Anda di halaman 1dari 4

contoh-konsep ta'awun dan antarodin dalam lembaga keuangan mikroskripsi

1. Taawun dan Antarodin dalam Lembaga Keuangan Mikro

Untuk memulai usaha diperlukan modal seberapa pun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada rekan-rekannya (taawun). Jika tidak tersedia, peran institusi keuangan(LKM) menjadi sangat penting karena dapat menyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha. Dalam Islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang,1 bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan (ukhuwah). Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hubungan itu tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh Islam. Misalnya menggunkan bunga (interest rate) yang merupakan riba. Karena itu, pihak-pihak yang berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh Islam.2 Contoh beberapa akad praktis yang bias digunakan dalam hal ini: Al Murabahah, BAIAS-Salam, BAIAL-Istishna, Al-Mudharabah, Musyarakah dan Al Ijarah. Sehubungan dengan beragamnya bentuk dari lembaga keuangan mikro, diantaranya berbentuk BMT, Koperasi dan Grameen Bank, beragam pulalah jenis dan pola yang diterapkan. Misalnya perbedaan dan persamaan antara Koperasi yang mengusung prinsip mutualisme (riba) dan BMT yang menerapkan prinsip syariah(nirriba). Meminjamkan perkataan Sri Edi Swasono3 yang menyebutkan bahwa pemikiran strukturalisme4dan pemikiran ekonomi syariah bertemu dalam, dua substansi pokok, yaitu mengatasi ketidakadilan sosial dan mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural sebagai yang menjadi sumber ketidakadilan itu sendiri. Maka dari itu Sri Edi Swasono menawarkan beberapa butir rekontruksi yang salah satunya yaitu Triple-Co, yaitu co-ownership, co-determination, dan co-responsibility sebagai implementasi demokratisasi ekonomi di dalam badan-badan usaha ekonomi. Hal ini bertujuan

menuju kukuhnya perekonomian rakyat melalui wadah Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional.5 Gagasan ini tak lain termasuk kedalam konsep dari Taawun (tolong-menolong dalam hal kebaikan). Usaha bersama adalah wujud paham mutualisme, suatu kehendak untuk senantiasa mengutamakan semangat bekerjasama dalam kegotong-royongan, dalam ke-jemaah-an, dengan mengutamakan keserikatan, tidak sendiri-sendiri. Sedangkan Asas kekeluargaan adalah brotherhood atau ke-ukhuwah-an sebagai pernyataan adanya tanggungjawab bersama untuk menjamin kepentingan bersama, kemajuan bersama dan kemakmuran bersama, layaknya makna brotherhood yang mengutamakan kerukunan dan solidaritas. Berbicara tentang solidaritas,sama halnya dengan BMT dan Koperasi dimana pola Grameen Bank pun menerapkan prinsip solidaritas. Adapun yang menarik pada pola Grameen yakni program replikasi mensyaratkan adanya tanggung jawab bersama guna memastikan terpenuhinya pembayaran cicilan pinjaman mingguan mereka kepada organisasi.6 Dalam sebuah lembaga keuangan mikro yang menggunakan sistem Grameen, terdapat keadaan dimana pada suatu waktu nasabah akan mengalami kesulitan dalam membayar cicilan pembayaran. Ketika hal ini terjadi, nasabah harus mengerti bahwa ini adalah tanggung jawabnya dan kelompok serta kumpulan memecahkan masalah tersebut. Hal ini menjadikan kelompok termotivasi untuk mengerti bahwa menerima tanggung jawab bersama adalah untuk kebaiakan mereka, menjaga anggota kelompok dan memastikan kemajuan satu sama lain. Para nasabah ini memilih sendiri anggota kelompoknya dan mereka didorong untuk dapat saling membantu (taawun) bila salah satu anggota kelompok mendapatkan kesulitan.7 Sebelum prinsip taawun terjadi tentunya harus melewati prinsip antarodin. Alasannya sebelum terjadinya akad pembiayaan antara Shahibul maal (pemilik modal) dengan, Mudharib (pelaksana usaha) tentunya diperlukan keridhaan (antarodin) diantara

kedua belah pihak. Dalam hal ini untuk memberikan kejelasan tentang akad atau kontrak apa yang akan dipakai kedua belah pihak dalam bekerjasama. Didalam akad , terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik(sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia menerima sanksi yang sudah disepakati dalam akad.8 Dan hal ini menitikberatkan kepada keridhaan diantara kedua belah pihak. Dalam kerjasama bisnis atau investasi, para pelaku pasti akan menghadapi salah satu dari tiga kemungkinan yang ada, yaitu untung, rugi, atau tidak untung dan tidak rugi. Jika kerugian hanya ditanggung oleh salah satu pihak, aktivitas ibi dapat dikategorikan sebagai aktivitas ribawi (interest rate), karena memperlakukan suatu kontrak yang berkarakter tidak pasti (uncertainty contract) menjadi pasti (certainty contract), yang berarti terlarang dalam Islam. Namun, jika kedua belah pihak bersepakat sejak awal (antarodin) untuk melakukan sharing terhadap risiko dan keuntungan, aktivitas bisnis ini sah dan diperbolehkan dalam Islam.9 Maka dari itu prinsip taawun dan antarodin keduanya tidak dapat dalam kegiatan ekonomi yang Islami. khususnya Lembaga Keuangan mikro dalam hal penyaluran pembiyaan kepada nasabahnya. Sehingga kedua belah pihak terjadi hubungan saling menguntungkan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan.

1Didalam Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 2. 2M. SyafiI Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Depok: Gema Insani, 2001),h. 169. 3Sri Edi Swasono, Paradigma Baru Ilmu Ekonomi, Pidato Kunci padaWorkshop Nasional Arsitektur Ilmu Ekonomi Islam:Upaya Akselerasi Sistem Ekonomi Islam di Indonesia UIN Syarif Hidaytullah, Jakarta 28 Februari 2012, h.12. 4Strukturalisme adalah kaum struktulis yang menempatkan ilmu ekonomi pada peran normatifnya, menjelajahi komposisi dan interrelasi antasa para aktor, sektor-sektor dan variabel-variabel ekonomi dalam rangka perwujudan keadilan dan kesetaraan sosial-ekonomi. 5Sri Edi Swasono, Pembangunan Berwawaasan Sejarah (Jakarta:UI Press, 1990),h. 26. 6Nurul Alam and Mike Getubig, h.101

7Ratna Marita Eka C, Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sistem Grameen Pada PT. Mitra Bisnis Keluarga Ventura dan Koperasi Baytul Ikhtiar (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.64 8Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,cet III, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada,2004), h 65 9Adiwarman A.Karim, h.80.

Anda mungkin juga menyukai