Anda di halaman 1dari 14

Laporan Journal Reading Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air Secara Bersamaan Merupakan Rekomendasi Untuk

Mencegah Infeksi di Lingkungan Kerja: an open cluster randomized trial Carita Savolainen-Kopra1, Jaason Haapakoski, Piia A Peltola, Thedi Ziegler, Terttu Korpela, Pirjo Anttila, Ali Amiryousefi, Pentti Huovinen, Markku Huvinen, Heikki Noronen, Pia Riikkala, Merja Roivainen, Petri Ruutu, Juha Teiril, Erkki Vartiainen and Tapani Hovi1.

Disusun oleh : Ria Agustriana,S.Ked 07711223

Pembimbing : dr. Agus Trimanto, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Tanon 1 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2013

Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air Secara Bersamaan Merupakan Rekomendasi Untuk Mencegah Infeksi di Lingkungan Kerja: an open cluster randomized trial Carita Savolainen-Kopra1, Jaason Haapakoski, Piia A Peltola, Thedi Ziegler, Terttu Korpela, Pirjo Anttila, Ali Amiryousefi, Pentti Huovinen, Markku Huvinen, Heikki Noronen, Pia Riikkala, Merja Roivainen, Petri Ruutu, Juha Teiril, Erkki Vartiainen and Tapani Hovi1.

Abstrak Latar Belakang: Kebersihan tangan dianggap sebagai sarana penting dalam pengendalian infeksi. Kami meneliti apakah perilaku kebersihan tangan yang dipandu secara bersamaan dapat membatasi penularan infeksi dan mengurangi ketidakhadiran dalam bekerja dilingkungan kerjanya,yang dilakukan penelitian dengan open cluster randomized pada 3 kelompok intervensi. Metode: Sebanyak 21 kelompok (683 orang) dilakukaan secara acak untuk melaksanakan cuci tangan dengan sabun dan air (257 orang), dengan alkohol berbasis menggosok tangan (202 orang), atau sebagai kontrol (224 orang). Kedua peserta menerima intervensi tentang petunjuk cara standar untuk membatasi penularan infeksi. Periode intervensi selama 16 bulan termasuk munculnya pandemi influenza 2009 dan berikutnya kampanye nasional kebersihan tangan yang juga mempengaruhi kelompok kontrol. Hasil: Pada follow-up terjadi penurunan 6,7% dari episode infeksi pada kelompok sabun dan air (p = 0,04). Sebelum terjadinya kampanye anti-pandemi, perbedaan (p = 0,002) secara statistik signifikan yang berarti terjadinya episode infeksi antara kelompok kontrol (6,0 per tahun) dan kelompok sabun dan air (5,0 per tahun), tetapi tidak terjadi antara kontrol dan alkohol (5,6 per tahun). Intervensi tidak memiliki efek penurunan pada ketidakhadiran kerja. Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun secara intensif bersama dengan rekomendasi perilaku dapat yang mengurangi terjadinya penyakit akut di lingkungan kerja. Tetapi tidak ada penurunan yang signifikan setelah terjadinya pandemic pada cuci tangan dengan sabun dan kelompok kontrol, hal ini dimungkinkan adanya kebocoran perilaku akibat kampanye anti-pandemik.

Latar Belakang Peningkatan kebersihan tangan merupakan sarana untuk mencegah penularan infeksi di rumah sakit serta lingkungan dengan tekanan infeksi yang tinggi, seperti tempat penitipan, sekolah dan dinas militer. Kebersihan tangan telah ditingkatkan sebagai sarana untuk mencegah penularan infeksi pernapasan dan diare dalam masyarakat. Dalam penelitian meta analisis baru-baru ini, bagaimanapun, bukti keseluruhan telah dianggap tidak meyakinkan karena perbedaan dalam desain studi dan kesulitan dalam menyesuaikan untuk faktor penggangu. Sebuah studi yang diterbitkan selama penyusunan naskah ini melaporkan penurunan kejadian infeksi melalui penggunaan alcohol desinfektan di tempat kerja perkantoran. Data tentang pengaruh kebersihan tangan pada transmisi influenza akan menjadi bukti dasar penting untuk rekomendasi saat ini untuk mencegah influenza musiman dan pandemi. Dalam penelitian terbaru, kebersihan tangan ditingkatkan bersama-sama dengan penggunaan masker wajah mencegah penularan virus influenza dalam rumah tangga ketika diterapkan dalam 36 jam dari timbulnya gejala pada pasien. Sebaliknya, tranmisis influenza tidak mengurangi intervensi dengan mempromosikan cuci tangan dan penggunaan masker wajah dalam penelitian lain. Kami mempelajari apakah kebersihan tangan yang ditingkatkan merupakan rekomendasi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi penularan saat batuk atau bersin yang dapat mengurangi kejadian infeksi dan ketidakhadiran dalam bekerja di lingkungan perkantoran. Dalam uji cluster-randomized ini, kami membandingkan kelompok non-

intervensi untuk tradisional mencuci tangan dengan sabun dan air dan alkohol berbasis gel pembersih tangan, kombinasikan dengan pengetahuan cara mencegah penularan batuk atau bersin untuk kedua kelompok intervensi. Pengacakan dalam kelompok pekerja kantor yang digunakan, bukan pengacakan pribadi untuk dua alasan utama: pertama, anggota unit kantor diberikan pekerjaan dapat dianggap membentuk sirkulasi lingkungan sirkulasi tunggal untuk agen infeksi dan kedua, semua peserta studi cluster harus menerapkan kebiasaan kebersihan tangan sehingga mencapai kepatuhan optimal untuk perilaku yang dimaksudkan.

Metode Studi desain Keefektifitasan kebersihan tangan lebih ditingkatkan episode infeksi dan absen dari bekerja, dalam intervensi penelitian open-cluster randomized. Penjelasan tentang rancangan penelitian telah dilaporkan sebelumnya secara lengkap. Protokol ini diterima oleh

Institutional Review Board (referensi nomor 9/2008). Secara total terdapat 21 unit yang terdaftar dalam penelitian ini yang berkerja di enam perusahaan yang berbeda di wilayah Helsinki, bekerja sama dengan klinik kesehatan kerja yang melayani perusahaan-perusahaan. Secara bersamaan perusahaan mempekerjakan 10.000 staf (Gambar 1). Survei kuesioner risiko penularan dikirim ke semua karyawan dari 21 unit target dengan media elektronik. Ketika mengambil bagian dalam kuesioner survei, responden diminta kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam studi intervensi. Resiko transmisi virus yang berubah-ubah dinilai tiap scor dengen cluster. Berdasarkan kecocokan, skor dan pengacakan dari cluster dari tiga percobaan telah dijelaskan secara rinci dari penelitian sebelumnya. Percobaan tiap lengan: IR1, cuci tangan dengan sabun dan air, IR2 dengan alkohol, dan kelompok kontrol (C). Toilet di tempat kerja dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair (IR1) atau alkohol (IR2). Peserta juga memperolehkan membawa produk kebersihan tangan untuk digunakan di rumah dan, dalam kasus menggosok tangan dengan alcohol. Selain dibimbingan secara langsunung dalam pembersihan tangan, peserta dari IR1 dan IR2 juga menerima bimbingan bagaimana cara membatasi penularan infeksi, misalnya saat batuk atau bersin memakai sapu tangan atau alternative lain dengan lengan, dan menghindari berjabat tangan. Peserta dari kelompok kontrol tidak menerima bimbingan mengenai kebersihan tangan atau membatasi penularan infeksi. Intervensi tidak blind kepada pihak yang terlibat (yaitu kelompok studi, partisipan atau pelayanan kesehatan kerja). Gejala infeksi harian, cuti sakit dan absen dari pekerjaan dengan alasan apapun dicatat oleh selfreport mingguan menggunakan kuesioner berbasis internet, dan dikirim melalui email. Gejala khas dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi gastrointestinal (IG) yang dijelaskan secara rinci selama pelatihan dan diulang dalam email mingguan. Software yang digunakan untuk pengumpulan data diperoleh dari Digium Enterprises, Espoo, Finlandia. Data yang disimpan dalam sebuah database inhouse untuk pemantauan dan analisis.

Pemantauan pelaksanaan intervensi Kepatuhan terhadap intervensi yang ditugaskan dinilai oleh berdasarkan survey dengan elektronik untuk transmisi membatasi, seperti yang dijelaskan secara rinci tempat lain. Dalam intervensi cluster, penggunaan sabun (IR1) dan alkohol desinfektan (IR2) diberikan kepada peserta khusus untuk penggunaan secara pribadi. Perawat studi secara rutin mengunjungi kelompok intervensi selama periode intervensi, memeriksa ketersediaan sabun dan alkohol dan membantu dalam setiap masalah praktis. Sabun cair yang digunakan adalah "Erisan Nonsid" (Farmos Inc, Turku, Finlandia). Sabun Ini juga tersedia di toilet yang digunakan oleh kelompok studi. Pada IR2 menggunakan alcohol yang mengandung etanol 80%, produk yang digunakan "LV" (Berner Inc, Helsinki, Finlandia).

Surveilans untuk infeksi virus Antara November 2008 dan Mei 2010, tujuh klinik kesehatan kerja yang melayani enam perusahaan yang berpartisipasi disarankan untuk mengumpulkan sampel, menggunakan teknik standar, dua sampai tiga sampel respirasi diambil per minggu dari pasien ISPA yang khas dan juga sampel feses dari beberapa penderita perwakilan dengan adanya gejala gastrointestinal saat wabah IG dicurigai. Sampel bisa berasal dari peserta studi dan juga dari unit kerja yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Di laboratorium, virus asam nukleat diekstraksi dengan karakteristik komersial kits, ditandai dan diuji oleh metode validasi realtime PCR untuk mendeteksi virus influenza A dan B, respiratory syncytial virus, virus parainfluenza tipe 1, 2, dan 3, adenovirus, rhinovirus dan enterovirus dari spesimen pernafasan, dan norovirus dari spesimen feses (deskripsi rinci prosedur pengujian yang tersedia dari penulis). Endpoin primer dan hasil pengukuran Standar endpoin primer adalah (1) jumlah laporan infeksi dalam cluster yang dilaporkan secara per minggu; dan (2) jumlah laporan cuti sakit dalam cluster yang dilaporkan secara total per minggu. Pengelolaan data dan dasar pemikiran untuk analisis Laporan tiap minggu dari peserta digabungkan menjadi suatu rangkaian tunggal menjadi catatan harian. Peristiwa penyakit yang didefinisikan sebagai jumlah hari dari gejala secara berturut-turut, sampai satu hari tanpa gejala intervensi. Cuti sakit dibatasi untuk hari libur karena ISPA atau IG dari subjek penelitian, sedangkan absen juga termasuk tidak adanya hari libur dari tanggungan karena ISPA atau IG. Terjadinya peristiwa dinyatakan sebagai proporsi dari total minggu yang dilaporkan dan dicatat dalam cluster atau onset penelitian, sehingga "proporsi infeksi", "proporsi ISPA", "proporsi IG", "proporsi cuti sakit" , dan "proporsi absen". Jumlah rata-rata kejadian per tahun diperoleh dengan mengalikan proporsi masing-masing sebesar 52. Resiko infeksi yang ditunjuk dengan skor cluster digunakan dalam pengacakan dan untuk mencocokkan antara lengan yang tidak berkorelasi dengan kejadian yang diamati dari infeksi. Oleh karena itu, triplets yang cluster diabaikan dalam analisis statistik, dan sebagai gantinya, kumpulan berasal dari studi total yang digunakan. Analisis statistik Sesuai dengan hipotesis nol tidak ada dari proporsi di IR1 atau di IR2 itu berbeda dari proporsi yang sesuai pada kelompok kontrol. Hipotesis ini diuji secara terpisah untuk masingmasing proporsi menggunakan Yate itu Chi-Square (prop.test) dengan paket R-statistik.

Variabel yang berpasangan dirumuskan dan membuat proporsi laporan mingguan dengan onset kejadian setiap masing-masing kelompok. Kesamaan dari masing-masing proporsi intervensi untuk sabun dan alkohol dengan proporsi yang sesuai diperoleh untuk kelompok kontrol diuji secara terpisah dengan Yates Chi-Square (dengan koreksi kontunuitas Pearson Chi-square). P-valeu yang diberikan mewakili kemungkinan bahwa random sampling akan menyebabkan perbedaan antara proporsi sampel. Pandemi influenza A/H1N1 tak terduga di Finlandia di musim panas dan musim gugur 2009 mengakibatkan kampanye nasional untuk meningkatkan kebersihan tangan dari Agustus,, 2009 dan seterusnya. Oleh karena itu, analisis juga dilakukan secara terpisah untuk periode sebelum akhir Juli 2009 (25 minggu; "sebelum pandemi"), dan selanjutnya sampai akhir Mei, 2010 (43 minggu; "selama dan setelah pandemi") . Demikian pula, uji proporsi dieksploitasi dianalisis pentingnya perbedaan antara lengan dan antara time point yang

berbeda mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam survei pada transmisi yang membatasi kebiasaan.

Hasil Rekrutmen Rekrutmen berlangsung pada bulan Januari dan Februari 2009. Secara keseluruhan 683 orang secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Karakteristik peserta ditunjukkan pada Tabel 1. Intervensi berlangsung selama 15-16 bulan, hingga akhir Mei 2010. Persentase staf di masing-masing cluster yang berpartisipasi dalam penelitian ini berkisar 12-51%, dengan rata-rata 32,7% dan rata-rata 32,5% (Tabel 2). Drop-out, perekrutan baru dan mencangkup pelaporan selama follow up Tujuh puluh enam persen dari relawan mulai melakukan pelaporan sampai akhir penelitian (Gambar 1). Berhenti bekerja merupakan alasan paling umum untuk menghentikan pelaporan di study cluster. Karena sebagian penelitian merekrut baru, jumlah total peserta pada akhir penelitianm 626 atau 91,7% dibandingkan dengan awal. Laporan proporsi mingguan yang diterima dari peserta selama follow-up pada umumnya sangat tinggi, dan mirip dari tiga studi selama penelitian (Gambar 2). Sebuah pengingat email otomatis dikirim ke peserta jika laporan mingguan tidak diterima dalam waktu lima hari kecuali peserta telah memberitahu sebelumnya bahwa dia akan berlibur atau perjalanan bisnis. Peserta diberi kesempatan untuk melaporkan peristiwa selama liburan. Secara keseluruhan 38 644 laporan mingguan diterima.

Hasil tindakan utama Pada periode follow-up total ada penurunan 6,7% dari kejadian infeksi pada IR1 (p = 0,04). Dalam data subanalisis yang dikumpulkan sebelum pandemi influenza A/H1N1 ada statistik kejadian infeksi secara signifikan lebih sedikit di IR1 (proporsi 0,096 sesuai dengan 5.0 orang per tahun) dibandingkan dengan kelompok kontrol (0,115 sesuai dengan proporsi 6,0 orang per tahun) menyamakan dengan pengurangan 16,7% (Tabel 3). Penurunan signifikan secara statistik diamati selama kejadian infeksi kelompok kontrol dibandingkan sebelum dan sesudah terjadinya pandemi (0,115 vs 0,098) (Tabel 3). Ketika dipisah untuk ISPA dan IG, IR1 memiliki jumlah terendah kedua kategori selama periode penelitian. Perbedaan kontrol secara statistik signifikan pada kejadian IG (p = 0,03). Tidak ada pengurangan atau tidak ada kejadian cuti sakit diamati sebelum pandemi. Sebaliknya, selama dan setelah pandemi peningkatan signifikan terlihat pada IR1.

Distribusi bulanan kejadian infeksi Distribusi proporsi bulanan dari semua kejadian infeksi atau laporan mingguan menunjukkan variasi musiman yang diharapkan dari tiga kelompok (Gambar 3a). laporan pandemi H1N1 tidak menyebabkan puncak utama dalam kejadian infeksi, tetapi dalam pengawasan terdapat puncak virus A/H1N1 pada bulan November 2009 (Gambar 3b dan 3c). Semua virus pernapasan yang dibawah pengawasan terdeteksi di antara 219 spesimen dari pasien yang mengunjungi klinik kesehatan kerja (Gambar 3b). Rhinovirus adalah patogen yang paling sering terdeteksi (23,2%), diikuti oleh influenza A/H1N1 (15,6%), influenza A tipe lain (8,9%) dan influenza B (4,5%). Parainfluenzaviruses tipe 1, 2 dan 3, Respiratory syncytial virus (RSV), dan adenovirus juga terdeteksi. Puncak epidemi bersamaan dengan pemberitahuan yang dilakukan oleh laboratorium klinis Nasional Infectious Disease Registry (Gambar 3c) dan laporan kejadian infeksi pada penelitian ini (Gambar 3a). Selama musim dingin atau musim semi 2009, terjadinya puncak infeksi, berbagai virus terdeteksi, tetapi tidak ada laporan tentang merebaknya kejadian infeksi tunggal. Pada pemeriksaan 11 spesimen feses yang diuji, hanya 1 yang positif yaitu norovirus. Kepatuhan terhadap intervensi Penggunaan tercatat sabun dan alkohol yang berbasis disinfektan untuk penggunaan pribadi lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan berdasarkan petunjuk kebersihan tangan (Tabel 2). Perbedaan yang diamati dalam penggunaan sabun atau disinfektan antara

kelompok populasi penelitian menunjukkan tidak ada korelasi dengan jumlah kejadian infeksi yang dilaporkan. Pembatasan kebiasaan survei pada transmisi dilakukan tiga kali, sebelum pengacakan, pada saat pandemi influenza A/H1N1 pada bulan Agustus 2009, dan sekali lagi pada akhir masa tindakan pada bulan Mei 2010. Beberapa indikator survei digambarkan dalam Gambar 4. Tingkat awal yang tinggi dari kebersihan tangan di beberapa sektor ditingkatkan di semua lengan, termasuk kelompok kontrol (p = 0,0005 atau kurang, Gambar 4a dan 4b). Menghindari berjabat tangan ketika sakit infeksi pernapasan atau pencernaan menjadi lebih umum selama perkembangan penelitian (Gambar 4c dan 4d) pada semua kelompok studi, dan tetap tinggi pada kedua kelompok intervensi (p 0 untuk semua titik pengukuran dibandingkan dengan awal tingkat).

Diskusi Percobaan ini merupakan intervensi terkontrol menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kejadian infeksi, terutama infeksi saluran pernafasan, kelompok pertama melakukan mencuci tangan dengan sabun dan air, dikombinasikan dengan petunjuk tentang

cara untuk mengurangi penularan saat batuk atau bersin. Sebaliknya, pada kelompok yang menggunakan alkohol desinfektan, bersama dengan panduan tentang batuk atau bersin, tidak mengurangi kejadian infeksi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pandemi influenza 2009 memicu kampanye nasional dengan intens mencuci tangan, selama dan setelah itu tidak ada perbedaan yang terlihat antara dua intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini sebagian dijelaskan oleh pengamatan bahwa terjadinya penurunan infeksi secara bermakna pada kelompok kontrol. Cluster berpengaruh pada distribusi poin akhir tiap individu yang diperhitungkan dalam analisis statistik dari hasil uji coba intervensi. Kami membandingkan hasil komulatif dari dua kelompok intervensi dengan kelompok kontrol secara langsung, dengan kemungkinan mengabaikan efek cluster. Dasar terjadinya peristiwa infeksi di antara anggota cluster ditentukan oleh tim kerja kemungkin dipengaruhi oleh kebiasaan perilaku khas tim yang mempengaruhi penyebaran infeksi, dan jenis percobaan spesifik oleh cluster, secara intensitas menerapkan, menginstruksikan prosedur pembersihan tangan dan perubahan perilaku. Namun, kejadian infeksi berturut-turut dalam cluster bukan merupakan refleksi langsung dari penularan agen infeksi tapi mungkin karena perkenalan baru yaitu, infeksi nonkontak kerja terkait peserta studi individu. Kerja terkait efek cluster tidak mungki mempengaruhi terjadinya infeksi kedua, sementara kejadian infeksi pada masyarakat diketahui bervariasi antara subpopulasi yang berbeda dan dalam subpopulasi tertentu. Oleh karena itu, masuknya variabilitas ekstra karena efek dari cluster dalam analisis statistik mungkin mengakibatkan hilangnya perbedaan yang benar dalam pengaturan, di mana jumlah cluster agak terbatas karena alasan praktis. Hasil utama kami infeksi pernapasan berkurang dengan cuci tangan menggunakan sabun dan air yang dikombinasikan dengan rekomendasi untuk batuk dan bersin adalah sesuai dengan studi sebelumnya,beberapa penelitian populasi semi-close seperti rumah sakit dan pusat-pusat penitipan anak. Namun, tidak ada data tersedia di intervensi ini pada populasi orang dewasa di lingkungan kantor biasa dimana pola kontak yang mungkin berbeda dari lingkungan semi-close. Telah dilaporkan di Pakistan terjadi penurunan 50% kejadian pneumonia anak dengan mencuci tangan secara intensif menggunakan sabun dan air. Tidak adanya perlindungan dari kejadian infeksi pada kelompok alkohol berbeda dengan publikasi intervensi baru, pada intervensi yang sama melaporkan penurunan yang luar biasa dari kejadian penyakit dan dari beberapa studi sebelumnya. Kami tidak tahu alasan untuk hasil yang tidak cocok tapi dapat berspekulasi tentang potensi dampak dari perbedaan yang diduga pada komposisi desinfektan, berbagai pra-studi terhadap rutinitas cuci tangan, dan desain

penelitian yang berbeda. Hal ini juga, kita tidak ingin mengesampingkan kemungkinan bahwa meggunakan alkohol akan memiliki efek penurunan pada kejadian infeksi, jika jumlah follow up dari individu lebih besar. Di sisi lain, hasil ini sesuai dengan pengamatan yang tidak kami publikasikan pada kapasitas satu putaran dalam menginstruksikan kebersihan untuk menghilangkan penularan rhinovirus yang diberikan pada kulit punggung tangan. Mencuci dengan sabun dan air tampaknya jauh lebih efisien daripada dengan menggosok tangan menggunakan alcohol disinfektan. Sementara peserta dalam kelompok kontrol tidak dipaksa untuk tidak menggunakan sabun dan air maupun alkohol, efek intervensi tidak dapat diamati karena rekomendasi perilaku hanya diberikan kepada kelompok intervensi IR1 dan IR2. Intervensi berlanjut selama dua musim dingin untuk menutupi epidemi virus musiman yang berbeda. Struktur virus yang berbeda mungkin berbeda juga dalam kepekaan terhadap prosedur cuci tangan yang digunakan. Namun, pandemi influenza dengan influenza A H1N1 2009 memicu kampanye nasional tentang cuci tangan yang dikompromikan pelaksanaan penelitian kami, dengan penelitian cluster terkontrol kami juga sedang mendapat informasi di media publik, yang kemudian disesuaikan dengan semua staf dari unit-unit kesehatan kerja di perusahaan yang berpartisipasi. Daripada menghentikan penelitian yang prematur, kami memutuskan untuk terus melalui periode yang direncanakan dan menganalisis hasil, dalam dua blok darifollow up,dari masing-masing waktu, sebelum pandemic, selama dan setelah pandemic. Selanjutnya, survei Eurobarometer di semua negara Uni Eropa menunjukkan bahwa di Finlandia lebih dari 40% dari populasi orang dewasa dilaporkan telah mengubah perilaku mereka sehingga dapat meningkatkan perlindungan mereka dari influenza. Menurut survei, terjadi perubahan di hampir secara eksklusif terlihat pada kebersihan tangan ditingkatkan, dengan hampir tidak ada perubahan dalam perilaku yang berkaitan dengan batuk atau bersin. Selama dan setelah pandemi dalam penelitian kami tidak ada perbedaan yang signifikan dalam terjadinya infeksi antara cuci tangan dengan sabun dan air dan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan yang signifikan secara statistik pada jumlah angka kejadian infeksi pada kelompok kontrol, jelas karena adanya kampanye kebersihan nasional. Tidak ada penurunan seiring terjadinya infeksi pada dua intervensi. Hal yang tidak terduga, pada kejadian infeksi berkurang pada kelompok sabun dan air, tidak ada pengurangan jumlah cuti sakit atau tidak adanya kejadian karena penyakit menular. Sebaliknya, setelah terjadinya pandemi, jumlah kejadian dalam kelompok sabun dan air lebih tinggi daripada di kelompok kontrol. Kami berspekulasi bahwa orang-orang di kelompok intervensi mungkin telah patuh mengikuti instruksi yang diberikan secara keseluruhan pada

awal penelitian, termasuk konsep yang datang untuk bekerja dengan gejala kemungkinan untuk menempatkan rekan beresiko tertular penyakit dan hal ini tidak dianjurkan. Penelitian ini memiliki kelemahan. Pertama, kami menggunakan laporan secara subjektif dari kejadian penyakit, dari pada penilaian secara professional dari gejala dan tandatanda infesi. Tapi, kami juga percaya bahwa instruksi tertulis, definisi yang jelas diulang dalam setiap email mingguan, dan respon yang cepat untuk setiap pertanyaan cukup dapat diandal dalam mendiagnosis. Yang sederhana dan mudah digunakan dalam pengumpulan data berbasis web merupakan sistem yang singkat mengingat waktu tanpa perlu buku harian pribadi yang memberikan kontribusi terhadap cakupan pelaporan tinggi sepanjanga penelitian. Kedua, stusi ini tidak memiliki ukuran langsung dari kepatuhan setiap individu terhadap pemberian intruksi di lengan intervensi yang berbeda. Pengulangan wawancara pada kebiasaan membatasi penularan dari seluruh langkah-langkah pelaksanaan yang

direkomendasikan, yang sudah cukup tinggi pada dasarnya, hal ini lebih ditingkatkan selama studi pada kedua intervensi dan juga pada kelompok kontrol. Kampanya nasional antipandemi sangat memungkinkan memiliki peran utama dalam "kebocoran" membatasi penyebaran yang diamati pada kelompok kontrol. Selain itu, yang sudah partisipasi dalam percobaan intervensi ini menguji peran kebersihan tangan, bahkan dalam kelompok kontrol yang tanpa petunjuk khusus, kemungkinan hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan akal sehat dan pengetahuan umumnya. Pandangan ini juga secara tidak langsung didukung oleh minat peserta dalam penelitian ini, studi juga dicatat oleh perawat selama kunjungan bulanan selama penelitian. Wawancara ketiga pada akhir penelitian, beberapa bulan setelah puncak pandemi dalam publisitas media, menyarankan bahwa beberapa perubahan dalam perilaku antara kontrol telah berlangsung lama, dan sekarang perbedaan antara kontrol dan kelompok intervensi jauh lebih jelas lagi. Temuan serupa pada penurunan pasca-pandemi dalam penggunaan pembersih tangan telah dilaporkan dari Selandia Baru pada bulan Desember 2009 menyusul penurunan cepat dalam liputan media. Berdasarkan hal tersebut diatas, kami percaya bahwa peserta yang di intervensi mengikuti petunjuk cukup baik. Studi intervensi besar dan lama antara karyawan dengan melakukan pekerjaan kantor yang rutin mereka membutuhkan keseimbangan antara ilmiah dan kelayakan, tidak melupakan biaya penelitian. Namun, mengingat keterbatasan diidentifikasi dari studi ini kita akan memiliki saran untuk studi kebersihan tangan di masa mendatang untuk menghindari beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Pertama, aktif menindak lanjuti semua peserta untuk penyakit dengan mekanisme pengumpulkan spesimen untuk pengujian

laboratorium, sebanyak mungkin sebagai penyakit yang akan memungkinkan identifikasi yang lebih tepat etiologi infeksi dan mengkonfirmasi efek intervensi secara khusus. Kedua, akan lebih bijaksana untuk memasukkan penilaian eksternal obyektif dari kepatuhan seperti pengukuran sabun atau penggunaan alkohol di kantor dan pengamatan kunjungan ke wastafel, misalnya melalui tag elektronik. Kesimpulan Kami menyimpulkan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa langkah-langkah perbaikan kebersihan pribadi yang terdiri dari perilaku batuk, bersin, dan berjabat tangan, membatasi penularan, yang dikombinasikan dengan sering mencuci tangan dengan sabun dan air dapat mengurangi terjadinya penyakit akut di lingkungan kerja. Perbedaan dengan kelompok kontrol signifikan meskipun kita mengamati secara signifikan "kebocoran" dari perilaku ditingkatkan untuk kontrol dan terlepas dari efek pengganggu dari pandemi influenza H1N1 yang muncul selama tindak lanjut. Tidak seperti beberapa penelitian lain, kita tidak melihat penurunan dalam intervensi lengan yang menerima instruksi untuk membersihkan tangan dengan menggosok dengan alcohol disinfektan.

Anda mungkin juga menyukai