Anda di halaman 1dari 8

SISTEM HUKUM INTERNASIONAL

SISTEM : Seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas Susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan HUKUM : Peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau negara yang berlaku bagi semua orang dalam negara INTERNASIONAL : Negeri-negeri atau bangsa-bangsa seluruh dunia Semua negara di dunia /komunitas internasional SISTEM HUKUM INTERNSIONAL : Satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional (semua negara di dunia) yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap negara, diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara. MAKNA HUKUM INTERNASIONAL : J.G.Starke : Sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara satu sama lain Mochtar Kusumaatmadja : Keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara : Negera dan negara Negara dan subyek hukum lain bukan negara atau Subyek hukum bukan negara satu sama lain Wirjono Prodjodikoro : Hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai negara Prof.Charles Cheney Hyde : Peraturan-peraturan hukum mengenai : Pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga organisasi-organisasi internasional Hubungan-hubungan lembaga-lembaga dan organisasi organisasi masing-masing Hubungan negara-negara dan individu-individu Peraturan-peraturan hukum mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional Sam Suhaedi : Himpunan aturan , norma, dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional Bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar bangsa antara negara dengan negara atau negara dengan subyek hukum

ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL Asas : dasar , prinsip Asas Hukum Internasional meliputi : a. Asas Teritorial Didasarkan pada kekuasaan negara atas daerah atau wilayahnya.Negara mempunyai hak untuk menerapkan hukum yang berlaku di wilayahnya terhadap semua orang dengan sepenuh-penuhnya tanpa tekanan kekuasaan dari negara lain. Siapa yang melakukan kesalahan di wilayah negara itu, maka negara itu berhak untuk menindaknya dengan seadil-adilnya. b. Asas Kebangsaan Didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Artinya, hukum ini berlaku bagi warga negaranya dimanapun berada walaupun perbuatan melawan hukum yang dilakukan di luar negeri atau di negara lain. c. Asas Kepentingan Umum Hukum internasional diciptakan adalah untuk kehidupan atau kepentingan bersama, bukan hanya untuk negara besar atau kaya saja, tetapi harus benar-benar mengabdi pada kepentingan umum masyarakat internsional. d. Ne Bis In Idem Salah satu asas dalam hukum pidana internasional adalah ne bis in idem. Maksud dari asas tersebut sebagai berikut : 1) Tidak seorangpun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang untuk Itu yang bersangkutan telah diputus bersalah atau di bebaskan, kecuali apabila dalam statuta karena keadaan tertentu ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu. 2) Tidak seorangpun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan dimana orang tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana internasional 3) Tidak seorangpun yang telah diadili oleh suatu pengadilan di suatu negara mengenai perbuatan yang dilarang berdasarkan pasal 6, pasal 7, dan pasal 8 boleh diadili berkenaan dengan perbuatan yang sama, kecuali kalau proses perkara dalam pengadilan oleh negara tertentu memiliki kriteria sebagai berikut : a). Bertujuan untuk melindungi orang yang bersangkutan dari pertanggung jawaban pidana untuk kejahatan yang berbeda didalam yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court). b). Perbuatan tidak dilakukan mandiri dan dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan alasan diajukannya yang bersangkutan ke depan pengadilan dan tidak selaras dengan kaidah hukum internasional e. Pacta Sunt Servanda Pacta Sunt Servanda merupakan asas yang dikenal dalam perjanjian internasional. Asas ini menjadi kekuatan hukum dan moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional. Asas ini dapat diartikan bahwa setiap perjanjian internasional yang telah disepakati bersama harus diataati dan dilaksanakan oleh semua pihak tanpa ada pengingkaran (pasal 26 Konvensi Wina 1969). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara yang mengikatkan diri.

f.

Jus Cogenst Dalam perjanjian internasional pun dikenal asas Jus Cogens. Maksudnya adalah bahwa perjanjian internasional dapat batal demi hukum jika pada pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar dari hukum internasional umum (pasal 53 Konvensi Wina 1969). Suatu kaidah atau norma yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan sebagai suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan hanya dapat diubah oleh norma dasar hukum internasional yang baru yang memiliki sifat sama (pasal 64 Konvensi Wina 1969). Jika timbul Jus Cogens baru, maka perjanjian internasional yang mengandung Jus Cogens tidak berlaku lagi dan para negara dibebaskan dari kewajiban-kewajiban un tuk melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut. Namun demikian , hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum serta keadaan hukum tertentu yang telah diperoleh negara peserta berdasarkan perjanjian tersebut tidak langsung menjadi batal, kecuali bila hak , kewajiban, dan keadaan tersebut jelas bertentangan dengan Jus Cogens yang baru itu (pasal 7 Konvensi Wina 1969). g. Inviolability dan Immunity Dalam hukum diplomatik dan konsuler dikenal asas Inviolability dan Immunity. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler , Inviolability merupakan terjemahan dari Istilah inviolable yang artinya seorang pejabat diplomatik tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima dan sebaliknya negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan. Dengan asas Immunity, hal ini berarti bahwa pejabat diplomatik kebal terhadap yurisdiksi dari hukum negara penerima, baik hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler diperinci menjadi tiga bagian, yaitu kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman, serta kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik

SUMBER SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Secara Umum a. Kebiasaan b. Traktat c. Keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrasi d. Karya-karya hukum e. Keputusan atau ketetapan organ-organ / lembaga internasional Menurut pasal 38 ayat 1 statuta Mahkamah Internasional a. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus b. Kebiasaan internasional (international custom) c. Prinsip -prinsip hukum umum (general principles of law) atau asas-asas hukum internasional yang diakui oleh negara-negara beradab d. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified publicists) yang merupakan sumber tambahan hukum internasional

Dibedakan menjadi dua yaitu : a. Sumber Hukum Material Membahas dasar berlakunya hukum, mengapa hukum itu mengikat. Untuk menjawab pertanyaan ini ada dua aliran, yaitu naturalis dan positivisme. Aliran Naturalis Aliran ini bersandar pada hak asasi atau hak-hak alamiah, berpandangan bahwa prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum berasal dari prinsip-prinsip hukum alam (hukum Tuhan) yang berlaku universal. Menurut aliran ini , Tuhan mengajarkan bahwa umat manusia dilarang berbuat jahat dan sebaliknya harus berbuat baik antara yang satu dan yang lainnya demi keselamatan bersama. Tokoh aliran ini adalah : Hugo de Groot (Grotius). Lainnya adalah Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez, dan Alberico Gentilis. Aliran Positivisme Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan negaranegara untuk mengikatkan diri pada kaidah-kaidah hukum internasional tersebut. Aliran positivis berpandangan bahwa hukum yang mengatur hubungan-hubungan antar negara merupakan prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara atas kemauan mereka sendiri. Tokoh aliran ini adalah Cornelius van Bynkershoek, sedangkan yang lainnya adalah Prof. Richard Zouche dan Emerich de Vattel. b. Sumber Hukum Formal Membahas asal ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkrit. Menurut Mochtar Kusumaatmadja sumber hukum internasional dalam arti formal adalah sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh mahkamah internasional didalam memutuskan suatu sengketa internasional. SUBJEK- SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Negara Tahta suci Palang merah internasional Organisasi internasional Orang perseorangan (individu) Pemberontak dan pihak dalam sengketa Genocida , dll.

PERANAN LEMBAGA PERADILAN INTERNASIONAL MI berkedudukan di DEN HAAG, Belanda Keanggotaan terdiri atas ahli hukum dari berbagai negara anggota PBB terdiri atas 15 orang hakim yang terpilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum Masa jabatannya 9 tahun, tugasnya adalah memberikan saran, pendapat dan nasehat tentang persoalan hukum kepada DK dan MU bila diminta, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang di serahkan kepada MI MI memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali Bahasa resmi yang dipergunakan MI menurut pasal 39 statuta adalah Perancis dan Inggris. Mahkamah dapat mengizinkan penggunaan bahasa lain atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa. KEWENANGAN MAHKAMAH INTERNASIONAL Wewenang Mahkamah Internasional dibedakan menjadi 2 : RATIONE PERSONAE/ RASIONAL PERSIONAL Yaitu siapa-siapa yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah . Pada prinsipnya, Mahkamah hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari STATUTA semua anggota PBB sebanyak 189 negara . Selain anggota PBB dapat menjadi anggota STATUTA Mahkamah / Peserta Piagam Mahkamah, ketentuan / syarat-syarat akan dapat ditetapkan MU atas usul (Rekomendasi) DK (35 (2) STATUTA) Individu dan organisasi-organisasi Internasional tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di depan Mahkamah KEDUDUKAN INDIVIDU Seseorang yang dinyatakan bersalah berdasaekan hukum Internasional berkewajiban untuk menuntutnya. Adapun bila ada penolakan akses terhadap akses individu-individu ke mahkamah Internasional bukan berarti bahwa sengketa-sengkata atau pelanggaran hukum yang diajukan ke mahkamah yang tidak pernah menyangkut individu-individu. Namun harus melalui Mekanisme perlindungan Diplomatik di biadang pertanggung jawaban Internasional, negara negara dapat mengambil alih dan memperjuangkan kepentingankepentingan warga negaranya di depan Mahkamah KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL Pasal 34 (1) STATUTA hanya memperbolehkan negara-negara untuk mengajukan suatu sengketa ke Mahkamah Pasal 34 (2) (3) menjelaskan kemungkinan ada kerjasama organisasi-organisasi Internasional dan Mahkamah Mahkamah menentukan syarat-syarat kerjasama dengan organisasi-organisasi Internasional

Langkah Pertama Yang Dilakukan Sebagai Berikut :

Meminta kepada organisasi-organisasi Internasional keterangan-keterangan mengenai soal-soal yang diperiksanya Organisasi-organisasi Internasional dengan Inisiatif sendiri, mengirim keterangan keterangan yang diperlukan ke Mahkamah Bila dalam pemeriksaan perkara, mahkamah terpaksa menginterpertasikan (menapsirkan) Piagam Konstitutif suatu organisasi Internasional / suatu Konvensi (kesepakatan, perjanjian) atas dasar piagam tersebut. Panitera (penulis, sekvetaris pengadilan) Mahkamah berhak meminta keterangan kepada organisasi Internasional dan mengirimkannya secara tertulis kepada Mahkamah

RATIONE MATERIAE/ RATIONAL MATERIAL Yaitu mengenai jenis-jenis sengketa yang dapat diajukan . Menurut pasal 36 (1) wewenang Mahkamah meliputi semua perkara yang di ajukan pihak-pihak yang bersengketa dari semua hal, terutama yang terdapat pada Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian konvensi-konvensi yang berlaku. Selanjutnya, wewenang mahkamah pada prinsipnyabersifat Fakultatif. Berarti bila terjadi suatu sengketa antara 2 negara, Intervensi Mahkamah baru dapat terjadi bila negara-negara yang bersengketa dengan persetujuan bersama membawa perkara mereka ke Mahkamah. KOMPROMI Kesepakatan negara-negara yang bersengketa dituangkan dalam suatu Kompromi. Kompromi hanya berisikan persetujuan pihak-pihak yang bersengketa untuk mengajukan perkara mereka ke Mahkamah. WEWENANG WAJIB Dapat terjadi karena negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan menerima wewenang Wewenang wajib dibedakan menjadi 2 (dua) : Berdasarkan ketentuan Konvensional (kesempatan, kemupakatan, umum) Dalam prakteknya wewenang wajib diterima dalam bentuk Klausula khusus atau dalam bentuk perjanjian-perjanjian umum Klausula khusus terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjian itu sendiri Klausula bertujuan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang di muka Mahkamah

Klausula khusus di jumpai dalam perjanjian-perjanjian damai Tahun 1919. Perjanjian-perjanjian wilayah mandat dan minoritas. Terdapat dala konvensi-konvensi kodifikasi (kitab perundang-undangan) Baru, misalnya Hub . Diplomatik (hub dua negara) Tahun 1961 dan konvensi WINA tahun 1969 Klausula Opsional (bersifat pilihan) pasal 36 (2) STATUTA Kesimpulan materi pendapat yang tidak mengikat s/d selesai Terdapat perbedaan antara fungsi penyelesaian sengketa dan fungsi Konsultatif dari Mahkamah Keputusan Mahkamah merupakan keputusan hukum yang mengikat Pihak-pihak yang bersengketa Pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan keputusan hukum yang tidak mempunyai kekuatan mengikat. Yang dikeluarkan mahkamah hanya suatu pendapat, bukan merupakan putusan. Pendapat ini bertujuan memberikan penjelasan-penjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada mahkamah atas permasalahan hukum. Jika pihak-pihak bersengketa menerima pendapat-pendapat mahkamah semata-mata kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri Keputusan Mahkamah 3 bagian sbb : 1. Berisikan konposisimahkamah informasi pihak-pihak yang bersengketa, serta wakil-wakilnya, analisis mengenai fakta-fakta yang bersengketa 2. Berisikan penjelasan mengenai motivasi 3. Berisikan Disposistif, berupa keputusan Mahkamah yang mengikat negara-negara yang bersengketa Pasal 57 Statuta : Menjelaskan tentang pendapat terpisah adalah bila suatu keputusan tidak mewakili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim, maka hakim-hakim yang lain berhak memberikan pendapat secara terpisah. Dengan kata lain, pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim. Sikap kita terhadap keputusan Mahkamah harus mendukung setiap keputusan Mahkamah Internasio nal / MI bila keputusan mahkamah telah melalui suatu proses dan memenuhi persyaratan-persyaratan hukum, diterima pihak-pihak bersengketa karena memiliki nilai-nilai keadilan demi perdamaian.

Secara normatif keharusan untuk menyelesaikan sengketa secara damai diatur dalam pasal (1) konvensi mengenai penyelesaian sengketasengketa secara damai, di tandatangani Deen Haag 18 Oktober 1907 ditetapkan oleh pasal (2) ayat (3) Piagam PBB, Diperkuat oleh deklarasi prinsip-prinsip hukum Internasional mengenai hubungan persahabatan dan kerjasama antar negara yang diterima MU PBB 24 Oktober 1970 Penyelesaian sengketa Internasional harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum Internasional yang berlaku. Diatur dalam deklarasi persahabatan dan kerjasama antar negara, 24 Oktober 1970. (A/RES/2625), Deklarasi Manila 15 Novenber 1982 (A/RES/37/10) Pasal 53 Statuta Menyatakan bila satu pihak tidak muncul di Mahkamah atau tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta Mahkamah mengambil keputusan mendukung tuntutannya. Negara yang bersengketa kemudian tidak hadir di Mahkamah atau tidak akan menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan. Keputusan itu diambil dengan syarat sesuai dengan pasal 53 ayat (2) Statuta, bahwa sebelum menjatuhkan keputusan kepada pihak yang tidak hadir, Mahkamah harus yakin bahwa ia bukan saja punya wewenang, tetapi atas fakta dan hukum. Jadi pihak yang di hukum sekalipun tidak hadir tidak dapat menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah.

Anda mungkin juga menyukai