Anda di halaman 1dari 6

Hujan lagi. Lagi-lagi hujan dan aku sangat tidak menyukai mendung. Aku terjebak dalam hujan.

Aku terdiam di koridor. Hanya ada segelintir orang disini dan aku mulai bosan menunggu hujan reda. Ingin segera pulang dan melepas penat yang tengah menderaku. Iseng-iseng aku bernyanyi lirih untuk menepis rasa bosanku. Lima belas menit berlalu. Hujan pun mulai reda dan aku memutuskan untuk segera pulang. Aku berjalan menuju gerbang kampus. Terus bernyanyi lirih menhibur diri. Sesekali genangan air bergemercik terkena pijakan kakiku. Dan sampailah aku di shelter damri. Lagi-lagi hanya seorang diri aku menunggu bus disini. Aku melihat ke jalan arah bus akan datang,,,namun tak ada tanda-tanda bus akan datang. Sudah dua puluh menit. Aku tertunduk lesu. Saat ini, aku benar-benar sedang ingin membaringkan tubuhku sejenak di tempat tidur. Namun, sesaat kemudian, aku merasa ada sebuah mobil berhenti di depanku. Perlahan aku angkat kepalaku. Jazz biru. Tak asing bagiku. Perlahan kaca mobil itu terbuka dan pastinya sang pengendara pun terlihat. Aku terperanjat. Masih tak percaya dengan siapa aku bertatap muka sekarang ini. Sang pengendara di dalam mobil itu tersenyum kepadaku kemudian membuka pintu mobilnya dan keluar menuju ke arahku. Sedang aku disini masih terperanjat. Tak keluarkan sepatah katapun. Ra, sendiri ya? Emmm. . . iyah zes, lo ngapain disini? Nggak ngapa-ngapain. Kebetulan lewat aja Ra. Gue anterin ya. Aku bingung. Namun tanpa minta persetujuanku, Izes langsung meraih tanganku dan menuntunku ke mobilnya. Aku tak menolak, juga tak mengiyakan. Aku hanya mengikuti langkahnya. Aku sungguh merasa bingung. Tak pernah sedikitpun aku terpikir akan bertemu lagi dengannya. Setelah dua tahun berpisah. Setelah terakhir kali aku bertemu dengannya dalam pertengkaran hebat itu. Tepatnya menjelang perpisahan SMA. Masih sangat jelas dalam ingatanku. Ketika aku melihat dia berdua dengan sahabatku. Sahabat karibku. Saat itu tubuhku terasa beku. Aku tak bisa apa-apa. Ucapkan sepatah kata pun tak sanggup. Hanya setetes air mata yang jatuh dari pelupuk mataku. Hatiku serasa diiris,dicabik-cabik. Dia cinta pertamaku, Orang yang pertama kali merebut hatiku. Dan mulai dari saat itu, aku memutuskan hubungan dengannya. Sama sekali tak ada lagi komunikasi. Namun, entah dari mana datangnya, saat ini dia ada di depanku.

Perlahan aku melihat Izes di kemudi. Dia tersenyum simpul ke arahku. Aku rasa dia tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku diam. Sama sekali tak mau memulai pembicaraan. Kadang aku sakit jika mengingat kejadian itu. Setelah beberapa menit mobil melaju, Izes pun membuka pembicaraan dan memecah kesunyian. Ra, kamu udah makan belum? Makan dulu yuuk! Ajak Izes Emmm. . . udah kok zes, gue mau langsung pulang aja. Ohh. . . ya udah kalau gitu. Eh, gimana kuliah lo Ra? Lancar kok. Jawabku singkat Izes hanya tersenyum simpul. Dia tahu bagaimana perasaanku. Tiga puluh menit berlalu. Dan sampailah aku di depan gerbang rumah. Izes memencet klakson mobilnya dan tak lama kemudian Mang Asep, penjaga kebunku membukakan pintu gerbang. Ternyata, dua tahun nggak kesini,rumah lo udah banyak berubah ya Ra. Aku hanya tersenyum. Izes pun membukakan pintu mobilnya untukku. Ketika aku keluar dari mobil, Mang Asep langsung tersenyum jail ke arahku. Non Klara, ceritanya balikan ni? Tanya Mang Asep penuh kejailan Apaan sih Mang, nggak kok. Ketemu juga baru tadi. Jawabku manyun Balikan juga nggak apa-apa sih.Ucap Izes lirih namun masih bisa Mang Asep dan aku dengar. Dan sontak membuat Mang Asep tertawa . Wajahku langsung merah. Apaan sih Zes, masuk yuk. Izes pun lkemudian mengikuti langhkahku. Dan sekali lagi, ketika aku sampai di ruang keluarga, Bi Sarmi menghampiriku dan langsung menyapa Izes. Eh, den Izes. . . Ya ampun apa kabar den. Kenapa lama banget nggak kesini? Padahal bibi sering masak kesukaan den Izes loh. Sapa Bi Sarmi penuh keakraban. Memang, dulu Izes sering sekali ke rumahku. Izes sudah sangat dekat

dengan semua anggota keluargaku. Termasuk pembantu dan penjaga kebunku. Jadi pantas saja banyak yang merindukan dia. Aku hanya mengernyitkan kening melihat tingkah Bi Sarmi. Aku pun kemudian beranjak ke kamar untuk ganti baju. Maaf ya Zes agak lama ganti bajunya. Iyah Ra, nggak apa-apa. Jawab Izes sembari tersenyum kepadaku. Yaudah, ke kolam renang aja yuuk Zes,biar enak ngbrolnya. Kami pun berjalan ke kolam renang. Kemudian duduk di bibir kolam. Hening lagi. Tak ada pembicaraan. Aku tertunduk. Namun,rasa-rasanya tak enak juga duduk berdua tanpa pembicaraan seperti ini. Aku pun kemudian mengangkat kepalaku. Cewek lo orang mana Zes? Cowok lo orang mana Ra? Aku dan Izes mengucapkan kata-kata yang sama secara bersamaan. Wajahku memerah, begitu juga dia. Kami berdua langsung malu-malu. Namun, sesaat kemudian tawa kami pecah. Kok bisa barengan gitu ya? Aku hanya mengangkat bahu. Tak bisa ku pungkiri, kadang terlintas kenangan pahit itu dan membuatku ingin marah padanya. Namun semua itu aku pikir tak lagi berguna.Aku dan Izes berbincang di bibir kolam hingga waktu menunjukkan pukul 17.30. Dan ketika itu, Rega, kakakku datang. Sontak kakakku langsung merangkul Izes. Dia memang sangat dekat dengan Izes. Memang, tak ada yang tidak jatuh hati pada Izes di rumah ini. Tak lama berselang, mama dan papa juga pulang. Dan benar saja, mereka langsung menyambut hangat. Ayah langsung memeluk Izes. Sungguh, disini hanya aku yang tak begitu bahagia Izes disini. Masih saja masa lalu itu menghantuiku. Namun untung saja tak lama setelah papa dan mama pulang, Izes pamit pulang. Huuhh,,,,aku bisa bernapas dengan lega.

Aku menangantarnya sampai teras. Sebelum memasuki mobil, dia tersenyum kepadaku. Menatapku dengan tatapan yang lama tak ku lihat. Aku hanya membalas senyumnya sekilas. Dan dia pun pulang. Aku buka kembali kotak-kotak hati yang tersimpan di dalam laci meja. Entah, atas dasar apa aku masih menyimpan barang-barang itu. Aku hanya merasa akan disayangkan jika membuangnya begitu saja. Perlahan aku buka satu kotak hati berwarna merah. Ada foto diriku dan Izes disana. Lama aku mengamatinya. Kembali mengingat masa-masa itu. Namun sebelum aku terlalu larut dan akan membuatku emosi, aku segera meletakkan foto itu d pangkuanku. Aku temukan sebuah kalung yang dulu selalu aku pakai kemana pun. Ada liontin nama Izes disitu. Aku terseyum simpul. Dan selama satu setengah jam lebih aku habiskan untuk membongkar kenangan masa lalu dari kotak-kotak hati itu. Aku tak ingin membenci siapapun. Hanya saja, sangat sulit untukku sejenak melupakan kejadian menyakitkan itu.Dan akhirnya kurebahkan tubuhku di tempat tidur dan aku telelap. Di kampus,aku termangu sendiri di gazebo. Aku masih terpikirkan Izes. Sejujurnya aku tak mau dia kembali. Karena hanya akan membuatku ingat dengan hal itu. Masih sakit. Aku memang tipe orang yang susah melupakan suatu kejadian. Entah berapa lama aku melamun di gazebo. Yang pasti, aku pun sampai tak mendengar Refa, sahabatku memanggilku berkali-kali. Dan aku sangat berhasil membuatnya kesal karena lamunanku. Klara. . .! Refa menepuk bahuku Aku terlonjak. Jantungku langsung berdetak tak beraturan karena terkejut. Lo ngapain sih, gue panggil dari tadi nggak nengok-nengok? Emang iya ya? Aduh Fa, sorry ya, gue lagi agak nggak konek ni. Lo tau nggak gue kemarin ketemu siapa? Refa sahabatku dari kelas satu SMP. Dia tahu betul tentang kehidupanku, tentang kisahku, tentang segala sifatku. Refa mengernyitkan kening. Gue ketemu Izes. Dan lo tau, gue juga di anter puang sama dia.

Hah? Seriusan lo Ra?Setelah dua tahun menghilang tanpa jejak, dia balik lagi? Ya. . .Bbegitulah. Gue sih sebenernya berharap dia nggak balik lagi. Bikin gue keinget kejadian dulu Fa kalo gue ketemu dia. Otak gue jadi bermasalah deh! Hahaha. . . pantesan, gue panggil-panggil lo nggak nengok-nengok. Pasti lo lagi mikirin Izes ya? Ralat-ralat, menyakitkan itu. Oke deh. . .Eh. . . ngomong-ngomong, tadi si Rega lagi latihan basket loh. Lo mau liat nggak pujaan hati lo itu? Nyesel aja nanti kalo nggak liat dia sehari. Aku hanya tersenyum. Kemudian aku dan Refa pun bergegas ke lapangan basket dimana biasanya Rega dan teman-temannya bermain basket. Tentang Rega. . . Rega adalah teman seangkatanku sekaligus teman sejurusan. Dia punya postur tubuh tinggi, badan berisi, dan kulit putih bersih. Dia banyak dilirik kakak tingkat di fakultasku. Ya, wajar saja. Selain ganteng, dia juga pinter dan jago basket. Aku diam-diam telas setahun ini memerhatikannya. Berharap dia tahu perasaanku. Tapi aku sama sekali tak berani harus memulai dari mana. Aku hanya rajin melihat latihan-latihannya dan mencuri-curi pandang ke arahnya. Entah, dia merasa atau tidak. Aku masih menikmati caraku mencintainya. Hari ini aku melihatnya latihan sampai pukul empat enam petang. Masih ditemani Refa pula. Selesai melihatnya latihan, aku bergegas pulang. Refa yang rumahnya tak jauh dari kampus, pulang hanya dengan berjalan kaki. Sedangkan aku harus menunggu bus untuk dapat pulang. Namun lagi-lagi mataku menemukan suatu yang tak asing. Mobil Izes batinku. Belum sempat terlalu jauh aku berpikir, sang pengemudi pun keluar. Ra, gue anterin ya. Ajaknya sembari tersenyum Aku mengernyitkan kening. Lagi-lagi dia disini. Lo sengaja kesini, atau Cuma lewat doang Zes? Kan rumah lo jauh banget dari sini. bukan kepikiran Izes. Lebih tepatnya keinget kejadian

Gue sengaja kesini jemput lo. Ngapain lo jemput gue? Gue bisa pulang sendiri kok. Emang jam segini masih ada bus? Yang ada lo kemaleman nyampe rumahnya. Iya kan? Udah, ayo masuk. Dengan terpaksa aku pun masuk ke dalam mobil. Aku terdiam. Tak punya kata-kata untuk di ucapkan. Sesekali Izes tersenyum ke arahku dan membuatku salah tingkah. Sepanjang perjalanan, aku dan Izes hanya diam. Menikmati setiap lagu yang diputar di radio kesayangan Izes. Sampai di depan rumah, Izes membukakan pintu mobil untukku dan langsung pamit. Aku bernapas lega karena kali ini aku tak berlama-lama berdua bersamanya. Bersambung....

Anda mungkin juga menyukai