Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Pernyataan ini sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia juga untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana, dan terarah (Mubarak & Chayatin, 2009). Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal agar mampu menjawab tantangan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan termasuk konsistensi kebijakan, keterlibatan lintas sector, serta berdasarkan perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mutakhir, dirumuskanlah paradigma sehat yang merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Adapun rumusan paradigma sehat tersebut telah tertuang di dalam visi Indonesia Sehat 2010 (Mubarak & Chayatin, 2009).

Keberhasilan pembangunan di daerah yaitu kabupaten atau kota sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan peran aktif masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prioritas dalam pelaksanaan pembangunan daerah (Dinkes Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2010). Perencanaan tingkat kabupaten atau kota yang berkualitas tergantung adanya dukungan informasi yang akurat dari puskesmas. Puskesmas sebagai salah satu tempat pemberi layanan publik bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Di luar upaya tersebut, puskesmas dapat menyelenggarakan upaya pengembangan lain sesuai dengan spesifik daerah dan kebutuhan masyarakat di wilayah puskesmas (Dinkes Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2010). Salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi sorotan publik, terutama yang mewabah di desa terpencil adalah masalah gizi buruk. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, sebanyak 13% berstatus gizi kurang, di antaranya 4,9 % berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13, 3 % anak kurus di antaranya 6% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek (Kementerian kesehatan republik Indonesia, 2011). 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara peran puskesmas dengan pengaruh gizi pada masyarakat 1.3 Tujuan Mengetahui peran puskesmas dalam pengaruh gizi pada masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gizi 2.1.1 Pengertian Gizi Istilah gizi baru dikenal di indonesia pada tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa inggris nutritition. Kata gizi berasal dari bahasa arab Al Gizzai yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Menurut dialek mesir mesir Al Gizzai dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutritition dengan mengejanya sebagai nutrisi Terjemahan ini terdapat dalam kamus bahasa indonesia Baduduzain tahun 1994. Gizi juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal (Wiboworini, 2007). Dalam kata lain gizi adalah zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Notoatmodjo, 2007). Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, serta menyusui ( Wiboworini, 2007). Dari uraian diatas bisa dikatakan bahwa ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah menjadi bagian tubuh dan energi serta diekskresikan sebagai sisa (Ahmad Djaeni, 1987; Notoatmodjo, 2007). Menurut WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk
3

memelihara kehidupan pertumbuhan berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi (Wiboworini,2007). 2.1.2 Fungsi zat gizi bagi tubuh Susunan makanan yang dianjurkan sesuai pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Bertujuan menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat dicapai dengan mengonsumsi beranekaragam makanan tiap hari. Masing-masing makanan kandungan gizinya dapat melengkapi (Wiboworini, 2007). Berdasarkan fungsinya zat gizi secara umum disederhanakan sebagai berikut (Wiboworini, 2007): a) Zat gizi penghasil energi (zat tenaga) ,yaitu karbohidrat , lemak, dan protein. Zat gizi penghasil energi sebagian besar dihasilkan oleh makanan pokok seperti padi-padian, umbi-umbian, sagu, dan pisang. b) Zat gizi pembangun sel,terutama diperoleh dari protein yang dihasilkan ikan,ayam,telur,daging,susu,kacang-kacangan, dan hasil olahannya seperti tahu,tempe, dan oncom. Oleh karenanya, lauk-pauk tergolong dalam zat pembangun. c) Zat gizi pengatur, terdiri atas vitamin dan mineral yang diperoleh dari sayuran dan buah-buahan. Ketiga golongan bahan makanan tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut dengan urut-urutan menurut banyaknya kegunaan dalam hidangan seharihari yang disebut piramida makanan (Wiboworini, 2007). Pada piramida makanan, dasar kerucut menggambarkan sumber energi atau tenaga, merupakan golongan bahan makanan yang paling banyak dimakan. Bagian tengah menggambarkan sumber zat pengatur, sedangkan bagian atas

piramida menggambarkan sumber zat pembangun yang secara relatif paling sedikit dimakan tiap hari (Wiboworini, 2007). Gizi seimbang dalam keluarga, dapat dicapai apabila susunan makanan sehari-hari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut. Setiap kelompok dipilih satu atau lebih jenis bahan makanan sesuai dengan ketersediaan bahan tersebut di pasar, nilai gizi, keadaan sosial ekonomi, dan kebiasaan makanan (Wiboworini, 2007). Zat-zat makanan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini dikelompokkan menjadi 5 macam, antara lain (Notoatmodjo, 2007): a) Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuhan (protein nabati), dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh antara lain: 1) Membangun sel-sel yang rusak. 2) Membentuk zat-zat pengatur, seperti enzim dan hormon. 3) Membantu zat inti energi (1 gr energi kira-kira akan menghasilkan 4,1 kalori). b. Lemak, berasal dari minyak goreng,daging,margarine,dan sebagainya. Fungsi lemak bagi tubuh adalah: 1) Menghasilkan kalori terbesar dalam tubuh manusia (1 gr lemak menghasilkan sekitar 9,3 kalori ). 2) Sebagai pelarut vitamin: A,D,E, dan K. 3) Sebagai pelindung terhadap bagian-bagian tubuh pada temperature rendah. c. Karbohidrat berdasarkan gugus penyusun gulanya dapat dibedakan menjadi monosakarida,disakarida,dan polisakarida. Fungsi karbohidrat adalah salah satu pembentuk energy yang paling murah karena pada umumnya sumber karbohidrat ini berasal dari tumbuh-tumbuhan (beras, jagung, singkong, dan sebagainya) yang merupakan makanan pokok.
5

d. Vitamin, dibedakan menjadi dua yakni vitamin yang larut dalam air (vitamin A dan B), dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) (Notoatmodjo, 2007). e. Mineral, terdiri dari zat kapur (Ca),zat besi (Fe),zat fluor (F),natrium (Na) dan chlor (Cl),kalium (K),dan iodium (I). Secara umum mineral berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolisme, bagian penting dari struktur sel dan jaringan. 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Gizi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat gizi, antara lain: a. Faktor utama Penyebab busung lapar/gizi buruk dapat dilihat dari berbagai jenjang/tingkatan, yaitu penyebab langsung, penyebab tak langsung, dan penyebab mendasar. Penyebab langsung merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk, yakni konsumsi makanan yang buruk dan adanya penyakit. interaksi Bahkan yang antara saling asupan gizi dan untuk penyakit/infeksi terjadi menguatkan

memperburuk keadaan. Interaksi ini dapat berakibat fatal penyebab kematian dini pada anak-anak (Aritonang, 2006). Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi penyebab langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang, perawatan dan pola asuh anak kurang, dan pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-anak. Faktor inilah yang akan mempengaruhi rendah/buruknya asupan makanan/gizi anak dan terjadinya infeksi pada anak-anak (Aritonang, 2006). Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni faktor sumber daya potensial dan faktor yang menyangkut sumber daya manusia (pengawasan, ekonomi, dan organisasi). Pengelolaan sumber daya potensial sangat erat kaitannya dengan politik dan ideologi, suprastruktur,

dan struktur ekonomi. Sedangkan faktor sumber daya berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan rakyat. Pemberdayaan rakyat melalui pendidikan sangat penting artinya untuk mengatasi penyebab tidak langsung gizi buruk (Aritonang, 2006). b. Faktor penyebab lain 1) Bencana Bencana alam dan bukan-alam merupakan situasi yang paling kondusif untuk terjadinya gizi kurang. Sebagai contoh bencana peperangan dan kekeringan. Meskipun peperangan serta bencana alam dapat menimbulkan keadaan gizi kurang dan keadaan ini sering kali memicu respons kesehatan masyarakat, namun sebagian besar keadaan gizi kurang di dunia ini tidak terjadi dalam keadaan ini. Kemiskinan yang terdapat dimana-mana dan menjadi beban pekerjaan yang berat dalam domain tersebut menjadi penyebab sebagian besar keadaan gizi kurang di seluruh dunia (Hartono, 2005). 2) Aspek sosial dan perilaku Frekuensi atau durasi pemberian ASI yang tidak cukup menjadi faktor risiko untuk terjadinya defisiensi makronutrien maupun mikronutrien pada usia dini. Keadaan gizi kurang yang banyak ditemukan pada bayi-bayi terlihat ketika para ibu di daerah perkotaan memilih untuk menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI. Mereka sebenarnya tidak mampu membeli cukup susu formula untuk memberikan asupan energi yang adekuat kepada bayi-bayi mereka, dengan demikian terjadilah keadaan gizi kurang (Hartono, 2005).

Gizi buruk (KEP) merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain : a) Peran Diet Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensial seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya 26 terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa anak timbul gejalagejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut (UNDIP, 2006). b) Peran Faktor Sosial Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit gizi buruk (KEP). Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah (UNDIP, 2006): 1) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak anak dengan suami yang merupakan pencari nafkah tunggal.

2) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga dengan pendapatan yang kecil tidak dapat memberi cukup makan pada anggota keluarganya yang besar itu. 3) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan semestinya. 4) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya jika misalnya badan-badan yang bergerak di bidang sosial menampung bayi dan anak-anak kecil yang ditinggal bekerja seharian penuh di balai desa, masjid, gereja atau tempat lain untuk dirawat dan diberi makan yang cukup dan baik (UNDIP, 2006). c) Peran Kepadatan Penduduk Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya (UNDIP, 2006).

10

Setelah pemerintah membuka pintu untuk para penanam modal baik dari luar negeri maupun dalam negeri, banyak industri telah dibangun. Dengan sendirinya industri ini makin banyak menari tenaga kerja dari daerah. Dengan demikian mengalirnya tenaga kerja itu juga menyebabkan naiknya jumlah penduduk. Mereka tinggal di gubuk-gubuk kecil sedangkan kamar untuk mandi, membuang hajat besar dan membuang sampah. Air itu juga digunakan untuk air minum dan air untuk masak. Bertambahnya jumlah rumah dan perbaikan keadaan sanitasi yang tidak memadai dengan angka pertambahan penduduk, disertai penghasilan yang minim untuk membeli bahan makanan ini menimbulkan malnutrisi dan infeksi yang mempunyai antar hubungan yang akan dibicarakan kemudian. Mengalirnya tenaga kerja ke kota-kota besar ini mengakibatkan pula naiknya angka kelahiran. Tingginya prevalensi penyakit KEP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran (UNDIP, 2006). d) Peran Infeksi Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri (UNDIP, 2006). e) Peran Kemiskinan Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan

hidup sehari-hari, lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan pengahasilan yang tetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula dengan timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal seperti telah diutarakan tadi, timbulnya gejala KEP lebih dipercepat (UNDIP, 2006). 2.1.4 Indikator Penilaian Gizi Indikator yang berhubungan dengan Derajat Kesehatan Masyarakat. 10 Indikator Menurut Sistem Kesehatan Nasional atau 12 Indikator Menurut H. L. Blum, yaitu (Mubarak, 2009): 1. Life Span : yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat. 2. Disease or Infirmity : yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari masyarakat. 3. Discomfort or illness : yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatic, kejiwaan, maupun sosial dari dirinya. 4. Disability or incapacity : yaitu ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit. 5. Participation in health care : yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat. 6. Health behavior : yaitu perilaku nyata dari anggota masyarakat secara langsungberkaitan dengan kesehatan. 7. Ecologic behaviour : yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain, sumber daya alam, dan ekosistem. 8. Social behavior : yaitu perilaku anggota masyarakatterhadap sesamanya, keluarga, komunitas, dan bangsanya.
11

12

9. Interpersonal relationship : yaitu kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap sesamanya. 10. Reserve or positive health : yaitu daya tahan anggota masyarakat terhadap penyakit. 11. Exsternal satisfaction : yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan sosialnya meliputi : rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi, dan sarana pelayanan kesehatan yang ada. 12. Internal satisfacti on : yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan dirinya sendiri. 2.1.5 Kartu Menuju Sehat (KMS) KMS adalah kartu yang memuat data pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir hingga berusia 5 tahun. KMS juga memuat informasi mengenai jadwal imunisasi, pemberian ASI dan kemampuan yang harus dimiliki sesuai dengan tingkat usianya. Pengisian KMS dilakukan oleh tenaga kesehatan. Model KMS biasanya berbeda-beda namun data yang harus diisikan semuanya sama. Yang harus selalu diperhatikan dari KMS adalah grafik pertumbuhan berat badan berdasarkan umur (BB/U). Grafik ini diisi setiap bulan sehabis penimbangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai grafik pada KMS (Subakti, 2007): a) Setelah ditimbang maka tenaga medis akan memberikan titik sesuai bulan penimbangan dan berat si kecil. b) Jika titik tersebut berada pada : 1) Di bawah garis merah artinya si kecil mengalami kurang gizi tingkat sedang bahkan bisa jadi tingkat berat.Jika si kecil mengalami ini maka segera dibawa ke bidan/dokter spesialis anak. 2) Pada daerah dua pita warna kuning (diatas garis merah). Hal ini menunjukan si kecil mengalami kurang gizi ringan. Ibu jangan

terlalu panic. Yang pertamakali dilakukan adalah mengevaluasi pemberian makan pada si kecil. Bisa jadi kurang gizi yang dialami si kecil diakibatkan karena: (a) Kelainan ibu dalam pemberian makan. (b) Ketidaksabaran ibu dalam memberi makan si kecil. (c) Bisa jadi karena makanan yang diberikan kurang tepat waktu,mutu, dan jumlahnya. (d) Jika ibu sudah merasa optimal dalam berusaha dan berdoa,tetapi si kecil masih berstatus gizi kurang maka bawalah si kecil ke bidan/dokter spesialis anak 3) Dua pita warna hijau muda dan dua warna hijau tua di atas pita kuning.Kami ucapakan selamat berkat kesabaran dan usaha ibu si kecil memiliki status gizi baik/normal.Tapi ingat penimbangan harus terus dilakukan agar si kecil tetap memiliki berat badan yang sesuai dengan umurnya. 4) Empat pita di atas pita warna hijau tua (dua pita warna hijau muda ditambah dua pita warna kuning).Si kecil ini memiliki berat badan yang memiliki berat badan yang lebih dari semestinya.Ibu jangan berbangga ingat anak yang obesitas akan terkena berbagai penyakit akibat kegemukan. c) Jika anda rajin menimbang si kecil maka akan banyak titik pada grafik berat badan.Titik titik dapat berarti : 1) Bila titik pada grafik lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya maka si kecil berat badannya naik .

13

14

2) Bila titik pada grafik sejajar dengan bulan sebelumnya maka si kecil berat badannya sama dengan berat sebelumnya.Anda harus meningkatkan pemberian makan baik mutu dan waktu pemberiannya. 3) Bila titik pada grafik lebih rendah dari bulan sebelumnya maka berat badan si kecil mengalami penurunan.Hal in dapat terjadi terutama bila si kecil mulai memasuki usia 6 bulan dimana gigi sudah mulai tumbuh biasanya bila gigi akan tumbuh si kecil akan mengalami demam ringan dan nafsu makan akan sedikit menurun.Jika si kecil tidak mengalami sakit tetapi berat badannya tetap maka ibu harus segera membawanya ke bidan/dokter. 4) Bila titik berat badan ada grafik KMS terputus-putus,ini artinya ibu kurang rajin menimbang si kecil. Alangkah lebih baik penimbangan dilakukan setiap bulan. 2.1.6 Penanganan Gizi Buruk Mengingat penyebabnya yang kompleks, penanganan masalah gizi buruk memerlukan pendekatan menyeluruh, meliputi penyembuhan dan pemulihan bagi anak-anak yang sudah bergizi buruk, pencegahan serta peningkatan bagi anak gizi kurang, dan menjaga atau mempertahankan anak gizi normal atau baik (Mariani, 2010). a) Prioritas Penanggulangan Setiap kasus anak gizi buruk hendaknya segera ditangani/ dipulihkan, terutama di daerah dengan persentase masalah gizi buruk di atas angka rata-rata nasional (Mariani, 2010).

b) Pemulihan 1) Rawat inap di rumah sakit atau puskesmas Anak gizi buruk yang secara medis harus dirawat inap, perlu dirawat dan diobati di rumah sakit atau puskesmas rawat inap. Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk dari Direktorat Gizi Masyarakat dapat dipakai sebagai acuan. Ada 10 tindakan pelayanan, yaitu : Mencegah dan mengatasi hipoglikemia, mencegah dan mengatasi hipotermia, mencegah dan menga-tasi dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit, mengobati infeksi, memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi, memberi-kan makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang, dan mempersiapkan tindak lanjut di rumah (Mariani, 2010). 2) Klinik Gizi secara rawat jalan Setiap anak gizi buruk harus mendapat pelayanan rawat inap baik di rumah sakit atau puskesmas perawatan. Namun, pengalaman di Klinik Gizi Bogor (KGB) yang dikembangkan oleh Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan sebagian besar anak balita gizi buruk tanpa tanda kegawatdaruratan medis dapat ditangani secara rawat jalan; hanya sebagian kecil yaitu anak balita gizi buruk dengan penyakit penyerta yang secara medis memang harus dirawat inap.Manajemen tatalaksana secara garis besar adalah pemberian vitamin A dosis tinggi pada kunjungan pertama, pemberian susu skim, pengobatan penyakit infeksi, pendidikan gizi dan kesehatan kepada orangtuanya setiap kunjungan. Program paket pemulihan berlangsung selama enam bulan meliputi kali kunjungan.Klinik Gizi rawat jalan khusus penderita gizi buruk dapat menempati salah satu ruangan puskesmas.
15

16

Manajemen tatalak-sananya dapat mengadopsi pedoman yang dikembangkan KGB. Penanganan gizi buruk model KGB telah dicoba di Puskesmas Bogor Selatan, Kota Bogor, dan di Puskesmas Sukaraja dan Sukama-nah, Kabupaten Bogor (2002). Belakangan model yang sama telah diadopsi di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat (Mariani, 2010). c) Pencegahan 1) Revitalisasi Posyandu Gizi buruk dapat dicegah sedini mungkin karena kasus gizi buruk sebenarnya bukan kejadian mendadak seperti diare, tetapi produk rangkaian kejadian yang memerlukan waktu lama. Di posyandu, penurunan berat badan dapat dipantau setiap bulan, dan bisa langsung ditangani agar tidak menjadi gizi buruk. Inilah salah satu manfaat posyandu yang perlu digiatkan kembali (Mariani, 2010). Pokok-pokok kegiatan revitalisasi posyandu meliputi (Mariani, 2010): (a) Pelatihan/orientasi petugas puskesmas, petugas sektor lain dan kader yang berasal dari masyarakat setempat. (b) Pelatihan ulang petugas dan kader (c) Pembinaan dan pendampingan kader (d) Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan posyandu, media KIE, sarana pencatatan (e) Penyediaan biaya operasional (f) Penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swasta

2) Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) Untuk antisipasi kerawanan pangan di suatu daerah, sudah ada modelnya yaitu Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Tetapi, karena tidak ada kegiatan lintas sektoral, SKPG tidak berjalan. Karena itu pengaktifan SKPG mutlak diperlukan. Revitalisasi SKPG bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah melakukan pemantauan terus menerus terhadap situasi pangan dan keadaan gizi masyarakat setempat, untuk dapat melakukan tindakan cepat dan tepat mencegah timbulnya bahaya kelaparan dan kurang gizi, khususnya gizi buruk di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.Pemantapan SKPG harus tetap dilaksanakan pada setiap kondisi baik saat krisis maupun tidak. SKPG yang berjalan baik me mungkinkan akses informasi cepat dan benar untuk pengambil keputusan. Masalah kurang pangan/kelaparan dapat segera diantisipasi (Mariani, 2010). Upaya pencegahan juga dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan penyakit tersebut dari waktu ke waktu sehingga upaya pencegahan tersebut dibagi atas berbagai tin gkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Ada empat tingkat pertama pencegahan penyakit yaitu (Mariani, 2010): a) Pencegahan tingkat pertama (Premary prevention) Pencegahan ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan melakukan tindakan pencegahan khusus.Pencegahan tingkat pertama meliputi (Mariani, 2010):

17

18

1) Promosi kesehatan Upaya promosi kesehatan meliputi : (a) Penyuluhan kesehatan. (b) Perbaikan perumahan. (c) Penyediaan sanitasi yang baik. (d) Perbaikan gizi. (e) Konsultasi genetik. (f) Pengendalian faktor lingkungan. 2) Pencegahan khusus Merupakan upaya untuk mengurangi /menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin.Upaya pencegahan khusus meliputi : (a) Pemberian imunisasi dasar. (b) Pemberian nutrisi khusus. (c) Pemberian vitamin A,tablet zat besi. (d) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencemaran. b) Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan ini bertujuan untuk mendeteksi peyakit sedini mungkin sehingga mendapat pengobatan yang tepat. Pencegahan ini meliputi (Mariani, 2010): 1) Diagonis awal dan pengobatan tepat. Merupakan upaya yang ditujukan untuk diagnosis dini penderita atau dianggap menderita suatu penyakit sehingga dapat diberikan pengobatan tepat dan segera. Upaya ini meliputi (Mariani, 2010):

(a) Melakukan general check-up secara rutin. (b) Melakukan berbagai surveiy seperti penyaringan. (c) Pencarian kasus. (d) Pemeriksaan khusus. (e) Pemberian obat yang rational dan efektif. 2) Pembatasan kecacatan. Merupakan upaya untuk mencegah penyakit tidak bertambah parah,tidak mati atau timbul cacat atau kronik.Upaya ini meliputi : (a) Operasi plastik pada bagian atau prgan yang cacat. (b) Pemasangan pin pada tungkai yang patah. c) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Yang termasuk upaya pencegahan ketiga adalah rehabilitasi yang merupakan upaya untuk memulihkan kedudukan,kemampuan atau fungsi setelah penderita sembuh. 2.2 Puskesmas 2.2.1 Pengertian Puskesmas Ada beberapa pengertian tentang puskesmas antara lain: 1. Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis Dinas Kesehatan Kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan (Kepmenkes, 2004). 2. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu keseatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara

19

20

menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk-bentuk usaha kesehatan pokok (dr. Azrul Azwar, 1990). 3. Pusat Kesehatan Masyrakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi Kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi di masyaakat di suatu wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok (Departemen Kesehatan RI, 1981). Di Indonesia Puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama. Konsep puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta. Waktu itu dibicarakan upaya mengorganisasi sistem pelayanan kesehatan di tanah air, karena pelayanan kesehatan tingkat pertama pada waktu itu dirasakan kurang menguntungkan, dan dari kegiatan-kegiatan seperti BKIA, BP, P4M dan sebagainya masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. Melalui rakernas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan semua pelayanan kesehatan tingkat pertama kedalam suatu organiisasi yang dipercaya dan diberi nama PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (Puskesmas) dan puskesmas 1. 2. 3. 4. Puskesmas tingkat Desa Puskesmas tingkat Kecamatan Puskesmas tingkat Kawedanan Puskesmas tingkat Kabupaten waktu itu dibedakan menjadi 4 macam (Departemen Kesehatan RI, 1981):

Pada rakernas ke II 1969, pembagian puskesmas dibagi menjadi 3 kategori (Departemen Kesehatan RI, 1981): 1. Puskesmas tipe A dipimpin oleh dokter secara penuh 2. Puskesmas tipe B dipimpin oleh dokter tidak secara penuh 3. Puskesmas tipe C dipimpin oles paramedic Pada tahun 1970, ketika dilangsungkan rakerkesnas dirasakan pembagian puskesmas didasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai karena puskasmas tipe

B dan tipe C tidak dipimpin dokter secara penuh atau sama sekali tidsk ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan dengan jumlah penduduk 30.000 sampai 50.000 jiwa orang penduduk. Konsep wilayah kerja puskasmas ini dipertahankan sampai akhir Pelita tahap II tahun 1979, dan ini lebih dikenal dengan nama konsep wilayah (Departemen Kesehatan RI, 1981). Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya INPRES kesehatan No. 5 Th 1974, No. 7 tahun 1975 dan No. 4 tahun 1976 dan berhasil mendirikan dan menenpatkan tenaga dokter diseluruh pelososk tanah air maka sejak pelita III, konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wuilayah yang mempunyai jumlah penduduk 30.000 jiwa saja, dan sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumalah penduduk 30.000 jiwa. Guna mengkoordinasi kegiatankegiatan yang berada di suatu kecamatan maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggungjawab yang selanjutnya disebut sebagai puskesmas induk sedang yang lain disebut puskesma pembantu. 2 kategori ini dikenal sampai sekarang (Departemen Kesehatan RI, 1981). Puskesmas harus bertanggungjawab untuk setiap masalah kesehatan di wilayah kerjanya walaupun wilayah kerjanya itu mempunyai lokasi yang berkilo-kilo meter dari puskesmas. Dengan azas inilah puskesmas dituntut untuk mengutamakan penegahan penyakit . Dengan demikian puskesmas dituntut secara aktif terjun kemasyarakat dan bukan puskesmas menunggu kunjungan masyarakat saja (Departemen Kesehatan RI, 1981). Wilayah kerja puskesmas bisa didasarkan, area kecamatan, faktor

kepadatan penduduk, luas wilayah, keadaan goegrafi dan keadaan infra struktur lainnya yang bisa untuk pertimbangan untuk pembagian wilayah kerja
21

22

puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagiaan wilayah puskesmas ditetapkan oleh bupati kepala daerah. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa hanya satu kelurahan, sedangkan puskesmas di ibu kota kecamatan bisa sebagai tempat pelayanan rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsi koordinasi. Sasaran penduduk setiap wilayah puskesmas rata-rata 30.000 jiwa. Luas wilayah yang masih dianggap efektif mempunyai ratio 5 km sedangkan luas wilayah yang dipandang optomal mempunyai ratio jari wilayah 3 km (Departemen Kesehatan RI, 1981). 2.2.2 Fungsi Puskesmas Adapun fungsi puskesmas ialah sebagai berikut (Kepmenkes, 2004) : a) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor, termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. b) Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar masyarakat dan keluarga terutama pemuka masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaan, serta ikut mentapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. c) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi (Kepmenkes, 2004): 1) Pelayanan Kesehatan Perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemelihbaraan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. 2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan kesehatan serta tersebut mencegah antara penyakit lain adalah tanpa mengabaikan kesehatan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan promosi pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai progam kesehatan masyarakat lainnya. 2.2.3 Peran Puskesmas Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital. Sebagai institusi pelaksana teknis, puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan untuk menentukan kebijakan daerah melalui
23

24

sistem perencanaan yang matang, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Mubarak, 2009). 2.2.4 Visi dan Misi Puskesmas Menurut Kepmenkes (2004), visi dan misi puskesmas adalah : a. Visi Puskesmas 1) sehat. 2) Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil & merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Kepmenkes, 2004). b. Misi Puskesmas Misi puskesmas 1) 2) 3) 4) Pembangunan adalah kesehatan yang diselenggarakan misi oleh mendukung tercapainya pembangunan Tercapainya kecamatan sehat menuju terwjudnya indonesia

kesehatan nasional. Misi tersebut adalah : Untuk menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan. Untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkunga.

2.2.5 Tujuan Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan masyarakat yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat (Kepmenkes, 2004).

25

Anda mungkin juga menyukai