Anda di halaman 1dari 101

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Laporan ini kami susun berdasarkan ringkasan materi kuliah, dengan maksud agar dapat memberikan gambaran dan wawasan mengenai program, sistem, mekanisme kerja, serta strategi pelaksanaan program di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, akan tetapi tidak semua materi kuliah kami masukkan dalam laporan kami. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada: Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua Ka. Sub Dinas yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua Ka. Sie yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua pihak yang telah membantu keberhasilan penyusun laporan ini. Kami pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun yang berguna untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 09 November 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ Daftar Isi ................................................................................................................... BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII Pendahuluan ........................................................................................... Struktur Organisasi & Tata Kerja Dinkes Provinsi Jatim ......................... Pelaksanaan Program Gizi ..................................................................... Program Promkes ................................................................................... Pelaksanaan Program KIA ...................................................................... Program Kesling ..................................................................................... Pelaksanaan Program Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan (FARKALKES) ....................................................................................... BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XIII Pelaksanaan Program Yankes Dasar dan Penunjang ............................ Pelaksanaan Program Yankes Rujukan dan Khusus ............................. Program Imunisasi .................................................................................. Pelaksanaan Program TB Paru .............................................................. Pelaksanaan Program Kusta .................................................................. Pelaksanaan Program Pembiayaan Kesehatan .....................................

BAB XIV Pelaksanaan Program Surveilance ......................................................... BAB XV Pelaksanaan Program AIDS ...................................................................

BAB XVI Pelaksanaan Program DBD .................................................................... Kesimpulan dan Saran .............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara berkembang dengan segala permasalahan yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan timbulnya berbagai masalah kependudukan seperti kepadatan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata. Ditambah adanya tingkat sosial ekonomi penduduk dan tingkat pendidikan yang rendah terlebih dalam krisis kondisi ekonomi yang berkepanjangan membuat permasalahan semakin kompleks, sehingga secara berurutan

mengakibatkan terutama tingkat kesehatan yang makin menurun, karena biaya perawatan dan pengobatan yang tinggi. Disamping itu pula, higienitas dan sanitasi lingkungan saat ini dianggap masih belum memenuhi standar kesehatan, karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat. Hal ini berdampak pada semakin besarnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan infksi yang semakin berkembang. Untuk mencegah hal di atas, saat ini telah ditegakkan upaya peningkatan kesehatan secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyeluruh dan terpadu dari tingkat ujung tombak yakni puskesmas sampai tingkat rumah sakit tipe A. Disamping itu perlu adanya penyediaan air minum yang mencukupi, perbaikan dan pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai guna menunjang kepentingan di atas, sehingga diharapkan terjadi penurunan angka kesakitan dan kematian karena penyakit menular dan infeksi. Dalam menangani masalah penyakit menular mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan maka sub dinas pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Tingkat I Jawa Timur sangat berperan dalam melaksanakan tugas tersebut. Berdasarkan Perda No. 37 Tahun 2000, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mempunyai struktur organisasi yang merupakan peleburan antara Dinkes dan Kanwil Kesehatan Provinsi.

BAB II STRUKTUR ORGANISASI & TATA KERJA DINKES PROVINSI JATIM

A. Beberapa Definisi Umum 1. Administrasi (Luas) Administration Adalah suatu proses kerja sama untuk mecapai suatu tujuan secara efektif dan efisien. 2. Administrasi (Sempit) Administratie Adalah suatu kegiatan tulis menulis atau penata usahaan. 3. Organisasi Adalah wadah sekelompok orang yang melakukan kegiatan kerjasama dalam rangka mencapai suatu tujuan. 4. Jabatan Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam suatu satuan organisasi. 5. Jabatan Struktural Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi. 6. Jabatan Fungsional Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dan keahlian dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuan organisasi. 7. Eselon Tingkatan dalam jabatan struktural.

B. Dasar Hukum 1. UU No. 43 / 1999 tentang Pokok-pokok Kepeg. 2. UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. PP No. 38 / 2007 tentang Wewenang Pemerintah, Pemprov & Pemkab /Kota 4. PP No. 41 / 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

5. Perda Prov Jatim No. 9 / 2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Dinas Daerah Prov Jatim. 6. Pergub Jatim No. 79 th. 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bagian, dan Seksi (Dinas Prov. Jatim) 7. Pergub Jatim No. 118 th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinkes Prov. Jatim

C. Visi & Misi Visi : Masyarakat Jatim mandiri untuk tetap sehat

Misi : 1. Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat 2. Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, menata dan lengkap. 3. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya serta

manajemen kesehatan 4. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

D. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan I. Kedudukan: Dinas Kesehatan merupakan pelaksana otonomi daerah, dipimpin oleh seorang kepala dinas, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui sekertaris daerah. II. Tugas: Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang kesehatan. III. Fungsi: Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kesehatan 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur

E. Susunan Organisasi Kesehatan I. II. Kepala dinas Sekretariat, membawahi: i. Sub Bagian Tata Usaha ii. Sub Bagian Penyusunan Program iii. Sub Bagian Keuangan III. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi: i. Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang ii. Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus iii. Seksi Kesehatan Keluarga IV. Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, membawahi: i. Seksi Pemberantasan penyakit ii. Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan Masalah Kesehatan iii. Seksi Penyehatan Lingkungan V. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, membawahi: i. Seksi Perencanaan Pendayagunaan dan Pengembangan SDM Kesehatan ii. Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan iii. Seksi Pembiayaan Kesehatan VI. Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, membawahi: i. Seksi Gizi ii. Seksi Promosi Kesehatan iii. Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan VII. Unit Pelaksana Teknis Dinas: i. RS khusus ii. Balai Khusus iii. Unit Pendidikan/Pelatihan

VIII.

Kelompok Jabatan Fungsional: i. Dokter ii. Apoteker iii. Bidan iv. Perawat, dst....

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kesehatan

F. Unit Pelaksanaan I. Kedudukan: UPT adalah unsur pelaksana teknis opersional dinas daerah di lapangan dan dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas

II.

Tugas/Fungsi: a. Pelaksanaan tugas dinas daerah sesuai dengan bidang operasionalnyadi lapangan b. Pelaksanaan urusan administrasi teknis operasional

III.

Susunan Organisasi UPT: i. Kepala ii. Sub Bagian TU iii. Jabatan Fungsional

Gambar 2.2 Struktur Organisasi UPT

Nomenklatur UPT DINKES PROV JATIM: 1. Rumah Sakit Kusta Kediri 2. Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Mojokerto 3. Rumah Sakit Paru Batu 4. Rumah Sakit Paru Jember 5. Rumah Sakit Paru Dungus 6. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Surabaya 7. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Madiun 8. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Pamekasan 9. Balai Kesehatan Mata Masyarakat Surabaya 10. UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati Lawang 11. UPT Materia Medica Batu

12. UPT Akademi Gizi Surabaya 13. UPT Akademi Keperawatan Madiun

BAB III PELAKSANAAN PROGRAM GIZI A. Tujuan Pelaksanaan Program Gizi 1. Umum Meningkatkan status gizi seluruh masyarakat Indonesia 2. Khusus a. Memperbaiki status gizi masyarakat terutama kelompok penduduk rawan gizi untuk mencapai gizi seimbang dengan menurunkan jumlah penduduk yang mengalami gizi kurang b. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam upaya peningkatan status gizi dan pelembagaan keluarga sadar gizi c. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan dalam

mendukung upaya pemantapan swasembada pangan

B. Dampak Gizi dan Kesehatan Terhadap Kualitas Manusia 1. Gizi kurang dan infeksi tumbuh kembang otak tidak optimal (bersifat mutu SDM rendah beban mutu SDM tinggi

permanen dan tidak terpulihkan) 2. Gizi cukup dan sehat Aset

amak cerdas dan produktif

C. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 1. Akar masalah : status ekonomi 2. Pokok masalah a. Kesetaraan gender b. Pemanfaataan sumber daya keluarga dan masyarakat c. Pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan. 3. Penyebab tidak langsung a. Persediaan pangan rumah tangga b. Pola asuh gizi keluarga (ASI, PASI, pemantauan pertumbuhan, gizi seimbang c. Sanitasi lingkungan, air bersih, pelayanan kesehatan.

4. Penyebab langsung a. Kecukupan asupan gizi (jumlah dan keragaman) b. Penyakit infeksi 5. Dampak : status gizi

D. Cara-cara yang Dilakukan dalam Upaya Pemecahan Masalah Gizi 1. Suplementasi Pemberian tambahan langsung zat gizi kepada tiap individu yang termasuk dalam kelompok sasaran rawan (Kapsul vitamin A, kapsul yodium, sirup Fe, dan tablet tambah) 2. Fortifikasi Upaya memperkaya bahan makanan dengan menambah gizi tertentu (yodiasi garam, penambahan Fe pada tepung terigu, dll) 3. Komunikasi, informasi, dan edukasi (penyuluhan gizi)

E. Alur terjadinya KEP

F. Status Gizi Berdasarkan RISKESDES 2007 Secara umum prevalensi balita gizi kurag dan gizi buruk di Jawa Timur adalah 17,4%

1. Target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (maksimal 20%) 2. Target MDGs 2015 (maksimal 18,5%) 3. Rata-rata Kab/kota di Jatim telah mencapai target

35 30 25 20 15 10 5 0

30.4 24.6 20.9 24.4

31.2 27

29.4

Gizi Kurang + Buruk

G. Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Prevalensi Gizi Kurang (RISKESDES 2007) 1. Cakupan penimbangan balita 2. Cakupan pemberian kapsul vitamin A 3. Cakupan pemberian imunisasi 4. Cakupan sanitasi 5. Meningkatnya jumlah keluarga miskin % D/S atau D/K

H. Prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek (menurut TB/Umur) 1. Masalah pendek dan sangat pendek menggambarkan kekurangan gizi kronis, yaitu muncul akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya : kemiskinan, pola asuh yang tidak tepat, sering sakit, dsb.

2. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek : Secara umum prevalensi balita Pendek dan Sangat Pendek di Jawa Timur adalah : 34,8 %. Di bawah rata-rata nasional : 36,5 % Semua Kabupaten/Kota memiliki prevalensi di atas : 20 %. Kecuali : Kota Mojokerto = 19,1 % 3. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus (menurut BB/TB) a. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus menggambarkan masalah gizi akut, akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek. Misalnya : nafsu makan turun karena sakit/diare. b. Indikator BB/TB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. c. Secara umum prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Jawa Timur adalah 13,7%. Termasuk kondisi yang dianggap serius (di atas 10%). d. Terdapat 7 Kabupaten yang dianggap sangat serius yaitu memiliki prevalensi 20%.

25 20 15 10 5 0

22.6

22.2

21.1

20

23.2 13.7

Kurus + Sangat Kurus

I. Penanggulangan KEP 1. Jangka waktu intervensi gizi: a. PMT pemulihan b. Bantuan improved formula c. Bantuan MP-ASI

2. Pelaksanaan rujukan gizi dan perawatan penderita balita gizi buruk ( KEP berat dan sedang ). 3. PMT penyuluhan di Posyandu. 4. Meningkatkan dukungan lintas sektoral melalui timpangan dan gizi. 5. Pelatihan petugas dalam penanganan kasus balita gizi buruk tatalaksana gizi buruk bagi tim asuhan gizi RS. 6. Bantuan sarana dan prasarana. 7. Peningkatan KIA.

J. Kerangka Kerja Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk

BB naik (N), sehat

SEMUA
BALITA PUNYA

T2, BGM, Gizi buruk, sakit Puskesmas BB Tidak naik (T1), Gizi kurang

KMS

RS

PMT pemulihan BB naik (N), sehat dan Konseling

Sembuh perlu PMT Sembuh, tidak perlu PMT

K. Penanggulangan KVA 1. Melaksanakan suplementasi kapsul vitamin A a. Bayi (6 11 bulan) = 100.000 SI (1 kali) kapsul biru

b. Anak balita (1 4 tahun) = 200.000 SI (2x/tahun) kapsul merah c. Ibu nifas = 2 x 200.000 SI kapsul merah 1 kapsul harus diberikan segera setelah melahirkan 1 kapsul dalam 24 jam dari pemberian pertama (maksimal hari ke-28)

2. Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional) 3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk : a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Vit. A. b. Peningkatan cakupan pemberian kapsul Vit. A.

L. Penanggulangan Anemia Gizi 1. Melaksanakan Suplementasi : Tablet tambah darah untuk : WUS, Bumil/bufas/buteki. Sirup Fe (uji coba) untuk : Balita. 2. Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional) Tepung Terigu dan Fe 3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk : a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Zat Besi. b. Peningkatan cakupan pemberian TTD dan sirup Fe.

M. Penanggulangan GAKY 1. Melaksanakan Suplementasi: kapsul minyak beryodium. terutama di daerah endemik gondok tingkat berat untuk mencegah kretinisme. 2. Peningkatan penggunaan Garam Beryodium. garam halus (30 80 ppm) untuk mencegah gondok

3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk : a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Yodium. b. Peningkatan penggunaan garam beryodium. c. Peningkatan cakupan pemberian kapsul Yodium

N. Strategi Umum Perbaikan Gizi 1. Jangka Pendek: SUPLEMENTASI dalam tubuh 2. Jangka Menengah: FORTIFIKASI menambahkan zat gizi ke dalam bahan makanan 3. Jangka Panjang: K I E (penyuluhan) a. Meningkatkan konsumsi bahan makanan alami sumber zat gizi. b. Meningkatkan cakupan pemberian obat-obat gizi. pemberian zat gizi langsung ke

BAB IV PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan merupakan upaya membantu masyarakat agar mampu meleksanakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menolong diri sendiri, melalui pembelajaran dari, oleh, bersama masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. MISI PROMKES (KEPMENKES NO. 1193 TH 2004) : 1. Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam

masyarakatn baik melalui pengorganisasian masyarakat untuk perilaku hidup bersih dan sehat.

dan penggerakan

2. Membina suasana/lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat. 3. Mengadvokasi para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan stakeholders lain untuk terciptanya kebijakan berwawasan kesehatan, integrasi promosi kesehatan, kemitraan yang sinergis antara pusatdaerah-swasta-LSM, kesehatan. SASARAN TH 2010 (KEPMENKES NO. 1202 TH 2003) : 65% Rumah tangga berprilaku hidep bersih dan sehat serta investasi di bidang promkes dan

40% Posyandu aktif (PURNAMA & MANDIRI) PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS) PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator PHBS dapat dinilai dari lingkungan rumah tangga seperti: 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi bayi ASI eksklusif 3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik nyamuk 8. Makan sayur dan buah setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah

STRATEGI DASAR PROMKES: 1. Gerakan Pemberdayaan Sasaran: individu, keluarga, kelompok Tujuan: sasaran menjadi tahu, mau, mampu melaksanakan perilaku mencegah &/ mengatasi masalah kesehatan Cara: memberi informasi terus menerus o Info bahwa suatu masalah kesehatan merupakan masalah bagi yang bersangkutan dan pengetahuan umum tentang masalah kesehatan tersebut sasarannya agar individu tahu perilaku mencegah&/mengatasi

masalah kesehatan o Info tentang bahaya dan masalah kesehatan yang dapat dicegah/diatasi sasarannya agar individu mau

berperilaku mencegah&/mengatasi masalah kesehatan o Info tentang bagaimana mengatasi/mencegah masalah kesehatan sasarannya agar individu mampu

melaksanakan perilaku mencegah&/mengatasi masalah kesehatan Pelaksanaan harus sinkron dengan program kesehatan dan yang terkait Penggerakan Sumberdaya Masyarakat merupakan upaya pemberdayaan masyarakat atau pengembanganperan aktif masyarakat melalui proses pembelajaran yang terorganisasi dengan baik (community organization) Langkah-langkah: 1) Mengidentifikasi masalah dan penyebabnya Dengan cara survei mawas diri(community self survey)

Didahului dengan rekrutmen kader dan pelatihan kader tentang survey mawas diri 2) Merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah Dengan cara lokakarya desa, selain diikuti kaser juga diikuti stakeholders (pemerintah, LSM, dunia usaha) Didahului dengan pelatihan kader tentang hakikat masalah & cara-cara mengatasi masalah secara teoritis dan berdasar pengalaman di desa-desa lain. 3) Menetapkan dan melaksanakan pemecahan masalah Dengan cara memilih alternatif alternatif pemecahan masalah yang paling layak dan efektif dilaksanakan Didahului menyusun dengan prioritas pelatiham dan kader tentang cara

menetapkan

pelayanan

pemecahan masalah. 4) Memantau dan mengevaluasi pelestarian Dengan cara menciptakan sistem informasi mencakup pencatatan, pelaporan, pengolahan data Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara mengelola sistem informasi serta bagaimana

memanfaatkan data untuk pemantauan, evaluasi dan pelestarian. 2. Bina Suasana Untuk menciptakan lingkungan sosial (opini publik) yang kondusif guna lebih menguatkan dukungan terhadap perubahan perilaku individu/keluarga/kelompok. 3. Advokasi Merupakan upaya/proses strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukunganstakeholder/penentu

kebijakan/pemilik dana dengan menggunakan informasi akurat & teknik yang tepat.

Dalam

strategi dasar Promkes dibutuhkan

komunikasi yang efektif.

Diantaranya mencakup metode komunikasi, proses komunikasi, sarana komunikasi. Pesan yang disampaikan harus jelas, tidak terlalu banyak, tidak sulit, dan menarik. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pikiran, pendapat atau perasaan melalui kata-kata, isyarat (bahasa tubuh) ataupun bentuk perilaku keteladanan dari pemberi pesan kepada penerima pesan dengan harapan adanya pengaruh timbal balik. Jenis dan metoda komunikasi kelompok dalam penyuluhan: Penyuluhan perorangan : wawancara (tatap muka) / mengobrol Penyuluhan kelompok : ceramah, diskusi, peragaan Penyuluhan massa : penayangan film, spanduk, poster dll.

Komponen komunikasi: Sumber : penyampai pesan Pesan : info yang disampaikan Saluran/Media : alat bantu Penerima : sasaran penyuluhan

Media Promosi Kesehatan adalah saluran (alat bantu) yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang dapat dimengerti sasaran. Tujuan Media Promosi Kesehatan : 1. Mempermudah penyampaian pesan/infokes 2. Mempermudah pengertian pesan/ infokes 3. Memperjelas pesan/ infokes 4. Mempermudah sasaran untuk mengingat pesan kesehatan 5. Membangkitkan minat dan perhatian 6. Menghindari kesalahan persepsi 7. Meningkatkan keefektifan berkomunikasi Manfaat Media Promosi Kesehatan : 1. Alat bantu dalam menyampaikan pesan kesehatan. 2. Alat bantu untuk mendorong sasaran untuk mengetahui dan melakukan sesuai dengan pesan kesehatan yang disampaikan. 3. Alat bantu untuk menghibur sasaran. Jenis-jenis Media Promosi Kesehatan : 1. Media Cetak Kumpulan berbagai media informasi yang diproduksi dan

disampaikan kepada sasaran melalui tulisan dan visual. Poster, leaflet, lembar balik (flipchart), sticker, (flier), kartu permainan (flascard). Benda-benda seperti gantungan kunci, flagchain, tas, topi, pin, dll. Benda promosi yang ditempatkan di rak-rak pajangan (contoh botol, mug/gelas tokoh kartun seperti mickey mouse, dsb). Iklan di media massa cetak (koran, majalah). brosur, selebaran

2. Media Elektronik a. Televisi Spot televisi dengan durasi 15, 30 dan 60 detik. Sponsorship (blocking time), membeli/ menumpang program selama 30-60 menit. Build in, pesan dimasukan dalam segmen program, misalnya di Bajaj Bajuri.

Dialog interaktif yang melibatkan pemirsa. Contoh : Acara dialog interaktif Bincang-bincang Bareng Bu Menkes (B4M) dan Warung Sehat (Warseh).

b. Radio Radio Spot durasi 30-60 detik, pesan yang disampaikan singkat, menggunakan slogan, ditujukan pada target sasaran tertentu. Adlips, pesan singkat yang dibacakan disela-sela program. Kuis, berupa permainan dan hiburan. Dialog Interaktif yang melibatkan pendengar radio.

c. Internet & SMS Tayangan banner atau logo di website. Penyampaian pesan massal lewat SMS.

3. Media LuarRuang Spanduk, umbul-umbul, yaitu kain rentang yang berisi pesan, slogan atau logo. Billboard, poster, neon sign, megatron.

4. Media Tradisional Informasi kesehatan disampaikan dengan bentuk seni tradisional seperti Ketoprak, Ludruk, Wayang, Lenong. 5. Media Lain Iklan di kendaraan seperti : bus, kereta api, taxi. Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang

diadakan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian pengunjung. Road Show, suatu kegiatan yang diadakan di beberapa tempat atau kota sebagai suatu bentuk kampanye massa. Sampling, contoh produk yang diberikan kepada sasaran secara gratis. Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan pesan-pesan promosi.

BAB V PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

A. Visi Terwujudnya derajat kesehatan ibu dan anak yang optimal, ditandai dengan semua ibu dan anak ibup dengan perilaku sehat mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. B. Misi 1. Meningkatkan status kesehatan ibu dan anak. 2. Menanggulangi berbagai masalah prioritas dalam kesehatan ibu dan anak. 3. Menyelenggarakan program KIA yang inovatif, efektif dan efesien. 4. Meningkatan peran serta dan kemandirian kelurga dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak.

C. PROGRAM KESEHATAN IBU DAN BALITA I. Latar Belakang 1. Angka Kematian Ibu per 100.000 KH INDONESIA SKRT 1986 SKRT 1992 SKRT 1995 SKRT 1997 SDKI 02/03 SDKI 2007 = 450 = 390 = 373 = 334 = 307 = 228 JATIM Th. 2000 Th. 2001 Th. 2002 Th. 2003 Th. 2004 Th. 2005 Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008 = 79 = 94 = 72 = 79 = 69 = 92 = 72 = 73 = 83

Angka Kematian Ibu di Indonesia 228/100.000 KH (SDKI 2007) Berarti : Setiap jam ada 1- 2 kematian Ibu (di Indonesia) Setiap hari ada 24 48 kematian Ibu (Indonesia), (Jatim: 2 kematian ibu)

Penyebab langsung kematian ibu, data SKRT 2001 Pendarahan 28% Eklamsia 24% Infeksi 11% Lain lain 11% Komplikasi puerperium 8% Abortus 5% Trauma obstetrik 5% Partus lama 5% Penyebab kematian ibu di jawa timur tahun 2008 Pendarahan 33% Pre eklamsi/Eklamsi 25% Lainnya 22% Jantung 12% Infeksi 8% Penyebab tidak langsung yang mendasari kematian ibu 1. St. kesehatan 2. St. gizi 3. Unit Yankes 4. Petugas 5. Kualitas Yankes 6. Perilaku 1. Status wanita 2. St. keluarga 3. Budaya 4. Geografis 5. Transportasi 6. Sumber daya masyarakat

4 TERLAMBAT, 4 TERLALU

2.

Angka kematian bayi per 100 KH INDONESIA Sensus 1980 = 112 Sensus 1990 = 70 Sensus 2000 = 44 Susenas 2001 = 51 SDKI 02/03 SDKI 2007 = 35 = 34 ----- JATIM Supas 1995 = 56

Susenas 1998 = 51 Sensus 2000 = 46 Susoda 2002 = 43 BPS 2004 BPS 2005 = 39 = 36

BPS 2006 BPS 2007 Catatan : Fenomena 2/3

= 35 = 35

Angka Kematian bayi di Indonesia 34/1000 KH (SDKI 2007) Berarti : Setiap jam ada 18 kematian Bayi (Indonesia), Jatim: 3 kematian bayi Setiap hari ada 430 kematian Bayi Setiap minggu ada 3.020 kematian Bayi Setiap bulan ada 13.090 kematian Bayi Setiap tahun ada 157.080 kematian Bayi BBLR 29% Asfiksia 27% Lain-lain 13% Tetanus 10% Infeksi 10% Masalah hematologi 6%

Sebab langsung kematian neonatal

II.

Strategi Percepatan Penurunan AKI-AKB melalui Making Pregnancy Server (MPS) 3 Pesan Kunci / Fokus : a. Setiap perasalinan dilayani yankes terlatih. b. Setiap komplikasi memperoleh pertolongan (maternal dan neonatal) adekuat. c. Setiap kehamilan diinginkan dan penangann komplikasi paska keguguran adekuat. Strategi MPS : a. Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kebidanan. b. Bekerjasama dengan : Lintas program Lintas sektor Unit swasta

c. Pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat. Harapan yang ingin dicapai : a. AKI turun menjadi 1125 / 100.000 KH b. AKN turun 15 / 100.000 KH c. K1= 95%, K4= 90% d. Lin Nakes= 90% e. Tersedia pelayanan kebidanan tiap desa, PONED dan POPNRK 24 jam dengan rasio standar. f. Penanganan komplikasi minimal 80%. Contoh : 1. Menghitung stok Oxcitocyne injeksi sebulan per unit pelayanan. Volume= 100% x perkiraan sasaran bulin ditambah 40% x 20% x perkiraan bulan. 2. Menghitung stok cairan RL. Volume= 20% x perkiraan balita x 2kolf 3. Menghitung vitamin A kapsul. Pencegahan= 100.000 IU : 100% x 50% x sasaran bayi 200.000 IU : 100% x anak 1-4 tahun x 2 + 100% x sasaran ibu nifas

Pengobatan= 100% x jumlah kasus campak 100% x jumlah kasus malnutrisi

Sasaran : Perkiraan penduduk sasaran KIA, bersumber dari : Sensusu penduduk atau Survey penduduk antar sensus atau Pendataan keluarga atau Registrasi penduduk

Dalam sensus penduduk, diperoleh angka CBR atau akan diperoleh jumlah penduduk bayi (0 tahun) : Perkiraan sasaran bumil = 110% x CBR

Perkiraan sasaran bulin

= 105% x CBR

Perkiraan sasaran buteki= 200% x CBR

Contoh : Diketahui : CBR Jawa Timur tahun 1999 0,018 Jumlah Penduduk Jatim 35.000.000 Sasaran bayi : 0,018 x 35.000.000 = 630.000 Sasaran bumil Sasaran bulin Sasaran buteki : 110% x 630.000 = 593.000 : 105% x 630.000 = 661.500 : 200% x 630.000 = 1.260.000

A. Kesehatan Ibu I. Ruang Lingkup : Upaya meningkatkan status kesehatan : Ibu hamil dan ibu nifas. II. Sasaran : a. Langsung : ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas b. Tidak langsung :suami, masyarakat, kader, organisasi profesi, program terkait, sektor terkait Kegiatan : Pelayanan kesehatan, meliputi : o Pemeriksaan kehamilan o Pertolongan persalinan o Pelayanan nifas o GDON ODTK desa, Puskesmas (PONED), RS (PONEK) Memantau cakupan program Meningkatkan kualitas pelyanan, meliputi : o Kurikulum pendidikan (AKBID, FKM, FK) o Pelatihan klinik o AMP o Kemitraan dengan sektor terkait o Kemitraan dengan organisasi profesi (IDI) nakes,

III.

B. Kesehatan Balita : I. Ruang Lingkup : Upaya kesehatan untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak bayi balita. II. Tujuan : Menurunkan angka kesakitan, kematian balita, Apras tumbuh kembang optimal. III. Sasaran : Langsung : Bayi, Balita, Apras. Tidak langsung : Ibu, ayah, keluarga, masyarakat, kader, nakes, lembaga sosial, organisasi profesi, LSM> IV. Kegiatan : Memberdayakan keluarga dan masyarakat Menungkatkan kemampuan dan kemandirian dengan

memperkuat peran dan fungsi Puskesmas dan kualitas pelayanan kesehatan buku KIA dan KPKIA. Memperkuat sistem rujukan Meningkatkan fungsi manajemen Meningtlan fungsi RS Neonatal esensial PONED DDTK AMP ETN KN PWS-KIA

Bumil Pemeriksaan kehamilan : 1. Pemeriksaan 5T [Timbang, Tensi, Tinggi fundus uteri, Tinggi badan, Tambah darah Fe (obat penambah darah)]. 2. Pemeriksaan Hb, protein urin. 3. Perbaikan gizi, KE, Lila, IMT. 4. Perawatan payudara, mulai trimester II.

5. Deteksi dini ibu hamil resiko tinggi. 6. Penyuluhan bumil dan keluarga buku KIA.

Balita 1. Pertolongan persalinan 3 bersih : Penolong, Tempat, Alat. 2. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir. 3. Deteksi dini risti dengan menggunakan Partogram. 4. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir. 5. Penatalaksanaan rujukan kasus.

Bufas / Buteki 1. Pemeriksaan kesehatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). 2. ASI eksklusif. 3. Penatalaksanaan rujukan khusus.

Pelayanan Kesehatan Anak Neonatal 1. Menilai Apgar Score. 2. Merawat bayi baru lahir. 3. Merawat tali pusat. 4. Deteksi dan risti bayi MTBS. 5. Rujukan neo risti. Bayi 1. Imunisasi lengkap, vitamin A bayi 6 bulan. 2. Status gizi. 3. Kapsul Iod untuk daerah endemis. 4. Memotivasi pemberian ASI. 5. Penanganan ISPA, diare MTBS. Balita 1. Pemeriksaan kesehatan MTBS. 2. Memonitor tumbuh kembang balita. 3. Pemberian vitamin A, 2 kali sehari.

BAB VI PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN

PENYEHATAN LINGKUNGAN Suatu upaya promotif, preventif, penyelidikan, pemantauan, pemulihan,

terhadap kesehatan lingkungan yang perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan pemukiman, link. Kerja, angkutan umum, dan lingkungan Lainnya.

LATAR BELAKANG Teori Blum mengungkapkan bahwa lingkungan memiliki pengaruh terbesar Dinamika pembangunan dan aktivitas manusia lainnya semakin meningkat sehingga masalah lingkungan makin besar Pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan fasilitas sanitasi dasar dan fasilitas umum yang ideal semakin meningkat Hygiene sanitasi masyarakat (pedesaan dan urban) termasuk PHBS masih belum memenuhi harapan sehingga menimbulkan man made breeding places Tantangan di era globalisasi membuat negara harus mengejar ketinggalan dengan negara-negara lainnya di bidang kesehatan lingkungan Sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan Masyarakat masih perlu penggalakan upaya pemberdayaan

KONDISI SANITASI DI INDONESIA Selokan tersumbat MCK yang tidak berfungsi Efluen industri di kawasan pemukiman Buang air besar sembarangan Jamban yang asal-asalan Pembuangan liar lumpur tinja Mencuci dan mandi di sungai tercemar

ISSUE LINGKUNGAN YANG LAIN : 1. Air bersih dan sanitasi dasar 2. Keracunan makanan dan bahan pangan 3. Pencemaran udara dan kebisingan 4. Kedaruratan lingkungan 5. Bahan toksik dan B3 6. Pencemaran akibat limbah padat dan cair 7. Perubahan iklim 8. Vektor penyakit

TEORI SIMPUL KESLING :

VISI PENYEHATAN LINGKUNGAN : HIDUP SEHAT DALAM LINGKUNGAN SEHAT

MISI PENYEHATAN LINGKUNGAN : Meningkatkan kemampuan Manusia untuk hidup serasi dengan

lingkungannya agar tercapai kualitas hidup yang optimal Mengupayakan Manusia dlm berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat melindungi dan meningkatkan kesehatan Mengawasi dan mengubah unsur-unsur lingkungan sehingga memiliki dampak positif terhadap Manusia

TUJUAN UMUM : Terwujudnya keadaan lingkungan yang terkendali, seimbang dengan dinamika pertumbuhan hidup manusia dalam menunjang terwujudnya derajat kesehatan individu dan masyarakat.

TUJUAN KHUSUS : 1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam : a. Penyehatan perumahan beserta sanitasi dasarnya b. Pengelolaan makanan / minuman yang memenuhi syarat sanitasi makanan c. Pengelolaan sarana umum d. Pengelolaan kualitas lingkungan 2. Terwujudnya lingkungan yang terkendali pada : a. Perumahan dan sanitasi dasarnya b. Tempat pengelolaan makanan dan minuman c. Tempat umum d. Lingkungan lainnya

UPAYA YANG DILAKUKAN 1. Sanitasi total berbasis masyarakat ( STBM ) 2. Upaya penyehatan perumahan termasuk peningkatan sanitasi dasar ( SAB, SPAL, tempat sampah, MCK / toilet ) 3. Upaya penyehatan tempat pengelolaan makanan ( TPM ), termasuk Depot air minum ( DAM ) 4. Upaya penyehatan tempat tempat umum 5. Pengawasan dan pengendalian kualitas lingkungan yang berupaya

melindungi masyarakat akibat dampak negatif lingkungan ( Misal pestisida, vektor, limbah, iklim, bencana penyakt berbasis lingkungan dll ) 6. Pengawasan dan peningkatan kualitas air 7. Pengembangan konsep kota sehat 8. Kegiatan pendukung lainnya ( Pengembangan lab, peningkatan SDM, kajian lingkungan dll ) Semua upaya yang dilakukan ini mengutamakan prinsip pemberdayaan.

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT ( STBM ) Merupakan pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan Kegiatan : 1. ODF ( Open Defecation Free ) = Tidak BAB sembarangan 2. Cuci tangan pakai sabun 3. Mengelola makanan dan minuman yang aman 4. Mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan 5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan benar

PENYEHATAN PERUMAHAN DAN SANITASI DASAR Tujuan : Meningkatkan kondisi rumah yang memenuhi syarat kesehatan dengan cara meningkatkan PHBS masyarakat ( pemberdayaan ) dan peduli terhadap sanitasi dasar ( SAB, SPAL, tempat sampah, MCK ) Kegiatan : 1. Klinik sanitasi 2. Gerdu taskin 3. Kunjungan rumah ( Kartu rumah ) 4. Intervensi ( Stimulan ) Sasaran : 1. Daerah emukiman baru. 2. Daerah dengan prosentase rumah memenuhi syarat rendah. 3. Daerah rawan penyakit. ( ISPA, tb paru, dhf, kecacingan, diare, malaria )

PENYEHATAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN ( TPM ) Tujuan : Meningkatkan makanan dan minuman sehat agar dapat melindungi masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Meningkatnya TPM memenuhi syarat Meningkatnya pengrajin makanan rumah tangga di pedesaan melakukan pengelolaan makanan secara sehat Meningkatnya penjual makanan jajanan menempati lokasi dan lingkungan sehat teratur Meningkatnya pelaksanaan SKD KM dan terselenggaranya

penanggulangan KLB keracunan makanan

Aspek penyehatan makanan : 1. Faktor lingkungan termasuk fasilitas sanitasi Bangunan dan lokasi Peralatan untuk proses pengolahan Perabot kerja Fasilitas sanitasi

2. Faktor manusia ( Masyarakat Toma, LSM, asosiasi, organisasi, yayasan konsumen dll ) : Sasaran : 1. Restoran / rumah makan 2. Jasa boga 3. Pedagang makanan jajanan 4. Pengrajin makanan 5. Pedagang keliling 6. Depot air isi ulang ( DAM ) dimana dilakukan pembinaan hygiene sanitasi pengelola, petugas dan sanitasi unit pengolah air, pengawasan mutu bahan baku Fisik tubuh dan pakaian yang dipakai Pengetahuan yang dimiliki Sikap atau pandangan hidup Perilaku atau tindakan yang biasa dilakukan

3. Faktor makanan : Pemilihan makanan Penyaitumpanan bahan Pengelolaan / proses Penyaitumpanan makanan matang Pengangkutan Penyajian

PENYEHATAN TEMPAT TEMPAT UMUM Tujuan : Meningkatkan tempat tempat umum sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pengguna dan masyarakat sekitar Tempat - tempat umum : 1. Pondok pesantren. 2. Sekolah. 3. Rumah sakit. 4. Hotel. 5. Pasar. 6. Terminal stasiun. 7. Tempat wisata ( Kolam renang ) Kegiatan : 1. Pembinaan ( Inspeksi sanitasi sampai dengan tindak lanjut ) 2. Pemberdayaan komunitas tempat tempat umum 3. Intervensi fisik ( Stimulan ) 4. Peningkatan sumber daya manusia 5. Peningkatan jejaring lintas sektor

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KUALITAS LINGKUNGAN Tujuan : Melindungi masyarakat dari dampak negatif lingkungan ( Pestisida, vector, limbah, iklim, bencana, penyakit berbasis lingkungan ) termasuk peningkatan kualitas air Kegiatan : 1. Pembinaan dan pengendalian sumber pencemar ( Tempat pengelolaan pestisida, sarana penghasil limbah, rumah tangga dan rumah sakit ) 2. Pengawasan bio maker dan tindak lanjut yang diperlukan.

Sasaran : 1. Air 2. Tanah 3. Udara 4. Manusia ( Biomarker ) 5. Lingkungan sekitar PENGAWASAN DAN PENINGKATAN KUALITAS AIR Tujuan : Meningkatkan kualitas air sehingga masyarakat terlindungi dari dampak negatif karena air yang tidak sehat Kegiatan : 1. Pemetasan akses air minum 2. Inspeksi sanitasi 3. Pembinaan pokmair 4. Pengawasan kualitas air dan tindak lanjut Sasaran : 1. Sumber air minum 2. Air kolam renang / pemandian 3. Air badan 4. Air buangan industri

PENGEMBANGAN KONSEP KOTA SEHAT Tujian : Kondisi kabupaten atau kota yang bersih, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegerasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.

Tatanan : 1. Kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum. 2. Kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayan transportasi. 3. Kawasan pertimbangan sehat 4. Kawasan hutan sehat 5. Kawasan industri dan perkantoran sehat 6. Kawasan pariwisata sehat 7. Ketahanan pangan dan gizi 8. Kehidupan masyarakat sehat yang mandiri. 9. Kehidupan sosial yang sehat Kegiatan : 1. Fasilator adalah lintas sector dengan leading sector badan perencanaan 2. Pelaksana adalah masyarakat melalui kesepakatan forum

KEGIATAN PENDUKUNG LAINNYA Tujuan : Merupakan kegiatanpendukung terhadap kegiatan lainnya agar memiliki daya ungkit yang lebih besar Kegiatan : 1. Pengembangan laboratorium 2. Pengembangan lingkungan 3. Peningkatan sumber daya manusia baik petugas kesehatan ataupun non kesehatan ( Masyarakat ) 4. Kegiatan kajian lingkungan dll.

BAB VII Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan ( Farkalkes ) A. Tapoksi subdin farmak. min dinkes prov. Jatim : Perda 37 tahun 2000. B. Tugas : Menyusun perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dam melaksanakan pembinaan teknis produksi, pengadaan, distribusi, penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman. C. Sasaran: 1. 2. 3. Terkendalinya penyaluran obat dan napza Terhindarnya masyarakat dari penyalahgunaan obat dan napza Dicegahnya resiko akibat sampingan pengunaan bahan kimia, berbahaya bagi akibat pengelolaan Terjaminnya mutu produk farmak.min yang beredar Terhindarnya masyarakat dari informasi penggunaan farmakmin yang tidak obyektif dan menyesatkan Terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan dasar Terjaminnya mutu desentralisasi pengelolaan obat di kab/ kota dalam rangka

4. 5.

6. 7.

D. UU no. 25 Tahun 2000, PROPERNAS Tahun 2000-2004 Program obat, makanan dan bahan berbahaya, bertujuan : 1. 2. Melindungi masyarakat dari penyalahgunaan obat dan napza Melindungi masyarakat dari pengunaan sediaan farmasi, makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan Menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat yang bermutu dan dibutuhkan masyarakat Meningkatkan potensi daya saing industri farmasi terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri

3.

4.

E. Produk harus terdaftar 1. 2. 3. 4. 5. 6. Obat Kosmetika PKRT ALKES : Depkes RI : Depkesi RI CD/ CL : Depkes RI PDA/PL : Depkes RI KD/KL : 15 digit : 10 digit : 11 digit : 11 digit : 9 digit : 12 digit

Obat tradisional : Depkes RI TI/TR/TL MAKMIN i. : Depkes RI MD : SP:./13.1..

7.

Produk berbatasan : QD/QL/QI/.digit

F. Kegiatan pokok 1. Meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat dan napza Meningkatkan pengamanan dan pengawasan BTM Meningkatkan pengawasan obat, obat tradisonal, kosmetika, alkes, pengawasan terhadap promosi pada makanan dan minuman Meningkatkan penggunaan obat rasional Mengembangkan obat asli Indonesia

2. 3.

4. 5.

BAB VIII PROGRAM YANKES DASAR DAN PENUNJANG SUB DINAS PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS
1.

PENGERTIAN Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja.

2.

VISI Tercapainya

kecamatan

sehat

menuj

terwuj

udnya

Indonesia sehat. Indikator keberhasilan Lingkungan sehat Perilaku sehat Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu Derajat kesehatan masyarakat kecamatan

3. MISI

Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya

Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

4. TUJUAN Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas.

5. FUNGSI a. Pusat penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Berupaya

menggerakkan

dan

memantau

penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usia di wilayah kerjanya

Melaporkan

dampak

kesehatan

dari

penyelenggaraan

setiap

program pembangunan di wilayah kerjanya b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat

Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan,

Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan masyarakat.

6. KEDUDUKAN, ORANGANISASI DAN TATA KERJA KEDUDUKAN a. Sistem Kesehatan Nasional Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama b. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota Sebagai unit pelaksana teknis dinas Kesehatan Kabupaten/ kota c. Sistem Pemerintahan Daerah Sebagai unit struktural pemerintah daerah kabupaten/ kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan

ORGANISASI STRUKTUR ORGANISASI Kepala Puskesmas Unit Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Fungsional TATA KERJA
a.

Upaya Kesehatan Masyarakat Upaya Kesehatan perorangan

JARINGAN PELAYANAN Puskesmas pembantu Puskesmas Keliling Bidan di Desa/Komunitas

Dengan Kantor Kecamatan: Berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala

b.

Dengan

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/

Kota:

Secara

teknis

dan

administratif, Puskesmas bertanggung jawab kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota.


c.

Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama : Mitra,menjalin kerjasama memantau kegiatan yang diselenggarakan.

d.

Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatn Rujukan: Menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan.

e.

Dengan Lintas sector : Koordinasi dengan pelbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan.

f.

Dengan masyarakat : Memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Diwujudkan melalui

pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP).

7. UPAYA DAN AZAS PENYELENGGARAAN Bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat pada tingkat pertama (primer). Upaya dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang ditetapkan dinas kesehatan kab/ kota bersama Puskesmas.

8. MANAJEMEN PUSKESMAS a. Perencanaan Proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan diwilayah kerja Puskesmas. Dibedakan atas dua macam :
1. 2.

Perencanaan upaya kesehatan wajib Perencanaan upaya kesehatan pengembangan.

Termasuk kegiatan operasional pusk (Pusling, Manajemen, dsb) dan perbaikan sarana Puskesmas, Rumah dokter serta perawat/ bidan. Langkah kegiatan perencanaan :
1. 2. 3. 4.

Identifikasi masalah Menyusun usulan kegiatan Mengajukan usulan kegiatan Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.

b. Pelaksanaan dan Pengendalian Dilakukan kegiatan :


Mengkaji ulang rencana pelaksanaan Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal pemantauan Menyusun jadwal kegiatan bulanan unytuk tiap penanggungjawab Memeriksa penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan rencana

Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan

9. INDIKATOR KEBERHASILAN

a. Pencapaian kecamatan sehat 2010

Diukur :
1. Lingkungan sehat 2. Perilaku sehaT 3 . Ya n ke s 4. Status kesehatan.

b. Pencapaian program Puskesmas Diukur :

1. Penggerak pembangunan berwawasan kes 2. Pemberdayaan masyarakat & keluarga 3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

10. SISTEM PEMBIAYAAN Sumber :

a. c. e. f.

Pemerintah daerah

b. Masyarakat : JPKM, ASKES, Dana Sehat,d11


Retribusi

d. Swasta / LSM
Pemerintah Pusat Bantuan lainnya. Apabila sistim Jaminan Kesehatan Nasional telah berlaku akan terjadi perubahan pada sistim pembiayaan Puskesmas. Direncanakan pada masa yang akan datang pemerintah hanya bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat Untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistim Jaminan Kesehatan Nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh Pemerintah dalam bentuk pembayaran premi

BAB IX PELAKSANAAN PROGRAM YANKES RUJUKAN DAN KHUSUS

A. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN PENGERTIAN RUJUKAN Suatu upaya pelempahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan
yang paripurna.

Menunjang pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas)

Meliputi program rujukan kesehatan dan medik Rujukan kesehatan bersifat vertikal dan horisontal dan reversibel, terkait dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta upaya yang mendukung

RUMAH SAKIT

1. PENGERTIAN RUMAH SAKIT (RS): Rumah pelayanan sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan

secara

merata

dengan

mengutamakan

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. RS Umum adalah RS yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spelistik dan subspealistik. RS Pendidikan adalah RS Umum Pemerintah Kelas A dan Kelas B yang dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medis oleh Fakultas Kedokteran.

2. TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT RS Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Fungsi RS

Menyelenggarakan pelayanan medis Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis

Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan Menyelenggarakan pelayanan rujukan Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan Kegiatan RS meliputi pelayanan:

gawat darurat rawat jalan rawat inap.

3. KLASIFIKASI RS Klasifikasi RSU adalah pengelompokan RSU berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang disediakan.
a. RSU Kelas A (RSU Pendidikan)

Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spealistik luas dan subspealistik luas, jumlah tempat tidur > 1000 TT.

b. RSU Kelas B (RSU Pendidikan dan Non Pendidikan)

Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spealistik dan subspealistik

terbatas.Jumlah tempat tidur 400-1000 TT.

c. RSU Kelas C Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spealistik dasar. Jumlah tempat tidur 100-400 TT

KLASIFIKASI RS SWASTA - Pratama - Madya - Utama

4.

MENURUT PENGELOLAAN/ KEPEMILIKAN RUMAH SAKIT RS Vertikal (milik Depkes) RS Propinsi RS Kabupaten/ Kota RS TNI/ POLRI (milik DEPHANKAM) RS BUMN (milik Perusahaan Negara) RS Swasta (milik yayasan, kelompok, pribadi).

5. TINGKAT PELAYANAN MEDIS DAN RUJUKAN a. Pelayanan Medis :

- Pelayanan Medis spealistik Dasar adalah pelayanan penyakit Dalam, Kandungan, Bedah dan Kesehatan Anak. - Pelayanan Medis Spealistik luas dan pelayanan medis spealistik dasar ditambah dengan pelayanan spelistik telinga, hidung dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, \ rehabilitasi medis, patologis Minis, patologi anatomi dan pelayanan spealistik lain sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan medis subspealistik luas adalah pelayanan subspealistik disetiap spealistik yang ada

b. Rujukan

Rujukan Vertikal Mis: RS Kelas C dirujuk ke kelas B sesuai dengan tingkat kemampuan fasilitas pelayanan

Rujukan Horizontal Mis: RS Kelas C dirujuk ke Kelas C sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki.

Jenjang Rujukan RS Kelas A

RS Kelas B

RS Kelas B

RS Kelas C

RS Kelas C

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Polindes/Masyarakat

c.

Lingkup rujukan Rujukan Teknologi Rujukan berupa permintaan bantuan teknologi tertentu dalam bidang yang terkait dengan unit RS yang mampu memberikan teknologi tersebut. Contoh: pembuatan sarana pembuangan limbah, pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi peralatan kesehatan. Bantuan sarana Berupa Biaya,tenaga, peralatan dan obat. Bantuan Operasional Berupa permintaan bantuan kepada unit di RS untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu, yang tidak dapat diatasi sendiri.

Rujukan pasien dan specimen RS setelah menangani pasien atau memeriksa spesimen hares mengirim kembali pasien atau hash pemeriksaan spesimen tersebut ke unit yang dirujuk sebagai informasi dan nutuk tindak lanjut. Rujukan Keahlian . 7 . AKREDITASI RS
a.

Definisi Pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada RS yang memenuhi standar.

b.

Tujuan Memacu RS untuk menerapkan standar sehingga mutu pelayanan RS dapat di pertanggung jawabkan.

c.

Standar Standar pelayanan RS. 5 kegiatan 12 kegiatan pelayanan 18 kegiatan pelayanan.

d.

Pelaksana Komisi Gabungan Akreditasi.

e. Landasan Hukum UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Permenkes No. 159 b tahun 1988 tentang Pengaturan Cara-cara akreditasi RS. Kepmenkes No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan RS. Kepmenkes No. 983/Menkes/SK/X1/92 tentang Pedoman Oranganisasi RSU.

f. Pengertian Standar :

Suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, nilai atau mutu Suatu norma atau kesepakatan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.

g. Standar Pelayanan RS 5 kegiatan pelayanan a.1:


1. Administrasi dan manajemen (termasuk Pemeliharaan Sarana dan

Perpustakaan)
2. Pelayanan Medis 3. Pelayanan gawat darurat 4. Pelayanan keperawatan 5. Rekam medis

12 Kegiatan Pelayanan a.1 : 5 kegiatan pelayanan ditambah


6. Kamar operasi 7. Pelayanan Perinatal Resiko tinggi 8. Pelayanan Radiologi 9. Pelayanan Laboratorium 10. Pengendalian Infeksi di RS 11. Keselamatan kerja, kebakaran, kewaspadaan bencana (K3) 12. Pelayanan farmasi

16 Kegiatan pelayanan a.I : 12 kegiatan pelayanan ditambah


13. Pelayanan darah 14. Pelayanan Intensif 15. Pelayanan Rehabilitasi Medis 16. Pelayanan gizi.

g.
-

Standar dalam tiap kegiatan pelayanan : Standar 1 : Falsafah dan tujuan Standar 2 : Administrasi dan pengelolaan Standar 3 : Staf dan pimpinan Standar 4 : Fasilitas dan peralatan Standar 5 : Kebijakan dan procedural Standar 6 : Pengembangan staf, program pendidikan

Standar 7 : Evaluasi dan pengendalian mutu.

i. Status Akreditasi :
Tidak lulus akreditasi nilai < 65% Akreditasi bersyarat ( 1 tahun) nilai minimal 65% Akreditasi penuh (3 tahun) nilai minimal 75% Akreditasi istimewa (5 tahun) : 3 X berturut-turut akreditasi penuh

j. Manfaat Akreditasi Bagi RS :


RS menyadari tingkat pelayanan sesuai standar Sebagai alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi Sebagai simbol RS untuk meningkatkan citra dan kepercayaan terhadap masyarakat

Permohonan bantuan kepada donor untuk pengembangan RS. Bagi Pemerintah : Potret RS terakreditasi Bagi Perusahaan : Asuransi-Mitra Kerja Bagi masyarakat : aman dilayani RS terakreditasi Bagi pemilik RS : kebanggaan Bagi Petugas RS : memberikan kenyamanan, keamanan dan kesadaran dalam tugas dan tanggung jawabnya.

k. Program Lain GKM RS. RSSI & RSSB. RS Proaktif. RS Swadana

PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS Departemen Kesehatan RI Setjen Depkes - Pusat Kesehatan Kerja - Pusat Penanggulang Masalah Kerja

Ditjen Yanmedik -Dityanmed Dasar -Dityankes Jiwa

Ditjen Binkesmas -Ditkes Kerja -Ditkes Komunitas


Sub Dit Institusi & UKBM Sub Dit Kes Indera Sub Dit Kes Olahraga Sub Dit Kes Tradisional

SEKSI PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS Dulu : - Kesehatan Mata - Kesehatan Gigi & Mulut - Kesehatan Jiwa - Kanker - Institusi Kesehatan Khusus - P3K PERDA 37/2000 PROP JATIM: - Kesehatan Indra -Kesehatan Gigi & Mulut -Kesehatan Jiwa -Institusi Kesehatan Khusus -Kesehatan Kerja

-Kesehatan Olahraga -Pengobatan Tradisional Program Tambahan : -P3K -Protokoler

1. PROGRAM KESEHATAN OLAHRAGA Adalah Upaya kesehatan yang memanfaatkan olahraga atau latihan fisik untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Sasaran :

Primer

Masyarakat umum Masyarakat khusus

Sekunder
Tersier Cakupan Program:

:
:

Mitra kerja Perkembangan IPTEK


Pemerintah pusat

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berolah raga secara baik & benar, yankes OR pd masyarakat & pengembangan Kesehatan OR

Pemetaan tingkat kesegaran jasmani di Ind. secara bertahap & berkesinambungan

Terbentuknya BKOM

Tujuan:

Umum : Meningkatkan kesegaran derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan

jasmani dengan aktifitas fisik dan / olahraga yang baik &

benar, teratur dan terukur.

Khusus :

- Meningkatkan kesadaran, sikap & perilaku masyarakat - Meningkatkan Yankes melalui kegiatan aktifitas fisik & atau OR, baik dalam jangkauan maupun kualitas pelayanan

- Menurunkan angka kesakitan penyakit tidak menular & kejadian cedera - Meningktakan kemapuan fungsi tubuh melalui OR

2. PROGRAM KESEHATAN KERJA Adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mem bahayakan diri sendiri &masyarakat sekeliling. 3 Komponen Utama :
a. Kapasitas / Kemamapuan Kerja : sex, umur, gizi, tingkat kesehatan, postur ,

pendidikan jasmani, keadaan fisiologis tubuh, dll


b. Beban Kerja : beban fisik (mengangkat, berlari)

c. Lingkungan Kerja : kebisingan, debu, tinggi meja, sempitnya ruangan

Masalah Kesehatan Kerja di Indonesia -Sistim Informasi Manajemen Kesehatan Kerja belum ada muatan K3 -Dari 100 jt angk.kerja (th 2000), 70-80% di sektor informal belum mendapat yankes yang memadai -Anggapan pengusaha bhw UKK adalah pengeluaran dana Tambahan -Terbatasnya SDM dalam upaya K3 & belum adanya koordinasi yang baik -Era globalisasi, K3 adalah salah satu syarat yang hrs dipenuhi

3.PROGRAM KESEHATAN INDRA Adalah upaya kesehatan dasar di bidang kesehatan mata & telinga yang dilaksanakan di tk. Puskesmas, diselenggarakan secara khusus maupun terpadu dengan kegiatan pokok lain

Tujuan Umum : Meningkatnya derajat kesehatan mata & teliga masyarakatakat secara optimal Khusus : Meningkatnya kesadaran, sikap& perilaku masyarakatarakt dalam

pemeliharaan diri di bid.kes mata & telinga serta pencegahan kebutaan & ketulian Menurunnya prevalensi kesakitan mata & telinga serta kebutaan & ketulian Meningkatnya jangkauan pelayanan refraksi

Program Kegiatan Pelayanan kes. mata dasar : di luar & di dalam gedung Pembinaan PSM Pengembangan UKM di Puskesmas Di Luar Gedung PKM: - Penyuluhan - Penjaringan - Pengobatan - Rujukan kasus ke Puskesmas Di Dalam Gedung PKM - Penyuluhan - Penjaringan - Penanganan kasus penyakit mata

4. PROGRAM KESEHATAN JIWA Menurut UU Kes. No. 23/ 1992) :


Menerima diri sendiri & perasaan aman, nyaman & tentram Menerima orang lain apa adanya Sikap positif terhadap diri sendiri & orang lain Melaksanakan fungsi sehari-hari dan tanggung jawab Mampu mengatasi masalah kehidupan

Prioritas sasaran adalah pendekatan ketahanan keluarga untuk mencegah


Kenakalan Remaja Penyalahgunaan NAPZA Gangguan Kesehatan Jiwa Disfungsi Keluarga Penyimpangan Perilaku Sosial

5. PROGRAM PENGOBATAN TRADISIONAL Adalah salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau keperawatan, mencakup cara, obat & pengobatnya yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, & ketrampilan turun temurun, yang asli atau dari luar Indonesia & diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat. Tujuan Umum : Meningkatkan pendayagunaan obat & cara battra yang terbukti aman & bermanfaat baik secara tersendiri atau terpadu dalam yankes paripurna melalui penggalian, pengkajian penelitian & pengujian battra & pembinaannya di setiap jenjang administrative demi derajat kesehatan yang optimal.

Khusus :

1. Masyarakat mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan dengan upaya batantra


2. Meluaskan penggalian, pengkajian, penelitian & pengujian berbagai

batantra
3. Meningkatkan

Penggunaan

obat

&

batantra

yang

aman

&

bermanfaat
4. Mantapnya pembinaan batantra di setiap jenjang 5. Masyarakat terlindungi dari negatif batantra

6. PROGRAM KANKER Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna adalah program penanggulangan kanker menyeluruh yang dilaksanakan oleh semua potensi yang ada baik pemerintah maupun swasta secara lintas sektor melalui paliatif : tindakan aktif untuk meringankan kanker terutama yang tidak mungkin disembuhkan

7. PROGRAM KESEHATAN GIGI & MULUT Tujuan : Umum : Terwujudnya sistem yankes gilut melalui standarisasi, akreditasi sumber daya berdasar pengamatan epidemiologi serta peran swasta menuju pengembangan kemandirian institusi Khusus
Diterapkannya standar yankes gigi di Kab/Kota serta sarkes Iainny Diterapkannya standar sumber daya yankes gigi di seluruh sarana

Kesehatan - Bertambah mampunya masyarakat memelihara kesgi berdasar standar - Terlaksananya pembinaan sarana yankes gilut, pengamatan epidemiologis & advokasi yankes gilut, sertifikasi di bidang kesgi
Terwujudnya kerjasama den gan pihak terkait dalam rangka

peningkatan yankes gilut pada masyarakat

Sasaran

- Masyarakat
Kualitas pelayanan Sumberdaya Institusi yankesgi Daerah

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Meningkatkan kualitas yankesgi secara bermakna di institusi yankes Meningkatnyakualitas sumbe daya Meratanya yankes gilut bagi masyarakat Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kes. gilut Terlindunginya masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut Terwujudnya jejaring kesehatan gigi dan mulut

BAB X PROGRAM IMUNISASI


I.

LATAR BELAKANG Pemberlakuan UU No. 22 Thn. 1999 & PP No. 25 Thn. 2000

Program imunisasi sebagian besar menjadi tanggung jawab kabupaten / kota Komitmen global : Erapa, ETN & Recam mk dalam pelaksanaannya masih ditentukan bersama-sama antara pusat, provinsi & daerah Re-emerging diseases ( Tb paru, Diphteria ) Kecenderungan meningkatnya KLB PADA3I ( Campak )

II. TUJUAN

Mencegah berjangkitnya & menurunkan angka kesakitan / kematian serta akibat buruk dari PADA3I sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat Tercapainya pemerataan UCI di seluruh desa Tercapainya sertifikasi bebas Polio di Jawa Timur Tercapainya eliminasi Tetanus neonatorum tingkat propinsi Tercapainya reduksi Campak di tingkat propinsi Terlaksananya bulan imunisasi anak sekolah pada tiap bulan November dengan cakupan min 90% Tercapainya cakupan imunisasi Hepatitis B utamanya 0-7 hari min.70 % di setiap kabupaten / kota Meningkatnya rasio tenaga terlatih sesuai standart secara bertahap Tercukupnya ratio peralatan imunisasi sesuai standart secara bertahap Terlaksananya pelayanan imunisasi di unit2 pelayanan swasta terutama di daerah perkotaan

III. KEBIJAKSANAAN
Mutu pelayanan imunisasi diarahkan untuk menjamin safe injection & potensi

vaksin
Kelangsungan program imunisasi dijaga dengan berupaya mencukupi kebutuhan

tenaga pelaksana imunisasi, vaksin serta kebutuhan min. Operasional imunisasi baik APBN, APBD, BULAN & dr sumber lain

Intensifikasi kegiatan imunisasi diarahkan untuk mendukung tercapainya

pemerataan UCI, Erapo , ETN & reduksi Campak serta optimalisasi imunisasi Hepatitis B
Kegiatan program imunisasi dilaksanakan secara terpadu bersama L P & LS

terkait serta upaya pemberdayaan masyaraka


Pemantauan program imunisasi diarahkan pada aspek input, proses & output maupun dampak termasuk kejadian ikutan pasca imunisasi ( KIPI )

Ekstensifikasi & inovasi kegiatan imunisasi dilaksanakan setelah dilakukan


studi operasional, operational research, uji coba yang perlu ditindaklanjuti dengan deseminasi informasi

IV. STRATEGI Pemerataan UCI desa dilakukan dengan cara : - Memperbaiki standart imunisasi
Melakukan revitalisasi PWS

- Melakukan revitalisasi Posyandu


Melakukan perencanaan kegiatan khusus

Melakukan pemantauan dengan supervisi check list

Eliminasi Tetanus neonatorum dilakukan dengan cara :

Meningkatkan cakupan imunisasi TT ( TT 5 dosis)


- Identifikasi daerah resiko tinggi Tetanus neonatorum - Mengupayakan cakupan imunisasi TT WUS min. 3 dosis dengan prioritas di daerah resiko tinggi - Secara konsisten melaksanakan bias

Eradikasi Polio dilakukan dengan cara : - Mopping up atau sub pin di wilayah yang ditemukan virus Polio liar - Secara selektif melakukan backlog fighting ( melengkapi imunisasi Polio pada anak balita di desa yang tidak mencapai UCI )

Reduksi Campak dipercepat dengan : Melakukan crash program Campak pada anak balita di daerah pemukiman baru

termasuk daerah pengungsi


Melaksanakan catch up campaign Campak pada anak kelas I s/d VI - Bagi

daerah yang sudah melaksanakan catch up campaign diteruskan dengan pemberian imunisasi Campak dosis kedua pada anak kelas I baru Imunisasi Hepatitis B :
Memberikan imunisasi Hepatitis B ( HB-1 ) sedapat mungkin pada usia 0-7 hari Intensifikasi imunisasi Hepatitis B menggunakan HB uninject Pengembangan imunisasi Hepatitis B perlu dilaksanakan secara mandiri di unit2

pelayanan swasta
K e g ia t a n b ia s se t i a p d ila n g su n gka n p a d a b u la n No ve m b e r d e n ga n

mempertimbangkan pencapaian hasil bias thn sebelumnya

Pengembangan SDM dilakukan dengan : Melakukan evaluasi terhadap ratio tenaga imunisasi terlatih Mengusulkan kegiatan pelatihan imunisasi / cold chain secara bertahap

Kecukupan peralatan imunisasi : Melakukan evaluasi terhadap ratio peralatan imunisasi Mengusulkan perencanaan peralatan imunisasi sesuai kebutuhan standart ratio

yang telah ditetapkan


Pengembangan pelayanan imunisasi swasta dengan cara : - Identifikasi unit2 pelayanan swasta

Pertemuan desiminasi informasi pelayanan imunisasi swasta Pelaksanaan pelayanan imunisasi swasta Monitoring ( termasuk monitoring cold chain )

Pengembangan sistem pemantauan KIPI - Pelaporan & pelacakan kasus KIPI Pengembangan software KIPI Sosialisasi pencegahan & penanggulangan KIPI TT 5 kali bila interval benar ibu kebal seumur hidup bayaitu terlindungi Tetanus neonatorum DOSIS TT 1 TT 2 TT 3 TT 4 IT 5 INTERVAL MINIMAL 171 + 4 L A M A PERLINDUNGAN MGG TIDAK ADA 3 TAHUN 5 TAHUN 10 TAHUN 25 TAHUN 172 + 6 BULAN TT3 + 1 THN TT4 + 1 THN

Keterangan : tidak ada interval maximal JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI Lahir di RS / Praktek dokter / RB / Bidan praktek :

0 bulan 2 bulan
3 bulan

HB-1, BCG, POL-1 DAPAT- HB1, POL-2


DAPAT-HB2,-POL-3

4 bulan 9 bulan

DAPAT- HB3, POL-4 CAMPAK

Lahir di rumah :

Bulan 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan

Antigen HB-1 BCG DAPAT- HB1, POL -1 DAPAT- HB2, POL-2 DAPAT- HB3, POL-3 POL-4 Yandu

Tempat Rumah Yandu Yandu Yandu Yandu

9 bulan

CAMPAK

Yandu

DOSIS VAKSIN & TEMPAT PENYUNTIKAN Antigen BCG DA PAT TT DT POL Campak HB 1X 3X 2X 1X 4X 1X 3X Dosis 0.05 ml 0.5 ml 0.5 ml 0.5 ml 2 tetes 0.5 ml 0.5 ml 0.5 ml Penyuntikan Intracutan insertio M.D Intramuscular Intramuscular Intramuscular Mulut Intramuscular Intramuscular Intramuscular

DAPAT-HB 3X

MASA SIMPAN VAKSIN Antigen BCG Suhu Penyimpanan + 2C s/d + 8C Umur 1 Tahun

-15C s/d - 25C


DAPAT HB TT DT POL + 2C s/d + 8C + 2C s/d + 8 C + 2C s/d + 8C + 2C s/d + 8C + 2C s/d + 8C

1 Tahun
1 Tahun 26 Bulan 2 Tahun 2 Tahun 6 Bulan

- 15C s/d - 25C


CAMPAK DAPAT HB Pelarut BCG + 2C s/d + 8C

2 Tahun
2 Tahun

- 15C s/d - 25C


+ 2C s/d + 8C Suhu Kamar

2 Tahun
2 Tahun 5 Tahun

Pelarut CPK POL CAMPAK, BCG

Suhu Kamar 27C s/d 33C 27C s/d 33C

5 Tahun 2 hari 7 hari

3.Semua vaksin akan rusak bila kena sinar matahari langsung

Survailen Keamanan Imunisasi Mendeteksi, koreksi & pencegahan programme errors Identifikasi KIPI yang tidak biasa Membedakan ko-insiden & KIPI Mempertahankan kepercayaan thd program imunisasi Membuktikan adanya hipotesis KIPI dari vaksin tertentu Estimasi KIPI-rate dalam masyarakat

Klasifikasi KIPI Reaksi vaksin Kejadian yang disebabkan atau dipicu oleh vaksin yang telah diberikan secara benar, yang disebabkan oleh sifat-sifat yang dimiliki vaksin. Kesalahan Program Kejadian yang disebabkan oleh kesalahan dalam menyiapkan, menangani atau cara pemberian vaksin. Koinsiden Kejadian yang terjadi sesudah imunisasi tetapi bukan disebabkan oleh vaksin (faktor kebetulan). Reaksi injeksi Kejadian, berupa kecemasan atau rasa sakit karena penyuntikan dan bukan karena vaksin. Tidak diketahui Penyebab kejadian belum dapat ditentukan.

Reaksi Vaksin secara local Rasa sakit di tempat suntikan. Bengkak-kemerahan ditempat suntikan sekitar 10 % Bengkak pada DPT, tetanus sekitar 50% Parut BCG terjadi setelah 6 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah beberapa bulan

Reaksi vaksin secara sistemik Demam 10%, kecuali DPT hampir 50%, Iritabel, malaise, gejala sistemik MMR dan campak Demam dan atau rash Konjungtivitis 5-15% Lebih ringan dibandingkan infeksi campak berat pada imunodefisiensi Mumps pembengkaan parotis gland, Rubella nyeri sendi 15 % pembengkaan kelenjar limfe Reaksi vaksin berat Kejang Trombositopeni Hypotonic hyporesponsive episode/ HHE Persistent inconsolable screaming bersifat self-limiting Anafilaksis, potential menjadi fatal, dapat disembuhan tanpa gejala sisa Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DTP

Kesalahan Program - Suntikan tidak steril : Infeksi (abses, selulitis, inf.sistemik, transmisi infeksi virus) - Persiapan vaksin yang salah : Pelarutan tidak steril : infeksi Menggunakan vaksin setelah lewat masa pakai : infeksi kurang kocok : reaksi lokal Pelarut tertukar dgn obat : efek obat yg disuntikan

- Mengabaikan kontra indikasi : reaksi berat/kematian Pencegahan Kesalahan Program Gunakan pelarut dari produsen sesuai dgn vaksin Buang vaksin yg telah dilarutkan setelah habis masa toleransi (tidak lebih dari 6 jam: campak, BCG : 3 jam) Dalam lemari es tidak boleh menyimpan obat lain Menggunakan alat suntik steril untuk tiap suntikan Jurim harus mendapat cukup pelatihan dan supervisi ketat utk menjamin SOP diikuti secara benar Investigasi epidemiologi secara hati-hati terhadap KIPI utk mencari penyebab dan utk memperbaiki praktek imunisasi yg benar. Kejadian Koinsidens Suatu kejadian dapat terjadi pada waktu atau setelah imunisasi dan secara salah dianggap disebabkan oleh imunisasi, hal ini tidak dapat dihindari terutama pada pemberian imunisasi masal. Jumlah kejadian tergantung dari besarnya populasi & insidensi penyakit atau kematian di masyarakat Misal : 1 juta anak 1-15 tahun ikut imunisasi masal mortality rate populasi : 3 per 1000 per tahun maka 1 juta anak yg ikut imunisasi: 1.000.000/1000 X 3 = 3000 akan mengalami kematian dalam satu tahun Maka pd bulan imunisasi diperkirakan akan terjadi 250 kematian atau 8 kematian pada hari imunisasi sebagai koinsidensi

BAB XIV PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERKULOSIS

A.

Masalah Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular berbahaya dan mematikan, tapi dapat disembuhkan. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru, dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di Negara-negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,maka akan kehilangan pendapatammya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah : Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara berkembang. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh : o o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus atau diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang tidak standar, dan sebagainya). o o o Tidak memadainya tata laksana kasus (diagnosa dan paduan obat yang idak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis). Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. Dampak pandemi HIV Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada Negara yang dikelompokkan dalam 27 negara dengan masalah TB besar (High burden countries). Urutan 27 Negara dengan beban pasien kebal obat TB adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. China India Russian Federation Pakistan Bangladesh South Africa Ukraine Indonesia Philippines

10. Nigeria 11. Uzbekistan 12. Democratic Republic of Congo 13. Kazakhstan 14. Viet Nam 15. Ethiopia 16. Myanmar 17. Tajikistan 18. Azerbaijan 19. Republic of Moldova 20. Kyrgyzstan 21. Belarus 22. Georgia 23. Bulgaria 24. Lithuania 25. Armenia 26. Latvia 27. Estonia

Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (Global emergencies). Munculnya pandemic HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB(Multi Drug Ressistance =MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemic TB yang sulit ditangani. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sebanyak 10% dari seluruh penderita TB dunia. Diperkirakan pada 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru, dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA(+) 110/100.000 penduduk. B. Tuberkulosis dan Kejadiannya Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung akibat kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tapi dapat juga mengenai organ lainnya. Kuman ini akan segera mati bila terkena sinar matahari dan cairan pembunuh kuman. a) Cara penularan TB Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei), sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 kuman. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan lembab dan gelap. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular psien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. b) Risiko Penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.. PAsien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB paru dengan BTA negative. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi positif. c) Risiko Menjadi sakit TB Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1% diperkirakan diantara 100.000 penduduk, rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang renah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (opportunistic) seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibtkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Fakta, sedikitnya 1 dari 3 ODHA akan menderita TB. d) Dampak HIV pada program TB Beban kasus (morbiditas dan mortalitas) TB dri kasis HIV meningkat. Putus obat dan reaksi efek samping meningkat. Meningkatkan beban layanan. Akses layanan terhambat akibat stigma

TB dan Infeksi HIV


Lifetime Risk
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

of TB

60%

10%

PPD+/HIV-negative

PPD+/HIV+

e)

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 50% meninggal. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi. 25% menjadi kasus kronis yang sangat menular.

C.

Upaya Penanggulangan TB Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang seara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua decade. Peneapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB

dan dengan demikian menurunkan insidensi TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci : 1. 2. 3. Komitmen politis. Diagnosa utama : Pemeriksaan dahak mikroskopis Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. 5. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Strategi DOTS diatas telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS sebagai berikut: 1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS. 2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya. 3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan 4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. 5. Memberdayakan pasien dan masyarakat. 6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

D.

Resistensi OAT Penyebab utama resistensi OAT antara lain: 1) Penatalaksanaan yang tidak adekuat 2) 3) Diagnosis tidak tepat Paduan OAT yang tidak tepat Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan : tidak adekuat Penyuluhan pasien : tidak adequat

Pasien : Ketidak patuhan menelan OAT : waktu, dosis menghentikan pengobatan Gangguan penyerapan OAT

Program Penanggulangan TB : Suplai OAT yang kurang Kualitas OAT yang rendah

Resistensi kuman TB >> Ulah manusia MONO RESISTEN : salah satu jenis OAT POLI RESISTEN : lebih dari satu jenis OAT MULTI DRUG RESISTANT : H + R

PENEMUAN PASIEN TB DI JAWA TIMUR TAHUN 2004 - 2010

ALL CASES

NEW POSITIVE SPUTUM SMEAR

CDR AND SUCCESS RATE PASIEN TB DI JAWA TIMUR TAHUN 2004-2010

CDR
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
86

SUCCESS RATE
87 89 88 90

86

55 42

59

58

59

54

58

2004 2005 2006 2007 2008 2009

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

CDR

SUCCESS RATE

DAHAK PENDERITA DIPERIKSA DENGAN MENGGUNAKAN TERSANGKA TBC YANG DITEMUKAN DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN (PUSKESMAS, RS, BP4) MIKROSKOP

DIKONSELING, DIBERI OBAT DAN DITUNJUK PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)

MINUM OBAT SELAMA 6 BULAN SECARA TERATUR DAN DIAWASI OLEH PMO

BAB XII PELAKSANAAN PROGRAM KUSTA

Definisi Penyakit kusta adalah suatu penyakit menular yang menahun yang menyerang primer syaraf tepi sekunder kulit yang disebabkan oleh M.Leprae. Masyarakat masih salah kaprah dalam menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh karena kutukan atau keturunan. Penyakit ini dapat menimbulkan problem sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan Nasional. Pada umumnya penyakit kusta ini sering terdapat di negara-negara yang sedang berkembang

Sejarah penyakit kusta 1. Zaman Purbakala Kusta dikenal hampir 2000 SM, hal ini dapat diketahui dari peninggalan di Mesir, India, Tiongkok dan Mesopotania. Juga tertulis di kitab Weda (1400 SM) Kustha, kitab agama Kong Hu Cu Ta Feng, dalam kitab Injil Zaraath, dan di Al-Quran Al Abras / Al Majrum 2. Zaman Pertengahan Obat kusta belum ditemukan sehingga penderita kusta dikucilkan di leprosaria /koloni/ perkampungan kusta seumur hidup 3. Zaman Modern Kuman kusta ditemukan oleh Gerhard Armauer Hansen 1873. Di Indonesia, Dr. Sitanala mempelopori perubahan sistim pengobatan secara isolasi dengan rawat jalan. Perkembangan pengobatan Penyakit Kusta : Pada tahun 1951, pengobatan kusta menggunakan DDS minum obat seumur hidup Pada tahun 1969, pemberantasan mulai dilakukan di

Puskesmas Pada tahun 1982 mulai menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) selama 12 24 bulan

Kebijakan Nasional tentang Pemberantasan Penyakit Kusta Berikut adalah kebijakan nasional yang diambil pemerintah Indonesia dalam memberantas penyakit kusta: Kegiatan pemberantasan kusta diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan umum Pengobatan kusta diberikan secara cuma-cuma Regimen pengobatan MDT mengikuti rekomendasi WHO Penderita kusta tidak diisolasi Peningkatan layanan untuk menurunkan angka kecacatan kasus baru sebesar 35% pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2010

Epidemiologi Pengertian : Ilmu yang mempelajari distribusi dan faktor-faktor yang menentukan dari suatu kejadian yg berhubungan dengan penyakit pd sekelompok masyarakat. 6 komponen rantai infeksi yang sangat berperanan dalam proses penularan penyakit kusta: 1).Penyebab, 2).Sumber Penularan, 3).Cara keluar dari sumber penularan, 4). Cara penularan, 5).Cara masuk ke penjamu, 6).Penjamu Faktorfaktor yg menentukan terjadinya penyakit kusta. a. Penyebab : Mycobacterium leprae Waktu belah 12 14 hari, bisa hidup diluar tubuh manusia sampai 9 hari, petumbuhan optimal pd suhu 27 30 C b. Sumber penularan : Hanya manusia satu-satunya sebagai sumber penularan c. Cara keluar dari Host Luka dikulit dan mucosa hidung yg merupakan sumber keluarnya kuman dan tipe MB merupakan sumber penularan dan penderita yg belum berobat sekali bernafas 10 10.

d. Cara penularan Masa inkubasi 2 5 th Hanya kuman yg solid yang bisa menularkan. Butuh waktu yg lama dan terus menerus untuk dapat ketularan e. Cara masuk ke dalam Host Tempat masuk kuman kusta sampai saat ini belum diketahui secara pasti, para ahli sepakat bahwa masuknya kuman melalui saluran pernafasan bagian atas & kulit yg tidak utuh. f. Penjamu (Host) Hanya orang yg mempunyai imunitas rendah thd kuman kusta yg dpt tertular. Berdasarkan hasil penelitian para ahli didapat bahwa : Dari 100 orang yang terpapar dg penderita kusta maka 95 % kebal (tidak tertular), 3 orang ditemukan gejala klinis tapi sembuh dg sendirinya, 2 orang jadi sakit dan perlu pengobatan untuk dpt sembuh.

Diagnosis Seseorang bisa dinyatakan positif kusta apabila ditemukan minimal 1 (satu) cardinal sign pada diri penderita. Cardinal Sign: 1. Ditemukan lesi kulit yang mati rasa {kelainan kulit ini bisa berwarna kemerah-merahan(eritematous) atau hypopigmentasi}. 2. Penebalan syaraf tepi yg disertai dengan gangguan fungsi (sensoris, motoris & otonom). 3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA +). Apabila seseorang tersebut tidak ditemukan cardinal sign maka dianggap sebagai suspek, di evaluasi 3 6 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan ulangan.

Syaraf tepi yg biasa terganggu Nama syaraf Organ yang terganggu

Nervi Fasialis

Mata

Nervi Radialis

Motorik tangan

Nervi Medianus

Ibu jari,jari telunjuk &jari tengah

Nervi Ulnaris

Pada jari kelingking,jari manis

Nervi Perineos

Motorik Kaki

Nervi Tb.Posterior

Pada permukaan kaki

Klasifikasi 1. Dasar Klasifikasi 1) Manifestasi klinik. 2) Hasil pemeriksaan bacteriologis. 2. Tujuan 1) Menentukan jenis & lamanya pengobatan peny 2) Waktu penderita dinyatakan RFT 3) Perencanaan logistik 3. Jenis klasifikasi 1) Madrid 2) Ridley Jopling 3) India 4) WHO

Untuk kepentingan program pemberantasan kita menggunakan klasifikasi WHO yaitu : Tanda Utama Bercak kusta Gangguan fungsi Sediaan hapusan Pausi Basiler (PB) Jumlah 1 s/d 5 Hanya 1 syaraf BTA Negatif Multi Basiler (MB) Jumlah > 5 Lebih dari 1 Syaraf BTA Positif

Pengobatan 1. Tujuan Memutus matai rantai penularan Menyembuhkan penyakit penderita Mencegah terjadinya cacat

2. Obat yang dipakai A. DDS (Dapsone, Diamino Diphenyl Sulfone) Bentuknya tablet berwarna putih dg takaran 100 mg dan 50 mg dan dosisnya harian Sifatnya bacteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman) Efek samping : yang paling sering Anemia B. Lamprene (B663) / Clofazimine Sifatnya Bacteriostatik, Bacterisid lemah Anti reaksi Bentuknyakapsul berwarna coklat, dg takaran 100 dan 50 mg dosisnya bulanan dan harian. Efek samping : Dapat merubah warna kulit C. Rifampicin Sifatnya Bacteriosid, bentuknya kapsul atau tablet dg takaran 150, 300, 450 dan 600 mg Pemberiannya bulanan, dengan efektifitas 1 x minum 99% kuman akan mati. Efek samping : Flu syndrum, air seni berwarna merah

3. Regimen Pengobatan MDT Jenis Obat PB Dewasa PB Anak (10-14 th) Rifampisin Lamprene DDS Lamprene 600 mg 100 mg 450 mg 50 mg 600 mg 300 mg 100 mg 50 mg 450 mg 150 mg 50 mg 50 mg / 3x / minggu Bulanan Bulanan Harian Harian MB Dewasa MB Anak (10-14 th) Keterangan (minumnya)

Untuk kasus anak umur < 10 th dengan mengunakan kg/Bb yaitu DDS Rifampicin Lamprene : 1 - 2 mg/kg/bb : 10 15 mg/kg/bb. : bulanan 100 mg, harian 50mg/2x/mgg

Reaksi Kusta dan Akibatnya Reaksi kusta: a) Suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yg merupakan suatu reaksi antigen antibodi yang kejadiannya mendadak kelihatan penyakitnya lebih parah dari sebelumnya serta merugikan penderita. b) Reaksi ini merupakan penyulit dari pada program, tetapi tidak semua penderita mengalami reaksi berdasarkan penelitian bahwa penderita yg mengalami reaksi sekitar 20 30 % dari jumlah penderita diobati. c) Reaksi kusta dapat terjadi Sebelum pengobatan, selama dan setelah pengobatan

Reaksi ini dapat menyebabkan kecacatan yang permanen kalau tidak diketahui dengan cepat baik oleh penderita sendiri maupun petugas kesehatan. Hal-hal yg mempermudah(pencetus) terjadinya reaksi kusta, Penderita dalam keadaan kondisi lemah. Kehamilan, setelah melahirkan.

Sesudah mendapat imunisasi.


Infeksi, Malaria, karies gigi, bisul & cacingan dll. Stres fisik dan mental. Kurang gizi.

Reaksi kusta tipe 1 (Reversal Reaction)

Reaksi kusta tipe 2 (Erythema nodosum)

BAB XIII PELAKSANAAN PROGRAM PEMBIAYAAN KESEHATAN

Pengertian JPKM (Pasal No.15 UU No.23 / 1992) Cara penyelenggara pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas UBK, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Sejarah Perkembangan Konsep Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) 1. Tahun 1950 : Sistem Restitusi Pemeliharaan Kesehatan. Semua pengeluaran kesehatan langsung dari pegawai & keluarga diganti pemerintah ( out of pocket ). 2. Tahun 1968 : Sistem Pembiayaan Pra-Upaya. Keppres No.230 tahun 1968, berupa pemotongan 2% gaji pegawai negeri sipil dan pensiunan. Sebagai pengelola adalah BPDPK ( Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan ). 3. Tahun 1980 : Konsep Pembiayaan Pra - Upaya dengan KAPITASI. Berkembang menjadi konsep DUKM ( Dana Upaya Kesehatan Masyarakat ). 4. Tahun 1992 : JPKM mewujudkan Managed Care . Peningkatan Mutu dan Kendali Biaya Kesehatan. Tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Tujuan JPKM Setiap warga negara terlindung dengan pemeliharaan kesehatan paripurna (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) yang terkendali mutu dan biayanya.

Operasional JPKM Badan Pembina (BAPIM)

Badan Pelaksana (BAPEL)

Peserta

Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)

Penjelasan

Pra Upaya : Jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JPKM telah dibayar oleh Bapel kepada PPK sebelum pelayanan kesehatan diterima peserta JPKM (pembayaran di muka). Kapitasi : pembayaran yang dilakukan Bapel kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan yang di berikan oleh PPK kepada peserta dengan membayarkan sejumlah dana sebesar perkalian jumlah anggota/peserta dengan satu satuan harga sebelum pelayanan diberikan. Bentuk Operasional Lain Harkes Konvensional Bayar langsung
PASIEN

PPK Yankes (kuratif)

Asuransi Ganti Rugi BAPEL

PESERTA

PPK

Asuransi Tagihan Provider BAPEL

PESERTA

PPK

JPKM Untuk Masyarakat Miskin (JPKMM) a. Latar belakang :


1. Kesehatan adalah investasi, hak fundamental, dan kewajiban setiap warga Negara. (WHO, UUD 1945, UU 23/1992). 2. Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya.

b. Upaya dalam pemberian pelayanan kesehatan masyarakat miskin:


1. SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) 2. Kartu Sehat

3. JPS BK ( 1998 2002), PDPSE/ Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi ( 2001) 4. PKPS/ Program Kompensasi Pengurangan Subidi BBM Bidang Kesehatan ( 2002 2004)

5. APBN (DEPKES) dan PKPS BBM 2005 (APBNP): a. Pola Asuransi Sosial (semester 1) b.Perpaduan: Penyaluran langsung ke Puskesmas (UKM dan UKP) dan dengan mekanisme asuransi sosial untuk

pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit (semester 2).

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang dapat diperoleh secara gratis. Sebelum terbentuk Jamkesmas, program bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dilaksanakan melalui program JKMM ( tahun 2005) dan ASKESKIN (20052007). Tujuan program Jamkesmas adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien. Landasan hukum: 1. UUD 1945 2. UU 01/2004 3. UU 17/2003 4. UU 40/2004 5. UU 32/2004 6. PP 38/2007

Kondisi pelaksanaan Jamkesmas di Jawa Timur tahun 2009 Penduduk Jawa Timur tahun 2009 adalah 38.387.102 jiwa terdiri dari: - Maskin Quota (Jamkesmas) - Non Quota (termasuk Jamkesda) - Non Maskin : 10.710.051 : 1.411.742 : 26.265.309

Konsep dasar Jamkesmas Payer (DEPKES Pengelola) Pendaftaran Pembayaran Yankes

Member (Masyarakat Miskin)

Pelayanan Kesehatan

Provider (Puskesmas, RS, dll)

Aspek-aspek penyelenggaraan program Jamkesmas meliputi:


1. 2. 3. 4. Aspek Kepesertaan Aspek Pelayanan Aspek Pendanaan dan Mekanisme Keuangan Aspek Pengorganisasian

Penjelasan: 1. Aspek kepesertaan : Peserta Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak

mampu yang ditetapkan oleh Bupati / Walikota; gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat tidak memiliki identitas ditetapkan oleh Dinas Sosial Kabupaten / Kota; masyarakat yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH); dan bayi yang terlahir dari keluarga Jamkesmas. Selain itu juga ada kelompok peserta baru, yaitu penghuni lapas / rutan (Keterangan Karutan / Kalapas); panti-panti (mendapat kartu peserta dari kementerian

kesehatan); masyarakat miskin daerah bencana pasca tanggap darurat (mendapat kartu peserta); dan korban KDRT (dalam proses teknis).

ALUR REGISTRASI DAN DISTRIBUSI KEPESERTAAN Sasaran Nasional (76,4 juta jiwa) kuota Sasaran Kabupaten / Kota berdasarkan Entry Data Terbit Kartu Base

Penetapan SK Bupati / Walikota

Kepesertaan dan Updating Data (penyiapan blanko kartu) Distribusi Kartu Keterangan: Peserta

Sasaran Kepesertaan 2010 masih didasarkan kepada baseline data tahun 2008 meski publikasi data BPS menunjukkan penurunan jumlah masyarakat miskin dari 76,4 juta menjadi 60,39 juta. Data BPS 60,39 juta akan menjadi sasaran Jamkesmas pada tahun 2011 ditambah sasaran sejumlah 16,01 yang akan ditetapkan dengan ketentuan, sehungga jumlah yang dijamin dalam Jamkesmas tetap 76,4 juta. SKTM di luar kota menjadi tanggungan PEMDA. Perhatian Khusus: Bayi baru lahir dari keluarga miskin, anak terlantar/ gelandangan/pengemis (rekomendasi dinas sosial), peserta PKH. 2. Aspek Pelayanan: Pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif,

preventif, kuratif, rehabilitatif) dan berjenjang. Terdapat prosedur untuk mendapatkan pelayanan kesehatan baik di puskesmas, rumah sakit, dan balai kesehatan yang lain. Adapun prosedur untuk mendapatkan pelayanan di puskesmas, yaitu: a. Membawa kartu JAMKESMAS. b. Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan YANKESDAS dapat ke Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL, BIDES, POSKESDES). c. Puskesmas dan jaringannya memberikan YANKESDAS sesuai kebutuhan dan standar pelayanan.

d. Peserta Jamkesmas bila memerlukan Yankes Rujukan, membawa Surat Rujukan dari Puskesmas dan jaringannya. e. Rumah sakit wajib memberikan rujukan balik ke Puskesmas apabila kasusnya sudah dapat ditangani oleh Puskesmas. f. Dalam kondisi gawat darurat, peserta dapat langsung memperoleh pelayanan kesehatan rumah sakit melalui UGD. Prosedur untuk mendapatkan pelayanan di RS, BKMM, BBKPM, PKPM, BP4,BKIM:
a. Peserta harus menunjukkan kartu JAMKESMAS dan membawa Surat Rujukan dari Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL, BIDES, POSKESDES). b. Rajal Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang

menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM, BBKPM, BKPM, BP4, BKIM. c. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS Pemerintah. d. Pelayanan Gawat Darurat.

3.

Aspek Pendanaan dan Mekanisme Keuangan a. Dana pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung ke Puskesmas melalui PT POS. b. Dana pelayanan kesehatan lanjutan dibayarkan langsung ke BKIM/BKMM/BP4/BKPM/BBKPM Perbendaharaan Negara (KPPN). c. Dana awal untuk Balai Kesehatan di atas dan RS diluncurkan sejak bulan Februari via Bank BRI. dan RS oleh Kantor Pusat

4.

Aspek Pengorganisasian

PT ASKES

Dalam program Jamkesmas diamanatkan: apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu, tidak masuk SK Bupati / Walikota pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemda setempat dan mekanisme

pengelolaannya seyogyanya mengikuti Jamkesmas. Hal ini nantinya akan melahirkan program Jamkesmada ataupun terbitnya SKM ataupun Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Jamkesda Progam Jamkesda sesuai dengan RPJMD Jawa Timur 2009-2014 dimana visi RPJMD sendiri adalah terwujudnya Jawa Timur makmur dan berakhlak dalam kerangka NKRI. Dan dengan misi, yakni: Mewujudkan makmur bersama wong cilik melalui APBD untuk rakyat. Anggota Jamkesda sendiri adalah masyarakat miskin dan tidak mampu non kuota (yang belum terdaftar dalam Jamkesmas). Sumber

pembiayaan adalah lewat APBD I dan APBD II. Pelaksanaannya adalah, dimana mereka (masyarakat miskin dan tidak mampu) yang sudah masuk data base akan menerima kartu Jamkesda Provinsi. Sedangkan yang belum masuk data base dapat menerima SKM atau SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Untuk cara pembayaran Jamkesda sesuai dengan PERDA Kab/Kota, Pergub Jatim

(Jamkesmas 2008), Yan dan Obat Provinsi Per 1-7-2010 INA-DRG. Perhatian: a. Untuk mendapat pelayanan gratis di RS Provinsi syarat administrasi harus lengkap: 1. Identitas Maskin : - Kartu Jamkesmas ( Kuota ) - Kartu Jamkesda / SPM Bupati ( Non Kuota ) 2. Rujukan harus dari RS Kab./Kota 3. KSK / KTP b. Untuk Bayi : - Surat Kelahiran - Ikut Kartu Orang Tua - Bila memakai SPM, sebut nama bayi c. . SPM ditandatangani oleh pejabat yg ditunjuk minimal Eselon II (Bupati, Sekda, Asisten, Kadinkes, Kadinsos). d. Gelandangan / T-4 (Tempat Tinggal Tidak Tetap ) dengan surat dinsos dapat mengikuti Jamkesmas e. Pelaksanaan SPM masih tidak seragam, dimana masih ada kabupaten / kota yang tidak mau menerbitkan SPM

Hak Pasien Miskin a. Mendapat pelayanan sesuai ketentuan b. Mendapat obat sesuai ketentuan c. Mendapat alat implant sesuai ketentuan d. Kamar /Perawatan Kelas III e. Ambulance jenazah f. Droping pasien jiwa Program Prioritas Jawa Timur 1. Program Penuntasan Jaminan Yan Kes Maskin. 2. Program Percepatan Penurunan AKI dan AKB. 3. Program perbaikan gizi buruk masyarakat. 4. Program Pengendalian Penyakit Menular ATM dan KIDD. 5. Program Pemerataan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan. 6. Program Perbaikan sistem rujukan dan mutu Pelayanan Rumah Sakit.
District Health Account (DHA)

Merupakan

pencatatan,

analisis,

dan

pelaporan

situasi

pembiayaan

kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota. Manfaat DHA adalah diperolehnya gambaran yang komprehensif tentang situasi pembiayaan kesehatan di Kabupaten / Kota yang bersangkutan, misalnya: total biaya yang tersedia, biaya kesehatan per kapita,

sumber biaya kesehatan baik dari pemerintah ataupun non pemerintah, pengelola biaya. Peran DHA antara lain: 1. Untuk menyusun strategi perbaikan sistem pembiayaan kesehatan 2. Untuk meningkatkan kinerja program kesehatan di Kabupaten/Kota 3. Untuk menyusun PHA (skala nasioal) / NHA (skala provinsi)

NHA/PHA/DHA menghasilkan informasi tentang: 1. SUMBER BIAYA (SB) kesehatan pemerintah dan non-pemerintah 2. PENGELOLA ANGGARAN (PA) pemerintah, swasta, LSM, asuransi, RT 3. PENYELENGGARA PELAYANAN (PL) Dinkes, RS, Puskesmas, klinik dll 4. JENIS KEGIATAN (JK) yang dibiayai kegiatan langsung dan tidak langsung/ penunjang 5. MATA ANGGARAN (MA) barang modal, biaya operasional, biaya Pemeliharaan, dll 6. JENIS PROGRAM (PR) yang dibiayai PP#38, Permendagri 59, SPM, MDGs 7. JENJANG KEGIATAN (JJ) Jenjang administratif dimana kegiatan tsb dilakukan : propinsi, kab/kota, kecamatan, desa, masyarakat 8. PENERIMA MANFAAT (PM) : menurut ciri demografi, status sosioekonomi dan kategori masalah kesehatan (penyakit) berdasar umur Masalah Pembiayaan Kesehatan a. Jumlah yang terlalu kecil b. Berbagai sumber pembiayaan terfragmentasi c. Kekurangan biaya operasional d. Terlalu banyak untuk kegiatan tidak langsung e. Alokasi tidak sesuai dengan program prioritas f. Realisasi anggaran terlambat

BAB XIV PELAKSANAAN PROGRAM SURVEILANCE

Surveilans AFP Definisi AFP Semua anak usia < 15 tahun Kelumpuhan yang sifatnya lemas (flaccid) Terjadi mendadak dalam 1 14 hari Bukan disebabkan rudapaksa / trauma Bila ada keraguan laporkan sebagai kasus AFP

Tujuan Surveilans AFP 1. Sertifikasi Indonesia bebas polio tahun 2010 2. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-polio liar (terdapat penderita polio lumpuh)

Imunisasi Rutin

PIN Sweeping BIAS Polio

Mopping Up

Perlindungan Masal

? Bebas Polio

Fokus Polio

Bebas Polio

Surveilans AFP

Diagram Eradikasi Polio

Tahap Pemantauan Virus Polio Baru (import) Masih banyak negara-negara yang mempunyai penderita polio baru yang mungkin masuk ke Indonesia dan beredarnya VAPP dan VDVP yang beredar pada anak imunitas rendah. Oleh karena itu diperlukan surveilans AFP (SAFP) yang berkualitas tinggi dapat menuntun kita mendeteksi daerah yang diserang oleh virus polio liar (import) atau VDVP. Apabila ditemukan, mopping up dapat segera dilakukan pada daerah terbatas sehingga efisien dan dipertahankan tetap bebas polio.

Strategi Eradikasi Polio (pasca PIN) Imunisasi Rutin BIAS SubPIN

Daya lindung Anak terhadap Polio Tinggi

Pemantauan virus polio baru harus ketat dan teliti

Surveilans AFP

Mopping Up

Konsep Surveilans AFP Gejala polio adalah lumpuh layuh akut. Jika ditemukan anak dengan gejala lumpuh layuh akut, harus dibuktikan bahwa anak tersebut bukan penderita polio. Hal ini dikarenakan penderita lumpuh belum tentu akibat virus polio. Sulit ditetapkan secara klinis adanya polio diantara semua penderita dengan gejala lumpuh layuh akut yang ditemukan, oleh karena itu diperlukan biakan virus. Semua penderita lumpuh layuh akut yang telah ditemukan (dini) harus diperiksa laboratorium dengan teliti untuk diidentifikasi apakah polio atau bukan. Bila tidak ada satupun yang polio menurut laboratorium, maka dapat dinyatakan bebas polio

Konsep Surveilans AFP

Penemuan kasus lumpuh layuh akut secara intensif

Indikator

Laboratorium Tangguh

Indikator

INDIKATOR 1. Semua anak lumpuh ditemukan (AFP Rate non polio 1) 2. Spesimen adekuat 80% (Tinja anak dapat diambil pada saat awal sakitnya dan dikirim ke laboratorium dengan benar) 3. Kemampuan petugas untuk menemukan anak lumpuh (zero reporting 90%)

Strategi Surveilans AFP Menemukan kasus AFP minimal 1/100.000 penduduk < 15 tahun Upaya penemuan : di Rumah Sakit di Puskesmas dan Masyarakat

Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium Keterlibatan ahli Pemeriksaan Ulang 60 hari Zero Reporting

Langkah Kegiatan Pemasaran Sosial Merumuskan Pedoman Sistem Surveilans Menetapkan Organisasi dan Mekanisme Kerja Sumberdaya Manusia Sarana Pendukung Kegiatan Surveilans Umpan balik, supervisi dan konsultasi Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan Lanjutan Membentuk tim inti yang kuat Memperkuat motivasi dan kerjasama Melakukan perbaikan terus menerus

Komunikasi yang efektip dan efisien Evaluasi yang bermutu Umpan balik yang efektip

Active hospital based surveillance Ketenagaan di Rumah Sakit Contact Person (Jumlah dan Tempat) supervisor

Manajemen Mobilisasi Evaluasi Pemeriksaan Buku Register Semua entry dijaga Zero reporting

Community based surveillance Ketenagaan Tenaga (Jumlah dan Tempat) Rate pergantian tetap/sementara

Manajemen Sosialisasi (petugas dan kader) Mobilisasi Pemeriksaan Buku Register Zero Reporting

Sarana

Pencarian kasus AFP di RS-Puskesmas Harus melibatkan dokter dan perawat Perhatikan kasus anak dengan muntah-muntah, diare, gizi buruk, efek samping obat Tanyakan setiap pasien di rawat apa ada kelemahan pada ekstremitas Laporkan dahulu kasus yang dicurigai AFP tanpa menunggu diagnosis Perlu penyegaran ilmu kembali perawat-perawat di bangsal tentang kasus AFP Kesimpulan Mari kita buat mudah pelaporan AFP Anak < 15 tahun lumpuh layuh Terjadi dalam 2 minggu

Perlu mengingatkan kembali dokter/perawat tentang diagnosis - tatalaksana kasus AFP dan campak Pelaporan AFP akan meningkat bila pengamatan pasien rawat inap rawat jalan di bangsal lebih ditingkatkan

Apabila ada KLB CPL & VDPL, yang harus dilakukan adalah: Tingkatkan sosialisasi dan penemuan kasus secepatnya Inventarisasi daerah resiko tinggi Tingkatkan kualitas cakupan imunisasi Pelaksanaan PIN harus sukses ( semua balita dapat tetesan) Pemantauan daerah resiko tinggi Kualitas specimen harus benar-benar adekuat

Anda mungkin juga menyukai