calahan tahu bahwa pekerjaannya berbeda dengan pekerjaan teman- temannya. Perusahan ini mempekerjakan 150 karyawan di 26 toko di Amerika Serikat bagian Tenggara dan target utama mereka adalah gadis remaja yang sering berkunjung ke mal Pendiri perusahaan ini,GraceTalmage, selalu mengunjungi karyawannya setiapminggu, membuat mereka merasa nyaman bekerja di perusahaan kecil itu. Hubungan Fran dengan Gracese lama ini cukup baik. Mengapa tidak? la menerima komisi yang Sangat bagus dan paket perawatan kesehatan yang memadai (termasuk perawatan mata dan gigi) dan ia juga dapat bergaul dengan baik dengan supervisornya. Selain itu, Fran dan karyawan lainnya dapat memakai pakaian casual ketempat kerja mereka, dan hah'ni membuat karyawan lain di mal itu iri.Semua hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa Fran telah bekerja untuk preusan ini selama hampir sembilan tahun dan mengapa ia tidak me'miliki rencana untuk pindahhingga saat ini. Setelah berbisnis selama tiga puluh tahun, Grace memutuskan telah tiba saatnya bagi dirinya untuk menjual bisnisnya dan pensiun. Karena perusahaan Grace telah menunjukkan keuntungan yang cukup besar selama bertahun-tahun, Jewelry Plus, sebuah toko ritel perhiasan yang besar, memutuskan untuk menawar perusahaan tersebut. Walaupun sebenarnya Grace tidak ingin menjual perusahannya pada perusahaan reta/'/yang begitu besar, penawaran mereka terlalu menarik untuk dilewatkan. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menjual bisnisnya, dan hal ini mengundang kekecewaan para karyawan. Fran benar-benar khawatirsetelah mendengargosip mengenai perlakuan perusahaan besar ini terhadap karyawannya dan cara perusahaan ini menjalankan kegiatan sehari-hari perusahaan. Ia diam-diam bertanya-tanya seberapa banyak perubahan akan terjadi begitu Grace menjual tokonya. Ia sangat membutuhkan pekerjaan ini, dan karenanya memutuskan untuk tetap tinggal. Insting Fran ternyata benar. Begitu masa transisi perusahaan telah selesai, ia harus menjalani orientasi "karyawan baru", yang artinya adalah berdiri di depan seluruh karyawan baru yang ada dan menjelaskan mengapa ia melamar di perusahaan tersebut. Salah satu dari peraturan perusahaan itu adalah peraturan berpakaian yang baru dan kebijakan baru untuk pengembalian barang. Fran tidak lagi dapat memakai pakaian kasual; sekarang ia harus memakai seragam perusahaan

dan sepatu hitam berhak rendah. Sehubungan dengan pengembalian barang, kebijakan perusahaan berubah dari "kepuasan dijamin atau 100% uang kembali" menjadi "barang yang telah dibeli harus dikembalikan dalam jangka waktu 10 hari dengan menunjukkan nota pembelian". Walaupun Fran merasa bahwa kebijakan baru ini akan membuat banyak pelanggan berpaling, kesuksesan Jewelry Plus merupakan bukti yang cukup bahwa kebijakan ini telah berhasil sebelumnya. Akhirnya, dengan perusahaan yang baru ini, paket perawatan kesehatannya tidak lagi mencakup penggantian biaya perawatan gigi dan mata. Kurangnya penggantian biaya ini menyebabkan terjadinya perputaran gosip. Salah satu cerita yang didengar Fran selama masa orientasinya adalah bahwa seorang karyawan kehilangan dua gigi belakangnya karena ia tidak dapat membiayai perawatan giginya! Dengan semua perubahan yang ada dalam kebijakan toko, peraturan berpakaian, dan filosofi perusahaan, Fran dan banyak rekan kerjanya merasa kewalahan. Bahkan, banyak rekan kerja Fran yang telah bekerja bersamanya selama sembilan tahun belakangan memutuskan untuk keluar. Sebagai seorang orang tua tunggal dari pekerjaannya. Namun lebih dari itu semua, atasan barunya benar-benar sebuah bencana! Fran dan rekan sekerjanya menamainya "Si Bayangan" karena ia selalu ada di belakang mereka ketika mereka sedang melayani pelanggan. Adanya seorang supervisor yang selalu mengamati apa pun yang yang ia lakukan sangatlah mengganggu, dan bagi Fran ini adalah hal yang sia-sia, terutama karena kebanyakan pelanggannya adalah remaja dan mereka sering kali berubah dalam perilaku pembelian mereka. Walaupun terdapat banyak kekhawatiran, Frans mengikuti piknik perusahaan yang pertama. Ia sebenarnya tidak begitu ingin, tetapi ia merasa bahwa ia harus memberikan kesempatan ini pada perusahaan. Ketika ia dan rekan kerjanya yang baru dan lama minum es the dan makan hot dog, mereka ternyata cocok. Mantan karyawan Grace Jewelers bercerita pada karyawan besar itu mengenai keadaan yang dulu pernah ada. Mereka tampaknya benar-benar tertarik mendengarkan orang-orang seperti Gabby, seorang pensiunan berusia 70 tahun yang tidak bisa berhenti berbicara dengan pelanggan. Bersama-sama mereka banyak tertawa mengenai masa lalu yang menyenangkan. Hari itu berakhir tidak seperti yang dibayangkan Frans sebelumnya. Ia telah memiliki beberapa teman baru, mengenang masa lalu, dan merasa sedikit lebih nyaman dengan masa depannya. Walaupun ia tahu bahwa atasannya akan sulit untuk dihadapi, Frans memutuskan bahwa ia akan mencoba untuk mendapatkan yang terbaik dari pekerjaannya. Paling tidak ia berpikir, ia memiliki beberapa orang yang dapat dipercaya.

Sekilas Teori Budaya Organisasi : Orang-orang adalah seperti laba-laba yang tergantung di dalam jaring yang mereka ciptakan di tempat kerja. Sebuah budaya organisasi terdiri atas simbol yang dimiliki bersama, dan tiap-tiap simbol ini memiliki makna yang unik. Kisah-kisah perusahaan, ritual, dan serangkaian ritusnya merupakan contoh dari budaya perusahaan.

A. Pendahuluan Setelah Anda lulus dari universitas, sangat mungkin bahwa banyak dari Anda akan bekerja untuk sebuah organisasi. Kehidupan organisasi dicirikan dengan banyak perubahan dibandingkan hal lainnya. Perubahan biasanya ditandai dengan adanya semangat, kekhawatiran, rasa trustrasi, dan rasa tidak percaya. Emosi-emosi ini biasanya akut pada masa-masa penuh tekanan; misalnya, ketika perusahaan mengadakan pemutusan hubungan kerja. Cobalah Anda pergi ke toko buku mana saja di kampus atau di mal, dan Anda pasti akan melihat banyak buku mengenai kehidupan organisasi. Pendekatan budaya pop ini terhadap dunia korporasi Amerika ada di manamana. Beberapa penulis mengatakan pada kita bahwa ada 10 Cara Mudah untuk Mendapatkan Kenaikan Caji atau ada 8 Langkah Aman untuk Dipromosikan. Beberapa penulis lainnya menghasilkan jutaan dolar dengan menulis mengenai pentingnya Berkomunikasi dengan Orang-orang yang Sulit dan Bekerja untuk Hidup dan Hidup untuk Bekerja. Kebanyakan dari buku-buku ini berpusat pada apa yang dapat dilakukan orang untuk membuat hidup mereka lebih mudah di tempat kerja. Masalahnya adalah bahwa kehidupan organisasi sangat kompleks. Lebih aman untuk mengatakan bahwa hanya ada sedikit "cara mudah" untuk apa pun di dalam organisasi. Untuk memahami kehidupan organisasi melampaui budaya pop termasuk nilai-nilai, kisah, tujuan, praktik, dan filosofi perusahaan Michael Pacanowsky dan Nick O'Donnell Trujillo (1982, 198, 1990) mengonseptualisasikan Teori Budaya Organisasi (Organizational Culture Theory). Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo merasa bahwa organisasi dapat paling baik dipahami dengan menggunakan lensa budaya, sebuah ide yang mulanya dikemukakan oleh seorang antropolog bernama Clifford Geertz. Mereka percaya bahwa para peneliti terbatas dalam pemahaman mereka mengenai organisasi ketika mereka mengikuti metode ilmiah, sebuah proses yang telah.kami jabarkan dalam Bab 4. Menurut Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo, metode ilmiah dibatasi dengan adanya pengukuran dibandingkan menemukan sesuatu yang baru. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) berargumen bahwa Teori Budaya Organisasi mengundang para peneliti "untuk mengamati, mencatat dan memahami perilaku komunikatif dari anggota-anggota organisasi" (hal.

129). Mereka menganut "totalitas atau pengalaman nyata dalam organisasi" (Pacanowsky, 1989, hal. 250). Para teoretikus menorehkan guratan kuas yang lebar dalam pemahaman mereka akan organisasi dengan menyatakan bahwa "budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh organisasi; budaya adalah sesuatu yang merupakan organisasi itu sendiri" (Pacanowsky & O'Donnell Trujillo, 1982, hal. 146). Budaya dikonstruksi secara komunikatif melalui praktik-praktik dalam organisasi, dan budaya adalah nyata di dalam organisasi. Bagi para teoretikus, memahami satu organisasi lebih penting daripada menggeneralisasi sekelompok perilaku atau nilai dari banyak organisasi. Pemikiran ini membentuk latar belakang dari teori ini. Jelaslah bahwa inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu, perspektif yang telah didiskusikan dalam Bab 2. Melainkan, menurut Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1983), budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas (Schrodt, 2002). Budaya organisasi juga mencakup semua simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dan seterusnya) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol-simbol ini. Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen. Kita memulai diskusi mengenai Teori Budaya Organisasi dengan pertama-tama menginterpretasikan budaya dan kemudian mengajukan tiga asumsi dari teori ini.

B. Pengertian Budaya Organisasi

Sebelum melangkah pada pengertian tentang budaya organisasi, alangkah baiknya


4

kita jelaskan dulu pengertian dari budaya itu sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas dan serba ganda dari manusia dalam alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan dengan demikian nilai kemanusiannya menjadi lebih nyata. Melalui kegiatan kebudayan sesuatu yang sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka diwujudkan dan diciptakan yang baru. Dalam kebudayaan manusia mengakui alam dalam arti yang seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yang identik dengan kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya adalah penciptaan penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian, kebudayaan didefinisikan secara beragam. Ahli sosiologi megatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan kecakapankecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan sosial atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita. Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, pandangan hidup, dan kelakuan. Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian manusia kepada alam sekelilingnya atas syarat-syarat hidup. Arkheologi menaksir kebudayaan sebagai hasil artefact dan kesenian. Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14). Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik adalah:

1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko. 2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian. 3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. 4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil hasil pada orangorang anggota organisasi itu. 5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim tim, bukannya individu individu. 6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai santai. 7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.

Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi sebagai proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk realitas organisasi dan dengan demikian memberi makna kepada keanggotaannya. Konsep pembentukan pemahaman ini penting bagi perspektif interpretif, sama pentingnya dengan pemahaman yang dilaksanakan (enacted sense making) bagi teori Weick mengenai pengorganisasian. Peraga dan indikator budaya organisasi tidak muncul begitu saja. Semua ini harus dikonstruksi dan makna yang diberikan kepada peraga dan indikator tersebut harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam interaksi. Peraga dan indikator (kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih dianggap sebagai tindakan daripada sebagai benda. Pacanowsky da O`Donnel-Trujillo (1982) berpendapat bahwa ketika para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini merupakan pencapaian kecil yang termasuk dalam pencapaian yang lebih besar lagi dalam budaya organisasi. Istilah kuncinya adalah pencapaian dalam arti bahwa hal itu menunjukkan tindakan, dan tindakan yang terus berlangsung dalam tindakan itu. Peraga dan indikator budaya dapat pula dimasukkan ke dalam rubrik luas yang disebut simbolisme organisasi. Yang penting dalam konsep pemahaman budaya ini adalah makna simbolisme untuk anggota-anggota organisasi ketika mereka membentuk realitas organisasi dan ketika mereka dibentuk oleh konstruk-konstruk mereka sendiri. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli : a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggotaanggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi. Sumber-sumber Budaya Organisasi Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengaruh umum dari luar yang luas Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi. 2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan. 3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaianpenyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut : a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Ciri-ciri Budaya Organisasi Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah: 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada

teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu. 6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan. 7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289). Tipologi Budaya Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi : 1. Akademi Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. 2. Kelab Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

3.

Tim Bisbol

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. 4. Benteng Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

Budaya Organisasi merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia dan teori organisasi. Manajemen budaya organisasi dilihat diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dilihat dari aspek sekelompok individu yang berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan. Dalam pekembangannya, pertama kali budaya organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan budaya organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya Organizational Culture and Leadership. Di Indonesia budaya organisasi mulai dikenal pada tahun 80 sampai 90-an, saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal. Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya. Akan tetapi pengertian yang penulis kemukakan di sini hanya yang terkait dengan BO. Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe sebagai berikut: Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggoa masyarakat. VijaySathe:Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common.
1

Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat. Edgar H. Schein :

Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalahmasalah tersebut. UNSUR-UNSUR BUDAYA : 1. Ilmu Pengetahuan 2. Kepercayaan 3. Seni 4. Moral 5. Hukum 6. Adat-istiadat 7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat 8. Asumsi dasar 9. Sistem Nilai 10. Pembelajaran/Pewarisan 11. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

Beberapa pemikir dan penulis telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :

1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb. 2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang terdesentralisasi. 3. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka, hal ini
1

berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi. ORGANISASI J.R. Schermerhorn Organization is a collection of people working together in a division of labor to achieve a common purpose. Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Philiph Selznick Organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab. UNSUR-UNSUR ORGANISASI 1. Kumpulan orang 2. Kerjasama 3. Tujuan bersama 4. Sistem Koordinasi 5. Pembagian tugas adntanggung jawab 6. Sumber Daya Organisasi.

BUDAYA ORGANISASI Peter F. Drucker BO adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait sepeti di atas. Phithi Sithi Amnuai BO adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggotaangota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi internal. Edgar H. Schein BO mengacu ke suatu system makna bersama, dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi lain. Daniel R. Denison

BO adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut.

Robbins, BO dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins (2001) menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut : 1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko 2. Perhatian terhadap detail 3. Berorientasi pada hasil 4. Berorientasi kepada manusia 5. Berorientasi pada tim 6. Agresivitas 7. Stabilitas Ahob dkk (1991) mengemukakan 7 dimensi budaya organisasi, sebagai berikut : 1. Konformitas 2. Tanggungjawab 3. Penghargaan
1

4. Kejelasan 5. Kehangatan 6. Kepemimpinan 7. Bakuan mutu Berdasarkan berbagai uaraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa BO merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. BO juga berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator ), pengengmbangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan. UNSUR-UNSUR BO 1. Asumsi dasar 2. Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut 3. Pemimpin 4. Pedoman mengatasi masalah 5. Berbagai nilai 6. Pewarisan 7. Acuan prilaku 8. Citra dan Brand yang khas 9. Adaptasi Unsur Budaya Menurut Susanto : 1. Lingkungan Usaha 2. Nilai-nilai 3. Kepahlawanan 4. Upacara/tata cara 5. Jaringan Cultural Tingkatan Budaya Organisasi 1. Artifact ( Physical Characteristics; Behavior; Public Dcocuments ). 2. Espoused Value ( Strategies; Goals; Philosophies). 3. Basic Underlying Assumptions ( Biliefs; Percption; Feeling; Aspects of behavior; Internal & external relationships ) Level BO yg lain : 1. Assumsi dasar 2. Value 3. Norma Prilaku 4. Perilaku 5. Artefact

JENIS-JENIS BO 1. Berdasarkan Proses Informasi a. Budaya Rasional b. Budaya Idiologis c. Budaya Konsensus d. Budaya Hierarkis 2. Berdasarkan Tujuannya a. Budaya Organisasi Perusahaan b. Budaya Organisasi Publik c. Budaya Organisasi Sosial FUNGSI DAN DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI Fungsi BO 1. Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi 2. Alat Pengorganisasian Anggota 3. Menguatkan Nilai-Nilai dalam Organisasi 4. Mekanisme Kontrol Prilaku ( Nelson dan Quick,1997) TIPE BO 1. Budaya Birokrasi 2. Budaya Inovatif 3. Budaya Suporatif

Sementara itu Robbins, 2001 mengemukakan Fungsi BO, sebagai berikut : 1. Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi laiannya 2. Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi 3. Mempermudah tumbuhnya komitmen 4. Meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat social, menuju integrasi organisasi. Karakteristik BO 1. Inisiatif Individual 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko 3. Pengarahan 4. Integrasi 5. Dukungan manajemen 6. Kontrol 7. Identitas 8. Sistem Imbalan 9. Toleransi terhadap konflik

10. Pola komunikasi Pembentukan BO Deal & Kennedi, mengemukakan lima unsur pemben BO : 1. Ligkungan Usaha 2. Nialai-nilai 3. Pahlawan 4. Ritual 5. Jaringan budaya Proses Pembentukan BO Proses pembentukan BO dapat di analisis dari tiga teori sebagai berikut : 1. Teori Sociodynamic 2. Teori Kepemimpinan 3. Teori pembelajaran Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan BO, sebagai berikut : 1. Manager Puncak 2. Perilaku Organisasi 3. Hasil 4. Budaya Berdasarkan pendapat tersebut, penulis dapat menyimpulkan proses pemebentukan BO, sbb. : 1. Dari Atas ( Memilik dan manajemen ) 2. Dari Bawah ( masyarakat atau karyawan ) 3. Kompromi dari atas dan dari bawah. Mempertahankan BO a. Praktek Seleksi b. Manajemen Puncak c. Sosialisasi dan Internalisasi ASUMSI DASAR BO 1. Artifak dan Kreasi ( semua fenomena/gejala ). 2. Nilai-nilai ( filosofi, Visi dan misi, tujuan, larangan-larangan, standar. 3. Asumsi dasar ( hubungan dengan lingkungan, hakikat, waktu dan ruang, sifat manusia, aktivitas mansia dll) 4. Simbol atau lambang-lambang 5. Perspektif ( Norma sosial dan peraturan baik tertulis/tidaktertulis yang mengatur Organisasi sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin danterkendali, dalam memanfaatkan sumber daya organisasi ( uang, material, mesin, metode, lingkungan, sarana-parasarana, data, dll ) secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama dimaksud adalah

kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan. Kerjasama yang terarah tersebut dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau kelompok. Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma, keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri organisasi itu. Keseluruhan pola interaksi tersebut dalam waktu tertentu akan membentuk suatu kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi. Menurut pendapat Tika ( 2006 : 1 ) ? Budaya Organisasi merupakan bagian dari kuriukulum Manajemen Sumber Daya manusia dan Teori Organisasi ?. Budaya organisasi dalam MSDM, ditemukan saat mengkaji aspek prilaku, sedangkan Budaya Organisasi dalam Teori organisasi, ditemukan saat mengkaji aspek sekelompok individu yang berkerjasama untuk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan. Dalam pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai organisasi di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership. Di Indonesia Budaya Organisasi menurut Ndraha ( 1997 : 3) mengemukakan bahwa sejak tahun 80-an saat sektor swasta berkesempatan mengembangkan usaha di bidang non-migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang kewirausahaan dan amanejemen. Alvin dan Heide Toffler menyebutnya ?wave?. Kemudian pada tahun 90-an banyak dibicarakan tentang kebutuhan niali-nilai baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru.Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih mengembangkan Budaya Organisasi adalah Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu Pemerintahan. 2.1.6.1. Pengertian Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Kajian terhadap konsep budaya, peneliti memulainya dengan pendapar Koentjaraningrat (2004 : 9), menurutnya, istilah budaya berasal dari kata bahasa latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian dalam bahsa ingris disebut Culture. Menurut Kotter dan Haskett (1992 :3) menyatakan, bahwa perhatian masyarakat akademik terhadap budaya berasal dari studi antropologi sosial yang pada akhir abad 19 melakukan studi terhadap masyarakat ?primitif? seperti Eskimo, Afrika dan penduduk asli Amerika. Studi tersebut mengungkapkan, bahwa cara hidup anggota-anggota masyarakat initidak hanya berbeda dengan cara hidup masyarakat maju teknologi di Eropa damn Amerika Utara, tetapi juga berbeda diantara masing-masing masyarakat primitif tersebut. Kroeber dan Kluchon tahun 1952 telah menemukan tidak urang dari 164 definisi Budaya. Akan tetapi pengertian yang peneliti kemukakan di sini hanya yang terkait

dengan Budaya Orgaisasi. Ndraha ( 1997 : 43 ) ) mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut : Edward Burnett Tyllor (1832-1917) Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan Vijay Sathe ( 1985) Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common. dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggoa masyarakat. Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat. Edgar H. Schein ( 1992) Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalahmasalah tersebut. Hofstede (dalam Pheysey, 1993 : 4) mengartikan budaya sebagai ?nilai ? nilai (values) dan kepercayaan (beliefs) yang memberikan orang-orang suatu cara pandang terprogram (programmed way of seeing). Dengan demikian budaya merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebahagian besar orang. Selanjutnya Pheysey (1993 : 4) menartikan nilai-nilai sebagai ? segala sesuatu yang dimuliakan ( esteemed), dijunjung (prized), atau dihargai (appreciated) dalam budaya tersebut?. Sedangkan kepercayaan diartikan sebagai ?apa yang seseorang anggap benar (true) ?. Dengan demikian sebagai bentuk atau wujud dari pengertian budaya dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu : Pertama bahwa budaya itu absatrak (ideal), budaya itu merupakan kepercayaan, asumsi dasar, gagasan, ide,moral, norma, adapt-istiadat, hokum atau peraturan; Kedua budaya itu berupa sikap yang merupakan pola prilaku atau kebiasaan dari kegiatan manusia dalam lngkungan komunitas masyarakat, yang menggambarkan kemempuan beradaftasi baik secara internal maupun eksternal; Ketiga budaya itu nampak secara fisik yang merupakan bentuk fisik dari hasil karya manusia. Beberapa pemikir dan peneliti telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut : 4. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb. 5. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang

terdesentralisasi. 6. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi. Ndraha ( 1997 : 45 ) mengemukakan fungsi budaya, sebagai berikut : a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. b. Sebagai pengikat suatu masyarakat. c. Sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya. d. Sebagai kekuatan penggerak. e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. f. Sebagi pola prilaku. g. Sebagai warisan. h. Sebagai pengganti formalisasi. i. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. j. Sebagai proses menjadikan bangsa kongruen dengan negara, sehingga tebentuk nation ? state. Manusia, baik secara individu-individu , di dalam kelompok dan organisasi memiliki naluri keinginan untuk dikenal oleh manusia lainnya atau oleh lingkungannya. Oleh karena itu menusia akan selalu berusaha melakukan sesuatu yang berbeda baik dalam sikap atau prilaku yang khas , maupun dalam bentuk hasil karya tertentu, sehingga kemudian orang lain atau orang-orang disekitarnya akan segera mengenalnya. Prilaku tertentu atau hasil karya tertentu, akan menjelma menjadi identitas dan citra manusia baik secara individu, kelompok, organisasi bahkan komunitas masyarakat tertentu. Sebagai contoh, kita mengenal sikap atau perilaku orang Jawa yang ?lamban? dan ?sopan?. Orang Batak yang tegas; Orang Barat yang rasional. Kemudian secara fisik kita mengenal rencong dari Aceh; Keris dari Yogyakarta, Batik dari Solo, Kain borderan dari Tasikmalayan, dll. Kita mengenal produk-produk barang dengan merek tertentu, seperti merek Air Minum Dalam kemasan ? Aqua? ?Ades? dan lain sebagainya. Kita juga menegnal orang Betawi asli dari logat bahasanya atau kata-kata atau kalimatnya diakhirir huruf ?e? : mau kemane ?. Kita juga mengenal orang Jawa, orang sunda, orang batak, salah satunya kita kenal dari bahasanya atau cara merelk berkata atau berbicara. Zaman dimana kita hidup ini (abad 21 ) sering disebut sebagai abad modern. Salah satunya disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengasilkan barangbarang serba ?canggih? dan hal tersebut merupakan cirri atau identitas dari sutu peradamab yang modern. Kita mengenal sustu Negara di dunia antara laian karena identitas atau cirri atau citra dari Negara tersebut. Amerika, Indonesia, Cina atau Negara manapun di dunia, dikenal dengan bahasanya, lambang negaranya, idiologinya, cirri fisiknya, warna kulitnya, perilaku atau gaya hidunya. Dll. Budaya dalam konteks komunitas manusia, baik itu dalam bentuk kelompok, organisasi, suku bangsa atau Negara memiliki fungsi yang strategis,yaitu sebagai pengikat, perekat hingga membentuk satu kesatuan yang utuh sebagai suatu

kelompok, organisasi, suku tertentu dan bahkan Negara. Akibat kita kita mengenal budaya Cina, maka dimanapun mereka, kita pasti mengetakan dia orang Cina. Kemudian kita juga meganal orang Indonesia dengan ragam budayanya yang dikenal dengan ?Bhineka Tunggal Ika?. Budaya menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya. Bagi siapapun terutama bagi kalangan internal suatu komunitas suku tertentu, budaya akan menjadi sumber inspirasi dalam menggembangkan dan memberdayakan budayanya sehingga menjdi kebanggaan bagi sukutertentu bahkan lebih luas lagi bagi Negara dimana suku bangsa tersebut eksis. Kita mengenal budaya suku minangkabau, suku Papua, Suku Jawa, Suku Batak, Aceh, Palembang, Suku Bali. Dari keragaman budaya tersebut, muncul ide untuk mengembangkan budaya tersebut sebagai komoditi dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Tidak sedikit, suatu daerah bisa sejahteran karena kebanggaan dan pemebrdayaan budayanya, bahka budaya telah menjadi unsure utama komoditas bisnis pariwisata. Budaya juga menjadi kekuatan penggerak yang mampu membangkitkan semangat juang untuk memerdekakan dan memajukan sutu daerah atau suatu Negara. Dalam era Globalisasi, dimana, salah satu cirinya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yag demikian cepat. Sebagai produk atau wujud budaya, kemajuan IPTEK tersebut mendorong manusia di berbagai dunia untuk bergerak maju lebih cepat dari Negara lain. Globalisasi telah memunculkan budaya baru, yaitu budaya kompetisi, budaya persaingan, budaya cepat dan akurat, budaya teknologi komunikasi. Setiap Negara berusaha untuk mengaksesnya dan berusaha mencari keunggulan masingmasing agar menjadi pemenang dalam kancah kompetisi tersebut. Setiap Negara berusaha dengan berbagai upaya dan mengerahkan sumber dayanya agar eksis dalam bidang tertentu. Saat ini kita mengenal adanya budaya jawa, sunda, betawi, dll. Hal itu sebagai akibat dari adanya proses pewarisan atau proses dimana telah terjadi tranformasi budaya dari maktu ke waktu dari satu generasi ke genarasi yang lain, baik disengaja atau terprogram mauopun secara alamiah. Mugkin, tanpa disadari, kita sendiri telah menjadi bahaguan dari proses tersebut, dan ini telah , sedang dan akan terus terjadi, selama manusia masih memiliki rasa ego atau kebanggaan akan jati dirinya. Saya bangga menjadi salah seorang putra daearah. Saya bangga menjdadi sal;ah seorang oputra Indonesia. Nampaknya secara formal, lembaga pendidikan, telah menjelma menjadi mesin pengolah dan pendistribusi, dan agen dari proses pewarisan budaya tertentu. Budaya juga berfungsi sebagai mekanisme dalam berdadaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasai. Proses adaptasi tersebut, dibutuhnya agar tidak terjadi konflik antar budaya. Mekanisme adaptasi, menjadi cirri kedewasaan individu, kelompok, organisasi bahkan masyarakat suatu Negara tertentu. Kepentinga-kepentingan individu, golongsan, bahkan dalam skala nasional, tidak menjadikan ?egois? menutup diri, terisolir dari kemajuan yang terjadi di sekitarnya, justru mekanisme adaptasi yang berjalan dengan tepat dan ditak akan

merugikan dirinya dan juga orang lain. Dengan dayua adaptasi, kehidupan dapat berjalan secara harmonis, tenteram aman dan damai. Karena esesnsi adaptasi sesungguhnya adalah saling menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dapat pula dikatakan bahwa budaya merupakan asset yang sangat berharga yang dapat digunakan sebagai modal dasar dalam membangun dan mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera, adil dan bermartabat. Karena dengan budaya kita bisa dikenal, bisa hidup berdampingan secara sehat dan harmonis. Budaya sebagai proses telah menghantarkan atau menjadikan suatu komunitas masyarakat atau suatu bangsa kongruen dengan negara, sehingga tebentuk Negara bangsa atau sebuah nation ? state yang dikenal dan dicintai karena komitmennya pada nialai-nulai , perilaku atau sikapnya dan kerana karya terbaiknya.

2. Pengertian Organisasi Berbagai kebutuhan hidup yang tidak terbatas dan kemampuan yang terbataslah yang mendorong manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat,bahwa manusia merupakan mahluk social. Sejalan dengan tingkat kematangan (keinginan dan kemampuannya), hubungan tersebut terus bergerak dinamis dimuali dari tingkat yang sederhana, hingga tingkat hubungan yang modern. Organisasi, merupakan wadah atau alat dimana segenap keinginan dan kemampuan sejumlah atau sekumpulan orang bersatu, mengikat diri dalam rangka usaha memenuhi kebutuhannya. Jika dilihat dari proses terbentuknya dan kegunaannya, organisasi juga merupakan salah satu fungsi Budaya, yaitu sebagai pengikat suatu masyarakat, berisi pola prilaku,dll. Hal ini sejalan dengan pendapat Ndraha ( 1997 : 53) yang menyimpulkan pendapat beberapa pakar yang menyebutkan bahwa Organisasi sebagai gejala social dan sebagai living organism, dan untuk lebih jelasnya , berikut ini definisi organisasi yang dikemukakan oleh para pakar tersebut : Robbins (1990 : 4 ) mengartikan organisasi sebagai ? A consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary that functions on a relatively continous basis to achieve a common goal or set of goals ?. Brown and Moberg (1980 :6), mendefinisikan sebagai berikut : ?Organization are relatively permanent social entities characterized by goal-oriented behavior, specialization and structure?. Barnard mendefinisikan Organisasi sebagai ? Cooperation of two or more persons, a sytems of consciously coordinated personnel activites or forces?. Selznick, mengatakan Organisasi sebagai ? The arrangement of personnel for facilitating the accomplishment of some agree purpose through the allocation of function and responsibilities:

Brdasakan pengertian oraginasi tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerjasama dengan pembagian atau alokasi tugas dan tanggung jawab tertentu dalam system koordinasi dan pengaturan guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menentukan unsur-unsur organisasi, sebagai beriku : 1. Kumpulan orang 2. Kerjasama 3. Tujuan bersama 4. Sistem Koordinasi 5. Pembagian/alokasi tugas dan tanggung jawab 6. Sumber daya organisasi ( material, uang, informasi, metode, lingkungan, budaya,dll ). Sebagai salah satu bentuk atau wujud dari organisasi tersebut, adalah negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Salam ( 2002 : 40 ) yang menyatakan bahwa : ?Negara merupakan suatu bentuk organisasi kekuasaan masyarakat yang berupaya mengatur interaksi atar anggota masyarakat atau penduduknya dalam suatu wilayah hokum tertentu berdasarkan kesepakatan diantara mereka baik mengenai cara pencapaan maupuntujuanyang akan di capai agar mereka dapat hidup sedcara harmonis dan meninkat kesejahteraanna secar adil makmur. sesuai dengan kajian ilmu pemerintahan?. Pendapat tersebut, mempertegas, bahwa yang dimaksud organisasi dalam kajian pustaka ini adalah Negara. Salah satu unsur Negara adalah pemerintah, yang menjadi objek forma ilmu pemerintahan. Sedangkan yang menjadi objek material ilmu pemerintahan adalah kegiatan dan hubungan hubungan pemeritahan. 3. Perspektif, Pengertian dan Peran Budaya Organisasi Intensitas kajian terhadap budaya organisasi ternyata berbeda-beda atar satu pakar dengan pakar lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh presfektif atau aliran dalam teori organisasi. Dari nama aliran juga terdapat perbedaan, akan tetapi dari segi substansi bahasan terdapat tumpang tindih. Misalkan, Hatch ( 2000 : 5 ) menyajikan empat prespektf yaitu : Classical, Modern, Syimboloic iterpretatif dan Postmodern. Shafritz dan Ott ( 2001 : viii), menyajikan sembilan aliran, yaitu : Classical organization theory, Neoclassical organization theory, Human resources theory atau Organizational behavior theory, Modern structural organization theory, Syaytem theory and organizational economics, Power and politics organizational theory, Organizational culture and sense making, Organizational culture reform movement dan Postmodernism and the Information age. Budaya organisasi dalam prespektif Hatch membahas perspektif symbolic interpretative, sedangkan menurut Shafritz dan Ott, budaya organisasi secara khusus dibahas pada prespektif ke tujuh yaitu Organizational Culture and Sense making dan pada perpektif ke delapan, yaitu : Organizational Culture Reform Movements. Hatch,

Shafirtz dan Ott mempunyai kesamaan pada penamaan prespektif awal sebagai prespektif klasik dan juga pada prespektif akhir, yaitu postmodern, namanja berbeda dalam penamaan perspektif lainnya. Selanjutnya Brown (1998 : 5) mengajukan empat aliran dalam teori organisasi dan sejauhmana pengaruh masing-masing aliran ini terhadap perkembangan budaya organisasi, yaitu : aliran Human relation, Modern structural theory, System theori dan power and politics. Aliran human relation berkembang pada tahun 1950-an dan 1960-an yang dipelopori oleh Chris Argyris dan Warren Bennis. Kemudian aliran ini dikembangkan atas dasar teori baru tentang motivasi dan dinamika kelompok. Aliran ini menekankan bahwa organisasi eksis untuk melayani kebutuhan manusia. Sumbangan aliran ini kepada teori organisasi, khususnya terhadap budaya organisasi adalah tentang pengkajian konmsep-konsep : belief, values dan attitude yang turut mempertajam perspektif budaya. Sedangkan aliran modern struktural theory yang dipeloporioleh Lawrence dan Lors pada tahun 1960-an menekankan pada organisasi yang rasional, berorientasi pada tujuan dan bersifat mekanistis, dengan issu utamany adalah wewenang dan hierarki yang tercermin dari struktur organisasi. Aliran ini menekankan pada konsep-konsep diferensiasi dan integrasi dimana para teoritis budaya terlibat juga di dalamnya, tetapi aliran ini hanya mempunyai pengaruh minimal terhadap perkembangan prespektip budaya. Aliran systems theory diperkuat oleh Katz dan Kahn pada tahun 1996. Aliran ini menyatakan bahwa cara terbaik mempelajari organisasi adalah dengan sistem interdepedensi yang mengaitkan inputs-outputs dan feedback. Kecenderungan para ahli budaya yang membahas budaya sebagai suatu ?sistem budaya? dari pada budaya yang merupakan pengaruh dari aliran ini. Prespektif budaya terpengaruh oleh aliran ini anatara laian pada konsep-konsep analisa organisasi terhadap lingkungan, ketidakpastian, dan keterbatasan lingkup pekerja. Aliran power politics dimulai pada tahun 1970-an yang dipelopori oleh antara lain Pfeffer yang menyatakan bahwa organisasi adalah kompleksitas individu-individu dan koalisi-koalisi yang berbeda dan sering berkompetisi dalam nilai, kepentingan dan preferensi. Aliran ini memiliki dengan prespektif budaya antara lain pada pendapat bahwa adakalanya bertindak irasional dan bahwa tujuan dan sasaran timbul melalui proses negosiasi dan pengaruh terhadap organisasi dan kewlompokkelompok. Pada tahun 1970-an ini, Cartwright ( 1999 :6 ) menyatakan ? Xenikon dan Furnham menyatakan bahwa ide budaya organisasi mulai memasuki literatur manajemen pada tahun 1970-an?. Akan tetapi, Peter dan Waterman ( 1997 :2002 ) mengungkap bahwa ada peneliti sebelumnya/pendahulu ynag mnyempaikan laporan penelitian tentang budaya organisasi, sebagaimana terungkap pada pernyataan sebagai berikut : There?s nothing new under the sun. Selznick and Barnard talked about culture and value shaping forty years ago. Herbert Simon began talking about limits to rationality at the same time. Chander began writing about environment linkage thirty years ago. Weick began writing about evolutionary analogues fifteen years ago.

Ungkapan tersebut menyatakan bahwa studi budaya organisasi telah ada sejak tahuan 50-an, sebelum kedua peneliti tersebut melakukan penelitian terhadap perusahaan Amerika Serikat yang hasilnya ditulis dalam buku In Search of Excelence tahun 1980. Kemudian pada thun 80-an ini budaya oragnsiasi secara intensif dikaji kembali yang ditandai dengan terbitnya 4 (empat) buku monumental. Kempat buku tersebut masing-masing ditulis oleh Wiliam Ouchi (1981) yang berjudul Theory Z, Pascale dan Athos (1981) yang berjudul The Art Of Japanese Managemen, Deal dan Kenedi (1981) yang berjudul corporate Culture, dan Peter dan Waterman (1982) yang berjudul In Search Of Exelence. Dengan adanya empat buku yang dilanjutkan dengan buku-buku lain, maka studi terhadap budaya tidak lagi menjadi monopoli studi Antropologi social dan entografi. Budaya menjadi salah satu konsep penting dalam membahas teori organisasi selain Phisical structure, technology dan social structure. Rosenbloom dan Goldman (2005 : 491-501) menilai empat asumsi Leonard D. White tentang administrasi negara yakni ?a single process? , ?management not law?, ?the heart of Government? , dan ?art and science? sebagai budaya administrasi lama. Keempat asumsi White mendapat sanggahan dari Rosenbloom dan Goldman. Kedepan budaya administrasi baru menurut kedua peneliti ini adalah: recognition of complexity, personal responsibility, protection of Constitutional Right, Representation, participation dan information. Pollitt dan Bouckaert (2000 : 52-53) menyatakan ? dalam rangka reformasi administrasi public mengidentifikasikan dua pola nilai-nilai dan asumsi-asumsi administrasi public yang disebut sebagai filsafat dan budaya kepemerintahan. Dua budaya administrasi tersebut adalah Rechtsstaat dan public interest?. Dalam perspektif Rechtsstaat Negara adalah pusat integrasi kekuatan dalam masyarakat dan sangat perduli terhadap persiapan, sosialisasi dan pelaksanaan hukum. Dari pegawai paling atas sampai kepada bawahan dilatih disosialisasikan hukum. Sistem ini menghendaki suatu hirakhi pengadilan administratif seperti Counseil d?Etat di Prancis dan Bundesverwaltungsgericht di Jerman dalam persepektif ?publik interest? tentu saja semua penduduk tunduk dibawah hukum, akan tetapi hukum lebih banyak menjadi latar belakang dari pada latar depan dan banyak pegawai senior yang tidak berpendidikan khusus. Saat ini, pada dekade awal tahun 2000-an, perhatian terhadap budaya organisasi masih tetap tinggi. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam rangka meningkatkan kinerja departemen pemerintahaan menyusun buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Pemerintah ( KEPMENPAN Nomor : 25/KEP/M.PAN/4/2002). Kemudian berbagai program study pascasarjana di berbagai Perguruan Tinggi juga telah mencantumkan matakuliah Budaya Organisasi, yang dalam lima tahun sebelumnya belum pernah ditawarkan sebagai suatu mata kuliah sendiri. Lembaga-lembaga pemerintah dan swasta berupaya untuk merumuskan visi dan misi lembaga masing-masing sebagai artifak

yakni salah satu unsur dalam konsep budaya organisasi. Presiden Republik Indonesia dalam berbagai kesempatan mengharapkan budaya unggul dari rakyat Indonesia dan menegaskan penghentian budaya komisi, mark-up, dan pengadaan barang fiktif. Selanjutnya, salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam mempelajari teory organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada khususnya adalah apa yang oleh Peters dan Waterman ( 1982 : 42) disebut sebagai McKYNSEY 7-S FRAMEWORK, yang terdiri dari tujuh buah konsep yang saling terkait laksana sebuah mutiara. Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran yang dihubungkan dengan tali-temali, masing-masing Strategy, Structure, Style, Staff dan Skill saling terkait dan ditenggahnya adalah lingkaran ShareValues yang tidak lain adalah budaya organisasi yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 McKINSEY 7-S FRAMEWORK

Peter dan Waterman ( 1982 : 139) menyatakan, bahwa dalam pengertian organisasi, budaya atau shared values adalah cerita-cerita, mitos, legenda yang muncul menjadi sangat penting dalam kehidupan suatu organisasi. Tanpa pengecualian, dominasi dan koherensi budaya telah membuktikan sebagai kualitas pokok tersendiri. Lagi pula makin kuat suatu budaya organisasi, dan makin diarahkan kearah tempat pemasaran, maka makin kurang kebutuhan kebijakan, bagan organisasi dan aturan serta prosedur terinci. Menurut Senge ( 1990 : 208) menyabutkan istilah Visi bersama ?(Shared Vision)? sangat penting dalam sebuah organisasi, karena visi yang dimiliki bersama mendorong anggota organisasi, karena visi yang dimiliki bersama mendorong anggota organisasi bersedia berkorban dalam mencapai tujuan bersama di dalam organisasi. Dengan mengambil contoh kisah Spartacus, seorang pemimpin budaya yang berontak ingin bebas dari kekuasaan Romawi, yang pada mulanya menang terhadap tentara Romawi, akan tetapi pada akhirnya ia kalah. Jendral Romawi, Marcus Crassus, secara lantang menyatakan kepada para budak yang telah dikalahkan ?Katakan kepadaku siapa Spartacus?, maka setelah hening sejenak Spartacus pun menjawab: ?Sayalah Spartacus?. Namun dalam waktu yang hampir bersamaan setiap budak mengaku dirinya sebagai Spartacus, walaupun mereka tahu akibat mengaku sebagai Spartacus ganjarannya adalah hukum salib sampai mati. Mengapa anak buah Spartacus berani menantang hukum salib tersebut ? jawabannya tidak lain adalah semua budak-semua anggota organisasi- mempunyai visi yang sama, bahwa jika mereka menang mereka akan menjadi manusia yang

bebas. Loyalitas anak buah Spartacus bukan kepada pribadi Spartacus tetapi kepada visi bersama. Selanjutnya Senge ( 1990 : 205) mengemukkan ?But the loyalty of Spartacus?s army was not to Spartacus the man. Their loyality was to shared vision which Spartacus has inspired- the idea that they could be free-man. The vision was so compelling that no man could bear to give it up and return to slavery?. Visi bersama adalah visi yang betul-betul dimiliki bersama, bukan visi individual pemimpin. Ini berarti bahwa apa yang dilihat seorang pemimpin juga dilihat oleh seluruh anggota organisasi. Visi yang sama akan mengakibatkan komitmen bersama tentang gambar yang sama yang akan dicapai dimasa yang akan dating. Pemimpin dan angota organisasi diikat bersama oleh aspirasi yang sama. Dalam sejarah perkembangan Islam, seorang budak yang bernama Bilal bin Rabbah, karena Shared Vision yang dilihatnya kedepan bahwa ia akan terbebas dari perbudakan, dan ia akan mempunyai derajat yang sama dengan sesama muslim tanpa melihat warna kulitnya. Berdasarkan visi ini, maka ia berani menantang maut ditindih dengan batu besar, ia tetap pada pendirianya. Selanjutnya Senge menyatakan, bahwa visi bersama adalah awal yang memungkinkan angota organisasi yang selama ini tidak saling mempercayai menjadi bekerja sama. Visi bersama merupakan kemudi dalam menghadapi keraguan dan tekanan-tekanan, dan merupakan pengungkapan cara berpikir. Visi bersama menciptakan suatu identitas, tingkatpaling basis dari kesamaan sesama anggota organisasi, dan merupakan dorongan luar biasa untuk melaksanakan tugas. Ungkap Presiden J.F. Keneddy pada awal tahun 1960-an: ?to have man on the moon by the end of the decade? menjadi visi bersama yang mendorong seluruh pimpinan dan staf NASA untuk menyelesaikan tugas mereka, mendaratkan orang di bulan sebelum akhir decade. Dan terbukti NASA berhasil mendaratkan Apollo di permukaan bulan pada tahun 1969. mengapa amerika menang dati rusia dalam perlombaan ruang angkasa ini ? . Kaitannya dengan haltersebut Shafritz dan Russel ( 1997 : 43 ), mengatakan : The American wan because they head managers, public administratiors, who whre not nesesssharily more capable as individual but decidely capable whith political, organizational, and cultural and vironment. NASA not only won they Space race, but it became the national exemplar of managerial Exellence. Setelah memahami prespektif budaya organisasi sebagaimana kajian di atas, maka untuk lebih memahami budaya organisasi, peneliti mengemukakan dan mengkaji beberapa pengertian budaya organisasi yang befrhasil dihimpun oleh Andreas Lako ( 2004 : 29 ? 33 ), sebagai berikut : 1) Luthans (1998) Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yangmengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berprilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.

2) Sarplin ( 1995) Budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksidengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. 3) Stoner ( 1995) Budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-nilai, norma prilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota organisasi. 4) Davis (1984) Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang difahami, dijiwaidan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan artitersendiri dan menjadi dasar aturan berprilaku dalamorganisasi. 5) Schein (1992) Budaya ofrganisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi maslah-masalahnya yagtimbul akibat aaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikiran dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut. 6) Monde dan Noe (1996) Budaya organisasi adalah sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaankebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.

7) Hodge (1996) Budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level observable, Budaya Organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam, pola prilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan organisasi. Sementara pada level unobservable, Budaya Organisasi mencakup shared values, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah-masalah dan keadaan-keadaan di sekitarnya. Budaya Organisasi juga dianggap sbagai alat untuk menentukan arah organisasi. Mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana

mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya organisasi, dan sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan. Peneliti mensikapi beberapa p-engertian Budaya Organisasi di atas, bahwa secara garis bessar budaya organisasi memiliki dua sifat, yaitu budaya organisasi yangbersifat kasatmata, jelas terlihat, berupa seragam, logo dll., dan budaya organisasi yang tidak terlihat berupa nilai-niali yang ada, difahami dan dilaksanakan oleh sebagahagian besar orang dalam organisasi. Kedua sifat tersebut berfungsi sebagai identitas organisasi, sehingga orang diluar organisasi akan mudah mengenal organisasi dari identitas tersebut, dan juga penentu arah setiap perilaku orang-orang dalam organisasi. Selanjutnya Lako (2004), secara lebih sistematis berdasrkan tahun perkembangan pemahaman budaya organisasi, menginventarisir dari beberapa referensi tentang pendapat para pakar dalam ruang lingkup arti, deskripsi dan unsur-unsur budaya organisasi sebagai berikut :

1. E.B. Taylor ( 1871 ) ? Keseluruhan kompleksitas yang meliputi pengetahuan , kepercayaan, seni dan moral, hokum adapt dan setiap kemampuan dan kebiasaan laian yang dibutuhkan manusia sebagai anggota masyarakat Unsur-unsur : i. Pengetahuan ii. Kepercayaan iii. Seni, moral, hokum dan adapt iv. Kemampuan dan kebiasaan. 2. C.I. Barnard ( 1939) ? Nilai dan pemahaman bersama yang telah diterima oleh anggota organisasi dapat merupakan sistem pengawasan yang kuat,lebih kat dari pengawasan melalui hadiah materi atau penghukuman? Unsur-Unsur : 1) Nilai bersama 2) Pemahaman bersama. 3. Sudjatmoko ( 1954) ? Masalah pembangunan nasional adalah masalah budaya? Unsur-unsur : Budaya adalah unsure penting dalam pembangunan bangsa. 4. Cliford Geertz, mengutip pendapat Clyde Clukhon ( 1975 ) Jalan hidup total rakyat 1) Peninggalan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya 2) Cara berfikir, merasakan dan mempewrcayai 3) Abstarksi dari prilaku

4) Sebuah teori dalam antropologi tentang cara kelompok mansia berprilaku. 5) Sebuah gudang pembelajaran. 6) Seperangkat orientasi baku untuk masalah yang erulang. 7) Perilaku 8) Sebuah mekanisme untukregulasi dari prilaku 9) Seperangkat tehnik untuk menyesuaikan lingkungan luar dan manusia lain, serta endapan sejarah. 5. Schwartz H. And Davis S.M (1981, dalam Andrew Brown,1998 : 71 ) ? Pola keperecayaan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh anggota organisasi yang menghasilkan norma yang mempertajam prilaku individu dan kelompok dalam organisasi?. Unsur-Unsur : 1) Kepercayaan 2) Harapan 3) Norma. 6. Kilman et al ( 1985, dalam Shafritz & Otto ) ? Enersi sosial yang mendorong manusia untuk bernuat? Unsur- unsur :- Enersi social 7. James Q Wilson ( 1989 ) ? Cara berfikir yang gigih dan terpola tentang tugas pokok dan hubungan manusia dalam organisasi? Unsur-unsur : 1) Gigih 2) Terpola 8. Charles Humpdent ? Tuner ( 1990 : 14 ) ? Sebagai perbuatan penyeimbang antara gonjangan dan stabilitas, antara kesinambungan dan perubahan, sebagai kekuatan dan pengarah pada saat terjadik angina pasang-pasang?. Unsur-unsur : 1) Alat penyeimbang 2) Kekuatan 3) Pengarah 9. Gerald M Goldhaber ( 1990 ) Budaya secara khas merujuk pada kepercayaan ritual, nilai, mitos, adapt istiadat, dan cerita yang membedakan sutu organisasi dengan lainnya, yang dimilikioleh anggota. Budaya adalah pola kepercayaan dan nilai yang dimiliki oleh anggota organisasi. Unsur-unsur : 1) Kepercayaan 2) Ritual, Nilai, Mitos 3) Adat istiadat 4) Cerita. 10. Edgar H. Schein ( 1992 ) ? Budaya ofrganisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan,

diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi maslah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikiran dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut? ? Budaya organisasi terdiri dari tiga lapis, yaitu : Artifk, Nilai-nilai yang menyertai dan asumsi dasar? Unsur-unsur : 1) Pola asumsi dasar bersama 2) Nilai dan Cara untuk melihat, berfikir dan merasakan. 3) Artifak 11. Jones ( 1995 ) 1) Srangkat nilai bersama yang mengawasi anggota organisasi berinteraksi sesame anggota, pelanggan, rekanandan rang lain di luar organisasi. 2) Sebagai alat control cara anggota mengambil kepuusan, caraanggota mengatur ligkungan organisasi, apa yang mereka buat dengan informasi dan bagaimana mereka melaksanakannya. Unsur-unsur : 1) Seperangkat nilai bersama 2) Alat kontrol 12. Adrew Brown ( 1998 ) ? Pola kepercayaan, nilai dan cara yang telah dipelajari berdasrkan pengalaman yang telah berkembang sepanjang sejarah organisasi dan yang cenderung terwujud pada penyelesaian materin dan dalam perilaku anggota organisasi?. Unsur-unsur : 1) Pola kepercayaan 2) Pola nilai 3) Cara menyelesaikan masalah 13. Jeff Cartwright ( 1999) ? Keseluruhan rentangan sistematis dan aktivitas mansia yang dialihkan dari generasi ke generasi melaluiberbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang sedapat mungkin sesuai dengan lingkungan?. Unsur-unsur : 1) Rentangan sistematis 2) Prosespembelajaran 3) Menciptakancara hidup 4) Sesuai lingkungan 14. Francis Fukuyama ( 2000 ) ? Perangkat nilaiatau norma yang secara sedketika dimiliki bersama anggota kelompok yang memungkinkan mereka bekerjasma satu sama lain. Jika naggota kelompok menyatakan kepada yang laian akan bertindak dapat dipercaya dan jujur,

maka mereka akan saling mempercayai satu sam lain. Kepercayaan adalah pelumas yang membuat kelompok atau organisasi berjalan secara lebih efisien?. Unsur-unsur : 1) Norma seketika 2) Sebagai pelumas mencapai efieien. 15. J.M. Shafritz & Steven Otto ( 2001 ) ? Budaya terdiri dari fenomena tak terab seperti nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma perilaku, artifak dan pola-pola perilaku. Budaya adalah kekuatan yang takterlihat dan tak teramati yang selalu berada di belakang aktivitas organisasi, yang dapat dilihat dan dapat diamati? Unsur-unsur: 1) Nilai 2) Kepercayaan 3) Asumsi 4) Persepsi 5) Norma perilaku 6) Kekuatan yang tidak terliaht dan tidak teramati 7) Selalu dibelakang aktivitas organisasi yang dapat dilihat dan diamati. 16. Geert Hopstede ( 2001 ) ? Dilambangkan sebagai diagram bawang yang terdiri dari symbol-simbol, pahlawanpahlawan, ritual-ritualdan nilai-nilai?. Unsur-unsur : 1) Simbol 2) Pahlawan 3) Ritual 4) Nilai 17. Stephen Robbins ( 2003 ) ? Suatu system pemahaman bersama yang dianut oleh anggota organisasi yang membedakannya dari organisasi lain?. Unsur-unsur : - Sistem pemahaman bersama - Yang memebedakannya dari organisasi lain. 18. David H. Rossenbloom and Robert S. Kravchuk ( 2005) ? Pengawasan terhadap cara berfikir dan perilaku anggota individual terutama terdiri dari kepercayaan, asumsi, dan nilai merupakan budaya organisasi?. Unsur-unsur : 1) Kepercayaan 2) Asumsi 3) Norma 4) Nilai.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan salah satu asset atau sumber daya organisasi yang menjadikan organisasi dinamis dengan karakteristik fisik (observable) maupun nonfisik (unobservable) yang khas berisi asumsi-asumsi, nilai-nilai, norma, komitmen dan kepercayaan, bermanfaat untuk mendorong dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi publik maupun privat. Pendapat peneliti tersebut, sejalan dengan pendapat dari Hal ini sejalan dengan pendapat Piti Sithi-Amnuai, (dalam Ndraha, 1997 :102) mendefinisikan budaya organisasi : ? Aset of basic assumptions and beliefs that are shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with problems of eksternal adaption and internal itegration. Deninson (1990 : 2), mengartikan budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut. Kemudian Robbins (Dalam Versi Bahasa Indonesia, 2002 : 247), mengartikan budaya organisasi sebagai ?suatu persepsi bersama yang dianut oleh angota-anggota organisasi; suatu sistem dari makna bersama?. Kemudian A.B. Susanto (1997 :3), mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permaslahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berprilaku. Pengertian-pengertaian tersebut mempertajam kajian peneliti terhadap budaya organisasi yang memperjelas bahwa budaya organisasi juga merupakan identitas khas yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi lainnya, bahkan budaya organisasi juga merupakan keyakinan setiap orang di dalam organisasi akan jati diri yang secara idiologis dapat memperkuat eksistensi organisasi baik ke dalam sebagai pengikat atau simpul organisasi dan keluar sebagai identitas sekaligus kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang dapat merugikan atau menguntungkan organisasi. Dengan memahami lebih dalam tentang budaya organiasi, peneliti sepakat dengan pendapat Robbins ( Alih bahsa oleh Jusuf Udaya, 1994 : 505 ), bahwa dengan budaya organisasi, suatu prganisasi memiliki kepribadian, sebagaimana kepribadian, sebagaimana halnya individu. McNamara ( 1999 : 2) menyebut budaya organisasi sebagai ?kepribadian organisasi?. Dengan demikian, memandang organisasi dalam prespektif budaya sama dengan memandang sosok manusia, dengan segala karekteristiknya. Organisasi bisa sakit bisa juga sehat. Organisasi bisa imun juga bisa rentan terhadap penyakit organisasi. Organisasi bisa juga timbuh berkenbang, bisa juga mati perlahan agau cepat hilang, musnah dilikuidasi atau dibunuh. Organisasi juga bisa belajar ( lerning organization). Karena itu bebagai definisi budaya organisasi yang banyak diutarakan para pakar, cenderung lebih mengutamakan komponen-komponen kognitif seperti asumsi, kepercayaan, dan nilai. Walaupun ada juga definisi lainya yang menyentuh komponen atau aspek perilaku dan artifak ( artifact), yang kemudian menimbulkan perbedaan antara tingkatan-tingakatan budaya organisasi

yang nampak (visible), dan yang tersembunyi (hidden). Kajian terhadap pengertian budaya organisasi juga mempertegas dan memperjelas peran budaya organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan dan memanage sumber daya organisasional ( SDM, Teknologi. Uang, Material, Informasi, Metode, dll ), dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang yang datang dari lingkungan organisasi, terutama kekuatan ini bersumber dari nilai-nilai fundamental organisasi, Martin, 1992 ( dalam Lako, 2004 : 31), berpendapt bahwa budaya organisasi mrupakan sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan dan karyawan; kemauan untuk menerima resiko; kebebasan atau minat karyawan untuk memberi ide-ide baru; keterbukaan untuk melakukan komunikasi secara bebas dan bertanggung jawab. Kajian terhadap pengertian budaya organisasi tersebut, disimpulkan bahwa terdapat beberapa unsur atau elemen budaya organisasi, sebagai berikut : 1) Lingkungan organisasi, meliputi : lingkungan intern ( SDM, Teknologi, Peraturanperaturan, Material, Strktur Organisasi, Tugas pokok dan fungsi, dll). Lingkungan ekternal ( IPOLEKSOSBUDHANKAM, dll ). 2) Karakteristik Organisasi yang kelihatan dan yangtidak kelihatan. 3) Jaringan cultural : unsur ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi dalam organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai budaya organisasi. 4) Kepahlawanan : unsur ini sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh karyawan untuk mengikuti nilai-nilai budaya organisasi yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk sebagai tokoh. 5) Upacara/tatacara tertentu yang dilakukan secara rutin dalam rangka mensosialisaikan dan menginternalisasikan nilai-nilai karakteristik budaya organisasi. Unsur ? unsure budaya organisasi tersebut berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi, saling menguatkan atau melemahkan tergantung dari tingkat keselarasan diantara unsur-unsur tersebut. Namun secara bersama-sama unsurunsur tersebut membentuk corak budaya kerja suatu oragnisasi baik di tingkat satuan kerja maupun di tingkat organisasi secara keseluruhan. Untuk lebih mendalami kajian terhadap pengertian budaya organisasi, peneliti mengutip definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh Drucker, Amnuai (1989) dan Schein ( 1992) ( dalam Tika, 2006 : 5), sebagai berikut : 1) Peter F. Drucker dalam buku Robert G Owens, Organization Behavior in Education : ? Organization culture is the body of solution to external and internal problems than has worked consistenly for a group and that is therefore tought to new members as the correct way to perceive, think about and feel in relation to those problrms?. ( Budaya organisasi adalah pokok penyesuaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suau kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk

memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkaiat seperti di atas).

2) Phithi Sithi Amnuai (1989) ?Organization culture is a sett of basic assumptions and beliefs that are shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with problems of external adaptation and internal integration?.(Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota ? anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal). Berdasarkan definisi tersebut, Tika ( 2006 : 5), mengemukakan unsur-unsur budaya organisasi, sebagai berikut : 1) Asumsi dasar 2) Keyakinan yang dianut 3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi 4) Pedoman mengatasi masalah 5) Berbagi nilai 6) Pewarisan 7) Penyesuaian

4. Fungsi Budaya Organisasi Berkaiatan dengan fungsi budaya organisasi ini, peneliti akan mengemukakan beberapa pendapat para pakar, sebagai berikut : 1). Robbins (1996 : 642) v. Menetapkan batasan/Menegaskan posisi organisasi secara berkesinambungan vi. Mencetuskan atau menunjukkan identitas diri para anggotaorganisasi.Mewakili kepentingan orang banyak. vii. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingn individual sesorang. viii. Meningkatkan stabilitas sosial. ix. Menyediakan mekanisme pengawasan yang dapat menuntun, membentuk tingkah laku anggota organisasi dan sekaligus menunjukkanhal-hal apa saja yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan dalam organisasi. b. Luthans(1998) (dalam Lako 2004 : 31) i. Memberi sence of identity kepada anggota organisasi untuk memahami visi, misi dan menjadi bagian integral dari organisasi. ii. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.

iii. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakantugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama. ( Noe dan Mondy, 1996) iv. Membangun dalam mendesain kembali sistem pengendalian manajemen organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan komitmen agar para manajer dan karyawan mau melaksanakan perencanaan strategis programing, budgetting, controlling, monitoring, evaluasi dan lainnya (Merchant 1998, Anthony dan Goviandarajan 1996). v. Membantgu manajemen dalam menyususn skema sistem kompensasi manajemen untuk eksekutif dan karyawan. vi. Sebagai sumber daya kompetitif organisasi apabila dikelola secara baik. Kajian lebih mendalam terhadap fungsi budaya organisasi, peneliti mengutip pendapat Schein (1992) ; Ouchy

B. Metafora Budaya: Jaring Laba-laba dan Organisasi

Awal mula dari kata culture (kultur, budaya) sungguh menarik. Kata culture awalnya merujuk pada menyiapkan tanah untuk merawat tanaman dan hewan. Kata ini diinterpretasikan sebagai mendukung terjadinya pertumbuhan. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) percaya bahwa budaya organisasi "mengindikasikan apa yang nienyusun dunia nyata yang ingin diselidiki" (hal. 122). Dengan kata lain, budaya organisasi (organizational culture) adalah esensi dari kehidupan organisasi. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, mereka menerapkan prinsip-prinsip antropologi untuk mengonstruksi teori mereka. Secara khusus, mereka mengadopsi pendekatan Interpretasi Simbolikyang dikemukakan oleh Clifford Geertz (1973) dalam model teoretis mereka. Geertz menyatakan bahwa orang-orang adalah hewan "yang tergantung di dalam jaringan kepentingan" (hal. 5). la menambahkan bahwa orang membuat jaring mereka sendiri. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) memberikan komentar terhadap metafora Geertz: Jaring ini tidak hanya ada, melainkan sedang dipintal. Jaring ini dipintal ketika orang sedang menjalankan bisnis mereka membuat dunia mereka menjadi dapat dipahamimaksudnya, ketika mereka berkomunikasi. Ketika mereka berbicara, menulis sebuah naskah drama, menyanyi, menari, pura-pura sakit, mereka sedang berkomunikasi, dan mereka sedang mengonstruksi budaya mereka. Jaring ini merupakan residu dari proses komunikasi (hal.

147). Tujuan utama dari para peneliti adalah untuk memikirkan mengenai semua konfigurasi (fitur) menyerupai jaring yang mungkin di dalam organisasi. Geertz menggunakan gambaran mengenai laba-laba bukan tanpa tujuan. la yakin bahwa budaya seperti sebuah jaring yang dipintal oleh laba-laba. Maksudnya, jaring ini terdiri atas desain yang rumit, dan tiap jaring berbeda dengan yang lainnya. Bagi Geertz, budaya juga seperti ini. Dengan mendasarkan kesimpulannya pada bermacam budaya di seluruh dunia, Geertz berargumen bahwa budaya-budaya semuanya berbeda dan keunikan ini harus dihargai. Untuk memahami budaya, Geertz percaya bahwa para peneliti harus mulai dengan berfokus pada makna yang dimiliki bersama di dalamnya. Kita akan mempelajari lebih jauh mengenai keyakinan Geertz ini nanti. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1983) menerapkan prinsip-prinsip dasar ini pada organisasi. Baik karyawan maupun manajer memintal jaring mereka sendiri. Orang-orang memegang peranan penting dalam organisasi, dan karenanya, sangat penting untuk mempelajari perilaku mereka sehubungan dengan keseluruhan organisasi. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo menyatakan bahwa anggota-anggota dari organisasi terlibat di dalam banyak perilaku komunikasi yang memberikan kontribusi bagi budaya perusahaan. Mereka dapat melakukan ini melalui bergosip, bergurau, menjegal, atau terlibat secara romantis dengan orang lain. Budaya organisasi di Jewelry Plus dapat diuraikan dalam beberapa cara. Anda mungkin dapat mengingat bahwa Fran tahu mengenai pemilikyang baru melalui gosip dan bahwa piknik perusahaan merupakan salah satu cara baginya untuk belajar lebih jauh mengenai budaya perusahaan yang baru. Tak diragukan bahwa ia akan mengalami budaya organisasi dalam pekerjaan barunya yang berbeda dari yang ia alami dengan Grace's Jewelers. Perusahaan telah berubah, muncul banyak wajah baru, dan peraturan-peraturan juga mencerminkan kepemilikan yang baru. Fran juga memberikan kontribusi dalam pemintalan jaring .organisasi baik dengan memberikan respons pada cerita-cerita mengenai perusahaan dan meneruskannya kepada yang lain. Singkatnya, jaring dari sebuah budaya organisasi telah dipintal. Perspektif yang luas ini menggarisbawahi mengapa Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo berargumen bahwa budaya organisasi "bukanlah sebuah potongan puzzle; budaya adalah puzzle-nya" (hal. 146). Aplikasi Teori Dalam Kelompok : Pada jantung dari Teori Budaya Organisasi adalah keyakinan bahwa organisasi memiliki berbagai simbol, ritual, dan nilai yang membuatnya unik. Dalam kelompok kecil, diskusikan apakah sebuah organisasi dapat memiliki simbol, ritual, dan nilai yang dapat merusak budaya dari
3

organisasi tersebut. Berikan contoh yang spesifik untuk menjelaskan pemikiran Anda dan jelaskan konsekuensi yang mungkin timbul bagi budaya organisasi.

C. Asumsi Teori Organisasi Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan Teori Budaya Organisasi. Saat Anda membaca ketiga asumsi ini, ingatlah adanya keberagaman dan kompleksitas dari kehidupan organisasi. Selain itu, pahamilah bahwa ketiga asumsi ini menekankan pada pandangan mengenai proses dari sebuah organisasi yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo: Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Asumsi pertama berhubungan dengan pentingnya orang di dalam kehidupan organisasi. Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas. Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor, dan atasan. Pada inti dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki oleh organisasi. Nilai (value) adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah budaya yang memiliki nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota organisasi mengenai apa yang penting. Pacanowsky (1989) melihat bahwa nilai berasal dari "pengetahuan moral" (hal. 254) dan bahwa orang menunjukkan pengetahuan moral mereka melalui narasi atau kisah. Kisah-kisah yang didengar dan dibagikan oleh Fran, misalnya, akan berdampak dalam pemahamannya akan nilai-nilai perusahaan. Orang berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari sebuah organisasi membutuhkan partisipasi aktif dalam organisasi tersebut. Makna dari simbol-simbol tertentumisalnya, mengapa sebuah perusahaan terus melaksanakan wawancara terhadap calon karyawan ketika terdapat sebuah rencana pemutusan hubungan kerja besar-besarandikomunikasikan baik oleh karyawan maupun oleh pihak manajemeri. Makna simbolik dari menerima karyawan baru ketika yang lainnya dipecat tidak akan dilewatkan oleh pekerja yang cerdik;

mengapa memberikan uang pada karyawan baru ketika yang lama kehilangan pekerjaan mereka? Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) yakin bahwa karyawan memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya organisasi. Perilaku mereka sangatlah penting dalam. menciptakan dan pada akhirnya mempertahankan realitas organisasi. Realitas (dan budaya) organisasi juga sebagiannya ditentukan oleh simbol-simbol, dan ini merupakan asumsi kedua dari teori ini. Tadi kita telah mengetahui bahwa Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo mengadopsi perspektif Interpretasi Simbolik dari Geertz. Perspektif ini menggarisbawahi penggunaan simbol di dalam organisasi, dan sebagaimana telah disebutkan di dalam Bab 1, simbol merupakan representasi untuk makna. Anggota-anggota organisasi menciptakan, menggunakan dan menginterpretasikan simbol setiap hari. Simbol-simbol ini, karenanya, sangat penting bagi budaya perusahaan. Mary Jo Hatch (1997) memperluas pemikiran mengenai simbol dalam diskusinya mengenai kategori-kategori makna simbolik (Tabel 16.1). Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan nonverbal di dalam organisasi. Sering kali, simbol-simbol ini mengomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Contohnya, perusahaan-perusahaan memiliki slogandi masa lalu maupun di masa kiniyang menyimbolkan nilai-nilai mereka, termasuk Motorola ("Intelligence Everywhere"), The New York Times ("AH News That's Fit to Print"), dan Disneyland ("The Happiest Place on Earth"). Sejauh mana simbol-simbol ini efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi pada bagaimana karyawan perusahaan mempraktikkannya. Misalnya, keyakinan Disneyland bahwa ia adalah tempat paling bahagia di seluruh dunia akan menjadi aneh jika karyawannya tidak tersenyum, atau apabila mereka kasar dan tidak sopan. Untuk bukti akan adanya simbol verbal di sebuah organisasi, pertimbangkan cerita ini. Seorang supervisor bernama Derrick sering kali berkomunikasi mengenai nilai dalam perbincangan santai dengan karyawannya. Derrick sering kali menceritakan cerita-cerita panjang mengenai bagaimana ia menangani suatu hal tertentu di tempat kerja sebelumnya. la sering bercerita dengan sangat mendetail mengenai bagaimana, contohnya, ia berhasil memperjuangkan agar para karyawannya mendapatkan bonus di akhir tahun. Cerita-ceritanya selalu dimulai dengan kisah singkat mengenai bagaimana ia dibesarkan di Arkansas dan selalu berakhir dengan adanya moral cerita. Mulanya, karyawannya tidak yakin bagaimana harus menghadapi jenis komunikasi ini. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka segera menyadari bahwa

Derrick sedang berusaha untuk menjalin kedekatan dengan para karyawannya dan untuk menunjukkan bahwa walaupun masalah mungkin seperti tidak ada habisnya, ia tahu bagaimana mengatasi hal tersebut. Melalui banyak ceritanya, ia sedang mengomunikasikan bahwa ia peduli terhadap isu-isu mengenai perusahaan dan mengenai karyawannya; ia juga mengomunikasikan sebuah pandangan baru mengenai bagaimana seharusnya sebuah budaya organisasi itu. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai pentingnya simbol lisan, lihatlah Catalan Penelitian.

Tabel 16.1 Simbol Budaya Organisasi Katagori Umum Simbol Fisik Tipe/Contoh Spesifik seni/desain/logo bangunan/dekorasi pakaian/penampilan benda material upacara/ritual tradisi/kebiasaan penghargaan/hukuman anekdot/lelucon/jargon/nama/ nam sebutan penjelasan kisah/mitos/sejarah metafora

Simbol Perilaku

Simbol Verbal

Asumsi kita yang ketiga mengenai Teori Budaya Organisasi berkaitan dengan keberagaman budaya organisasi. Sederhananya, budaya organisasi sangatlah bervariasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas di dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri. Coba kita pikirkan apa yang dirasakan Fran ketika ia pindah dari Grace's Jewelers ke Jewelry Plus. Beberapa contoh yang menggarisbawahi berbagai isu budaya dalam tiap perusahaan telah diberikan. Persepsi Fran dan partisipasinya dalam budaya yang satu mungkin akan berbeda dalam budaya yang lain. Beberapa orang mungkin malah akan senang dengan adanya perubahan budaya setelah bekerja selama sembilan tahun untuk perusahaan kecil yang sama. Sebagai karyawan di sebuah toko perhiasan kecil, Fran tahu bahwa masalah toko dapat dengan cepat diselesaikan dan bahwa saran-saran untuk perubahan dapat diterima dan segera dilaksanakan. Budaya dalam toko tersebut adalah karyawan didorong untuk membuat keputusan cepat, sering kali tanpa persetujuan supervisor. Pengecualian mengenai kebijakan pengembalian barang di toko itu, misalnya, ditangani oleh semua karyawan.

Pendiri toko tersebut merasa bahwa karyawan berada dalam posisi terbaik untuk menangani masalah sulit yang membutuhkan solusi dengan cepat. Selain itu, penghargaan bagi karyawan untuk pelayanan pelanggan juga rutin diberikan dan mediasi konflik dan program manajemen kemarahan disediakan baik bagi karyawan maupun bagi pihak manajemen. Praktikpraktik organisasi ini mengomunikasikan pentingnya rasa kebersamaan dalam realitas organisasi di antara para karyawan. Para karyawan di Grace's Jewelers sering berkumpul bersama untuk F.A.C.Friday Afternoon Club (Klub Jumat Siang)di sebuah restoran lokal. Aktivitasaktivitas ini mengomunikasikan semangat kebersamaan di dalam perusahaan ini. Para karyawan di Graces merupakan anggota dari budaya organisasi yang "menyusun dan menunjukkan budaya mereka pada diri mereka sendiri dan pada orang lain" (Pacanowsky & O'Donnell Trujillo, 1982, hal. 131). Budaya organisasi di Jewelry Plus sangat berbeda dari budaya organisasi Graces, dan pengalaman-pengalaman Fran dengan Jewelry Plus sangat berbeda dengan pengalaman-pengalamannya dengan Grace's Jewelers. Perusahaan raksasa ini tidak memiliki pengecualian dalam kebijakan pengembalian barangnya dan setiap saran untuk perbaikan toko harus dimasukkan ke dalam kotak saran untuk karyawan atay dikirim melalui e-mail ke kantor pusat. Rasa komunitas tidak didukung di Jewelry Plus karena tugas-tugas yang ada dengan jelas mendukung adanya otonomi. Memang terdapat beberapa usaha untuk memastikan bahwa karyawan berkumpul bersama pada saat tertentubaik melalui waktu istirahat, makan siang, berkumpul bersama saat liburantetapi kesempatan ini terlalu terbatas untuk mendorong tpriadinva kekeluargaan di antara karvawan. TanDa rasa kekeluargaan, kisah-kisah, ritual, dan ritus juga dibatasi. Jelas sekali tampak perbedaan dari budaya organisasi di Grace's dan Jewelry Plus. Tiga asumsi dari Teori Budaya Organisasi telah dijelaskan. Tiap asumsi didasari oleh keyakinan bahwa ketika para peneliti mempelajari budaya organisasi, mereka akan menemukan jaring yang kompleks dan rumit. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo yakin bahwa perspektif interpretasi simbolik memberikan gambaran realistis mengenai budaya sebuah perusahaan. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik bagaimana mereka mempelaj ari organisasi, kita sekarang akan membahas mengenai metodologi utama yang mereka gunakan dalam penelitian mereka dan juga dalam penelitian pendahulu mereka, Clifford Geertz: etnografi. D. Pemahaman Etnografi: Mendasarkannya pada yang Mendalam Seorang peneliti dalam kajian komunikasi dan performa, Dwight Conquergood (1992, 1994) mempelajari salah satu dari topik paling

provokatif dalam komunikasi: komunikasi geng. Dalam usahanya untuk memahami komunikasi geng, Conquergood pindah ke sebuah bangunan kumuh di Chicago yang pada saat itu dikenal sebagai "Big Red". la tinggal di dalam bangunan itu selama hampir dua tahun, mengamati dan berpartisipasi dalam semua bagian kehidupan yang dijalani oleh anggota geng. Melalui pengamatan, partisipasi, dan pencatatan, penelitian Conquergood menawarkan sebuah pandangan mengenai komunikasi geng yang selama ini dilewatkan oleh media. la menemukan banyak ritual dan simbol privat, dan kajiannya memungkinkan populasi geng untuk memiliki "suara" yang sebelumnya tidak pernah dituliskan dalam bidang ilmu komunikasi. Usahanya dalam menggali kisah-kisah yang berkaitan dengan geng kepada orang lain merupakan bagian dari etnografi, metodologi yang mendasari Teori Budaya Organisasi. Anda akan mengingat bahwa Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo mendasarkan banyak bagian dari karya mereka pada karya Geertz. Karena karya Geertz merupakan karya etnografi, berikut secara singkat dibahas orientasi etnografis Geertz dan penjelasan mengenai hubungannya dengan teori ini. Geertz (1973) berargumen bahwa untuk memahami budaya, seseorang harus melihatnya dari sudut pandang anssota budaya tersebut. Untuk melakukan hal ini, Geertz percaya bahwa para peneliti harus menjadi etnograf. Dalam Bab 4 kita telah mengidentifikasi etnografi sebagai metodologi kualitatif yang mengungkap dan menginterpretasikan artefak, kisah-kisah, ritual, dan praktik untuk menemukan makna dalam sebuah budaya. Para etnograf sering kali menyatakan kajian mereka merupakan penelitian naturalistik di mana mereka yakin bahwa cara yang mereka gunakan dalam mempelajari budaya lebih natural dibandingkan cara yang digunakan oleh para peneliti kuantitatif. Dengan mengingat hal ini, Geertz menyatakan bahwa etnografi bukan ilmu eksperimental melainkan sebuah metodologi yang menguak makna. Menemukan makna merupakan hal yang paling penting bagi seorang etnograf. Geertz, dan kemudian Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo melaksanakan pengamatan langsung, wawancara, dan observasi partisipan dalam menemukan makna dalam budaya. Sebagai seorang etnograf, Geertz menghabiskan bertahun-tahun mempelajari berbagai budaya. Tulisannya telah membahas beragam subjek, mulai dari Buddhisme Zen hingga kehidupan di kepulauan Indonesia. Selama ia tinggal di tempat-tempat ini, ia bergantung sepenuhnya pada catatan lapangan dan menyimpan sebuah jurnal lapangan (field journal), mencatat semua perasaan dan idenya mengenai interaksinya dengan anggota-anggota dari budaya tertentu. Dalam tulisannya, Geertz (1973) menyimpulkan bahwa etnografi merupakan sejenis deskripsi tebal (thick description), atau penjelasan

mengenai lapisan-lapisan rumit dari makna yang mendasari sebuah budaya. Para etnograf, karenanya, berusaha untuk memahami deskripsi tebal dari sebuah budaya dan untuk "menyelidiki makna yang tidak tampak dari sesuatu" (hal. 26). Hal yang menarik, Geertz percaya bahwa tidak ada analisis budaya yang lengkap karena semakin dalam seseorang berusaha masuk, semakin kompleks budaya tersebut. Oleh karenanya, sangat tidak mungkin untuk sepenuhnya pasti mengenai sebuah budaya dan norma atau nilainya. Geertz (1983) menyatakan bahwa metodologi kualitatif ini tidak ekuivalen dengan berjalan sejauh satu mil di dalam sepatu orang yang sedang diteliti. Pemikiran ini hanya menyebabkan munculnya "mitos pekerja lapangan bunglon, yang sepenuhnya terpaku pada lingkungan sekitarnya yang eksotis, sebuah keajaiban berjalan yang memiliki empati, kepekaan, kesabaran, dan kosmopolitanisme" (hal. 56). Geertz menyatakan bahwa sebuah keseimbangan harus dipertahankan antara mengamati secara natural dan mencatat perilaku dan mengintegrasikan nilai-nilai peneliti dalam proses tersebut. la menyatakan bahwa "triknya adalah untuk memahami apa yang mereka pikir akan mereka lakukan" (hal. 58). Hal ini, sebagaimana dapat Anda bayangkan, dapat menjadi hal yang cukup sulit bagi para etnograf. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo tertarik dengan pengalaman etnografis Geertz dan pemikirannya mengenai pentingnya observasi, analisis, dan interpretasi. Pengalaman penelitian mereka sendiri mengenai kobudaya yang berbeda-beda terbukti tak ternilai. Misalnya, Pacanowsky (1983) mengamati polisi di lembah Salt Lake [Utah], dan Trujillo (1983) mempelajari penjualan mobil baru dan bekas. Keberagaman pengalaman mereka dalam budaya-budaya yang lebih kecil ini di Amerika Serikat mendorong mereka untuk menyatakan bahwa performa budaya, atau apa yang kita sebut sebagai penceritaan kisah, merupakan hal yang penting dalam mengomunikasikan budaya organisasi. Kita akan kembali pada topik mengenai performa setelah ini. Teori Budaya Organisasi berakar pada etnografi, dan budaya organisasi hanya dapat dilihat dengan mengadopsi prinsip-prinsip etnografi. Kita akan mengeksplorasi etnografi dengan menggunakan contoh mengenai Fran Callahan. Jika para etnograf tertarik untuk mempelajari budaya dari tempat kerja barunya di Jewelry Plus, mereka mungkin akan mulai dengan mengamati beberapa area: Misalnya, peraturan perusahaan baru apa yang diterapkan? Apa yang dipikirkan oleh para karyawan baru seperti Fran mengenai hal tersebut? Strategi jenis apa yang digunakan untuk memudahkan transisi bagi karyawan seperti Fran? Apakah terdapat filosofi atau ideologi perusahaan? Apakah ada masalah dengan semangat kerja karyawan? Bagaimana hal ini diatasi? Apakah perusahaan memberikan respons terhadap keluhan karyawan? Jika ya, bagaimana? Jika

tidak, mengapa? Pertanyaan-pertanyaan ini dan masih banyak lagi yang lainnya akan memulai proses etnografi untuk memahami budaya organisasi di Jewelry Plus. Menariknya etnografi tidak dapat digambarkan dalam ruang yang terbatas ini. Akan tetapi, Anda diharapkan memiliki dasar mengenai proses dasar yang dikaitkan dengan etnografi dan memiliki pemahaman mengapa Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo menggunakan metodologi ini dalam kajian mereka mengenai budaya organisasi. Sekarang akan dibahas lebih lanjut topik mengenai performa, sebuah komponen penting dalam Teori Budaya Organisasi. E. Performa Komunikasi Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1982) menyatakan bahwa anggota organisasi melakukan performa komunikasi tertentu yang berakibat pada munculnya budaya organisasi yang unik. Performa (performance) adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa organisasi sering kali memiliki unsur teatrikal, di mana baik supervisor maupun karyawan memilih untuk mengambil peranan atau bagian tertentu dalam organisasi mereka. Walaupun sistem kategori tidak selamanya eksklusif, Anda akan mendapatkan gambaran sejauh mana organisasi bervariasi dalam hal bagaimana perilaku manusia dapat dipahami. Para teoretikus menjabarkan lima performa budaya: ritual, hasrat, sosial, politik, dan enkulturasi. Tabel 16.2 mengidentifikasi kelima performa ini. Saat Anda membaca materi ini, ingatlah bahwa performa-performa ini dapat dilaksanakan oleh anggota mana pun dalam organisasi. 1. Performa Ritual Semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang disebut performa ritual (ritualperformance). Ritual terdiri atas empat jenis: personal, tugas, sosial, dan organisasi. Ritual personal (personal ritual) mencakup sernua hal yang Anda lakukan secara rutin di tempat kerja. Misalnya, banyak anggota organisasi secara teratur mengecek pesan suara atau e-mail mereka ketika mereka bekerja tiap hari. Ritual tugas (task ritual) adalah perilaku rutin yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan. Misalnya, ritual tugas seorang karyawan di Departemen Kendaraan Bermotor termasuk mengeluarkan ujian mata dan tertulis, mengambil foto dari calon pengemudi, melaksanakan ujian mengemudi, memverifikasi asuransi mobil, dan menerima pembayaran. Ritual sosial (social ritual) adalah rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan

interaksi dengan orang lain. Misalnya, beberapa anggota organisasi berkumpul bersama untuk menghabiskan waktu bersama di bar pada hari Jumat, merayakan akhir pekan. Mengenai ritual sosial Anda sendiri, ingatlah kembali rutinitas sosial di kelas Anda. Banyak dari Anda datang lebih awal untuk bertemu dengan teman sekelas dan bercerita mengenai apa yang telah terjadi selama Anda tidak bertemu dan kemudian Anda akan meneruskan ritual sosial ini baik selama waktu istirahat atau setelah kelas usai. Ritual sosial juga dapat mencakup perilaku nonverbal di dalam organisasi, termasuk Jumat kasual dan penghargaan karyawan terbaikbulan ini. Yang terakhir, yaitu ritual organisasi (organizational ritual) adalah kegiatan perusahaan yang sering dilakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, dan bahkan piknik perusahaan seperti yang diikuti oleh Fran Callahan. tabel 16.2 Performa Budaya dalam Organisasi ritual personal;mengecek pesan suara dan email; ritual tugas-mengeluarkan tiket, menerima pembayaran; ritual social-acara kumpul karyawan; ritual organisasirapat departemen, piknik perusahaan___

Performa Ritual

Performa Hasrat

penceritaan kisah, metafora, dan pembicaraan yang berlebihan"ini adalah perusahaan yang paling tidak menghargai karyawan," "ikuti mata rantai perintah yang diberikan, jika tidak perintah itu akan membelit lehermu" tindakan santun dan sopan; perpanjangan etiket mengucapkan tarima kasih pada pelanggan, obrolan di dekat pendingin air, menjaga "muka" orang lain menjalankan kontrol, kekuasaan, dan pengaruh bos yang galak, ritual intimidasi, penggunaan informan, tawar-menawar Kompetensi yang didapat dari karir dalam organisasi-peranan belajar/mengajar, orientasi, wawancara

Performa Sosiat

Performa Politis Performa Enkultura si

2. Performa Hasrat Kisah-kisah mengenai organisasi yang sering kali diceritakan secara antusias oleh para anggota organisasi dengan orang lain disebut performa hasrat (passion performance). Sering kali, orang dalam organisasi menjadi begitu menggebu-gebu dalam bercerita. Lihat pengalaman Adam, yang bekerja di sebuah toko ritel nasional. Adam dan rekan sekerjanya mendengar dan menceritakan kembali kisah-kisah mengenai supervisor departemen mereka. Ceritanya adalah bahwa atasan mereka selalu berjalan di seputar departemen mereka setiap tiga puluh menit sekali untuk mendapatkan gambaran yang maenyeluruh mengenai para pekerja dan pelanggan. Jika supervisor ini melihat sesuatu yang menurutnya tidak biasa, ia akan memanggil si karyawan ke ruang belakang, melihat kembali rekaman video dari kejadian tersebut, dan menanyakan pada si karyawan apa yang akan ia lakukan untuk memperbaiki masalah yang mungkin muncul di masa depan. Adam dan semua temannya menceritakan kembali kisah ini baik kepada karyawan baru maupun lama. Bahkan, setelah enam tahun, hasrat Adam untuk berbagi kisah ini masih sama dengan ketika ia menceritakannya untuk pertama kali. 3. Performa Sosial Jika performa hasrat seperti yang dilakukan Adam memiliki sedikit kepedulian mengenai orang yang menjadi inti cerita, performa sosial (socialperformance) merupakan perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama di antara anggota organisasi. Pepatah yang mengakatan "hal kecil memulai hal yang besar" berhubungan langsung dengan performa ini. Baik dengan senyuman atau sapaan "selamat pagi," menciptakan suatu rasa kekeluargaan sering kali merupakan bagian dari budaya organisasi. Akan tetapi, sering kali sangat sulit untuk bersikap sopan. Ketika suasana sedang tegang, sungguh merupakan hal yang sulit dan terkadang menjadi tidak tulus untuk tersenyum dan mengucapkan "selamat pagi" pada orang lain. Kebanyakan organisasi menginginkan untuk mempertahankan perilaku yang profesional, bahkan di masa yang sulit, dan performa sosial membantu tercapainya hal ini.

4. Performa Politis Ketika budaya organisasi mengomunikasikan performa politis (politicalperformance), budaya ini sedang menjalankan kekuasaan atau kontrol. Mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dan kontrol merupakan ciri dari kehidupan korporat di Amerika Serikat. Walaupun demikian, karena kebanyak organisasi bersifat hierarkis: Harus ada seseorang dengan kekuasaan untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika anggota organisasi terlibat dalam performa politis, mereka mengomunikasikan keinginan untuk memengaruhi orang lain. Hal ini bukanlah selalu merupakan hal yang buruk. Mari kita lihat pengalaman sekelompok perawat, misalnya, di Rumah Sakit Spring Valley. Selama bertahun-tahun, para perawat cukup puas dengan status kelas dua mereka bila dibandingkan dengan para dokter. Baru-baru ini, para perawat memutuskan untuk menyuarakan perlakuan ini. Mereka berbicara kepada para dokter, kepada staf medis lainnya, dan kepada pasien. Dalam hal ini, mereka sedang menjalankan lebih banyak kekuasaan terhadap pekerjaan mereka. Performa politis budaya mereka berpusat pada pengakuan akan kompetensi mereka sebagai tenaga medis profesional dan untuk komitmen mereka terhadap misi dari rumah sakit tersebut. Tujuan mereka adalah untuk dilegitimasi di rumah sakit oleh para dokter, rekan sekerja, dan para pasien. Performa mereka, tak diragukan lagi, sangat penting dalam membangun budaya organisasi yang berbeda. 5. Performa Enkulturasi Tipe performa yang kelima yang diidentifikasi oleh Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo disebut sebagai performa enkulturasi. Performa enkulturasi (enculturation performance) merujukpada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Peformaperforma ini dapat berupa sesuatu yang berani maupun hati-hati, dan performa ini mendemonstrasikan kompetensi seorang anggota dalam sebuah organisasi. Misalnya, beberapa performa akan dilakukan untuk mengenkulturasi Fran ke dalam posisinya yang baru. la akan mengamati dan mendengarkan kolega-koleganya menampilkan pemikiran dan perasaan mereka terhadap beb" erapa isu: di antaranya jam kerja, diskon karyawan, dan newsletter perusahaan,. Singkatnya,

Fran akan mulai untuk mengetahui budaya organisasi tersebut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, performa-performa ini dapat saling tumpang tindih. Sangat mungkin, karenanya, untuk menganggap performa sosial sebagai performa ritual. Coba pikirkan, misalnya, memberikan salam "Selamat pagi" kepada seorang rekan sekerja atau membuatkan kopi untuk seorang yang lain di hari berikutnya. Dalam contoh ini, tindakan kesopanan dianggap personal (dan bahkan tugas) ritual. Oleh karenanya, performa tersebut dapat menjadi sosial maupun ritual. Selain itu, performa dapat muncul dari keputusan yang dibuat secara sadar untuk melakukan apa yang dipikirkan atau dirasakan mengenai suatu isu, seperti dalam contoh kita mengenai para perawat di Rumah Sakit Spring Valley. Atau performa ini dapat menjadi lebih intuitif, seperti di dalam contoh kita mengenai Fran Callahan. Jelaslah bahwa Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo yakin bahwa performa komunikatif sangat penting bagi budaya suatu organisasi. F. Kritik dan Penutup Teori Budaya Organisasi, dicetuskan oleh Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo, merupakan teori yang memiliki pengaruh penting dalam teori dan penelitian di bidang komunikasi organisasi. Untuk mengevaluasi efektivitas teori ini, akan didiskusikan tiga kriteria: heurisme, kegunaan, dan konsistensi logis. Heurisme Daya tarik Teori Budaya Organisasi telah begitu luas dan jauh, sehingga menyebabkan teori ini bersifat heuristik. Misalnya saja, teori ini telah membingkai penelitian yang mengkaji karyawan Muslim (Alkhazraji, 1997), petugas penegak hukum (Frewin & Tuffin, 1998), dan karyawan yang sedang mengandung (Halpert & Burt, 1997). Teori ini telah memengaruhi banyak ilmuwan untuk mempertimbangkan mengenai budaya organisasi dan bagaimana mereka mengajarkan mengenai hal ini di dalam kelas (Morgan, 2004). Dan relevan bagi kita yang berada di dalam bidang pendidikan, teori ini telah digunakan untuk mempelajari cerita-cerita mengenai mahasiswa dan persepsi mereka akan penyesuaian diri di kampus (Kramer & Berman, 2001). Kegunaan

Teori ini berguna karena informasinya dapat diterapkan pada hampir semua karyawan di dalam sebuah organisasi. Pendekatan ini berguna karena banyak informasi dari teori (misalnya, simbol, kisah, ritual) memiliki hubungan langsung pada bagaimana karyawan bekerja dan identifikasi mereka terhadap lingkungan kerja mereka (Schrodt, 2002). Karena karya para teoretikus ini didasarkan pada organisasi yang nyata dan karyawan yang benar-benar ada, para peneliti ini telah membuat teori ini menjadi lebih berguna dan praktis. Konsistensi Logis Konsistensi. logis dari model ini juga tidak boleh dilewatkan. Coba ingat kembali bahwa konsistensi logis merujuk pada pemikiran bahwa teori harus mengikuti pengaturan logis dan tetap konsisten. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo berusaha untuk memegang teguh keyakinan mereka bahwa budaya organisasi sangat kaya dan beragam; mereka merasa bahwa mendengarkan performa komunikatif dari anggota organisasi adalah titik awal bagi kita untuk memahami "budaya korporat". Ini merupakan dasar dari mana banyak bagian dari teori ini mendapatkan momentumnya. Walaupun demikian, beberapa yakin bahwa teori ini kurang dalam hal konsistensi. Eric Eisenberg dan H.L. Goodall (2004) misalnya, mengamati bahwa Teori Budaya Organisasi bergantung sepenuhnya pada makna yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota organisasi. Mereka menyatakan bahwa kisah, contohnya, tidak dimiliki secara mirip di antara karyawan: "cerita yang berbeda mengenai organisasi diceritakan oleh narator yang berbeda pula" (hal. 134). Maksudnya, walaupun teori ini menyatakan bahwa kisah diceritakan dan diceritakan ulang dan memberikan kontribusi pada budaya sebuah organisasi, kisah-kisah ini mungkin tidak akan memiliki makna yang sama bagi semua orang. Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo merupakan dua dari beberapa peneliti komunikasi yang mempelajari mengenai kehidupan organisasi dengan melihat baik pada karyawan dan perilaku mereka. Mungkin melihat budaya organisasi dengan cara ini akan membuat para peneliti mampu menghargai pentingnya berhubungan dengan orang dan performa mereka di tempat kerja.***

DAFTAR PUSTAKA Adizes, Ichak. 1988. Corporate Lifecycles: How and Why Corporations Grow and Die and What to do About It. New Jersey: Prentice Hall. Armanu Thoyib. 2004. Strategi Manajemen Konflik Dalam Organisasi Multibudaya, Jurnal Manajemen & Bisnis (JMB), Vol.1, No.1. Armanu Thoyib. (Eds) 2003. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tentang Formulasi,Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Pembangunan Daerah di Kalimantan Timur, ISBN: 979 3506 04 0. Malang: PPsUB. -, Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tentang Kepemimpinan Dan Motivasi Di Era Otonomi Daerah Propensi Kalimantan Timur, ISBN: 979 -3506-05-9. Malang: PPsUB. -, Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tentang Pengembangan Sumberdaya Manusia Dan Pemberdayaan Aparatur Negara Di Wilayah Propensi Kalimantan Timur, ISBN: 979 3506-6-7. Malang: PPsUB. Baron, R. A., and J. Greenberg. 1990. Behavior in Organization: Understanding and Managing the Human Side of Work, Third Edition. Toronto: Allyn and Bacon. Brown, A. 1998. Organizational Culture. Singapore: Prentice Hall.. Bakker, J.W.M, 1984, 2006, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kanisius Pace, R. Wayne, Don F. Faules, Komunikasi Organisasi, terj. Bandung: PT Rosda karya http://ismailrasulong.wordpress.com/2009/02/12/kepemimpinan-budayaorganisasi/ http://cokroaminoto.blogetery.com/2008/06/10/budaya-organisasi-dalampeningkatan-kinerja/ file:///media/hd2/Working-Directory/Documents/teori

Anda mungkin juga menyukai