Anda di halaman 1dari 24

SISTEM UROLOGI

UROLITHIASIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1


1. Benny Dicky P 2. Apricila Fitria Hastuti 3. Liana Friska 4. Monanda Chintya R 5. Bani Larasati 1010711050 1010711055 1010711023 1010711061 1010711067

S1 Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Tahun Ajaran 2010 / 2011 Universitas Pembangunan Nasional VeteranJakarta

BAB I PENDAHULUAN

I.

LATAR BELAKANG Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman

Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi. Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 112 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

II.

RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan Urolithiasis? 2. Apa yang menyebabkan Urolithiasis? 3. Bagaimana patofisisologi Urolithiasis?

4. Bagaimana manifestasi klinik Urolithiasis? 5. Bagaimana cara penatalaksanaan urolithiasis? 6. Bagaimana cara pencegahan Urolithiasis? 7. Bagaimana komplikasi Urolithiasis? 8. Bagaimana asuhan keperawatan Urolithiasis?

III.

TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian Urolithiasis. 2. Untuk mengetahui penyebab penyakit Urolithiasis. 3. Untuk mengetahui pathofisiologi Urolithiasis. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit Urolithiasis. 5. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan penyakit Urolithiasis. 6. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit Urolithiasis. 7. Untuk mengetahui komplikasi Urolithiasis. 8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Urolithiasis.

BAB I PEMBAHASAN

I.

Definisi Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal)

pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (brunner and suddatrh, 2002: 1460). Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih (urolithiasis), Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000). Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung komponen kristal dan matriks organik. (Suyono, 2001).

II. Etiologi Factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan batu: 1. Idiopatik.

2. Gangguan saluran kemih : fomisis, striktur meatus, hipertrofi prostate, refluks vesikoureteral, ureterokele, konstriksi hubungan ureteropelvik. 3. Gangguan metabolisme : hiperparatiroidisme, hiperurisemia, hiperkalsiuria.

Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan hiperkalsiuria (kalsium urin tinggi) dapat disebabkan oleh: a. Hiperparatiroidisme b. Asidosis tubular renal c. Malignasi d. Penyakit granulamatosa (sarkoidosis, tuberculosis), yang menyebabkan

peningkatan produksi vitamin D oleh jaringan granulamatosa. e. Masukan vitamin D yang berlebihan. f. Masukan susu dan alkali. g. Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia, mieloma multiple), yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang. 4. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease ( Proteus mirabilis). 5. Dehidrasi : kurang minum, suhu lingkungan tinggi. 6. Benda asing : fragmen kateter, telur sistosoma. 7. Jaringan mati (nekrosis papil). 8. Multifaktor : anak di negara berkembang, penderita multitrauma. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi : a. Herediter : diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. b. Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

c. Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Faktor ekstrinsik, meliputi: a. Geografi, pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu). b. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. c. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. d. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

III. Teori Terbentuknya Urolithiasis Atau Batu Ginjal Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik ataupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara lain: a. Teori inti matriks Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organic sebagai inti. Substansia organic ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu. b. Teori supersaturasi Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. c. Teori presipitasi-kristalisasi Perubahan PH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat. d. Teori berkurangnya factor penghambat

Berkurangnya factor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing. Factor lain terutama factor eksogen dan lingkungan yang diduga ikut mempengaruhi kalkuligenesis antara lain: 1. Infeksi Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk ammonium akan mengubah PH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada. 2. Obstruksi dan stasis urin Adanya obstruksi dan stasis urin akan mempermudah terjadinya infeksi. 3. Jenis kelamin Data menunjukkan bahwa batu saluran kencing lebih banyak ditemukan pada pria. 4. Ras Batu saluran kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia sedangkan pada penduduk Amerika dan Eropa jarang. 5. Keturunan Riwayat anggota keluarga yang mempunyai batu saluran kencing mempunyai factor resiko lebih besar menderita batu saluran kencing dibandingkan dengan tidak mempunyai riwayat tersebut. 6. Air minum Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kencing.

7. Pekerjaan Pekerja-pekerja keras seperti buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kencing daripada pekerja-pekerja yang lebih banyak duduk. 8. Makanan Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makan protein hewani angka morbiditas batu saluran kencing berkurang, sedangkan pada golongan masyarakat dengan kondisi social ekonominya rendah lebih sering terjadi. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kencing (buli-buli dan uretra) dan hanya sedikit yang ditemukan menderita batu ginjal atau piala. 9. Suhu Tempat bersuhu panas misalnya di daerah tropis di kamar mesin, meyebabkan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.

IV. Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (map), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. a. Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.

Hiperoksaluria : Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.

Hiperurikosuria : Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.

Hipositraturia : Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.

Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat

b. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. c. Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (ph kurang dari 6, volume urine kurang dari 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria).

V. Patofisiologi Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu. Seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status cairan pasien. Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa (sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya ammonia alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.

Patoflow Urolitiasis Nefrolitiasis

Tindakan

Pembedahan

Konservatif

Nefrolithotomi

Ruang Pemulihan

Anestesi

Luka terbuka

Luka Sayatan

Tidak adekuat informasi

Kelemahan Fisik

Aspirasi

Peristaltik usus menurun

Organisme di entre

Sel Rusak

Kurangnya pengetahuan

Kurang perawatan diri

Akumulasi skret

Nafsu makan menurun

Resiko infeksi

Mediator bradikinin serotamin


Inflamasi

Cemas

Tidak Efektifnya Jalan Napas

Gangguan Nutrisi

Stimulasi reseptor

Edema

Nyeri
Compresi

VI. Manifestasi Klinis a. Nyeri : pola tergantung pada lokasi sumbatan 1) Batu di piala ginjal berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. 2) Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. 3) Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien. b. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvic ginjal serta uretr paroksimal yang menyebabkan kolik. Nyeri hilang setelah batu keluar. c. Batu ureter yang besar menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke ureter (kolik uretra). d. Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitis. e. Sumbatan : batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih : demam dan menggigil. f. Gejala gastrointestinal : meliputi mual, muntah, diare

VII. Pemeriksaan Diagnostik 1. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukan SDM, SDP, kristar (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau bau kalsium fosfat).

2. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat. 3. Kultur urin: mungkin menunjukan ISK (Stapilococus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas) 4. Survey biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit. 5. BUN/ Kreatinin Serum Urine: abnormal (tinggi padsa serum/redah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan

iskemia/nekrosis. 6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukan adanya asidosis tubulus ginjal. 7. Hitung darah lengkap: SDP mungkin meningkat menunjukan infeksi/septikemia. 8. SDM: biasanya normal. 9. Hb/Ht: abnormal jika pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi/gagal ginjal) 10. Hormon paratiroid: mungkin meningkat jika ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine). 11. Foto rontgen KUB: menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter. 12. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. 13. Sisteureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan/atau efek obstruksi. 14. CT Scan: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter dan distensi kandunng kemih. 15. Ultrasound ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

VIII. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Indikasi pengeluaran batu saluran kemih: Obstruksi jalan kemih Infeksi Nyeri menetap atau nyeri berulang-ulang Batu yang agaknya menyebabkan infeksi atau obstruksi Batu metabolic yang tumbuh cepat.

a. Pengurangan nyeri Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat diarea panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin yang besar. b. Pengangkatan batu Pemeriksaan sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. c. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL) Adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

d. Metode Endourologi Pengangkatan Batu Mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (atau nefrolitotomi perkutan) dilakukan dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim ginjal. e. Ureteroskopi Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat. f. Pelarutan batu Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). g. Pengangkatan batu Jika batu terletak didalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada ureter diangkat dengan ureterolitotomi dan sistotomi jika batu berada dikandung kemih. Jika batu berada dikandung kemih; suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke dalam kandung kemih; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit pada alat ini. prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

IX. Komplikasi a. Obstruksi Ginjal b. Perdarahan c. Infeksi d. Hidronefrosis

X. Pencegahan Batu ginjal terutama mengandung kalsium, fosfor dan atau oksalat. Pencegahan batu ginjal makanan dan minuman yang harus dibatasi: 1. Makanan kaya vitamin D harus dihindari (vitamin D meningkatkan reabsorpsi kalsium). 2. Garam meja dan makanan tinggi natrium harus dikurangi (Na bersaing dengan Ca dalam reabsorpsinya diginjal). 3. Daftar makanan berikut harus dihindari : a. Produk susu: semua keju (kecuali keju yang lembut dan keju batangan); susu dan produk susu (lebih dari cangkir per hari); krim asam (yoghurt). b. Daging, ikan, unggas: otak, jantung, hati, ginjal, sardine, sweetbread, telur, ikan. c. Sayuran: bit hijau, lobak, mustard hijau, bayam, lobak cina, buncis kering, kedelai, seledri. d. Buah: kelembak, semua jenis beri, kismis, buah ara, anggur. e. Roti, sereal, pasta: roti murni, sereal, keripik, roti gandum, semua roti yang dicampur pengembang roti, oatmeal, beras merah, sekam, benih gandum, jagung giling, seluruh sereal kering (kecuali keripik nasi, com flakes). f. Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang dibuat dari susu atau produk susu. g. Lain-lain: kacang, mentega kacang, coklat, sup yang dicampur susu, semua krim, makanan pencuci mulut yang dicampur susu atau produk susu (kue basah, kue kering, pie). Tabel 1. Tindakan atau terapi untuk pencegahan timbulnya kembali batu saluran kemih
JENIS BATU FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA BATU JENIS OBATTINDAKAN MEKANISME KERJA OBAT

KALSIUM

Hiperkalsiuri absorbtif

Natrium selulosa fosfat

Mengikat Ca dalam usus absorbsi Reabsorbsi Ca di tubulus Sintesa vitamin D Urin inhibitor

Thiazide

Orthofosfat

Hiperkalsiuri renal

Thiazide

Reabsorbsi Ca di tubulus Resorpsi Ca dari tulang pH urine sitrat ca

Hiperkalsiuri resorptif

Paratiroidektomi

Hipositraturi

Potasium sitrat

Hipomagnesiuri Hiperurikosuri

Magnesium sitrat Allopurinol Potasium alkali Allopurinol Pyrodoxin Kalsium suplemen Antibiotika AHA (Aminohydroxamic acid) Hidrasi cukup Potasium alkali allopurinol

Mg urine Urat pH urat

Hiperoksaluria

MAP

Infeksi

Eradikasi infeksi Urease inhibitor

Urat

Dehidrasi (pH urine ) hiperurikosuri

pH urat

XI. Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Data Fokus

Data Subjektif
1) 2) 3) 4) Klien mengeluh nyeri tidak bisa ditahan Klien mengeluh demam Klien mengatakan mual dan muntah Klien mengatakan BAK sedikit dan bila diraba pada urine seperti ada pasir 1) 2) 3) 4) 5)

Data Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD : 150/90 mmhg N : 110x/menit S : 38 c Pada saat dipalpasi didapatkan nyeri

5) Klien mengatakan bekerja sebagai supir truk dan mempunyai kebiasaan jarang minum air mineral 6) Klien mengatakan hobi makan jeroan dan minum soft drink

tekan pada daerah susut costo-vertebra 6) Pada saat diperkusi didapatkan nyeri ketuk pada daerah costo vertebra 7) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : 8) Uric acid : 8 mg/dl 9) BUN : 80 mg/dl 10) Creatinin : 1,7 mg/dl 11) Leukosit : 14000 u/l 12) Rencana besok akan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP dan USG Ginjal

2. Analisa data

Data Ds :
1) klien mengeluh nyeri tidak bisa ditahan 2) klien mengatakan mual dan muntah Do : 1) pada pemeriksaan fisik didapatkan : 2) TD : 150/90 mmHg 3) N : 110x/menit 4) Pada saat dipalpasi didapatkan nyeri tekan pada daerah susut costovertebra 5) Pada saat diperkusi didapatkan nyeri ketuk pada daerah costo vertebra Ds: 1) klien mengatakan BAK sedikit dan bila diraba pada urine seperti ada pasir 2) klien mengatakan bekerja sebagai supir truk dan mempunyai kebiasaan jarang minum air mineral 3) klien mengatakan hobi makan jeroan dan

Masalah Nyeri

Etiologi
peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

Gangguan eliminasi urine

stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan

minum sift drink Do : 1) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan: - Uric acid : 8 mg/dl - BUN : 80 mg/dl - Creatinin : 1,7 mg/dl Ds : 1) klien mengeluh demam Do : 1) S : 38 c 2) Leukosit : 14000 u/l

Infeksi

pembentukan batu pada traktus urinarius

B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler. 2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan. 3. Infeksi b/d pembentukan batu pada traktus urinarius C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan,


edema dan iskemia seluler. Kriteria evaluasi: Pasien akan: Melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol. Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi

Rasional

Mandiri 1. Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-10) 1. Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebaran. Perhatikan tanda non-verbal, dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri

contoh peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.

panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tibatiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat. 2. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu. 3. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan memningkatkan koping. 4. Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.

2. Jelaskan penyebab nyeri dan petingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.

3. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat. 4. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapeutik.

5. Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai 5. Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan mencegah statis urine dan membantu sedikitnya 3-4 liter per hari dalam toleransi mencegah pembentukan batu selanjutnya. jantung. 6. Perhatikan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen. 6. Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area parineal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut. 7. Biasanya diberikan selama episode akut untuk mrnurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot. Meurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri. Mungkin digunakan untuk memnurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu. 8. Menghilangkan tegangan otot dan dapat

Kolaborasi 7. Berikan obat sesuai indikasi: Narkotik,contoh meperidin (demerol), morfin. Antispasmodik, contoh flavoksat (uripas), oksibutin. Korikosteroid.

8. Berikan kompres hangat pada punggung.

menurunkan refleks spasme. 9. Pertahankan patensi kateter bila digunakan. 9. Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal
dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan Kriteria evaluasi: Pasien akan: Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya. Tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi Rasional Mandiri 1. Tentukan pola berkemih normal pasien dan 1. Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas perhatikan variasi. saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal. 2. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. 2. Peningkatan dehidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu. 3. Periksa semua urine. Catat adanya keluaran 3. Penemuan batu memungkinkan batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa. identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi. 4. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; 4. Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan distensi jaringan (kandunng kemih/ginjal) penurunan keluaran urine, adanya edema dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal. periorbital/tergantung. Kolaborasi 5. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, kreatinin. 6. Ambil urin untuk kultur dan sensitivitas. 7. Berikan obat sesuai indikasi, contoh: Asetazolamid (diamox), alupurinol (ziloprim). Hidroklorotiazid (esidrix, hidroiuril),

5. Peninggian BUN, kreatini dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal. 6. Menentukan adanya ISK, yang menjadi penyebab atau gejala komplikasi. 7. Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurunkan pembentukan batu asam. Mungkin digunakan untuk mencegah statis

klotalidon (higroton). Amonium klorida: kalium atau natrium fosfat. Agen antigout, contoh alupurinol (ziloprim). Antibiotik. Natrium bikarbonat. Asam askorbat.

8. Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila menggunakan. 9. Irigasi dengan asam atau larutan alkallin sesuai indikasi. 10. Siapkan pasien/bantu untuk prosedur endoskopi Kolaborasi 11. Stents ureteral.

urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium bila tidak berhubungan dengan proses penyakit dasar seperti hipertiroidisme primer atau abnormalitas vitamin D. Menurunkan pembentukan batu fosfat. Menurunkan produksi asam urat/ potensial pembentukan batu. Adanya ISK/alkalin urine potensial pembentukan batu. Mengganti kehilangan yang tidak dapat diatasi selama pembuangan bikarbonat dan/atau alkalinasi urine dapat menurunkan atau mencegah pembentukan beberapa kalkuli. Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin. 8. Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi dan komplikasi. 9. Mengubah pH urine dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya. 10. Kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin digerakan oleh sistokop endoskopi dengan penangkapan batu dalam kantung kateter. 11. Kateter diposisikan diatas batu untuk meningkatkan dilatasi uretra/lewatnya batu. Irigari kontinu atau intermiten dapat dilakukan untuk membilas ureter dan mempertahankan pH urine.

3. Infeksi b/d pembentukan batu pada traktus urinarius


Kriteria evaluasi: Tanda-tanda infeksi berkurang. INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji suhu pasien setiap 4 jam dan lapor Tanda vital menandakan adanya perubahan jika suhu 38,50 2. Catat karakteristik urine di dalam tubuh Untuk mengetahui/mengidenfikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan 3. HE kepada pasien dan keluarga pasien Untuk mencegah statis urine untuk minum 2 3 liter jika tidak ada ontra indikasi 4. Monitor pemeriksaan ulang urin kultur Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan dan sensitifitas untuk menentukan respon terhadap keadaan penderita terapi 5. Berikan perawatan perineal, pertahankan Untuk agar tetap bersih dan kering menjaga kebersihan dan

menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

Daftar Pustaka
Doenges Marlyn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai