dari bentuk sediaan sesuai dengan tempat absorbsinya. Pada proses pengembangan bentuk sediaan, sangat penting bagi industri farmasi untuk mengevaluasi efek-efek kombinasi dari formulasi yang berbeda-beda; seperti : sifat fisika-kimia senyawa aktif, sifat zat tambahan, dan cara pembuatan yang berbeda-beda; hal-hal tersebut akan mempengaruhi jumlah dan kecepatan absorpsi obat. Uji disolusi digunakan pada produksi sediaan secara rutin untuk memeriksa rata-rata disolusi, apakah sediaan tersebut menghasilkan rata-rata disolusi yang konsisten selama produksi. Sekalipun laju disolusi pada suatu sediaan tidak merupakan parameter kritis maka tetap dibutuhkan suatu tes yang tepat untuk menjaga agar disolusi sediaan tetap konsisten baik selama pembuatan satu batch maupun pembuatan antar batch-batch. Jika produk-produk kandidat tersebut merupakan bentuk sediaan yang pelepasan obatnya konvensional (Immediate Released) dan senyawa aktifnya merupakan senyawa yamg telah diakui, maka ada pengecualian terhadap data in vivo yang kemungkinan dapat dibenarkan berdasarkan beberapa kriteria yang jelas. Jika produk kandidat tersebut merupakan bentuk sediaan lepas lambat (Modivied Released), uji disolusi sangat diperlukan untuk didiskusikan berdasarkan korelasi in vitro-in vivo (IVIVC), yaitu suatu model matematika yang dapat menggambarkan hubugan antara sifat disolusi in vitro dengan respon in vivo. Pengembangan profil disolusi harus berdasarkan kepada pendekatan secara ilmiah, produk, dan proses pembuatan. Identifikasi sifat fisikakimia senyawa zat aktif, formulasi dan proses pembuatan merupakan parameter kritis untuk kecepatan dan jumlah bioavailabilitas dari produksi batch-batch. Faktor fisikakimia; seperti pH, kekuatan osmotik, tegangan permukaan, dan viskositas, juga mempengaruhi pengembangan profil disolusi. Selain itu pemilihan tipe, jumlah dan kecepatan pengadukan juga sangat penting untuk diperhatikan. Untuk produk pelepasan obat yang diperlambat maka IVIVC sering menjadi pertanyaan. Dengan membuktikkan korelasi yang berarti antara karakteristik pelepasan in vitro dan parameter bioavailabilitas in vivo, uji disolusi in vitrodapat dijadikan sebagai penanda pengganti untuk sifat in vivo nya. Bagaimanapun sifat in vivo tergantung kepada sejumlah faktor yang tidak diketahui sehingga menyulitkan untuk melakukan IVIVC. Pada banyak situasi diperoleh batasan spesifikasi yang dapat diterima berdasarkan hasil uji disolusi yang digunakan sebagai kontrol batch-batch dari bentuk sediaan yang digunakan dalam klinik dan penelitian bioavailabilitas. Pada beberapa penelitian IVIVC (in vitro/in vivo correlation), disolusi bukan merupakan alat untuk meramalkan efisiensi terapetik. Sebaliknya hanya sebagai alat kualitatif yang dapat memberikan informasi berharga mengenai availabilitas biologi obat dari satu batch ke batch yang lain adalah konsisten. Saat ini disolusi adalah salah satu kontrol kualitas yang sangat penting dalam merancang suatu bentuk sediaan farmasi. Pada saat penemuan obat, diusahakan untuk menemukan bentuk senyawa aktif yang optimal; misalnya : sifat kristal, kristalinitas, amorfisme, polimorfisme, pseudo-polimorfisme, bentuk garam
dan luas permukaan spesifik partikel. Salah satu parameter yang digunakan sehingga suatu senyawa aktif dijadikan produk kandidat adalah disolusi intrinsik, yaitu jumlah disolusi dari senyawa padat murni dari padatan dengan porositas minimal. Sekalipun disolusi intrinsik merupakan informasi yang sangat penting selama penemuan suatu obat baru dan sebelum suatu senyawa aktif diputuskan menjadi suatu produk kandidat dan tidak untuk didokumentasikan pada produk akhir, data tersebut tetap saja memberikan informasi untuk pengambil kebijakan selama penilaian produk; misalnya kemungkinan resiko yang terjadi pada saat disolusi.
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukan ke dalam beaker glass yang berisi air atau dimasukan ke dalam saluran cerna (Saluran gastrointestinal), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padanya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami diistegrasi menjadi granul-granul, dan granul-grabuk mengalami pemecahan menjadi partikel halus. Diintegrasi, deagregrasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat di tempat obat tersebut diberikan (Martin, et. al., 2008). Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut (Martin, et. al., 2008). Sejumlah metode untuk menguji disolusi dari tablet dan granul secara in vitro dapat digunakan metode keranjang dan dayung (Martin, et. al., 2008). Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet (Martin, et. al., 2008). Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi (Martin, et. al., 2008). Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia; ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat, terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor
formulasi dan berbagai metoda pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro (Ansel, 1989). Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan : 1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100% 2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara klinis (Ansel, 1989).. Suplemen 3 dari USPXX/NFXV menetapkan bahwa salah satu dari dua alat yang dicantumkan harus digunakan dalam pada penentuan laju larut (laju disolusi). Toleransi uji dinyatakan sebagai persen jumlah atau kadar di etiket obat dari obat yang larut selama batas waktu. Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Ansel, 1989). Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Anief, 1997). Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu : Zat aktif mula-mula harus larut - Zat aktif harus dapat melewati membran saluran cerna (Martin, et. al., 2008). Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Martin, et. al., 2008). Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan : a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi invivo b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan absorbsinya sesuai. c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk produk akhir. d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan solid
apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan. e) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur. f) Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif yang baru. g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya, tebnaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem (Martin, et. al., 2008). Faktor yang mempengaruhi Disolusi 1. Suhu Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat. 2. Medium Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehinggan kelarutan obat di dalam medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai keadaan sink maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh. Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut. 3. Kecepatan Perputaran Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan. 4. Ketepatan Letak Vertikal Poros Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana. 5. Goyangnya poros Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi. 6. Vibrasi Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek. 7. Gangguan pola aliran Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan hasil
disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat merupakan penyebabnya. 8. Posisi pengambil cuplikan Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik pengadukannya. 9. Formulasi bentuk sediaan Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor kekerasan tablet. 10. Kalibrasi alat disolusi Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan sekali (Martin, et. al., 2008).
DAFTAR
PUSTAKA
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. UGM Press. Yogyakarta. Ansel, C. H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisik 2. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Alat 1 alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370 0,50 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah
penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. (FI IV, 1084). Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifikasi pada Gambar 1. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, digunakan kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 m). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm 2 mm selama pengujian berlangsung (FI IV, 1085). Alat 2 Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada dalam posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik halus dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus, tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam di dasar sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan ynag tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing-masing alat menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil yang diperolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dari kalibator yang bersangkutan. Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Bila Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing-masing monografi. Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pemgujian dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang ditentuksn dengan toleransi 2%.