4. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan dan kekaryaan. 5. Tap. MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang diseluruh wilayah negara Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran komunisme/Marxisme, Leninisme. Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan yang demikian inilah pada bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR(S) agar mengadakan sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden. Menanggapi resolusi DPRGR inilah MPRS kemudian mengadakan sidang istimewa pada bulan Maret 1967. Sidang Istimewa tersebut mengambil suatu keputusan sebagai berikut. 1. Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi pertanggung jawaban konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPR(S) sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap MPR(S), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. 2. Sidang menetapkan berlakunya Tap. No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/penunjukkan wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabatan Presiden dan mengangkat Jendral Soeharto. Pengemban Tap. No. IX/MPRS/1966, sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.
D. Masa Reformasi
Kekuasaan Orde Baru dibawah Soeharto sampai tahun 1998 membawa ketatanegaraan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana terkandung dalam Pancasila yang mendasarkan pada kenyataan di mana rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara, bahkan juga sebenarnya juga tidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi atas dasar norma-norma pasal-pasal UUD1945. Praktek kenegaraan dijangkiti penyakit Korupsi, Kolusi, danNepotisme )KKN. Keadaan yang demikian ini membawa rakyat Indonesia semakin menderita. Terutama karena adanya badai krisis ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia maka praktis GBHN 1998 pada PJP II Pelita ketujuh tidak dapat dilaksanakan. Ekonomi Indonesia hancur, sektor riil ekonomi macet. PHK, pengangguran meningkat tajam sehingga terjadilah krisis kepercayaan dan krisis politik. Antiklimaks dari keadaan tersebut, timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipolopori oleh generasi muda terutama mahasiswa sebagai suatu gerakan moral yang memiliki kekuatan yang luar biasa yang menuntut adanya reformasi di segala bidang kehidupan negara terutama bidang politik, ekonomi dan hukum. Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut adalah ditandai dengan mundurnya presiden Soeharto dari singgasana kepresidenan dan diganti oleh Wakil Presiden Prof. Dr. Bj. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan Pemerintahan Transisi yang akan membawa bangsa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama menata ketatanegaraan Indonesia sesuai dengan UUD 1945.