Anda di halaman 1dari 6

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA 2 Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa (Anwar, 2009).Yang dimaksud dengan system imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,1996). Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam tubuh masuk suatu zat yang oleh sel at au jaringan tadi dianggap asing, yaitu yang disebut antigen. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak dapat membedakan self dan non-self sehongga sel-sel dalam sist em imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan dirinya sendiri (seluruh sel di dalam tubuh) dengan pendatang asing (bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Karena manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sistem imunitas mampu beradaptasi dengan kondisi sehari-hari. Sistem imun terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik, keduanya berperan terutama dalam proses fagositosis. Dalam laporan ini akan dijelaskan mengenai sistem imun dan proses fagositosis tersebut. BAB 3. PEMBAHASAN 3.1 SISTEM IMUN Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik 3.1.1 NONSPESIFIK Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan int eraksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi. Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat

memberikan respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan part ikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri. Kekebalan tubuh nonspesifik adalah bagian dari tubuh kita yang telah ada sejak kita lahir. Ciri-cirinya: Sistem ini tidak selektif,artinya semua benda asing yang masuk ke dalam tubuh akan diserang dan dihancurkan tanpa seleksi, Tidak memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi yan terjadi sebelumnya. Komponen-komponen yang berperan dalam sistem imun nonspesifik dalam rongga mulut adalah: 1. Protein-Enzim a. Enzim lisozomal : merupakan enzim mukolitik yang mampu memecahkan ikatan glikopeptide dinding bakteri gram positif, sehingga lisis. Termasuk kolagenase, elastase, hyaluronidase. Mesikupun enzim-enzim ini diproduksi oleh sel-sel neutrofil, sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar ludah. Perlu ditekankan bahwa enzim penghancur juga di produksi oleh bakteri sehingga hadirnya enzim ini juga dapat merusak jaringan gingivanya sendiri. bahkan disebut suatu protase yang dapat mengaktifkan IgA. b. Laktoferin dan laktoperoksidase: yang mempunyai aktifitas antibakteri dan antivirus. c. Musin: yang menghambat perlekatan virus pada sel epitel. d. Interferon: diproduksi oleh sel hospes, sebagai reaksi terhadap invasi virus. Dibedakan tiga tipe interferon manusia, yaitu: (alfa), dihasilkan oleh sel-ael darah putih,(beta) oleh fibroblas dan (gamma) oleh limfosit yang teraktivasi. Zat ini mempunyai spectrum luas dari aktivitas biologiknya termasuk melindungi sel dari infeksi virus, menekan replikasi virus, meningkatkan aktivitas sel NK (Natural Killer) dan menghadirkan HLA pada permukaan sel makrofag dan sel limfosit B. e. Sitokin: merupakan zat biologik aktif yang diproduksi berbagai tipe sel dari kelompok non-limfoid, sebagai reaksi terhadap suatu radang. Misalnya: histamin yang dikenal sebagai vasodilator; prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama dengan leukotrin, SRA-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos. IL1 (Interleukin-1 diproduksi oleh sel

monosit yang paling banyak dibicarakan, memobilisasi sel yang terlibat dalam proses radang. 2. Komplemen Sudah ada dalam darah, sebelum dibentuknya IgM dalam mobilitas elektroforosis termasuk kelompok alfa dan beta globulin. Terutama dihasilkan oleh hari beredar dalam darah sebagai bentuk yang tidak aktif, dan bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi ditemukan bentuk C2, C4, dan C5. Mengenai C3 disamping dalam bentuk yang tidak aktif, juga dalam bentuk yang berubah, artinya aktivasi komplemen sudah terjadi secara in vivo. Kehadiran ikatan kompleks Ag-Ab, akan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik seperti model kaskade pembekuan darah (self amplifying). Dimulai dengan pengaktifan C142, berlanjut ke C3 dan berakhir dengan lisisnya membran sel target oelh C5-9. Pengaktifan C3 juga dapat brlangsung dengan jalan pintas tanpa adanya antibody yang disebut jalur alternatif. Plak gigi ternyata berpotensi membuka jalur ini, akan mengaktifkan C3 yang berakhir juga dengan membranolisis/antigenolisis. Konsentrasi C2 dan C4 dalam cairan gingival yang meradang, meningkat dibandingkan dengan normal. Sel-sel ini baru aktif bekerja kalau tubuh dimasuki zat-zat bersifat allergen ang biasanya terdapat dalam makanan. 3. Sel N.K (Natural killer) Sel ini baru jelas peranannya dalam system pertahanan, terutama menghadapi perubahan komponen tubuh sendiri, sebagai akibat dari perlakuan virus ataupun zat-zat kimia tertentu. Sel ini tidak memiliki permukaan sel T ataupun sel B. dapat mengenal benda asing tanpa memerlukan pengenalan spesifik terlebih dahulu (tidak mempunyai memori). Tidak memiliki sifat fagosit tetapi mempunyai reseptor IgG sehingga membunuh sel targetnya dengan mekanisme intim kontak ekstraseluler. Sel ini menempati garis pertahanan yang terdapat dalam system pertahanan seperti halnya natural antibody dari system kekebalan humoral. Terutama dalam upayanya mengendalikan kecenderungan sel menjadi ganas. Sel NK tidak membunuh bakteri maupun benda asing lainnya dengan fagositosis. Sel NK memiliki vesikel yang berisi perforin, dimana zat ini akan menempel pada dinding sel bakteri dan membuat lubang pada sel bakteri yang menyebabkan air, garam maupun zat lain yang berada di luar tubuh bakteri masuk ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan lisis. 3.1.2 SPESIFIK Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga. Ciri-cirinya: Bersifat selektif terhadap bendaasing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ), Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal. Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam jaringan submukosa, gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan kelenjar getah bening ekstraoral. 1. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar tepat dibawah epitel mulut, didaerah palatum lunak, dasar mulut, permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi dan di bibir. Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil. 2. Jaringan Limfoid Gingival Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama

sel-sel limfosit yang dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku gingival sehat akan meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang spesifik. Bagaimanapun juga kebanyakan sel-sel ini memproduksi zat-zat immunoglobulin non-reaktif. Makrofag hadir dalam gingiva, disamping memproses antigen juga ikut membantu penghancuran plak gigi. Reaksi timbal balik antara merusak dan melindungi berlangsung jelas dalam limfoid gingiva. 3. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva dasar mulut, palatum, bibir, dan pipi seperti juga dari gingival dan pulpa. Semuanya bergabung membentuk saluran yang lebih besar yang bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih dalam pada otot lidah. Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju kelenjar getah bening submental, submaksilaris, dan servikal. Tiap antigen yang berhasil masuk disebarkan langsung melalui getah bening ini ataupun melalui sel-sel fagosit. Lalu diteruskan ke kelenjarnya untuk dibangkitkan tanggap kebalnya. Gambaran khas dari kelenjar ini ialah adanya sel-sel dendritik yang berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen. Demikian juga tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi tempat berlangsungnya sekresi antibody local. Tenggap kebal yang ditunjukan, dapat berbeda sesuai dengan antigen dan prosentasinya . tanggap kebal seluler menyebabkan pembesaran daerah parakortikal yang mengemban sel T. sedangkan tanggap kebal humoral melibatkan bagian korteks yang didominasi oleh sel B. bagaimanapun juga selsel plasma yang memproduksi antibody sebagian besar terdapat didalam medula. 4. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar baik yang besar ataupun kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok dibawah mukosa mulut. Kebanyakan sel plasma memproduksi IgA dan beberapa diantaranya IgG dan IgM. Tampak bawah kebanyakan IgA dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang bersangkutan dalam bentuk dimerik. 5. Sel-Sel Langerhans Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini yang tersebar di atas selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik yang besar kemampuan kerja seperti makrofag, memiliki reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen HLA-D. sesudah fagositosit, langerhans bermigrasi menuju kelenjar getah bening local dan menatap di daerah sel T parakortikal. Dengan demikian memprakarsai tanggap kebal seluler. 3.1.3 SKEMA SISTEM IMUN NONSPESIFIK DAN SPESIFIK Non-spesifik Spesifik SELULER Neutrofil, eusinofil, basofil, platelet, makrofag, monosit sel N.K Sel T dan B, sel dendritik, sel langerhans, sel pemresentasi antigen HUMORAL Lisozim, sitokin, interferon, komplemen protein Antibody IgG, IgM, IgA, IgE, IgD, limfokin 3.2 KEMOTAKSIS Banyak jenis zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan netrofil dan makrofag bergerak menuju sumber zat kimia. Fenomena ini

dikenal sebagai kemotaksis. Bila jaringan mengalami peradangan, sedikitnya terbentuk selusin produk yang dapat menyebabkan kemotaksis ke arah area yang mengalami peradangan, misalnya beberapa toksin bakteri atau virus, produk degeneratif dari dareah yang mengalami radang itu sendiri, dan beberapa produk reaksi kompleks komplemen. Proses kemotaksis bergantung pada perbedaan konsentrasi zat-zat kemotaktik. Pada daerah dekat sumber, konsentrasi zat-zat ini paling tinggi dan menyebabkan gerakan sel darah putih yang terarah. Kemotaksis efektif sampai jarak 100 mikrometer dari jaringan yang meradang. Karena hamper tidak ada area jaringan yang jauhnya lebih dari 50 mikrometer dari kapiler, maka sinyal kemotaktik dapat dengan mudah memindahkan sekelompok sel darah putih dari kapiler ke daerah yang meradang. 3.3 FAGOSITOSIS Fungsi netrofil dan makrofag yang terpenting adalah fagositosis, yang berarti pencernaan intraseluler terhadap agen yang mengganggu. Sel fagosit harus memilih bahan-bahan yang akan difagositosis; kalau tidak demikian, sel normal dan struktur tubuh pun akan dicerna. Sistem imun tubuh membentuk antibody untuk melawan agen infeksius seperti bakteri. Antibody kemudian melekat pada membrane bakteri dan dengan demikian membuat bakteri menjadi rentan khususnya terhadap fagositosis. Untuk melakukan hal ini, molekul antibody juga bergabung dengan produk C3 dari kaskade komplemen. Molekul C3 ini kemudian melekatkan diri pada reseptor di atas membrane sel fagosit, dengan demikian memicu fagositosis. Proses seleksi dan fagositosis ini disebut opsonisasi. Fagositosis merupakan suatu istilah yang secara harafiah berarti sel makan dapat dipersamakan dengan pimositosis yang berarti sel minum. Fagositosis merupakan suatu proses atau cara untuk memakan bakteri atau benda asing yang dilakukan dimana setelah benda asing atau bakteri melekat pada permukaan makrofag maka makrofag membentuk sitoplasma dan melekuk kedalam membungkus bakteri atau benda tersebut. Tonjolan sitoplasma yang saling bertemu itu akan melebur menjadi satu sehingga benda asing atau bakteri akan tertangkap didalam sebuah vakuol fagostik intra sel. Segera setelah partikel asing difagositosis, lisosom dan granula sitoplasmik lainnya segera datang untuk bersentuhan dengan gelembung fagositik dan membrannya bergabung dengan membrane gelembung, selanjutnya mengeluarkan banyak enzim pencernaan dan bahan bakterisidal ke dalam gelembung. Jadi, gelembung fagositik sekarang menjadi gelembung pencerna, dan segera dimulailah proses pencernaan partikel yang sudah difagositosis. Netrofil dan makrofag, mempunyai sejumlah besar lisosom yang berisi enzin proteolitik yang khusus dipakai untuk mencerna bakteri dan protein asing lainnya. Lisosom yang ada pada makrofag (tetapi tidak pada netrofil) juga mengandung banyak lipase, yang mencerna membrane lipid tebal yang dimiliki ileh beberapa bakteri tertentu seperti basil tuberkolosis. Selain mencerna bakteri yang dicerna dalam fagosom, netrofil dan makrofag juga mengandung bahan bakterisidal yang membunuh sebagian besar bakteri, bahkan bila enzim lisosomal gagal mencerna bakteri tersebut. Hal ini penting karena beberapa bakteri mempunyai selubung pelindung atau factor lain yang mencegah penghancurannya oleh enzim pencernaan. 3.3.1 SEL-SEL FAGOSIT Sel-sel fagosit terdiri dari : a) Sel monosit : sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana setelah matang akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan

berfungsi sebagai fagosit. b) Sel makrofag : diferensiasi dari sel monosit yang berada dalamm sirkulasi. Ada 2 golongan , yaitu : Fagosit professional : monosit dan makrofag yang menempel pada permukaan dan akan memakan mikroorganisme asing yang masuk. Monosit dan makrofag juga mempunyai rseptor interferon dan migration inhibition Facktor (MIF). Antigen Presenting Cell (APC) : sel yag mengikat antigen asing yang masuk lalu memprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Sel-sel yang dapat menjadi APC antara lain : kelenjar limfoid, sel langerhans dikulit, sel kupferr dihati, sel mikrogrial di SSP dan sel 3.3.2 Bentuk dan Sifat Makrofag Fagosit mononukleus memiliki ciri marfologis dengan spectum luas berdasarkan keadaan aktifitas gungsional dan jaringan yang dihuni. Makrofag dapat terfiksasi atu mengembara, makrofag ini mengembara bergerak dengan mempergunakan gerakan amuboid, gerakan amuboid ini juga terjadi jika ada rangsangan. Pada saat ini mereka mempunyai bentuk sangat tidak teratur, dengan kaki palsu yang terjulur kesegala arah. Dengan mikroskop electron terlihat permukaan makrofag tidak teratur, kaki palsu yang terjulur kesegala arah. Membran plasma berlipat-lipat dan mengandung tonjolan dan lekukan Nukleus mengandung kromotin padat, berbentuk bulat, lebih kecil, nucleoli tidak mencolok, sitoplasma terpulas gelap dan sedikit mengandung vakuol kecil yang secara supra vital dengan merah netral. Makrofag mempunyai lisozom primer yang mengeluarkan isinya kedalam vakuol, sitoplasma terpulas terpulas gelap dan sedikit mengandung vakuol kecil yang terpulas secara supra vital dengan merah netral. Makrofag mempunyai lisozom primer yang mengeluarkan isinya kedalam vakuol yang mengandung bahan yang telah difagositose sehingga menghasilkan lisosom sekunder atau disebut juga fagozomdimana terjadi pencernaan bahan yang ditelan tersebut. Fagositosis dan perluasan dibantu juga dengan permukaan yang berlipatlipat. Umumnya mempunyai apparatus Golgi yang berkembang baik, disamping lisosom dan sebuah retikulum endoplasma kasar yang jelas. Pada proses transformasi monosit kemakrofag terdapat peningkatan sitesis protein dan ukuran sel, juga terdapat peningkatan komplek Golgi, lisosom mikrotubul dan mikro filamen. Makrofag terfiksasi pengembara merupakan fasefase berbeda dari sel yang sama dan satu fase dapat merubah dirinya sendiri menjadi fase lain. Karena kesanggupan makrofag untuk bergerak dan memfagositer maka fungsi utama dari makrofag adalah dalam pertahanan organisme tersebut. Makrofag menelan sisa-sisa sel, zat inter sel berubah, mikro organisme dan partikel yang memasuki tubuh. Jika makrofag menjumpai benda yang berukuran besar, makrofag-makrofag bersatu untuk membentuk sel besar dengan 100 nukleus atau lebih yang disebut dengan sel raksasa benda asing multi nuklir. Dalam keadaan sehat, makrofag merupakan fase akhir dalam siklus hidup monosit, setelah meninggalkan sum-sum tulang monosit tinggal selama 8 74 dalam dan melintasi dinding venula atau kapiler untuk menembus jaringan penyambung, yang akhirnya menjadi makrofag. Makrofag juga berperan pada reaksi imunologis tubuh, dengan menelan memproses, dan menyimpan antigen dan menyampaikan informasi kepada sel-seln berdekatan secara imunologis kompeten (limfosit dan sel plasma). Makrofag mempunyai reseptor yang mengikat antibody dan makrofag bersenjata demikian sanggup mencari dan menghancurkan antigen yang khas terhadap antibody itu. Selama proses infeksi limfosit T yang terangsang menghasilkan sejumlah limfokin yang menarik makrofag ketempat yang membutuhkannya dan terus mengaktifkannya. Makrofag berukuran

10 30 mm, bentuk tidak teratur, inti lonjong atau bentuk ginjal letak exentrik, mengandung granula azurofilik, Makro. Makrofog merupakan sel yang panjang umurnya dapat bertahan berbulanbulan dalam jaringan. Bila cukup dirangsang sel-sel ini dapat bertumbuh besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas + thele = putting + eidos = seperti sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa) multinukleus, jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis. Makrofag kadang-kadang mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur dengan kaki-kaki palsu yang terjulur keseluruh arah, membran plasma yang melipat-lipat dan bertonjolan kecil-kecil. Keadaan permukaan demikian itu membantu perluasan fagositosis dan gerakan sel. Sajian jaringan dari hewan yang telah disuntik secara vital dengan karbon koloid atau zat warna koloid seperti biru tripan menampakkan makrofag dengan kumpulan zat warna tadi dalam vakuol-vakuol dalam sitoplasma. Makrofag terutama berasal dari sel precursor dari sum-sum tulang, dari promonosit yang akan membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Pada tahap kedua monosit berimigrasi kedalam jaringan ikat tempat mereka menjadi matang dan inilah yang disebut makrofag (makro=besar+phagen=makan). Di dalam jaringan makrofag dapat berproliferasi secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih banyak. Pada penelitian yang terutama menggunakan sel berlabel radioaktif mendapatkan bahwa kebanyakan bahkan mungkin semua, sel fagostik ini berasal dari promonosit sel mononuclear yang berasal dari sum-sum tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit. Pada penelitian yang terutama menggunakan sel berlabel radio aktif, didapati bahwa kebanyakan bahkan mungkin semua, sel fagostik ini berasal dari promonosi sel mononuklir yang berasal dari sumsum tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit. Pada penelitian yang terutama menggunakan sel berlabel ardio aktif, didapati bahwa kebanyakan bahkan mungkin semua, sel fagositik ini berasal dari promonosi sel mononuklir yang berasal dari sumsum tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit Mononuklir atau lebih sederhana system makrofag. Sel-sel system makrofag terdapat pada: 1. Jaringan ikat Inggar berupa macrofag atau histiosit 2. Didalam darah berupa monosit 3. Didalam hati melapisi sinusoid dikenal sebagai sel Kupffer 4. Makrofag perivaskuler sinusod limpa, limfonodus, dan sum-sum tulang. 5. Pada susunan syaraf pusat berupa mikroglia yang berasal dari mesoderm. 3.3.3 Fungsi Makrofag Karena sifat fagositik atau gerakan amuboidnya mereka aktif dalam pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, memiliki reseptor untuk immunoglobihin pada membran selnya. Makrofag mempunyai fungsi antara lain. 1. Fungsi utama adalah melahap partikel dan mencernakannya oleh lisozom dan mengalarkan sederetan substansi yang berperan dalam fungsi pertahanan dan perbaikan. 2. Dalam system imun tubuh sel ini berperan serta dalam mempengaruhi aktivitas dari respon imun, mereka menelan, memproses dan menyimpan antigen dan menyampaikan informasi pada sel-sel berdekatan secara imunologis compoten (limposit dan sel plasma) 3. Macrofag yang aktif juga merupakan sel sektori yang dapat mengeluarkan beberapa substansi penting, termasuk enzim-enzim, lisozim, elastase, kolagenase, dua protein dari sistim komplemen dan gen anti virus penting, interveron. Fagositosis sel makrofag terjadi secara bertahap dan mekanisme

fagositosis dipengaruhi oleh fakto eksentrik dan faktor intrinsic. Daya fagositosis maksimum dicapai setelah 2 (dua) hari suntikan trypan blue. Hal berikutnya daya fagositosis sel makrofag mulai berkurang. 3.3.4 Fagositosis Bakteri SITOPLASMA INTI LISOSOM 1) Bergerak kearah objek kemotaksis 2) Perlekatan sel target pada fagosit 3) Bakteri ditelan dan dihancurkan (endositosis) 4) Jadilah proses fagolisosom 5) Bakteri dihancurkan, menghasilkan residu/sisa FAGOSOM Dari komponen bakteri yang tidak berbahaya Ex : sitoplasma bakteri FAGOLISOSOM VAKUOLA DIGESTIF BAHAN RESIDUAL

DAFTAR PUSTAKA Bevelander G, dan Ramaley J A (1988) Essentials of Histology. Diterjemahkan oleh Gunarso W. Makrofag dalam dasar-dasar Histologi. Erlangga:Jakarta HI: 177 178 ed 8. Buku Ajar Alergi Imunologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi 2. C.Roland Leeson, et al Texbook of Histology. Diterjemahkan oleh Yan Tambayong dkk Buku Ajar Histologi ed V Jakarta 1966. Hal 117 118 Eisenstein TK, Actor P, Friedman H: Host Defenses to Intracellular Pathogens.. Plenum Publishing Co, New York, 1983 Finlay BB, Falkow S: Common Themes In Microbial Pathogenicity. Microbiol Rev 53:210, 1989 Foster TJ: Plasmid-Determined Resistance To Antimicrobial Drugs And Toxic Metal Ions In Bacteria. Microbiol Rev 47:361, 1983 Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC Hardegree MC, Tu AT (eds): Handbook of Natural Toxins. Vol.4: Bacterial Toxins. Marcel Dekker, New York, 1988 Iglewski BH, Clark VL (eds): Molecular Basis of Bacterial Pathogenesis. Vol. XI of The Bacteria: A Treatise on Structure and Function. Academic Press, Orlando, FL, 1990 L.Carlos Jungueira, MD. Basic Histology. Eight edition. Page 106 108 Luderitz O, Galanos C: Endotoxins of Gram-Negative Bacteria. p.307. In Dorner F, Drews J (eds): Pharmacology of Bacterial Toxins. International Encyclopedia of Pharmacology and Therapeutics, Section 119. Pergamon, Elmsford, NY, 1986 Maximow Alexander and William Bloom A Text Histology seventh edition 70 74 chapter 4. Mims CA: The Pathogenesis of Infectious Disease. Academic Press, London, 1976 Payne SM: Iron and virulence in the family Enterobacteriaceae. Crit Rev Microbiol 16:81, 1988 Sack RB: Human Diarrheal Disease Caused by Enterotoxigenic Escherichia coli. Annu Rev Microbiol 29:333, 1975 Salyers, AA, Whitt DD: Bacterial Pathogenesis A Molecular Approach ASM Press, 1994 Smith H, Turner JJ (eds): The Molecular Basis of Pathogenicity. Verlag Chemie, Deerfield Beach, FL, 1980 Smith H: Microbial surfaces in relation to pathogenicity. Bacteriol Rev 41:475, 1977 Weinberg ED: Iron Withholding: a Defense Against Infection and Neoplasia. Physiol Rev 64:65, 1984

Sistem Imunitas Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen. Menurunnya fungsi faktor-faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi. Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain : Membran mukosa Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksi, tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratinisasinya yang mengakibatkan epitel mukosa mulut sangaat efisien sebagai barier. Kedua hal ini, haruslah dalam keadaan seimbang. Keratinisasi palatum durum dan gusi sangat baik sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi sangat baik, karenanya merupakan barier pertahanan yang agaak lemah. Namun, kontak yang rapat antara epitel kantong gusi dan permukaan gigi dapat menurunkan kemungkinan penetrasi mikroorganisme. Jaringan lunaak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut. Palatum, pipi, bibir mirip yang berasal dari gusi dan pilpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan

pembuluh limfatik yang berasal dari bagian di dalam otot lidah dan struktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria. Akan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak ditemukan pada mukosa mulut. Kelenjar saliva yang mengandung sel plasma dan limfosit, terdiri atas 6 kelenjar saliva utama dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah mukosa mulut. Kelenjar saliva ini memproduksi IgA yang akan disekresikan ke dalam rongga mulut dalam bentuk sIgA. Pada jaringaan gusi ditemukan berbagai komponen selular dan humoral, seperti PMN neutrofil, makrofag, limfosit dan sel plasma yang penting dalam respon imun terhadap plak bacterial. Pada daerah submukosa jugaa tersebar sel limfoid yang akan berproliferasi bila barier pertahanan pertama pada permukaan mukosa dapat ditembus antigen. Saliva Air liur disekresikan oleh kelenjar parotis,

submandibularis, submaksilaris, dan beberapa kelenjar ludaah kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, air liur bertindak sebagai pelumas aksi otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran liur aakan mencuci permukaan mukosa mulut sedangkan sirkulasi darah subepitel bertindak sebagai suplemen paada batas jaringan lunak daan keras melalui cairan celah gusi. Air liur akan tetap mengalir meskipun tanpa

dirangsang, rata-rata sekitar 19 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. Rata-rata sekresi air liur meningkaat paada saat makan atau rangsangan psikis dan menurun pada waktu tidur. Bila jumlah aliran aair liur menurun, dapat meningkatkan frekuensi karies gigi, parotitis atau peradangan kelenjar parotis. Pada pH air liur yang rendah, mikroorgnisme dapat berkembang dengan baik. Sebaliknya, pada pH tinggi dapat mencegah terjadinya karies tinggi. Celah gusi Pengetahuan tentang struktur dan fungsi epitel jungsional yang terletak pada celah gusi, berguna untuk memahami hubungan biologic antara komponen vaskuler dan struktur periodontal. Epitel ini mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi. Polipeptida keratin pada epitel junctional berbeda berbeda. pada keratin bahwa epitel sirkular. keduanya Perbedaan funsinya ini juga menunjukkan diantara

Komponen selular dan humoral dari darah akan melewati epitel junctional yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran celah gusi ini merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah, pada keadaan normal cairan celah gusi yang mengandung leukosit ini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit cairan celah gusi ini juga mengandung komponen komplemen selular dan humoral yang terlibat dalam respon imun. Sistem Imunitas Rongga Mulut Menurut Roeslan (2002), sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh : a. Membran mukosa. Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi microbial. b. Nodus Limfatik Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh lmfatik yangberasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel. c. Saliva Sakresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis. Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar dibawah mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara. d. Celah Ginggiva Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG merupakan proses fisiologik atau meriapakan espon terhadap inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai