Anda di halaman 1dari 10

Nama Jurnal Judul Jurnal

Biomed Malaria Journal

Randomized Clinical Trial of artemisin versus non-artemisin combination therapy for uncomplicated falciparum malaria in Madagascar

Penulis

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

9.

Didier Mnard Nohary Nina Harimanana Andrianina Zakaherizo Ramiandrasoa Arthur Randriamanantena Noline Rasoarilalao Martial Jahevitra Arsne Ratsimbasoa Luciano Tuseo Andrianirina Raveloson
6 bulan hingga 15 tahun yang

Subjek merupakan anak-anak berumur

mengalami malaria dengan kondisi (i) monoinfeksi P. falciparum dengan parasitemia antara 1.000 hingga 200.000/l, (ii) berat badan > 5 kg, (iii) Suhu

Kriteria Inklusi

tubuh 37.5oC, (iv) tidak mengalami malnutrisi, (v) tidak mengalami demam yang diakibatkan selain penyakit malaria, (vi) tidak mengalami kondisi yang membahayakan seperti tidak mampu berdiri, menyusui atau makan, mengalami kejang, lesu atau tidak mampu untuk muntah serta beberapa efek komplikasi dari malaria, (vii) keadaan tertulis dengan baik oleh keluarga atau perawat (i) Diketahui mengalami hipersensitifitas Sulphadoxine, Amodiaquine, atau

Kriteria Eksklusi

Artesunate, (ii) diketahui mengalami berbagai macam jenis malaria (iii) Seiring perkembangan penyakit yang terjadi menyebabkan gangguan klasifikasi hasil luaran dari penanganan 287 anak-anak dengan usia 6 bulan hingga 15 tahun yang mengalami malaria faciparum dilakuan penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan.Pasien diberikan lima terapi oral secara acak berupa chloroquine ( 10 mg/kg pada hari ke 0, 1 dan 2), dan 5 mg/kg pada hari ke 2); Amodiaquine ( 10 mg/kg pada hari ke 0, 1 dan 2 ); Sulphadoxine 25 mg/kg dan

Metode

pyrimethamine 1.25 mg/kg dosis tungggal pada hari ke 0; Amodiaquine + Sulphadoxine atau Amodiaquine + Sulphadoxine (4 mg/kg pada hari ke 0, 1 dan 2 ). Pasien diamati keadaannya 30 menit setelah terapi dan dosis diulang apabila terjadi muntah. Apabila muntah terjadi berulangulang pada pasien, maka pasien tidak diikutsertakan dalam studi. Tindak lanjut pada pasien

dilakukan pada hari ke 1, 2, 3, 7, 14, 21, 28 dan hari lain apabila merasa sakit. Darah diperoleh dari pengambilan pada jari dan disimpan pada kertas berfilter

tiap hari penindaklajutan. Haemoglobin ditentukan pada hari ke 0 dan ke 28. Sampel darah diwarnai dengan 4% giemsa selama 20 menit. Jumlah parasit ditentukan dari noda darah tebal yang dihitung dari jumlah parasit aseksual tiap 200 WBC, dengan asumsi 1 WBC terhitung 8000/l. Noda

dikatakan negatif apabila tidak ditemukan parasit setelah pengamatan 100 bidang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer portable ( HemoCue ). Tehnik genotype molecular digunakan dalam mengembangkan informasi baru dari infeksi baru pasien yang gagal terapi setelah hari ke 7. Kertas saring darah yang mengandung sampel dikumpulkan pada hari pertama dan hari dimana terjadi kegagalan analisis polimorfisme pada merozoite surface protein 1 (MSP 1) dan merozoite surface protein 2 (MSP 2) menggunakan PCR-nested. Data dimasukkan serta diverifikasi dengan software Epilnfo 6.04 dan dianalisis menggunakan software MedCalc. Dari 695 pasien yang diskrining, 399 pasien tidak mengalami malaria, 9

Jumlah Sampel

mengalami malaria non-falciparum, sehingga 287 yang akan dilakukan penelitian. Dari 287 pasien 17 orang dikeluarkan akibat kriteria ekslusi dan 265 pasien dapat dianalisis data yang diperoleh.

Hal yang Noda darah yang diambil dari jari pasien pada hari yang ditentukan diteliti
Semua regimen perawatan kecuali Chloroquine menunjukkan laju hasil kesembuhan diatas 97% pada hari ke 14 dan 92% pada hari ke 28 (dikoreksi

Hasil

dengan PCR). Amodiaquine + Sulphadoxine sama efektif dengan Amodiaquine + Artesunat. Resiko timbulnya infeksi baru selama bulan terapi umumnya lebih besar pada Amodiaquine + Artesunat daripada Amodiaquine + Sulphadoxine.

Ditunjukan bahwa Amodiaquine + Sulphadoxine menghasilkan perawatan yang

Kesimpulan Komisi Etik

tidak mahal dan tersedia secara luas sangat berarti bagi penanganan kasus malaria di Madagascar dan peran penting Negara tersebut dimana banyak pasien yang tidak mengalami malaria namun diberikan terapi obat

Tidak tercantum

Nama Jurnal Judul Jurnal Penulis

Nigerian Journal of Clinical Practice

A cross sectional study of cutaneous drug reactions in a private dental college and government medical college in eastern India

1. C. Chattopadhyay

2.

N Chakrabarti

Diamati 2000 pasien ( pria dan wanita) di perguruan tinggi dalam kurun waktu

Kriteria Inklusi

3 tahun pada sebuah Perguruan Tinggi Kedokteran Pemerintah. Sampel merupakan yang diduga mengalami reaksi obat yang nampak selama rawat jalan perawatan gigi dan obat-obatan. (i) Pasien dengan umur dibawah 18 tahun dilaporkan untuk ditindaklanjuti pada

Kriteria Eksklusi

bidang pedriatri. Pasien diatas 75 tahun dianggap telah mengalami gangguan sistem imun. (iii) Reaksi obat yang penggunaannya tidak diketahui dikeluarkan dari pengamatan

Penelitian ini dilakukan di departemen bedah Mulut dan Maksilofasial di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi Swasta dan departemen Kedokteran Umum di Perguruan Tinggi Kedokteran selama 3 tahun. Dari 2000 pasien yang diamati dalam setiap perguruan tinggi yang mengalami pengobatan sebanyak 75 pasien di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi dan 200 pasien di Universitan Kedokteran Umum dilaporkan memiliki berbagai jenis reaksi obat pada kulit. Diagnosis dilakukan berdasarkan pada sejarah rinci termasuk hubungan antara penggunaan obat dan Metode timbulnya ruam, serta pemeriksaan klinis menyeluruh diluar sejarah penggunaan obat. Selain itu diagnosis didasarkan informasi mengenai alergi lain, komorbiditas, dan tingkat keparahan (apakah rawat inap diperlukan atau tidak) yang tercatat. Dilakukan pemeriksaan hematologi dan biokimia ( serum elektrolit, gula darah, fungsi ginjal dan hati) pada semua kasus. Tes VDRL dan HIV (ELISA) dilakukan ketika terdapat gejala yang menentukan factor risiko tertentu. Jika lebih dari satu obat yang dianggap menyebabkan reaksi alergi, sumber penyebab tersebut dicatan dan dikonfirmasi dengan penurunan ruam setelah penghentian penggunaan obat. Ruam yang terjadi disebabkan oleh obat diamati

berdasarkan pedoman program surveilans reaksi obat kolaboratif Boston. Total pasien pada rentang umur 18 hingga 75 tahun yang diamati Jumlah Sampel mengalami reaksi alergi berjumlah 75, dimana 45 orang wanita dan 30 orang pria pada Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi. 200 pasien yang diamati pada pasien di Perguruan Tinggi Kedokteran Umum Hal yang Hasil pemeriksaan klinik pasien selama 3 tahun diteliti Penyebab umum reaksi alergi diamati dalam penelitian ini adalah antibiotik dan NSAID. Dimana telah memberikan kontribusi 53% dan 40% dari jumlah reaksi alergi pada kulit masing-masing di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi dan 47,5% dan 45% di Perguruan Tinggi Kedokteran Umum. Kejadian yang diperoleh, sebanyak 6 pasien mengalami lupus eritematosus sistemik (SLE), 20 pasien dengan alergi rinitis dan 12 pasien dengan asma bronkial dalam proses keseluruhan. Lamanya pemberian obat bervariasi, dari 15 menit sampai 2 minggu. Reaksi yang paling umum adalah ruam makulopapular yang tercatat sejumlah 37 kejadian (50,5%), urtikaria 15 kejadian (20%), fixed drug eruption (FDR) 15 kejadian (20%), angioedema 6 kejadian (8%) di Perguruan Tinggi kedokteran gigi dimana kejadian tersebut sedikit berbeda dengan yang diamati pada Perguruan Tinggi Kedokteran Umum. Rawat Inap diperlukan dalam dua kasus sindrom Steven - Johnson yang disebabkan oleh NSAID di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi, sedangkan 11 pasien dirawat di rumah sakit untuk indikasi yang sama di Perguruan Tinggi Kedokteran Umum. Kecuali untuk ruam makulopapular, semua reaksi obat pada kulit lainnya diamati lebih sering akibat penggunaan NSAID di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi sedangkan Steven - Johnson sindrom ini terutama diamati pada Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi akibat penggunaan antikonvulsan. Dalam semua kasus, penggunaan obat dihentikan. Sebanyak 40% dari total pasien diberikan penanganan hanya berupa antihistamin, 35% diberikan penanganan berupa antihistamin dan kortikosteroid topikal dan sisanya diperlukan penanganan berupa kombinasi antihistamin, kortikosteroid oral dan topikal.
Ditunjukan bahwa Amodiaquine + Sulphadoxine menghasilkan perawatan yang tidak mahal dan tersedia secara luas sangat berarti bagi penanganan kasus malaria di Madagascar dan peran penting pada negara tersebut, dimana banyak pasien yang tidak mengalami malaria namun diberikan terapi obat

Hasil

Kesimpulan

Komisi Etik

Gejala alergi obat pasien tidak dapat dikonfirmasi ulang dengan pemberian obat yang diduga menyebabkan reaksi alergi obat

Nama Jurnal Judul Jurnal

Cancer Medicine Original Research

Penulis

Kriteria Inklusi

Exposure to welding fumes increases lung cancer risk among light smokers but not among heavy smokers: evidence from two casecontrol studies in Montreal 1. Eric Vallie 2. Javier Pintos 3. Jerome Lavoue 4. Marie-Elise Parent 5. Bernard Rachet 6. Jack Siemiatycki Pada studi I, sampel merupakan pria berusia 30-75 tahun yang mengalami kanker pada berbagai tempat pada tubuh yang bekerja di industri Pada studi II, sampel merupakan pria dan wanita berusia berumur 35-75 tahun yang menderita kanker paru-paru yang bekerja di industri Control yang disertakan merupakan populasi di daerah tempat tinggal pekerja yang mengalami berbagai macam kasus kanker
Tidak dijabarkan kriteria ekslusi pada kasus tersebut

Kriteria Eksklusi

Metode

Jumlah Sampel

Data diperoleh melalui sejarah pekerjaan secara mendetail melalui interview dan evaluai oleh para ahli kimia dan kesehatan ntuk menghitung derajat paparan perkiraan 300 senyawa tiap pekerjaan. Evaluasi dilakukan terhadap gas dan asap hasil pengelasan yang diduga sebagai penyebab kanker paru-paru . Penghitungan dilakukan pada nilai Odd Ratio (OR) dan selang kepercayaan (CI) 95% dari kanker paru-paru menggunakan regresi logistic, peningkatan sejarah merokok dan kovariat. Penggabungan data analisis dilakukan terhadap tipe kanker paru paru yang diidap, jenus sel squamus, dan berbagai sel muda. Studi 1 dilakukan pada tahun 1979 dan 1986 dengan 857 kasus dan 1066 kontrol. Studi 2 dilakukan pada tahun 1996-2001 dengan jumlah kasus 736 dan 894 kontrol

Hal yang Hubungan antara tipe kanker paru paru yang diidap, jenus sel squamus, berbagai sel muda serta sejarah merokok dan kerja diteliti Dari semua subjek, tidak terdapat hubungan signifikan antara kanker paru-paru dengan gas hasil las. (OR = 1.1; 95% CI = 0.9-1.4) atau percikan hasil las ( OR = 1.0; 95% CI = 0.8 -1.2). Pada perokok ringan, terjadi peningkatan risiko kanker paru dihubungkan dengan hasil asap pengelasan ( OR= 2.9; 95% CI = 1.7-4.8) dan percikan hasil pengelasan ( OR = 2.3; 95% CI = 1.3-3.8 ) dimana lebih tinggi dari nilai OR perkiraan nilai kumulatif dari semua yang dihasilkan. Ditunjukan bahwa tidak ada risiko berlebihan yang terdeteksi pada kanker paru-paru akibat asap pengelasan kalangan perokok moderat

Hasil

Kesim-

pulan

hingga perokok berat, tetapi di kalangan perokok ringan ditemukan resiko yang berhubungan dengan kelebihan kedua jenis asap las
Tidak disebutkan komisi etik pada kasus tersebut

Komisi Etik

Nama Jurnal Judul Jurnal

British Medical Journal

Infection with HIV and hepatitis C virus among injecting drug users in a prevention setting: retrospective cohort study Ingrid van Beek Robyn Dwyer Gregory J Dore Kehui Luo 5. John M Kaldor (i) Informasi semua pengguna obat-obatan injeksi pada pusat kota Sydney dari bulan Februari 1992 hingga Oktober 1995.(ii) Dikelompokkan menurut jenis kelamin (pria, wanita, transgender), Umur (< 20 tahun, 20-29 tahun, >20 tahun), durasi penggunaan ( <5 tahun, 5 tahun), tipe obat yang digunakan, penggunaan alat bersama, kondisi seksual, penanganan dengan methadone, sejarah menjadi tahanan penjara
Tidak dijabarkan kriteria ekslusi pada kasus tersebut

Penulis

1. 2. 3. 4.

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Pengguna obat injeksi sebanyak 1179 sampel dilakukan tes antibodi HIV-1 dan 1078 sampel utnuk antibodi terhadap virus hepatitis C dari bulan februari 1992 hingga Oktober 1995. Standar tes antibodi HIV dilakukan termasuk tes awal HIV berupa immunosorbent assay (ELISA) dengan pengujian blot konfirmasi. Tes antibodi virus hepatitis C dilakukandengan pengujian Monolisa R (ELISA), sebuah generasi kedua ELISA. Semua spesimen positif terhadap antibodi Metode hepatitis C virus menjalani tes ulang. Hanya mereka yang dites positif pada tahap kedua terhadap tes ulang yang dianggap positif. Dibuat Demografi dan perilaku faktor risiko untuk hepatitis serokonversi berupa karakteristik, karakteristik seksua, dan sejarah penggunaan narkoba enzim terhubung

yang diperoleh dari file di pusat klien medis. Semua informasi perilaku dicatat pada kunjungan klinik pertama yang dianggap sebagai risiko perilaku dalam 12 bulan sebelumnya. Untuk mengevaluasi kemungkinan bias dalam studi kejadian virus hepatitis C, dilakukan perbandingan antara penguji tunggal dan penguji ulang terhadap sampel yang negatif untuk antibodi terhadap virus hepatitis C pada tes awal. Perbedaan antara

kelompok subjek diperiksa pada masing-masing faktor risiko untuk dipertimbangkan dalam penelitian Jumlah Sampel Pengguna obat injeksi sebanyak 1179 sampel dilakukan tes antibodi HIV-1 dan 1078 sampel utnuk antibodi terhadap virus hepatitis C dari bulan Februari 1992 hingga Oktober 1995 pada pusat kota Sydney

Hal yang Data hasil serum antibodi dan data sejarah dan perilaku pasien diteliti
Insiden HIV1 antara 426 awalnya pengguna narkoba suntik seronegatif adalah 0.17/100 ( dua serokonversi ) orang per tahun dibandingkan dengan kejadian virus hepatitis C dari 20.9/100 ( 31 serokonversi )orang per tahun dan sebelumnya 152 pengguna narkoba suntik negatif untuk virus hepatitis C. Insiden virus hepatitis C di antara pengguna narkoba suntik berusia kurang dari 20 tahun adalah 75.6/100 orang pertahun. Faktor risiko independen untuk serokonversi virus hepatitis C adalah usia kurang dari 20 tahun dan riwayat penjara Dari data yang diperoleh, langkah-langkah pencegahan terhadap faktor risiko telah memberi kontribusi menurunkan prevalensi kejadian HIV1, penularan virus hepatitis C dari tingkat yang sangat tinggi, khususnya di kalangan muda pengguna narkoba suntikan. Tidak disebutkan komisi etik pada kasus tersebut

Hasil

Kesimpulan Komisi Etik

Nama Jurnal Judul Jurnal

International Journal of Pharma and Bio Sciences

A case study on drug induced hepatomegaly associated with dengue infection 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sathisha .T.G Pavithra. V Kasturi K Sambasiva Rao Krs Manjunatha Goud B.K

Penulis

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Bhavna Nayal (i) Pasien merupakan bayi berumur 6 bulan dengan berat badan 6.5 kg (ii) memiliki gejala penyakit berupa gejala menyerupai flu dan mengalami menggigil serta kaku selama seminggu (iii) mengalami lesu sejak 2 hari setelah dirujuk ke rumah sakit (iv) menerima obat berupa nimesulide 50 mg/5ml dan paracetamol 125 mg/5ml 2 kali sehari selama 4 hari Tidak dijabarkan kriteria ekslusi pada kasus tersebut

Metode

Jumlah Sampel

Dilakukan tes laboratorium pada pasien, berupa pemeriksaan hemoglobin, trombosit dan platelet. Selanjutnya diikuti pemeriksaan pap peripheral, WBC, tes fungsi hati ( SGOT, SGPT, ALP ), tingkat bilirubin, pemeriksaan ultrasonigrafi, dan esitmasi elisa melaui IgG serta IgM. Seorang bayi berumur 6 bulan

Hal yang Data hasil serum antibodi dan data sejarah dan perilaku pasien diteliti Dari tes laboratorium diperoleh data rendahnya tingkat hemoglobin dan trombosit 9.3g/dl dan penurunan signifikan jumlah platelet menjadi 22.000 /cumm dari tingkat normal 1,5-4,5 lakh / cumm. Pemeriksaan pap peripheral menunjukkan normositik sel hipokromik, WBC menunjukan neutrofil yang dominan. Trombosit yang menurun tajam, tidak terdapat hemoparasit atau sel-sel abnormal yang diamati. Tes fungsi hati menunjukkan peningkatan terhadap Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase [SGOT] atau aspartate transaminase dari 37IU / L menjadi 26.600 IU / L, Serum Piruvat Glutamat Transaminase [SGPT] atau alanin transaminase dari 42 IU / L menjadi 917IU / L, alkali fosfatase [ALP] dari 660IU / L menjadi 2000IU / L menunjukkan kerusakan sel hati. Terjadi gangguan tingkat bilirubin, bilirubin total 0.6mg/dl, bilirubin langsung 0.2mg/dl, bilirubin tidak langsung 0.4mg/dl dengan selisih dari tingkat enzim normal menunjukkan adanya agen yang menginduksi terjadi hal tersebut, yaitu yang diduga adalah nimesulide yang menyebabkan gangguan hati. Pemeriksaan

Hasil

ultrasonografi abdomen menunjukan hepatomegali moderat dengan kondisi limpa normal. Estimasi ELISA demam berdarah melalui IgG menunjukkan nilai indeks negatif dan IgM menunjukkan nilai indeks positif mengkonfirmasikan infeksi baru terhadap virus dengue. Semua pemeriksaan klinis dan laboratorium menunjukkan hepatomegali moderat. Injeksi monocef, dan tetes zincovit diberikan pada pasien. Setelah dilakukan penghentian penggunaan nimesulide dan dilanjutkan dengan perawatan penunjang menunjukan peningkatan konsdi klinik pasien. Sehingga disimpulkan bahwa nimesulide menyebabkan hepatotoksisitas. Namun mekanisme hepatotoksisitas nimesulide belum diketahui Kesimpulan Komisi Etik
Kejadian hepatotoksisitas disebabkan karena penggunaan Nimesulide merupakan kasus yang jarang terjadi, namun resep obat tersebut harus dilarang, setidaknya untuk anak-anak. Apabila obat tersebut harus diresepkan, serum transaminase pasien harus dipantau dari minggu pertama asupan. Tidak disebutkan komisi etik pada kasus tersebut

Anda mungkin juga menyukai